• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Bagi Masyarakat Papua

Dalam dokumen Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969 (Halaman 75-79)

BAB IV ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), MASYARAKAT

B. Dampak Organisasi Papua Merdeka (OPM) Terhadap Masyarakat

1. Dampak Bagi Masyarakat Papua

Pada periode 1960-1969, Papua masih termasuk wilayah yang terbelakang dibandingkan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pada periode Sembilan tahun tersebut, Papua juga memiliki jumlah penduduk yang sangat kecil dibandingkan dengan wilayah Papua yang sangat luas. Gambaran jumlah penduduk Papua pada masa ini dapat dilihat pada tabel 3. sebagai berikut :

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk PapuaTahun 1960-1969 No. Periode Perkiraaan Jumlah Penduduk

(Ribu Orang) 1. 2. 3. 4. 5. 1960-1961 1962-1963 1964-1965 1966-1967 1968-1969 620.400 621.000 621.500 623.000 623.100

Sumber : Diolah dari Bilver Singh, 2011, Papua Geo-Politics and the Quest for Nationhood, London and New Burnswick, : Transaction Publishing.

Dari jumlah tersebut, masyarakat Papua berupaya untuk menunjukkan kiprahnya terkait dengan isu kemerdekaan Papua sehingga dapat tercapai status Papua yang lebih jelas dan hal ini kemudian terwujud dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Referendum dan melakukan yang telah ditetapkan dalam Perjanjian New York; Pasal 17 yang sebagian mengatakan:

"Indonesia akan mengundang Sekretaris Jenderal untuk menunjuk seorang Wakil yang" .. "akan melaksanakan tanggung jawab Sekretaris- Jenderal untuk memberikan saran, membantu, dan berpartisipasi dalam pengaturan yang menjadi tanggung jawab dari Indonesia untuk

pelaksanaan pemilihan bebas. Sekretaris Jenderal akan, pada waktu yang tepat, menunjuk PBB Perwakilan sehingga dia dan stafnya mungkin menganggap tugas mereka dalam satu tahun wilayah sebelum penentuan- diri. ".. "Perwakilan PBB dan stafnya akan memiliki kebebasan yang sama gerakan seperti yang disediakan bagi personel dimaksud dalam Pasal XVI". Perjanjian ini berlanjut dengan Pasal 18.”2

Berdasar pada pasal XVIII Indonesia akan membuat pengaturan, dengan bantuan dan partisipasi PBB Perwakilan dan stafnya, untuk memberikan orang- orang di wilayah, kesempatan untuk melaksanakan kebebasan memilih. Pengaturan demikian akan mencakup:3

a. Konsultasi (musyawarah) dengan dewan perwakilan mengenai prosedur dan metode yang harus diikuti untuk memastikan secara bebas menyatakan kehendak penduduk.

b. Penentuan tanggal yang sebenarnya dari pelaksanaan pilihan bebas dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Persetujuan ini.

c. Formulasi pertanyaan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penduduk untuk memutuskan (a) apakah mereka ingin tetap dengan Indonesia, atau (b) apakah mereka ingin memutuskan hubungan dengan Indonesia.

d. Kelayakan dari seluruh orang dewasa, pria dan wanita, bukan warga asing untuk berpartisipasi dalam tindakan penentuan nasib sendiri akan dilaksanakan sesuai dengan praktik internasional, yang bertempat tinggal pada saat penandatanganan Persetujuan ini, termasuk mereka warga yang

2 “The New York agreement”, dalam

https://www.freewestpapua.org/documents/the-new-york-agreement/, diakses pada tanggal 28 Oktober 2016.

3

berangkat setelah 1945 dan yang kembali ke wilayah itu untuk melanjutkan tinggal setelah berakhirnya pemerintahan Belanda.

Selanjutnya pada tahun 1969 segera diselenggarakan “act of choice” atau

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Tahap pertama dimulai tanggal 24 Maret 1969 berupa konsultasi dengan

dewan-dewan kabupaten di Jayapura dan mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.

b. Tahap kedua segera dilaksanakan pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969. Dalam tahapan ini berhasil dipilih 1.026 anggota dari delapan kabupaten yang terdiri dari 983 pria dan 43 wanita.

c. Tahap ketiga adalah Pepera itu sendiri dilakukan di tiap-tiap kabupaten, dimulai tanggal 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.

Pelaksanaan Pepera dalam setiap tahapan disaksikan oleh utusan Sekretaris Jenderal PBB duta besar Ortis Sanz, sedangkan sidang-sidang Dewan Musyawarah Pepera dihadiri oleh para duta besar asing di Jakarta, antara lain duta besar Belanda dan Australia. Rakyat Papua pada masa itu sadar bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Indonesia, mereka tidak mau dipisahkan dengan saudara-saudaranya, sehingga Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.Hasil Pepera dibawa ke New York oleh duta besar Ortis Sanz

untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke-24 pada bulan 19 November 1969 yang akhirnya sidang tersebut menerima hasil-hasil Pepera sesuai dengan jiwa dan Persetujuan New York.4

Pada 19 November 1969. Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara dengan dasar bahwa masyarakat Papua harus dapat hidup dengan layak dan sejahtera secara sosial politik tentang apakah wilayah ini nantinya manjadi milik Indonesia (NKRI) atau protektorat Belanda, sebagaimana negara Antiles ataupun Suriname. Sebelum pemungutan ini dijalankan terlebih dulu delegasi PBB mengirimkan stafnya untuk melihat secara langsung tentang kondisi Papua. Dari hasil pemungutan suara tersebut menunjukkan hasil bahwa 58 setuju, 31 tidak setuju, dan 24 abstain, menolak usulan Dahomey untuk menghentikan pembahasan agar dapat dilakukan konsultasi yang lebih jauh tentang pelaksanaan Tindakan Pemilihan Bebas (Pepera) tersebut. 5

Majelis Umum kemudian melakukan pemungutan suara kembali dengan hasil 60 setuju, 15 menolak dan 39 abstain untuk menolak usulan perubahan terhadap resolusi yang diusulkan oleh Ghana yang meminta agar dilakukan tindakan pemilihan bebas lebih lanjut di Irian Barat pada akhir tahun 1975. Akhirnya, Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara dengan hasil 84

4

Sri Nurani Kartikasari, 2012, Ekologi Papua, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia danConcervation International Indonesia, hal.645.

5

Esther Heidebouchel, The West Papua Conflict of Indonesia : Actors, Issue and Approach, Wattenberg, : Johannes Hermann, hal.47.

setuju, tidak ada yang tidak setuju, dan 30 abstain untuk menyetujui resolusi (tanpa perubahan) tentang Tindakan Pemilihan Bebas di Irian Barat.6

Hasil dari Pepera yang memutuskan secara bulat bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari Republik Indonesia. Hasil Pepera ini membuka jalan bagi persahabatan RI-Belanda. Lebih-lebih setelah tahun 1965, hubungan RI-Belanda sangat akrab dan banyak sekali bantuan dari Belanda kepada Indonesia baik melalui

IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia) atau di luarnya.Akhirnya Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969 menyetujui hasil- hasil. Pepera tersebut sehingga Irian Barat tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Melalui Pepera, dampak OPM pada periode 1960-1969 bagi masyarakat ternyata dapat memberikan harapan baru karena mayoritas masyarakat Papua menginginkan wilayahnya tetap masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, melalui Pepera, OPM hanya sebagian kecil entitas dalam sosial-politik Papua yang dapat terus diwaspadai oleh masyarakat.

Dalam dokumen Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969 (Halaman 75-79)

Dokumen terkait