• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

i

ORGANISASI PAPUA MERDEKA

TAHUN 1960-1969

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sejarah

Disusun Oleh: Yuling Malo NIM: 094314006

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis benar-benar merupakan karya saya sendiri dan tidak diambil dari karya orang lain, kecuali disebut dalam kutipan, catatan kaki dan daftar puistaka.

Yogyakarta, 9 Januari 2017 Penulis

(5)

v Motto

Jalan Cepat Atau Lambat Tujuannya Sama

(6)

vi

Halaman Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta Penulis

(7)

vii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul organisasi papua merdeka Tahun 1960-1969 Skripsi ini mengambil tema seputar gerakan Organisasi Papua Merdeka pada masa penjajahan kolonial Belanda sampai dengan era awal Kemerdekaan Indonesia. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui latar belakang dari berdirinya Organisasi Papua Merdeka, dinamika perkembangan Organisasi Papua Merdeka tahun 1960-1969, dan pengaruh dari Organisasi Papua Merdeka bagi masyarakat di Papua dan pemerintah Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan kajian pustaka. Oleh karena itu data-data dalam penelitian ini harus di gali melalui literatur dan arsip-arsip yang tersimpan di berbagai Perpustakaan. Adapun Perpustakaan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, serta Perpustakaan Daerah Manokwari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Organisasi Papua Merdeka ternyata tidak lepas dari respon atas kepemimpinan Indonesia yang pada masa itu berada di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Pada perkembangannya, Organisasi Papua Merdeka juga tidak dapat berkembang secara efektif menjadi kelompok penekan pemerintah karena pemerintah Indonesia pada masa itu juga memberikan perlawanan secara kuat.

Melalui penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa berdirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) ternyata tidak lepas dari pengaruh kolonialisme Belanda, dimana sebelumnya terdapat beberapa negara lainnya yang berhasil menguasasi wilayah ini, diantaranya Jepang, Jerman dan Inggris. Dalam perkembangannya, kedekatan Belanda dengan Australia yang berhasil membangun kerjasama pada beberapa bidang kemudian menjadi cikap-bakal berdirinya OPM.

(8)

viii ABSTRACT

The title of this thesis is Organisasi Papua Merdeka (OPM) in 1960-1969. This

thesis took the theme about OPM‟s movement during the Dutch colonialization until the

beginning of Indonesian independence. The aim of this thesis was to understand the background of OPM establishmenr, the development dynamics of OPM in 1960-1969, and the influence of OPM toward the people in Papua and Indonesian goverment.

This research was done through a library reearch. Therefore, the data in this research should be dug through literary works and archives which were stored in some libraries. The libraries which were used by the writer such as Universitas Sanata

Dharma‟s library, Universitas Gajah Mada central library, and Manokwari‟s library.

The result of this research showed that OPM actually was a form of respond toward Indonesian govermental which was led by Soekarno. In its development, OPM was not

effectively developed to be the goverment‟s opposition because the Indonesian

goverment at that time had a strong defense.

Through this research, it could be concluded that the establishment of OPM was influenced by the Dutch colonialism, in which there were some countries that had concquered this region first such as, Japan, Germany, and England. In its development, the close relation between Dutch and Australia succeeded in establishing the cooperation in some fields which later became the cause of OPM establishment.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur kepada Allah Bapa di Surga atas berkat dan penyertaannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam proses penulisannya, berbagai suka dan duka telah saya alami. Namun kehadiran sosok keluarga, pembimbing, dan sahabat dalam proses penulisan skripsi ini sungguh membantu dan meringankan beban itu.

Semangat saya dalam menulis skripsi suatu ketika pernah pudar. Namun inspirasi dan dorongan dari orang-orang di sekeliling saya membuat saya kembali bersemangat untuk menyelesaikan Skripsi ini. Oleh sebab itu saya ingin menucapkan terima kasih kepada :

1. Allah Bapa di Surga dan Putra-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. 2. Orang Tua dan semua Saudara di Pegunungan Bintang, Papua.

3. Bapak Hb. Hery Santosa, M.Hum atas bimbingannya selama menyusun skripsi dan Dr.Lucia Juningsih, M. Hum. Beserta semua dosen di jurusan Ilmu Sejarah Fakutas Sastra univertitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Segenap dosen dan staf Program Studi Sejarah, Universitas Sanata Dharma. Teman-teman Program Studi Sejarah Sanata Dharma angkatan 2009 ; Deaz, Belo, Maksi, Yunda, Yulia, Adul.

1. Anak nongkrong Sejarah ; Britto ganteng, Riko, Deslin, Fauzan, Juan, Deslin, Yasmine, Ndoi, Noven, Wowok, Luis, Agung, Jeray, Penyik, Adit, Lud, Erik, Marni, Desi, Mbak Dyah.

2. Seluruh Pengurus serta anggota KOMAPO Yogyakarta.

Yogyakarta, Penulis

(10)

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL………...………...……... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...…...……… ……...ii

PENGESAHAN...………...III HALAMAN MOTTO………..………..………....……...IV HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…..…………...V ABSTRAK………...………...VI

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah………..3

C. Rumusan Masalah………3

BAB II SEJARAH KOLONIALISASI BELANDA DI PAPUA DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA OPM (ORGANISASI PAPUA MERDEKA)……….…22

A. Sejarah Pemerintahan Belanda Di Irian Jaya ………22

B. Aspek-Aspek Internasional yang Menumbuhkan Benih Separatisme………..34

(11)

xi

BAB III PERKEMBANGAN DAN PERJUANGAN ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), SERTA PANDANGAN INDONESIA TERHADAP

ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM)……….41

A. Perkembangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sejak Runtuhnya Rezim Orde Lama………41

B. Sepak Terjang OPM (Organisasi Papua Merdeka)………44

C. Perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Ditinjau Dari Kepentingan Papua………49

D. Perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Ditinjau Dari Kepentingan Indonesia………..52

BAB IV ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), MASYARAKAT PAPUA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)………...59

A. Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Papua Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia………59

B. Dampak Organisasi Papua Merdeka (OPM) Terhadap Masyarakat dan Pemerintah Indonesia………..61

1. Dampak Bagi Masyarakat Papua………...62

2. Dampak Bagi Pemerintah Indonesia………..66

BAB V PENUTUP………..71

A. Kesimpulan………71

B. Saran………..74 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dinamika sosial, politik dan keamanan di Indonesia ternyata tidak bisa dilepaskan dari konflik. Konflik ini terjadi akibat kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, adanya rasa ketidakadilan dari daerah terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat hingga gesekan sosial pada kelompok akar rumput (grass root). Sejak awal kemerdekaan, organisasi-organisasi yang mengganggu stabilitas Indonesia sebagai Negara berdaulat banyak bermunculan. Sebut saja GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh, DI TII di Makassar, FRETILIN di Timor Timur, dan OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua. Pergolakan tersebut tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang (NKRI) saja, mengingat pembentukan NKRI pun didasari dengan upaya perlawanan dari berbagai daerah dan suku bangsa terhadap Belanda. Oleh karena itu dualitas sudut pandang harus benar-benar ditegakkan, yaitu perlawanan terhadap Belanda atas nama nasionalisme di satu sisi, dan perlawanan atas nama daerah dan suku bangsa di sisi lain; sehingga sejarah dapat ditulis secara objektif.

(13)

Batalyon 751 Brawijaya di Manokwari, yang menewaskan 3 prajurit TNI.1 Pandangan negatif dari masyarakat umum terhadap OPM, memunculkan asumsi bahwa terdapat intervensi dari pemerintahan Soekarno hingga Soeharto yang terkesan menempatkan OPM pada isu-isu “miring” terkait dengan kemunculannya di media massa nasional, dan masih dipertahankan sampai era demokrasi sekarang ini.

Jika ditinjau ke belakang, sejak proklamasi Indonesia (1945), sebetulnya Pemerintah Belanda telah memisahkan daerah Papua dari Hindia untuk menyiapkan Papua beserta rakyatnya membentuk pemerintahan sendiri dan lepas dari Pemerintahan Belanda. Untuk membantu usaha tersebut PBB membentuk UNTEA (United Nation Temporary Administration) yang memikul tanggung jawab pemerintahan/administratif selama masa transisi. Sampai pada 1 Desember 1961, Pemerintah Belanda menunjuk masyarakat lokal terpilih Papua; 50% dari New Guinea Raad (legislatif) untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora bersebelahan dengan bendera Belanda, serta lagu kebangsaan Papua pun diperkenalkan –Proklamasi Papua di Victoria.2 (lihat lampiran 1)

Berseberangan dengan itu, Indonesia mengadakan Perjanjian New York3 (1962) dengan tidak melibatkan masyarakat Papua seorang pun, dan dengan serta merta mengakuisisi Papua dari Belanda ke Indonesia. Tahun 1964 kaum terpelajar

1

Syamsul Hadi, 2007. Disintegrasi Pasca Ordebaru; Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional. Jakarta: Yayasan Obor. hlm. 99.

2

Yulia Sugandi, 2008. Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Makalah. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung. hlm 4.

3

(14)

Papua mengusahakan ke PBB agar melakukan free choice, bahwa Papua harus bebas dari Belanda dan Indonesia. Berangkat dari hal tersebut, OPM berkembang menjadi sebuah organisasi separatis yang lebih teratur. Tata organisasi mulai dirapikan, memiliki kepengurusan inti, logistik, panglima perang, komandan sektor militer I-V dan sebagainya.4

Kondisi tersebut jelas merugikan dan mengancam kedaulatan NKRI sehingga komando-komando militer selalu digalakkan di seluruh distrik yang ada di Papua. Secara resmi, Komando Pasukan Khusus (Kopasus) memang dihadirkan untuk mengawasi, memantau dan menekan gerakan OPM yang desas-desusnya kembali berkembang sejak 1960-an.

Dari deskripsi singkat di atas, maka urgensitas dari penelitian ini adalah mendeskripsikan secara periodik, terkait perjalanan dan perjuangan OPM dari 1960 sampai dengan 1969.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Penulisan ini mengidentifikasi permasalahan pada perkembangan OPM yang ditinjau dari sudut pandang kedua pihak, yaitu; Indonesia sebagai negara dan Papua sebagai bagian dari Negara Indonesia, kronologis sesuai dengan periode 1960-1969 hingga berbagai dampak yang ditimbulkan. Berangkat dari identifikasi tersebut, kemudian permasalahan akan dibatasi pada sekumpulan fakta mengenai hubungan OPM dan pemerintah Indonesia sesuai dengan periode yang telah ditentukan, yaitu pada tahun 1960-1969.

4

(15)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi berdirinya Organisasi Papua Merdeka ? 2. Bagaimana dinamika gerak OPM pada tahun 1960 sampai dengan

tahun 1969 ?

3. Bagaimana pengaruh OPM terhadap masyarakat Papua dan pemerintah Indonesia ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dinamika Organisasi Papua Merdeka dari tahun 1960 sampai dengan tahun 1969 yang meliputi latar belakang pendirian OPM, dinamika gerak hingga dampak yang ditimbulkan.

E. Manfaat Penelitian

(16)

penelitian ini dilakukan, sedangkan manfaat teoritis acuannya lebih pada sumbangsih penulis terhadap ilmu pengetahuan.5

1. Manfaat Teoretis

Melalui penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan dalam bidang ilmu sejarah, khususnya mengenai sejarah Organisasi Papua Merdeka.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kalangan Akademik

Untuk memberikan masukan, bahan referensi dan bacaan kepada mahasiswa (khususnya Ilmu Sejarah) terkait penulisan sejarah OPM dari berbagai sudut pandang baik dari pihak pemerintah Indonesia ataupun dari pihak OPM.

b. Bagi Kalangan Masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang OPM, terkait sejarah kemunculannya, ideologi yang diusung, pengorbanan, dan perjuangannya.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah penelusuran pustaka atau penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk memperluas referensi dan membuktikan bahwa penelitian ini memiliki nilai-nilai

5

(17)

„kebaruan‟ karena berfokus pada periode tahun 1960-1969, dimana periode ini belum pernah diambil sebelumnya oleh civitas akademika program studi sejarah pada Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta sehingga bukan merupakan plagiasi dari penelitian atau karya orang lain. Berikut ini beberapa penelitian yang pernah mengkaji Organisasi Papua Merdeka.

Ngatiyem6 dalam skripsinya mengemukakan bahwa stabilitas politik di Indonesia dengan objek kajiannya adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1964 sampai dengan 1998. Hasil penelitian Ngatiyem adalah deskripsi historis tentang: latar belakang kemunculan OPM adalah pengaruh Pemerintah Belanda pada masa Residen J. P Eechoud yang ditandai dengan lahirnya kaum elit Papua terdidik yang bersikap Pro-Papua. Belanda menjanjikan kemerdekaan Papua sekitar tahun 1970, tetapi terhalang perjanjian New York (15 Agustus 1962) sehingga Papua Barat jatuh ke tangan Indonesia.

Dalam penelitian Ngatiyem dapat diketahui bahwa perjuangan Organisasi Papua Merdeka adalah usaha untuk menuntut kesetaraan, kemerdekaan, hak asasi manusia, dan tentu saja keadilan. Perlawanan dilakukan dengan menyerang pos-pos TNI, pengibaran bendera Bintang Kejora, dan penculikan dan Proklamasi Papua Barat di Victoria. Organisasi Papua Merdeka terus mencari dukungan massa, dukungan sesama bangsa dan dukungan internasional. Menanggapi hal tersebut, Indonesia terus menurunkan TNI untuk melakukan operasi keamanan di

6

(18)

Papua Barat. Demikianlah, Indonesia lebih memilih melakukan pendekatan Militer ketimbang diplomasi, sehingga pergolakan terus berkecamuk.

Dalam penelitian Ngatiyem juga ditegaskan bahwa konflik Papua terjadi akibat kesenjangan dan ketidakadilan antara pusat dan daerah. Ini kemudian menimbulkan pergolakan yang sulit untuk diselesaikan. Dengan demikian perspektif (sudut pandang) penelitian Ngatiyem adalah dari masyarakat dan entitas sosial-politik di Papua.

Kemudian tulisan berkaitan dengan konflik Papua dan OPM dikemukakan oleh Djopari7 dalam thesisnya yang mengkaji pemberontakan OPM dari tahun 1964 sampai dengan 1984 melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan data-data dari koran, buku, jurnal, dan media lainnya. Pengkajiannya fokus pada masalah integrasi politik dan imbasnya terhadap pembangunan. Pemberontakan OPM dimulai tahun 1965 yang dipimpin Permenas Ferry Awom. Pemberontakan terus berlangsung secara sporadis sehingga menghambat pembangunan fisik maupun non-fisik. Dalam konteks ini OPM dipandang sebagai tantangan besar dalam penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.(Lihat Lampiran 2)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa OPM lahir di wilayah Papua dari dua Fraksi Utama pimpinan Terianus Arongger, SE (1964) dan Aser Demotekay (1963). Kegiatan OPM terbagi menjadi kegiatan politik dan militer. Kegiatan politik bertujuan untuk menggalang dukungan ke luar negeri, dan kegiatan militer dilakukan di Irian Jaya. Aksi penggalangan dukungan ke Luar negeri tidak

7

(19)

berlangsung mulus karena pro-kontra internal, yakni ada yang orientasi Barat dan orientasi neo-Marxis/Sosialis. Inilah yang menyebabkan OPM lemah sehingga mudah dipatahkan TNI.

Kemudian penelitian selanjutnya dikemukakan oleh Sugandi8 dalam kajiannya tentang konflik dan rekomendasi kebijakan mengenai Papua, berusaha menunjukkan peran dari setiap para pelaku perubahan sosial di Papua termasuk di antaranya masyarakat akar rumput, organisasi masyarakat madani, pemerintah lokal, perempuan, militer dan pemerintah pusat, serta keterlibatan organisasi-organisasi internasional dengan strategi-strategi intervensi mereka.

Keluhan-keluhan di Papua mulai ditanggapi sejak lahirnya otsus (otonomi khusus). Dukungan lebih jauh untuk menciptakan konteks positif dalam mencapai keadilan pemerataan keadilan harus terus dilakukan, yakni perlindungan terhadap pendudukasli Papua sampai pada tingkat Desa. Strategi intervensi harus memastikan kesinambungan akibat dari program dan menyentuh kelompok rentan. Dalam hal ini sudah banyak organisasi internasional yang mendukung pelaksanaan otsus di Papua. Menurut Sugandi, kerumitan masalah di Papua, termasuk penyimpangan-penyimpangan tidak dapat dilepaskan dari kerangka nasional, yakni hubungannya dengan pemerintah Pusat. Kemudian kelemahan-kelemahan di tingkal lokal termasuk kurangnya sistem penyaluran professional dalam pemerataan kesejahteraan, tingkat keamanan manusia dari kelompok rentan di daerah-daerah terpencil juga dipengaruhi oleh konstelasi perdamaian yang

8

(20)

ditandai dengan kurangnya modal sosial antara negara dengan aparat keamanannya dan rakyatnya. Oleh karena itu resolusi konflik sebetulnya berada di tangan kedua belah pihak, antara Jakarta dan Papua sebagai pelaku utama dalam mencapai perdamaian.

Berdasarkan tiga penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa upaya penulisan sejarah OPM dari awal kemunculannya sampai dengan 1969 belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini memiliki nilai-nilai kebaruan. Adapun berbagai penelitian yang akan uraikan di sini, sangat menunjang penelitian ini, baik dari segi konten sejarah, metodologi, maupun secara teoritis. Kemudian perbedaan ketiga tesis di atas dengan penelitian ini adalah fokus dari rezim, dimana penulis memfokuskan penelitian pada periode 1960-1969, khususnya pada akhir era kepemimpinan Presiden Soekarno.

G. Landasan Teori

1. Teori Konflik

(21)

konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.9

Menurut Taquiri dalam bukunya The Conflict of Paradoks konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Sedangkan menurut Gibson dalam bukunya The Capitalizing of Conflicy : Stratgis and Pratice, menyatakan bahwa hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.10

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang

9

Budi Khelik Herprasetyo, 2014, Kala Tak Mampu Lagi Berkata, Blitar : Adora Media, hal.9.

10

(22)

merasa terhibur. Kemudian penyebab konflik lainnya adalah perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Berdasar pada teori konflik di atas maka dapat difahami bahwa munculnya OPM merupakan pangkal dari kegagalan entitas pro-kemerdekaan Papua dengan pemerintah Indonesia. Jika dikaitkan dengan proposisi dikemukakan oleh Taquiri dan Gibson maka konflik OPM terjadi akibat pertentangan kedua belah dan belum dapat tercapai kesepakatan yang bersifat win-win solutions, serta kegagalan dalam membangun kerjasama dan akomodasi pada bidang sosial, ekonomi ataupun politik.

2. Ideologi

Secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘idea’ dan

‘logia.’Idea dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada dalam pikiran sebagai hasil perumusan suatu pemikiran atau rencana. Kemudian kata logia mengandung

makna „ilmu pengetahuan atau teori‟ yang berasal dari kata logis atau logos.

Istilah ideologi pertama kali dilontarkan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), ketika Revolusi Prancis, untuk mendefinisikan sains tentang ide. Dengan demikian, ideologi adalah pengucapan atau pengutaraan terhadap sesuatu yang terumuskan dalam pikiran.11 Berdasarkan pandangan tersebut, maka yang dimaksud dengan ideologi dalam konteks penelitian ini adalah paham, pemikiran,

11

(23)

yang melandasi suatu oraganisasi untuk memiliki kesadaran yang orientis terhadap suatu kesepakatan bersama yang akan dikejar atau diperjuangkan.

Menurut Soerjanto Poespowardojo dalam Nuswantoro12, ada 6 fungsi ideologi, yaitu sebagai berikut:

a. Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.

b. Prientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.

c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.

d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.

e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.

f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta mempolakan tingkah laku sesuai orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

Melalui paparan konsep ideologi di atas maka dapat difahami bahwa jika dikaitkan dengan bentuk dan operasional dari OPM maka ideologi menjadi bagian penting bagi organisasi tersebut. Ideologi bagi OPM merupakan pemersatu

12

(24)

tindakan dan tujuan. Selain itu, ideologi merupakan bagian dari cita-cita dan tujuan akhir bagi OPM, yaitu kemerdekaan.

Kemudian jika dikaitkan dengan proposisi yang dikemukakan oleh Soerjanto Poespowardojo dalam Nuswantoro maka faktor ideologi menjadi penting bagi OPM yaitu berkaitan dengan norma sebagai pedoman bagi para anggota dan elit OPM dalam bertindak, beroperasi dan berjuang. Selain itu, melalui konsep ideologi dapat difahami bahwa nantinya OPM dapat menemukan identitasnya sebagai organisasi perjuangan/pergerakan kemerdekaan bangsa Papua. Selain itu, ideologi dapat menjadi semangat bagi OPM untuk memperjuangkan cita-citanya sebagai bangsa/wilayah yang merdeka/otonom.

3. Pergerakan

Pergerakan adalah kebangkitan (untuk perjuangan atau perbaikan). Secara istilah, pergerakan adalah suatu perjuangan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memperbaiki kondisi atau keadaan.13 Berdasarkan pengertian tersebut, maka kelompok yang mengadakan pergerakan mengetahui betul kondisi yang dialami tidak sesuai dengan yang seharusnya sehingga harus diperbaiki, yakni melalui pergerakan. Semakin banyak orang yang merasa tidak kondusif dengan keadaannya, maka akan semakin besar pergerakan yang akan dilakukan.

13

(25)

Di Indonesia, istilah pergerakan (movement/beweging) telah digunakan sejak berdirinya organisasi Budi Utomo (1908), dan secara aksionis pada 1928 diutarakan sebagai suatu aksi terbuka yang di dalamnya memaknai suatu semangat perjuangan, yang mewakili suatu ideologi berkebangsaan, perasaan senasib, dan seperjuangan.14 Indikator pergerakan nasional adalah kemunculan organisasi-organisasi yang menyatakan diri atau mengusung ideologi

„nasionalisme.‟ Dalam konteks ini, istilah nasionalisme mengacu pada perjuangan untuk lepas dari penjajahan.15

Berdasarkan pemahaman di atas, maka istilah pergerakan di Indonesia tidak dapat lepas dengan ideologi berkebangsaan dan kemunculan organisasi yang menyuarakan ideologi selama kurun 1928 sampai dengan 1945, bahkan pada masa-masa gejolak pemberontakan (1960-an). Dengan demikian, pergerakan sangat erat hubungannya dengan perubahan sebagai hasil dari pergerakan.

Melalui paparan teori pergerakan di atas maka dapat difahami bahwa pergerakan merupakan aktifitas dari organisasi yang memiliki persamaan kepentingan dan ideologi. Pergerakan merupakan tindakan nyata yang dijalankan oleh individu atau seseorang untuk mencapai kehidupan atau kondisi yang lebih baik. Jika dikaitkan dengan dinamika gerak OPM maka konspe pergerakan menjadi sebuah kerangka kerja dan operasionalisasi dari OPM untuk dapat memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi masa depan Papua.

14

Soehartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 5.

15

(26)

Konsep pergerakan menjadi penting dalam mengakomodasi perjuangan OPM karena ini tidak semata-mata berkaitan dengan kondisi kekinian (current condition), namun juga berkaitan dengan dinamika sejarah pada masa lalu, ketika wilayah Papua masih berada di bawah kekuasaan kolonialis Belanda. Ketika kolonialis Belanda berakhir di Papua ternyata entitas-entitas sosial-politik di Papua tidak sepenuhnya dapat menerima hegemoni pemerintahan Indonesia. Sebagian diantaranya memilih untuk berjuang melalui pergerakan-pergerakan yang terangkum dalam OPM untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua.

4. Stabilitas

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa stabilitas adalah

”menciptakan suatu kestabilan nasional yang dinamis, bukanlah sematamata tugas

pemerintah dan aparatnya, melainkan tugas segenap anggota masyarakat”.16

Stabilitas merupakan ”kemantapan, kestabilan, keamanan politik dan ekonomi perlu bagi terlaksananya rencana pembangunan dalam suatu negara”. Stabilitas adalah suatu kondisi dari sebuah sistem yang komponennya cenderung tetap di dalam, atau kembali pada suatu hubungan yang sudah mantap. Stabilitas sama dengan tiadanya perubahan yang mendasar atau kacau didalan suatu sistem politik, atau perubahan yang terjadi pada batas-batas yang telah disepakati atau ditentukan. Sebuah negara muda yang masyarakatnya bangsanya bersifat pluralistis dapat bergerak maju, apabila ada tiga faktor penentu, yaitu adanya

16

(27)

kepemimpinan nasional yang efektif, adanya angkatan bersenjata yang utuh dengan loyalitas yang tinggi, serta adanya partai politik yang berpengaruh dominan.17

Negara yang sedang membangun seperti negara kita memerlukan stabilitas yang memadai atau stabilitas yang berkelanjutan dan semakin dinamis untuk mendukung setiap proses penyejahteraan bangsa. Ciri-ciri negara yang sedang membangun senantiasa memerlukan unsur penopang yang berupa kondisi stabilitas nasional yang mantap dan dinamis yang dapat menjadi wadah dan memadai bagi setiap momentum kemajuan.18

Stabilitas nasional harus selalu dipandang dalam hubungan timbal balik dengan pembangunan nasional. Stabilitas demi pembangunan yakni demi perubahan, pembangunan untuk mencapai keadaan yang lebih tentram. Stabilitas dalam bidang politik ditentukan dalam rangka memantapkan stabilitas yang dinamis serta pelaksanaan mekanisme demokrasi pancasila, perlu makin memantapkan kehidupan konstitusional, demokrasi dan tegaknya hukum. Demikian pula perlu dimantapkan pelaksanaan mekanisme kepemimpinan nasional serta dimantapkan berfungsinya dan saling berhubungan antara Lembaga-lembaga Tinggi Negara berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (A Heuken SJ, 1991: 20-21). Stabilitas politik dalam negeri sangat tergantung pada derajat partisipasi politik dan pelembagaan politik dan lembaga tersebut adalah

17

Jack C. Plano and Roy Olton dalam Wawan Djuanda (ed), 1989, Kamus Hubungan Internasional, Bandung : Putra A. Bardin, hal.249.

18

(28)

legislatif, aksekutif, yudikatif sebagai tempat dalam mengkoordinir berbagai kepentingan masyarakat pada suatu negara. Secara teoritis, stabilitas politik banyak ditentukan oleh tiga variabel yang berkaitan satu sama lain, yakni: perkembangan ekonomi yang memadai, perkembangan pelembagaan baik struktur maupun struktur politik dan partisipasi politik.19

Stabilitas politik yang sedang berkembang sangat tergantung atas kekokohan partai politik yang dimiliki. Negara yang sedang berkembang mencapai derajat stabilitas politik yang tinggi paling tidak memikiki satu partai politik yang berwibawa (Samuel P. Huntington, 1983:630). Stabilitas tidak dapat disangsikan, bahwa stabilitas politik akan sangat tergantung pada jenis dan intensitas tantangan yang dihadapinya. Pembangunan semata-mata hanya merupakan proses ekonomi dan tertib sosial belaka. Sandaran politis daripada pandangan sperti ini biasanya berpusat pada konsep stabilitas politik yang didasarkan pada kemampuan melaksakan perubahan dalam tertib sosial yang pasti.20

Stabilitas menjadi penting bagi kelangsungan sebuah negara. Jika dikaitkan dengan stabilitas keamanan secara nasional maka keberadaan OPM telah menyebabkan dampak serius benturan kepentingan antara Indonesia dan OPM. Ini tidak semata-mata menjadi obyek reepresifisme dan

19

May Rudy, 2002, Organisasi dan Administrasi Internasional, Jakarta : Refika Adhitama, hal. 120.

20

(29)

kebijakan yang cenderung kaku, namun juga bentrokan bersenjata yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa di kedua pihak.

H. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian historis. Menurut Gottshalk21 penelitian ini merupakan suatu kajian yang tujuannya untuk mengumpulkan, menguji dan menganalisis data yang diperoleh dari masa lampau kemudian melakukan rekonstruksi berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan historiografi. Sjamsudin22 menyatakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip yang menyimpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesa dan hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan. Sedangkan Nawawi memandang bahwa penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, selanjutnya kerapkali juga hasilnya dapat digunakan untuk meramalkan atau memprediksi masa depan.23

21

Gottshalk.1975. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press. hal. 32 22

Syamsuddin, Helius.1996. Metodologi Sejarah. Jakarta: Depdikbud Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. hal. 3.

23

(30)

Berdasarkan pandangan beberapa ahli di atas, maka penelitian ini menerapkan metode historis, atau berjenis penelitian historiografi. Oleh karena itu data yang digunakan adalah data yang telah tersedia (telah ada) yng berupa peristiwa di masa lalu yang terekan di berbagai media, dan tentu saja berpengaruh secara simultan dengan masa sekarang, dan masa depan.

Penelitian ini dilakukan dengan kajian pustaka. Oleh karena itu data-data dalam penelitian ini harus digali melalui literatur dan arsip-arsip yang tersimpan di berbagai Perpustakaan. Adapun Perpustakaan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, serta Perpustakaan Daerah Manokwari

Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini direncanakan selama empat bulan, dari Maret sampai dengan November 2016. Sumber data dalam penelitian ini adalah literatur, buku, catatan-catatan, arsip, pemberitaan media massa, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, data digali dengan studi pustaka, yakni dengan mengumpulkan berbagai sumber data sejarah menyangkut Organisasi Papua Merdeka. Penggalian data tersebut dilakukan dengan penyimakan dan pencatatan kronologis periodesasi mulai dari kemunculan OPM sampai dengan sekarang.

(31)

analisis historis, yang mengutamakan ketajaman interpretasi terhadap fakta. tekniknya adalah dengan melakukan kritik intern, kritik ekstern, dan interpretasi fakta setelah data-data yang memiliki keterkaitan dengan tema yang sedang dibahas diperoleh dengan sebelumnya melalui kodifikasi.24 Analisis data dilakukan dengan mengidentifikasi gaya, tata bahasa, ide yang digunakan penulis, pendidikan penulis, situasi saat penulisan, dan tujuan penulis dalam mendeskripsikan peristiwa yang berhubungan dengan OPM dari tahun 1960 sampai dengan 1969.

Adapun langkah-langkah yang akan diterapkan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik adalah pencarian sumber tertulis, baik berupa buku, majalah, Koran, makalah, jurnal, dan lain sebagainya. Pencarian dilakukan di berbagai perpustakaan yang telah disebutkan dalam Tempat Penelitian.

2. Kritik Sumber

Kritik merupakan kegiatan yang mencakup menyeleksi, meneliti, mengidentifikasi, menilai, dan membandingkan sumber data.

3. Interpretasi

24

(32)

Interpretasi atau penafsiran dalam konteks ini disebut penafsiran sejarah, yakni dengan menarik generalisasi dari terminologi.25 Dalam penelitian ini interpretasi dimaksudkan untuk menghubungkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain demi mencapai objektifitas sejarah.

4. Historiografi

Historiografi adalah proses penulisan sejarah dalam rangka menyampaikan fakta-fakta sejarah. Adapun fakta-fakta yang telah dikritisasi, diinterpretasi, selanjutnya dideskripsikan dalam penulisan sejarah yang berjudul Sejarah Organisasi Papua Merdeka tahun 1960-1969.

I. Sistematika Penulisan

Penelitian ini direncakanan terdiri dari lima bab. Pada bab I dijelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, sampai dengan metode penelitian dan sistematika penulisan, pada bab II menjelaskan Latar Belakang Berdirinya OPM, pada bab ini dideskripsikan mengenai hal-hal yang memicu lahirnya OPM, proses pembentukannya, sampai dengan terbentuknya OPM, kemudian bab III menjelaskan Dinamika OPM (1961 -1969). Pada bab ini dideskripsikan dua kepentingan yang bertolak belakang antara OPM dan NKRI. Pendeskripsian tetap bersifat objektif, yakni berdasarkan fakta atau berbagai sumber baik Lokal Papua, sumber Internasional, dan Sumber Nasional Indonesia, kemudian pada bab IV

25

(33)
(34)

BAB II

SEJARAH KOLONIALISASI BELANDA DI PAPUA DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA OPM

(ORGANISASI PAPUA MERDEKA)

A. Sejarah Pemerintahan Belanda Di Irian Jaya

Sejarah kolonisasi di Irian Jaya berawal pasca kedatangan bangsa Eropa, yaitu pada tahun 1660, sebuah perjanjian disepakati antara Tidore dan Ternate di bawah pengawasan Pemerintah Hindia Timur Belanda yang menyatakan bahwa semua wilayah Papua berada di wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore. Perjanjian ini menunjukkan bahwa pada awalnya Pemerintah Belanda sebenarnya mengakui Papua sebagai bagian dari penduduk di kepulauan Nusantara.1

Sebelum Perang Dunia II, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan Papua dan para penduduknya di bawah Provinsi Maluku dengan Ambon sebagai ibukota pemerintahan. Menyatunya Papua dengan wilayah lain di Nusantara dipertegas dengan peta Pemerintah Belanda tahun 1931 yang menunjukkan bahwa wilayah kolonial Belanda membentang dari Sumatera di sebelah barat sampai Papua di sebelah Timur. Papua juga tidak pernah disebutkan terpisah dari Hindia Belanda. Fakta ini menunjukkan bahwa berdasarkan sejarah, Papua merupakan

1

John Dademo Waiko, 2007, Short History of Papua Guinea, New York : Oxford Universiry Press, hal.31-32.

(35)

bagian dari bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara yang akhirnya membentuk Negara Indonesia.2

Sejarah Irian Jaya tidak bisa dilepaskan dari masa lalu Indonesia. Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar ke-dua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk diantara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, namun kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan.

Sejak abad ke-18, pulau Pasifik Selatan Irian Jaya telah menjadi korban ambisi penjajahan dan pernah dikuasai oleh Inggris, Jerman, Belanda dan Jepang.Separuh bagian Barat Papua tetap berada di bawah pemerintahan Belanda, bahkan setelah kawasan lain Hindia Belanda berada di dalam kedaulatan Republik Indonesia setelah kemerdekan tahun 1945. Baru pada tahun 1950-an, pemerintah Belanda mulai melepaskan kekuasaan atas bagian akhir dari bekas kerajaannya di Asia Pasifik.

Orang-orang Belanda menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Irian Jaya melalui proses dekolonisasi menuju kemerdekaan3. Menurut Syamsudin,4 setelah

2

(36)

kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda mempersiapkan untuk mempertahankan kepentingan dan kontrolnya atas Irian Barat. Ada tiga kepentingan Belanda di Irian Barat antara lain:

1. Menjadikan Irian Barat sebagai pusat penampungan atau “Tropical

Holland” untuk keturunan Eurasia yang tidak dapat kembali ke Holland.

2. Menjadikan Irian Barat sebagai tempat penampungan para wiraswastawan Belanda yang meninggalkan Indonesia.

3. Menjadikan Irian Barat sebagai basis untuk kemungkinan intervensi militer Indonesia, apabila republik yang baru berdiri tersebut runtuh. Upaya Belanda untuk mencegah jatuhnya Irian Jaya kepada Indonesia diwarnai pula keinginan untuk memberikan hak untuk berpemerintahan sendiri kepada Irian Jaya dalam tahun 1950-an. Oleh sebab itu Belanda merencanakan untuk memberikan status pemerintahan sendiri kepada Irian Jaya selambatlambatnya tahun 1970-an, dan status pemerintahan itu pun tergantung pada proses kemajuan pemerintahan di Irian Jaya5.

Sejarah cikal-bakalnya masuknya Irian Barat ke Indonesia merupakan jalan panjang dan rumit. Indonesia bukan saja menggunakan cara-cara diplomasi untuk mendapatkan Irian Barat, tetapi juga menggunakan cara-cara militer. Pada

3

Irfan Abubakar, Chaider S. Bamualim. 2005. Transisi Politik dan Konflik Kekerasan: Meretas Jalan Perdamaian di Indonesia, Timor-Timur, Filipina dan Papua New Guinea. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah hal. 118

4

Syamsudin Haris. 1999. Indonesia di Ambang Perpecahan. Jakarta: Erlangga hal. 98

5

(37)

fase pembebasan ini, yaitu tahun 1949-1963, sudah muncul benih-benih separatisme di Irian Jaya.Benih-benih separatisme ini dipupuk dan dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak awal tahun 1950-an. Belanda saat itu bukan saja mempercepat pembangunan ekonomi dan administrasi di Irian Jaya, tetapi juga melakukan pembangunan politik.6

Menurut Syamsudin Haris,7 untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan pendidikan di Irian Barat, subsidi Belanda untuk Irian Barat meningkat dari US$ 4,3 juta pada tahun 1950 menjadi hampir US$ 28 juta pada tahun 1962. Belanda membangun sekolah administrasi di Abepura, dan memperbolehkan berdirinya partai politik sebagai bagian dari pembangunan politik di Irian Barat. Sejak awal tahun 1950 Belanda memfokuskan diri pada pembangunan politik di Irian Barat sebagai upaya untuk mencegah Indonesia mendapatkan dukungan dari luar negeri atas persoalan Irian Barat, yaitu dengan cara meningkatkan persepsi bahwa wilayah Irian Barat dapat merdeka sendiri.

Sejak awal tahun 1960 hingga akhir tahun 1961 terdapat berbagai tahapan penting tentang status Irian Jaya, masing-masing yaitu :8

a. Pada tanggal 3-9 Maret 1960. Konferensi Belanda – Australia dilaksanakan di Hollandia (sekarang Jayapura) yang membahas tentang masa depan Papua, termasuk perencanaan Belanda dalam membangun

6

Saafroedin Bahar. 1996. Integrasi Nasional. Jakarta: Ghalia Indonesia hal. 220

7

Samsyudin. 1995. Pergokan di Perbatasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama hal. 182-183

8

(38)

sisten parwakilan parlementer, serta penggunaan mata uang Belanda di wilayah Papua.

b. Pada Agustus 1960. Hubungan diplomatik dengan Belanda dihentikan sepihak oleh Indonesia. Pada bulan itu mulai terbentuk partai-partai politik di New Guinea Barat, seperti Parna (Partai Nasional) dan Partai PVP (Partai Rakyat Dekmokratik) yang pro-Belanda dibentuk.

c. Pada Januari 1961. John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat. Kennedy mengumumkan kepada rakyat Amereka bahwa ia akan menghentikan bantuan dan intervensi Soviet di Indonesia.

d. Pada Februari 1961. Pemilu dilaksanakan di New Guinea Barat untuk memilih 16 anggota Dewan New Guinea Barat. Belanda memilih 12 orang untuk mewakili daerah-daerah yang dinilai belum siap melaksanakan Pemilu secara benar. Di dalam Pemilu itu, orang-orang asli New Guinea merebut 22 dari 28 kursi.

e. Pada 5 April 1961. Dewan New Guinea diresmikan.

f. Pada September 1961. Sejumlah infiltrator Indonesia ditangkap oleh tentara Belanda dan orang-orang Papua.

(39)

mengawasi dan melaksanakaan suatu plebisit untuk menentukan status akhir wilayah ini.

h. Pada 24 November 1961. Majelis Umum PBB mendukung proposal

`kompromi‟ tentang New Guinea Barat yang mengakui hak-hak orang-orang asli Papua untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), dan menyerukan agar Belanda – Indonesia melakukan perundingan langsung atas masalah tersebut. Walaupun didukung dengan pilihan 53 menyetujui dan 41 tidak menyetujui, tetapi hasil pemungutan suara itu tidak mencapai angka 2/3 mayoritas agar dapat diterima dan disahkan oleh Majelis Umum. Resolusi lain yang disponsori Indonesia, yang tidak mencantumkan perihal penentuan nasib sendiri, menerima 41 suara menyetujui dan 40 suara tidak menyetujui. Sesudah ini, Belanda mengumumkan bahwa Rencana Luns tidak akan diusulkan kembali dalam persidangan Majelis Umum PBB yang berikut.

(40)

j. Pada 19 Desember 1961. Sukarno mengumumkan TRIKORA, singkatan dari Tri Komando Rakyat, dan memerintahkan dilakukannya mobilisasi umum untuk menghancurkan negara Papua yang disponsori pendiriannya oleh Belanda; untuk mengibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat; dan untuk bersiap melaksanakan perang merebut Irian Barat.

Beberapa partai politik pada saat itu ada yang pro-Indonesia dan sebagian lainnya pro-Belanda.Di antara gerakan politik pro-Indonesia adalah gerakan pemuda Iryan (bukan Irian) yang dianggap disusupi oleh pemimpin nasional Indonesia di Irian Barat, maka dilarang oleh Belanda pada tahun 1961.Pada bulan Januari Belanda menyetujui berdirinya delapan partai politik di Irian Barat. Partai politik itu antara lain

1. Partai Demokrasi Rakyat, ketua: Arnold Runtubuy; sekretaris: Mozes Rumainum; bendahara: Petrus Moabuay. Partai ini didirikan pada tahun 1957 dan mempunyai tujuan untuk bersatu dengan Papua Niugini dalam Federasi Melanesia.

2. Partai Nasional, ketua: Herman Wajoi; wakil ketua: Amos Indey; sekretaris: S. Martin Bela dan Frits M. Kirihio. Partai ini mempunyai tujuan untuk mempersiapkan orang-orang papua menuju penentuan nasib sendiri dibawah pengawasan dan petunjuk Belanda.

(41)

4. Partai Serikat Pemuda Papua, ketua: Johan Wamaer, anggota terbatas pada orang-orang Papua dan partai ini mempunyai tujuan untuk mencapai kemerdekaan dibawah pengawasan PBB.

5. Partai Persatuan Orang New Guinea, ketua: Johan Ariks. Partai ini mempunyai tujuan untuk merdeka tanpa target tanggal dan anggotanya terbatas pada orang-orang Papua.

6. Partai Kekuatan Menuju Persatuan atau Kena U Embay, ketua: Ezau Itaar; wakil ketua: Anas Kereuta; bendahara: Willem Ossoway. Partai ini mempunyai tujuan menuju kemerdekaan sesudah itu bekerja dalam kaitan dengan Belanda

7. Partai Rakyat, ketua: Husain Warwey; wakil ketua: Luis Rumaropen; sekretaris: M. Ongge, dan Z. Abaa.

8. Persatuan Kristen-Islam Raja Ampat, ketua: Muhammed Nur Majalibit; sekretaris: J. Rajar; penasehat pertama: Abdullah Arfan. Partai ini bekerja sama dengan Belanda untuk mencapai kemakmuran di New Guinea Belanda, dan bersandar pada hasil-hasil daerah.

(42)

yang diberi nama Nieuw Guinea Raad atau Dewan Nieuw Guinea. Perencanaan berdirinya organisasi ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1946 dengan jumlah 21 orang, tetapi tidak bisa terealisir karena kondisi masyarakat Papua yang tidak memungkinkan untuk diselenggarakan pemilihan umum. Pada bulan Februari 1961 Belanda melangsungkan pemilihan umum baik pemilihan langsung maupun tidak langsung untuk membentuk sebuah parlemen Nieuw Guinea Raad atau Dewan Nieuw Guinea. Menurut Van Der Veur, sekitar 54.000 orang Papua berpartisipasi dalam pemilihan umum dan ketika Dewan Nieuw Guinea diresmikan pada tanggal 5 April 1961, orang-orang Papua menduduki 22 kursi dari 28 kursi yang tersedia.9

Dominasi masyarakat Papua terhadap saluran-saluran politik pada masa itu tertampung dalam Dewan Nieuw Guinea merupakan badan dengan fungsi-fungsi

legislatif yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran “nasional” Irian dengan

memperkenalkan proses demokrasi. Belanda mendirikan Dewan Nieuw Guinea dengan harapan dapat menjauhkan perhatian orang-orang Irian terhadap Indonesia dan sebaliknya mendekatkan orang Irian kepada Papua dan New Guinea yang pada waktu itu masih dikuasai oleh Australia. Secara garis besar Nieuw Guinea Raad memiliki kekuasaan legislatif bersama dengan pemerintah dan melaksanakan beberapa pengawasan terhadap anggaran belanja.10

9

Samsyudin. 1995. Pergokan di Perbatasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama hal. 184

10

(43)

Dalam memperkuat perjuangan dalam bidang politik, elemen masyarakat Papua juga menjalankan konsolidasi fisik, dimana pada tahun 1960 telah dibentuk sebuah batalyon sukarelawan Papua (Papua Vrijwillegers Korps) dan berkedudukan di Arfai-Manokwari. Maka setelah pembentukan Nieuw Guinea Raad, pada awal tahun 1962 dilanjutkan dengan pembentukan dewan daerah (streekraad). Menurut Nazarudin Syamsudin11, upaya Belanda dalam rangka penanaman rasa anti-Indonesia di kalangan masyarakat Irian, yaitu Belanda menempuh tiga cara yaitu:

1. Mengalihkan orientasi dari Indonesia pada wilayah Pasifik, meskipun sebelumnya Belanda telah ikut memperkuat orientasi Irian kepada Nusantara ini.

2. Berusaha mendekatkan Irian kepada Papua dan Nugini yang dikuasai Australia dengan harapan dapat menggabungkan semuanya dalam suatu negara.

3. Merencanakan suatu negara Papua

Dewan Nieuw Guinea yang didirikan oleh Belanda sebagai upaya untuk

mendirikan negara boneka Papua, dapat dianggap sebagai “boom waktu” yang

sengaja ditinggalkan oleh pemerintah Belanda di Irian Barat. Beberapa tokoh Irian

11

(44)

yang pro-Belanda pada saat itu antara lain: Nicolaas Jouwe, P. Torey, Marcus Kaisiepo, Nicolaas Tangahma, dan Elieser Jan Bonay12.

Di samping itu Belanda juga mendirikan lembaga baru untuk mempersiapkan orang-orang Irian menghadapi “kemerdekaan”.Selain itu Belanda juga memberikan pendidikan untuk para calon Pamong Praja, Belanda mendirikan polisi Papua dan Batalyon Papua.13

Pada tanggal 19 Oktober 1961 Belanda membentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang. Komite Nasional ini bertugas untuk merencanakan pembentukan sebuah negara Papua yang merdeka, yang dilengkapi 70 putra Papua Barat yang berpendidikan dan berhasil melahirkan manifesto yang isinya: menentukan nama negara: Papua Barat; menentukan lagu kebangsaan: Hai Tanahku Papua; menentukan bendera: Bintang Kejora; menentukan lambang negara: Burung Mambruk, dengan semboyan One People One Soul dan menentukan bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada tanggal 1 November1961.

Rencana pengibaran bendera Bintang Kejora pada tanggal 1 November 1961 tidak terlaksana karena belum mendapat persetujuan dari pemerintah Belanda.Selanjutnya pada tanggal 1 Desember 1961 bendera Bintang Kejora dikibarkan di Holladia dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan bersamaan dengan lagu Wilhelmus. Kegiatan pengibaran dan menyanyikan lagu

12

Saafroedin Bahar. 1996. Integrasi Nasional. Jakarta: Ghalia Indonesia hal. 220

13

(45)

kemerdekaan Papua Barat dilakukan terus menerus selama satu minggu sampai dengan dimulainya pemerintahan United Nations Temporary Execitive Asosiations (UNTEA) pada tanggal 1 Oktober 1962.14

Upaya Belanda untuk menanamkan perasaan anti-Indonesia di kalangan masyarakat Irian mulai menunjukkan hasilnya, yaitu menjelang akhir kekuasaan Belanda.Pada tanggal 1 Desember 1962 terjadi demonstrasi anti-Indonesia dibeberapa tempat. Para demonstran membawa bendera Papua Merdeka dan menyebarkan pamflet-pamflet. Sebelum demonstrasi terjadi, dibeberapa tempat telah berlangsung rapat-rapat pendahuluan yang dikoordinasi oleh anggota Dewan Nieuw Guinea.15

Berdasar pada paparan di atas maka dapat dipahami bahwa pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 ternyata persoalan tentang status Papua belum dapat terselesaikan secara mendasar. Banyak pihak Papua menganggap kehadiran Indonesia akan mengganggu masa depan Papua. Kemudian di pihak Belanda juga dengan sengaja berupaya menjadikan Papua sebagai wilayah otonom yang diharapkan dapat merdeka, termasuk dengan mengajak Australia untuk mewujudkan hal ini.

(46)

dapat terkelola secara maksimal. Inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi Belanda untuk terus mengontrol Papua.

Melalui uraian di atas maka dapat dipahami bahwa antropologis masyarakat Papua ternyata banyak dipengaruhi kebudayaan Austronesia yang kemudian membedakannya dengan kehidupan sosial di beberapa wilayah Indonesia lainnya pada umumnya, seperti halnya Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Kemudian pendudukan Belanda di wilayah Papua memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Papua, khususnya pada kelas menengah (middle class) pada masa itu untuk berupaya memperjuangkan berbagai kepentingan daerahnya.

B. Aspek-Aspek Internasional yang Menumbuhkan Benih Separatisme

(47)

Barat dari “Netralis Pasif” ke “Mediasi Aktif” telah mengubah sikap Australia

untuk mendukung Indonesia dalam klaim Irian Barat. Akhirnya Australia juga menghentikan kerjasama dengan Belanda pada tahun 1961.

Melemahnya dukungan dari sekutu-sekutu Barat telah menyebabkan Menteri Luar Negeri Belanda, Dr. Joseph Luns mengajukan “Luns Plans” kepada Majelis Umum PBB. Luns mengusulkan supaya sebuah organisasi atau badan internasional yang bernaung dibawah PBB, untuk mengambil alih kekuasaan atas Irian Barat dengan maksud untuk mempersiapkan rakyat Irian Barat untuk mengadakan penentuan nasib sendiri secepatnya dibawah kondisi yang stabil. Usulan Luns telah meningkatkan atau membangkitkan aktifitas para tokoh Irian yang pro-Belanda termasuk: Nicolaas Jouwe, P. Torey, Marcus Kaisiepo, Nicolaas Tanggahma, dan Elieser Jan Bonay melakukan konsolidasi dan juga

telah mempersiapkan “kemerdekaan Papua Barat”16

. Cita-cita menjadi bangsa (nations state) yang merdeka dan berdaulat penuh itulah yang dihadang oleh perjanjian New York (15 Januari 1962) yang berlangsung tanpa melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan intelektual Papua. Padahal perjanjian itu menyangkut nasib dan masa depan bangsa Papua, bukan nasib Indonesia atau Belanda.

Kepergian Belanda dari Irian Jaya pada akhir bulan Desember 1962 yang diikuti pula beberapa tokoh yang anti-Indonesia termasuk di dalam kelompok ini adalah mantan anggota Dewan Nieuw Guinea, seperti Marcus Kaisiepo, Nicolaas Jouwe, Herman Wamsiwor, dan juga Ben Tanggahma, Dick Sarwon, Jufuwai. Setibanya tokoh anti-Indonesia itu di negeri Belanda, mulailah terdengar adanya

16

(48)

gerakan yang bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang bertujuan untuk memisahkan Irian Jaya dari Indonesia. Dengan pengalaman politik yang diajarkan oleh pemerintah Belanda telah membangkitkan para elit Irian Jaya didikan Belanda untuk mendirikan Organisasi Papua Merdeka. Tujuan daripada mendirikan Organisasi Papua Merdeka adalah untuk membentuk suatu negara Papua yang merdeka lepas dari Indonesia maupun Belanda.

Berkembangnya benis separatisme di Papua tidak lepas karena pengaruh dari lingkungan regional dan internasional, khususnya Belanda dan Australia. Jika dikaitkan dengan proposisi organisasi maka berkembangnya separatisme Papua berkaitan dengan faktor wawasan, serta kekuatan untuk dapat menyemangati dan mendorong masyarakat Papua pada masa itu, dimana pihak Belanda saat ini sedang berkonfrontasi dengan pihak Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno.

C. Terbentuknya Organisasi Papua Merdeka (OPM)

(49)

bertempat tinggal di Hoogeveen, W.J. Aringaneng bertempat tinggal di Hoogeveen, dan O.A. Dakilwadjir bertempat tinggal di Hoogeveen 17.

Organisasi Papua Merdeka lahir dan tumbuh di Irian Jaya yang pada awalnya terdiri dari dua faksi. Faksi itu adalah:

1. Organisasi atau faksi yang didirikan oleh Aser Demotekay pada tahun 1963 di Jayapura dan bergerak di bawah tanah. Faksi ini menempuh jalan kooperasi dengan pemerintah Indonesia, serta mengaitkan perjuangannya dengan gerakan yang bercirikan spiritual yaitu campuran antar agama adat atau gerakan dan agama Kristen. Perjuangan Aser Demotekay untuk mencapai kemerdekaan Papua Barat atau Irian Jaya dengan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, dan meminta pemerintah Indonesia untuk menyerahkan kemerdekaan kepada Irian Jaya sesuai dengan janji Al Kitab, janji leluhur dan janji tanah ini bahwa bangsa terakhir yang terbentuk dan menuju akhir zaman adalah Papua Barat. Secara organisasi, kegiatan Organisasi Papua Merdeka pimpinan Aser Demotekay merupakan kegiatan pemujaan versi baru dan sangat tergantung pada Aser Demotekay karena ia merupakan tokoh pembtnuk faksi perjuangan pertama yang berupaya melawan pemerintah Indonesia tanpa melalui kekerasan dan upaya ini banyak meraih simpati dari kalangan masyarakat Papua, serta berbagai masyarakat di wilayah Indonesia Timur.

17“OPM Ternyata di Kendalikan Oleh Warga Negara Belanda”. 1969. April.

(50)

2. Organisasi atau faksi yang didirikan oleh Terianus Aronggear (SE) di Manokwari pada tahun 1964. Keberadaan Aronggear memiliki peranan penting bagi perkembangan OPM karena merupakan faksi kedua yang ternyata memiliki beberapa perbedaan dengan Aser Demotekay karena ia lebih menekankan perjuangan bersenjata, dibandingkan pembentukan opini dan pendekatan-pendekatan diplomatis. Organisasi ini pada awalnya bergerak di bawah tanah untuk menyusun kekuatan melawan pemerintah Indonesia baik secara politik maupun secara fisik bersenjata. Kegiatan ini

diberi nama “Organisasi Perjuangan Menuju Kemerdekaan Negara Papua

Merdeka”, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Organisasi Papua Merdeka18. Menurut Tuhana Taufik A Organisasi atau faksi yang dipimpin oleh Terianus Aronggear mempunyai susunan kepengurusan sebagai berikut: Ketua Umum : Terianus Aronggear (SE) Ketua I : Melkianus Horota Ketua II : Kaleb Taran Ketua III : Melkianus Watofa Sekretaris : Hendrik Joku Bendahara : Korinus Krey Penghubung : A.G. Samadudo Wakil Penghubung : M. Jenu Logistik : Go Siem San (Nyong Putih) Panglima Perang : Permanes ferry Awom Wakil Panglima I : Julianus Wanma Wakil Panglima II : Gerodus Wompere Komandan Sektor Militer I : J. Arumisore Komandan Sektor Militer II : Simson Wanma Komandan Sektor Militer III : A. Wabdaron Komandan Sektor Militer IV : G. Boseren Kepala Polisi : J. Rumbobiar Terianus

18

(51)

Aronggear selain sebagai ketua umum organisasi, juga menyusun suatu dokumen perjuangan yang akan diselundupkan ke badan PBB di New York untuk menanyakan tentang status Irian Jaya dan meminta peninjauan Persetujuan New York 15 Agustus 1962. Persetujuan itu dinilai tidak adil, sebab tidak melibatkan wakil bangsa Papua dalam perundingan sebagai pihak yang dipersengketakan. Dokumen itu berisi suatu rancangan tentang kemerdekaan negara Papua Barat dengan susunan kabinet sebagai berikut: Presiden : Markus Kaisiepo Wakil Presiden : Nicolaas Jouwe Menteri Luar Negeri : Terianus Aronggear (SE) Menteri Perdagangan : Herman Womsiwor Menteri Perekonomian : Kaleb Taran Menteri Kehutanan : Melkianus Horota Menteri Pendidikan : Melkianus Watofa Panglima Perang : Permanes Ferry Awom Namun sebelum dokumen itu diserahkan oleh Terianus Aronnggear (SE) kepada Hendrik Joku di Jayapura, untuk selanjutnya diselundupkan ke luar negeri melalui perbatasan Papua New Guinea, Terianus Aronggear (SE) ditangkap oleh pihak keamanan di Biak pada tanggal 12 Mei 1965 19.

Pada tanggal 9 September 1968, telah diselenggarakan rapat gelap yang mengahasilkan propaganda untuk mengembalikan rasa benci rakyat Irian Jaya terhadap pemerintah (RI) pusat, dan berusaha mendirikan apa yang disebut

“Negara Papua Merdeka”. Rapat itu juga dihadiri oleh kurang lebih 19 orang,

19

(52)

yang terdiri dari oknum-oknum yang berasal dari Irian Jaya, serta beberapa orang lainnya merupakan antek-antek orde lama.20

Nama Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah nama yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada setiap organisasi atau faksi, baik di Irian Jaya maupun di luar negeri yang dipimpin oleh putra-putra pro-Papua Barat dengan tujuan untuk memisahkan atau memerdekakan Irian Jaya (Papua Barat) lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama Organisasi Papua Merdeka semakin populer yaitu pada saat meletusnya pemberontakan senjata di Manokwari yang dipimpin oleh Permanes Ferry Awom pada tahun 1963 di Manokwari, serta pemberontakan atau aksi militer sporadis lainnya diberbagai wilayah Irian Jaya.21

Organisasi Papua Merdeka lahir dari faksi perjuangan yang ada dan dibentuk di Irian Jaya atau Papua Barat. Faksi-faksi itulah yang mengirim berita atau informasi kepada pemimpin Papua yang memilih tinggal di Belanda, supaya bersama-sama berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat. Maka setelah mendapat informasi tentang perjuangan di Irian Jaya, Nicolaas Jouwe dan Marcus Kaisiepo mulai menyusun rencana perjuangan baik politik maupun militer untuk mendukung aktifitas perjuangan kemerdekaan di Irian Jaya yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka untuk menggunakan nama Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai suatu nama kesatuan dalam perjuangan bangsa Papua Barat.22

20“Memahami OPM”,

Kompas, 30 September 1967

21

Tuhana Taufik A. 2001. Mengapa Papua Bergolak. Yogyakarta: Gama Global Media hal. 120

22

(53)
(54)

BAB III

PERKEMBANGAN DAN PERJUANGAN ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), SERTA PANDANGAN INDONESIA

TERHADAP ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM)

A. Perkembangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sejak Runtuhnya

Rezim Orde Lama

Perkembangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) ternyata tidak lepas dari respon atas kepemimpinan Indonesia yang pada masa itu berada di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Sistem kebijakan yang berorientasi pada leadership atau yang juga dikenal dengan demokrasi terpimpin. Secara etimologi orde lama adalah sebutan bagi periode pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno yang berlangsung pada tahun 1945 sampai tahun 1968. Pada periode ini, Presiden Soekarno berlaku sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno.1

Perkembangan OPM berawal ketika organisasi ini merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun

1

Muridan Satrio Widjojo, 2009, Papua Road Map : Negotiating The Past, Improving and Present, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hal.22.

(55)

1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.2

Pada masa orde lama, perkembangan OPM ternyata menunjukkan dinamika yang menarik. Pada periode 1960-1969 ternyata jumlah anggota OPM memiliki perkembangan yang relatif pesat yang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) Tahun 1960-1969

No. Periode Perkiraaan Jumlah Personel Organisasi Papua Merdeka

Sumber : Diolah dari Bilver Singh, 2011, Papua Geo-Politics and the Quest for Nationhood, London and New Burnswick, : Transaction Publishing.

Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa pada era orde lama jumlah personel OPM diperkirakan mengalami peningkatan. Meskipun jika dilihat dari jumlah personel ini sangat jauh tidak sebanding dengan kekuatan angkatan

(56)

bersenjata Indonesia, baik ditinjau dari sumber daya manusia ataupun kekuatan persenjuataan, namun topografi wilayah yang luas dan di dominasi oleh hutan tropis menyababkan sulitnya penanganan pemberontakan OPM.

Pada masa kepemimpinan Soekarno, OPM juga tidak dapat berkembang secara efektif menjadi kelompok penekan pemerintah karena pemerintah Indonesia pada masa itu juga memberikan perlawanan secara kuat. Beberapa diantaranya diwujudkan melalui beberapa tindakan militer diantaranya :3

a. Pengiriman pasukan militer Indonesia untuk melawan milisi sporadis OPM dan tentara pro-Belanda pada tanggal 15 Agustus 1962.

b. Pengeboman udara menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara di wilayah yang diperkirakan menjadi basis OPM, yaitu Pegunbungan Arfak yang juga merupakan titik tertinggi di wilayah Papua Barat pada tahun 1966 hingga 1967.

c. Pengeboman udara menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara di wilayah yang diperkirakan menjadi basis OPM, yaitu Pegunungan Ayamaru dan Teminabuan pada bulan Januari hingga Maret 1967.

d. Penerapan Operasi Tumpas pada tahun 1967 yang dijalankan oleh pasukan gaubungan TNI Angkatan Darat di tiga wilayah di Papua, masing-masing Ayamaru, Teminabuan dan Inuyatan.

3

(57)

e. Pengeboman udara menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara di wilayah yang diperkirakan menjadi basis OPM, yaitu wilayah sekitar Danau Wissei (Daerah Paniai dan Erotali) pada bulan April 1969

B. Sepak Terjang OPM (Organisasi Papua Merdeka)

Sepak terjang OPM sejak tahun 1960 hingga 1965 ternyata telah mengalami berbagai perkembangan yang dinamis. Sebelumnya organisasi ini cenderung mengedepankan upaya diplomatis/politis melalui kesempatan yang pada masa itu memang banyak dipengaruhi oleh hegemoni internasional, diantaranya dari Belanda, Australia, Papua New Guinea hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam perkembangannya organisasi ini tidak hanya menjalankan operasionalnya melalui jalur politis, namun juga melalui gerakan bersenjata.

Sepak terjang OPM memiliki arti penting, baik bagi rakyat Papua ataupun bagi pemerintah Indonesia. Keberadaan OPM memiliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Papua. Organisasi ini kemudian dipandang secara serius oleh pemerintah Indonesia baik pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno dan Soeharto karena berhasil memperoleh dukungan dari tiga organisasi dan negara, yaitu Vanuatu pada tahun 1965, Libya tahun 1969 dan Gerakan Aceh Merdeka tahun 1966.4

4

(58)

Sejak didirikan pada tahun 1965, OPM konsisten dalam tujuannya untuk membantu mengambil alih pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, sebelumnya bernama Irian Jaya, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas. Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat.Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara.Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua.5

Pada dasarnya perjuangan OPM untuk mewujudkan kemerdekaan Papua Barat diwujudkan melalui tiga hal, yaitu :6

a. Melakukan pemberontakan atau perlawanan kepada pemerintah Indonesia diantaranya pemberontakan fisik yaitu dengan melakukan penyerangan terhadap pasukan TNI yang menjaga pos keamanan di Irian Jaya yang menimbulkan korban jiwa dari TNI. Sedangkan pemberontakan non-fisik yaitu melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora, penculikan kepada

5

David Bourchier, 2003,Indonesian Politic and Society, London and New York : Routledge Curson, hlm.261.

6

(59)

masyarakat dan elit sipil yang dipandang cenderung pro-Indonesia dan proklamasi pemerintahan Papua Barat di Viktoria

b. Mencari dukungan kepada rakyat Irian Jaya. Organisasi Papua Merdeka dalam mencari dukungan rakyat Irian Jaya yaitu dengan cara mempengaruhi rakyat yang tinggal dipedalaman, karena mudah diprovokasi dengan alasan persamaan nasib hingga rayuan masa depan sosial-ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat Papua, khususnya yang tinggal di wilayah pedalaman.

c. Mencari dukungan kepada dunia internasional, yaitu negara-negara yang serumpun, Negara Eropa Barat, dan negara Afrika. Upaya ini menjadi penting ketika isu mengenai kemerdekaan Papua pada masa itu menjadi sorotan dunia internasional dan ini sekaligus menjadi kesempatan penting bagi perjuangan Papua untuk dapat memperoleh legitimasi atau pengakuan dari dunia internasional.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk PapuaTahun 1960-1969

Referensi

Dokumen terkait

bahwa tindakan yang telah diambil oleh Pemerintah terhadap perusahaan milik Belanda yang berada di dalam wilajah Republik Indonesia dalam rangka perjuangan pembebasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip foto jurnalistik pada foto dokumentasi sejarah perjuangan rakyat indonesia dalam Buku 50 Tahun Indonesia Merdeka (1945-1965)

Pemerintah Indonesia berupaya melindungi kepentingan rakyat kecil guna menumbuhkan perekonomian nasioanal di Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999tentang

Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada se- genap rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden pada tanggal 22

Koordinasi yang dilakukan oleh Gubernur dengan Pemerintah adalah dalam hal pelaksanaan kebijakan tata ruang pertahanan untuk kepentingan pertahanan Negara Kesatuan Republik

Di Indonesia, sampai saat ini, diketahui sistiserkosis terutama ditemukan di tiga propinsi yaitu Bali, Papua (Irian Jaya) dan Sumatera Utara1. Prevalensi taeniasis/sistiserkosis