• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR PAPUA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GUBERNUR PAPUA BARAT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

from

www.aphi-net.com

GUBERNUR PAPUA BARAT

PERATURAN GUBERNUR PAPUA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PENGATURAN PEREDARAN HASIL HUTAN KAYU

GUBERNUR PAPUA BARAT,

Menimbang : a. Bahwa hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran dan kesejahteraan rakyat perlu ditingkatkan pengurusannya dalam rangka mewujudkan peran dan fungsinya secara optimal.

b. bahwa selama ini pemanfaatan hutan di Papua dalam bentuk pengusahaan hutan (HPH) belum memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan Papua secara optimal disisi lain industri primer dan lanjutan di Papua mengalami kesulitan karena terbatasnya pasaokan bahan baku.

c. Bahwa dalam rangka meningkatkan manfaat hasil hutan bagi kesejahteraan masyarakat Papua maka perlu pengaturan peredaran hasil hutan kayu.

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut huruf a, huruf b dan huruf c di atas, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Papua Barat.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1989 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49);

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2971);

4. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167);

(2)

from

www.aphi-net.com

5. Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Provinsi irian Jaya Tengah, Daerah Provinsi Irian Jaya Barat, Daerah Kabupaten Pantai, Daerah Kabupaten Mimika, Daerah Kabupaten Puncak Jaya dan Daerah Kota Sorong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 173, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894);

6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);

7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4546);

9. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 62);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4452);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Provinsi Irian Jaya Barat menjadi Provinsi Papua Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoesia Nomor 4718);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Tugas Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoesia Nomor 4737);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR PAPUA BARAT TENTANG PENGATURAN PEREDARAN HASIL HUTAN KAYU

(3)

from

www.aphi-net.com

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Papua adalah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat;

2. Gubernur adalah Gubernur Papua Barat;

3. Dinas adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat;

4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat;

5. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunanya serta jasa yang berasal dari hutan;

6. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan yang selanjutnya disingkat HPH adalah Izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil hutan;

7. Izin Pemanfaatan Kayu yang selanjutnya disingkat IPK adalah izin untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi penggunaan kawasan dengan status pinjam pakai, tukar menukar dan dari Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK);

8. Izin Lainnya yang Sah yang selanjutnya disingkat ILS adalah izin pemanfaatan hutan yang diberikan dalam bentuk izin pemanfaatan kayu;

9. Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat yang selanjutnya disingkat SKSKB adalah dokumen milik Departemen Kehutanan yang berfungsi sebagai bukti legalitas pengangkutan, penguasaan atau pemilikan kayu bulat;

10. Kayu Bulat adalah nagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih;

11. Kayu Olahan yang selanjutnya disingkat KO adalah produk hasil pengolahan hasil hutan kayu.

BAB II

PEREDARAN HASIL HUTAN Pasal 2

Setiap pemegang IUPHHK/HPH/IPK/ILS wajib memiliki industri primer pengolahan hasil hutan kayu di Provinsi Papua Barat dan atau bekerja sama dengan pemegang industri primer hasil hutan kayu di tanah Papua.

Pasal 3

(1) Setiap hasil hutan yang diproduksi dan wilayah Papua wajib diolah sesuai kuota yang ditetapkan oleh Gubernur Papua Barat.

(2) Pengusaha Industri Primer Hasil Hutan wajib mendaftarkan dan melaporkan industrinya kepada Gubernur melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan mengenai keberadaanya serta penerimaan hasil hutan sebagai bahan baku.

(4)

from

www.aphi-net.com

Pasal 4

(1) Peredaran hasil hutan berupa kayu bulat/logs diutamakan untuk bahan baku industri dan Pembangunan di wilayah Papua.

(2) Peredaran hasil hutan antar provinsi dalam negeri hanya diperkenankan bagi hasil hutan olahan kayu bulat sesuai kuota yang ditetapkan oleh gubernur Papua Barat selama 5 Tahun mulai tahun 2008 sebagai berikut :

a. Peredaran kayu bulat tahun 2008 untuk kebutuhan antar provinsi dalam negeri sebesar 60% dan di tanah Papua sebesar 40% dari realisasi produksi RKT tahun berjalan.

b. Peredaran kayu bulat tahun 2009 untuk kebutuhan antar provinsi dalam negeri sebesar 50% dan di tanah Papua sebesar 50% dari realisasi produksi RKT tahun berjalan.

c. Peredaran kayu bulat tahun 2010 untuk kebutuhan antar provinsi dalam negeri sebesar 40% dan di tanah Papua sebesar 60% dari realisasi produksi RKT tahun berjalan.

d. Peredaran kayu bulat tahun 2011 untuk kebutuhan antar provinsi dalam negeri sebesar 20% dan di tanah Papua sebesar 80% dari realisasi produksi RKT tahun berjalan.

(3) Peredaran hasil hutan ke luar negeri (ekspor) hanya diperkenankan bagi hasil hutan olahan yang telah melalui proses pengolahan akhir.

Pasal 5

(1) Setiap hasil hutan berupa kayu bulat yang beredar di Papua wajib disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat (SKKB) dan atau dokumen angkutan yang sah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelayanan dokumen angkutan kayu bulat hanya diberikan bagi keperluan peredaran hasil hutan di wilayah tanah Papua dan antar provinsi dalam negeri sesuai kuota yang ditetapkan oleh Gubernur Papua Barat.

BAB III SANKSI

Pasal 6

(1) Setiap pemegang IUPHHK/HPH/IPK/ILS yang tidak memiliki industri primer pengolahan hasil hutan di Papua dan atau tidak bekerja sama dengan pemegang industri hasil hutan di Papua dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Setiap orang yang tidak melaksanakan peredaran hasil hutan kayu sesuai dengan Keputusan ini dikenakan sanksi administrasi dan atau sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)

from

www.aphi-net.com

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 7

(1) Pengaturan peredaran kayu bulat keluar Papua terhitung mulai tanggal 2 Januari 2008.

(2) Pelaksanaan Peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Pelaksanaan dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat.

Pasal 8

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Papua Barat.

Ditetapkan di Manokwari

Pada tanggal 2 Januari 2008

GUBERNUR PAPUA BARAT

ABARAHAM O. ATURI

Diundangkan di Manokwari Pada tanggal 3 Januari 2008

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT,

G.C. AUPARAY

BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2008 NOMOR

Referensi

Dokumen terkait

Dari perencanaan ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:  Unit pengolahan yang diperlukan untuk mengolah air banjir di Surabaya menjadi air minum adalah unit

Penelitian ini menggunakan instrumen SGRQ versi Indonesia sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kualitas hidup pada pasien yang sedang mengalami kontrol PPOK di

Apa Indikator yang anda pilih untuk digunakan dalam titrasi antara asam asetat dengan Kalium hidroksida (Jelaskan alasannya dengan singkat) 4. Berapa Nilai pH pada titik

Pihak Kedua bertanggung jawab menyediakan paket lebaran tahun 2021 sebanyak 1.975 pack kepada Pihak Pertama dengan spesifikasi barang sebagai berikut

Mani (1980: 58) menyebutkan bahwa diluar pekerja kontrak diperkebunan, orang-orang India yang lain juga banyak datang ke Medan untuk berpartisipasi memajukan berbagai sector

Bulan pertama penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL). Bulan kedua penulis melakukan kegiatan penelitian sebagai pendamping mandor, baik mandor panen,

Menurut Tarjo dan Jogianto (2003:16) menyatakan bahwa kebijakan hutang merupakan salah satu kebijakan yang dapat memunculkan konflik kepentingan antara manajemen dan

Telekomunikasi Indonesia, Tbk Palembang Bab ini memuat kondisi perusahaan yang menjadi objek penelitian secara keseluruhan, antara lain gambaran umum perusahaan yang