• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Ditinjau

Dalam dokumen Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969 (Halaman 66-72)

BAB II SEJARAH KOLONIALISASI BELANDA DI PAPUA DAN

D. Perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Ditinjau

Pemerintah dalam suatu negara harus memiliki kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tak terbatas (unlimited). Kedaulatan ke dalam,yaitu pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kedaulatan ke luar, dimana pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuasaan lain, selain ketentuan ketentuan yang telah ditetapkan. Demikian juga halnya dengan negara lain, harus pula menghormati kekuasaan negara yang bersangkutan dengan tidak mencampuri urusan dalam negerinya.11

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Sikap tegas tersebut semakin kuat setelah perjuangan diplomasi mengalami kegagalan. Perjuangan bnagsa indonesia untuk mengembalikan irian barat kini beralih dari diplomasi kek kontropersi. Tindaka kontropersi polotik ekonomi yang di lancarkan indonesia ternyata belum berhasil. Oleh karena itu, Indonesia mulai

11

Nyoman Dekker, 1989, Sejarah Revolusi Nasional, Jakarta : Balai Pustaka, hlm.87.

mempersiapkan penyelesaian irian barat dengan kekuatan militer. Untuk kepentingan ini pemerintah indonesia awalnya berencana membeli senjata dari Amerika Serikat, tetapi gagal.pembelian senjata kemudian di alihkan ke negara- negara Blok Komunis terutama Uni Soviet.

Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan Tiga Komando Rakyat atau Trikora yang isinya meliputi tiga hal masing-masing adalah :12

a. Gagalkan pembentukan negara boneka Negara Papua buatan Belanda kolonial.

b. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.

c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan Kemerdekaan dan kesatuan tanah Air dan Bangsa.

Dengan di cetuskanya,trikora tersebut maka konfrontasi antara belanda dan indonesia pun di mulai. Sebagai reaksi terhadap Trikora pada tanggal 2 januari 1962 presiden/panglima Tertinggi ABRI/panglima Besar Komando Tertinggi pembebasaan irian barat mengeluarkan Keputusan No. 1 tahun 1962 tentang pembentukan Komando Mandala Pembebasaan irian barat. Komando mandala di bentuk pada tanggal 2 januari 1962. Tugas komando Mandala adalah sebagai berikut:13

12

Mauli Saelan, 2008, Dari Revokusi 45 Sampe Kudeta 66, Jakarta : Tranmedia, hal.61.

13

1. Merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operas-operasi militer dengan tujuan mengembalikan wilayah provinsi Irian Barat ke dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia.

2. Mengembangkan situasi militer di wilayah provinsi Irian Barat.

Berdasarkan perspektif pemerintah Indonesia munculnya perjuangan (pemberontakan) OPM pada awal dekade 1960-an ternyata disebabkan oleh lima aspek. Menurut Kementerian Pertahanan Republik Indonesia kelima aspek ini adalah sebagai berikut :14

1. Aspek Politik Pada masa pemerintahan Belanda, pemerintah Belanda menjanjikan kepada rakyat Papua untuk mendirikan suatu negara (boneka) Papua yang terlepas dari negara Republik Indonesia. Beberapa pemimpin putra daerah yang pro-Belanda mengharapkan akan mendapatkan kedudukan yang baik dalam negara Papua tersebut. Janji pemerintah Belanda itu tidak dapat direalisir sebab Irian Jaya harus diserahkan kepada Indonesia melalui perjanjian New York 1962. Walaupun dalam perjanjian itu terdapat pasal tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, namun pelaksanaannya diserahkan kepada Indoenesia dan disaksikan oleh pejabat PBB. Apalagi pada tahun 1965 menyatakan keluar dari PBB, sehingga dukungan dari PBB tidak dapat diharapkan lagi.

2. Aspek Ekonomis Pada tahun 1964, serta tahun-tahun 1965 dan 1966, keadaan ekonomi di Indonesia pada umumnya sangat buruk, dan

14

memberikan pengaruh yang sangat terasa di Irian Jaya. Penyaluran barang- barang kebutuhan pangan dan sandang ke Irian Jaya macet dan sering terlambat ditambah pula dengan tindakan para petugas Republik Indonesia di Irian Jaya yang memborong barang-barang yang ada di toko dan mengirimnya ke luar Irian Jaya untuk memperkaya diri masing-masing. Akibatnya Irian Jaya mengalami kekurangan pangan dan sandang. Kondisi yang demikian ini tidak pernah dialami oleh rakyat Irian Jaya pada masa penjajahan pemerintah Belanda.

3. Aspek Psikologis Rakyat Irian Jaya pada umumnya berpendidikan kurang atau rendah diwilayah pesisir pantai dan di wilayah pedalaman berpendidikan lebih baik, sehingga mereka kurang berpikir secara kritis. Hal ini menyebabkan mereka mudah dipengaruhi. Mereka lebih banyak dipengaruhi emosi daripada pikiran yang kritis dan sehat dalam menghadapi suatu permasalahan. Bila suatu janji itu tidak ditepati maka sikap mereka akan berubah sama sekali. Misalnya sebagai bukti dalam hal ini adalah Mayor Tituler Lodwijk Mandatjan yang menyingkir 2 (dua) kali ke pedalaman Manokwari tetapi kembali lagi dan mengaku taat kepada pemerintah Indonesia.

4. Aspek Sosial Pada masa Belanda para pejabat pemerintah lokal di Irian Jaya pada umumnya diangkat dari kalangan kepala suku (dibanding dengan di Jawa dimana Belanda mengangkat pegawai dari golongan Priyayi). Kalau mereka itu memberontak maka mereka akan mendapat dukungan dan pengaruh dari sukunya serta dalam suasana yang genting

pada kepala suku itu harus berada ditengah-tengah sukunya itu. Misalnya, Lodwijk Mandatjan.

5. Aspek Ideologis Di kalangan rakyat Irian Jaya hidup suatu kepercayaan tentang seorang pemimpin besar sebagai Ratu Adil yang mampu membawa masyarakatnya kepada kehidupan yang lebih baik atau makmur. Gerakan ini di Biak disebut gerakan Koreri (Heilstaat) atau Manseren Manggundi. Kepercayaan ini yang memberikan motivasi bagi pemberontakan yang dipimpin oleh M. Awom di Biak, dimana M. Awom dianggap sebagai pimpinan besar agama.

Ketidakpuasan terhadap keadaan ekonomi yang buruk pada awal integrasi dan terutama pada tahun-tahun 1964, 1965 dan 1966 dan juga terhadap sikap aparat pemerintah dan Keamanan yang tidak terpuji. Juga tidak puas terhadap sikap memandang rendah atau sikap menghina orang Irian yang sering sengaja ataupun tidak sengaja menggeneralisir keadaan suatu suku dengan suku-suku lainnya di Indonesia.

Perjuangan OPM di mata pihak Indonesia dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang tidak menyediakan ruang gerak bagi para pendukung separatism. Di sisi lain, pemerintah Indonesia pada era kepemimpinan Soekarno ternyata belum sepenuhnya dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat dan pembangunan di Papua. Meskipun demikian pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan hal tersebut setelah persoalan-persoalan di tingkat pusat terselesaikan.

Ketika perjuangan OPM terus dijalankan, meskipun mengalami pasang surut, pemerintah Indonsia terus mengantisipasi persoalan ini melalui pendekatan politik dan militer. Bagaimanapun juga wilayah Papua merupakan bagian penting bagi NKRI, jika Papua berhasil melepaskan diri maka wilayah-wilayah lain di Indonesia dikhawarirkan akan menjalankan tinf\dakan yang sama.

Indonesia pada saat itu tengah mengalami masa sulitnya ekonomi. Dampak ekonomi juga merembet ke Irian Barat. Dampak pertama adalah kesulitan untuk membangun Irian Barat, yaitu kebutuhan pokok penduduk pada saat itu sulit didapat di pasar, kalaupun ada harganya sangat tinggi. Kesulitan yang kedua adalah banyaknya migrasi penduduk dari Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur ke Irian Barat. Khususnya dari Sulawesi Selatan dan Tenggara untuk mengadu nasib di wilayah Irian Barat. Hal ini sangat mengecewakan penduduk asli yang bukan saja tidak menikmati pembangunan, tetapi juga terpental dari posisi sebagai pedagang di pasar Irian Barat.

Dalam dokumen Organisasi Papua Merdeka tahun 1960 1969 (Halaman 66-72)

Dokumen terkait