• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus 5 Adi dan luri (pernikahan karna paksaan orang tua) Adi seorang karyawan di sebuah toko yang gajinya lima ratus ribu perbulanya sesuai

C. DAMPAK PERNIKAHAN DINI TERHADAP KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA

Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat, yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan

istri dan mengharapkan kebahagian yang abadi dengan lawan jenisnya.

Namun kenyataan kebahagiaan tidak akan selalu datang tidak selalu statis melainkan kebahagiaan itu biasa dinamis seperti yang dirasakan oleh para pelaku pernikahan dini dibawah ini.

1. Dampak yang dirasakan pasangan Raya dan Muhlis setelah menikah.

Raya dan Muhlis menikah bahwa mereka sering kali bertengkar hanya karna masalah sepeleh. Awal pernikahan, mereka tinggal dirumah orang tua Raya karena pernikahan mereka tidak direstui oleh orang tua muhlis, sampai anak pertama mereka lahir.sebahagian biaya hidup mereka ditanggung oleh orang tua raya, meskipun anak pertama mereka telah lahir namun mereka masih sering juga bertengkar dan hal itu membuat raya lama kelamaan malu sama orang tuanya sampai mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kosong milik tetangganya, agar setiap permasalahan dalam keluarga mereka tidak diketahui orang lain terutama orang tuanya.

Akhirnya setelah anak mereka berumur 2 tahun, orang tua muhlis baru merestui pernikahan mereka, dan memangil mereka tinggal di rumah orang tua muhlis karna ibunya sakit-sakitan, awalnya mereka tidak setuju tapi karena kasian sama ibunya maka muhlis membujuk istrinya tinggal di rumah orang tuanya, dan memasukkan muhlis kerja di dinas perhubungan, yang agak jauh dari rumah orang tua muhlis sampai orang tua muhlis melarang muhlis sering pulang

1

kerumah, hal inilah yang menjadi bahan percekcokan diantara mereka, karna raya tidak betah jauh dari suaminya, dan memaksa untuk ikut tinggal bersama muhlis di tempat kerjanya, tapi orang tua muhlis melarang muhlis untuk membawa istrinya dengan alasan anaknya masih kecil dan tidak ada yang mengurus ibunya yang sakit, tetapi raya tetap memaksa,karena kesal muhlis membentaknya, namun raya tetap saja memaksa dan mengatakan bahwa suaminya tidak sayang lagi padanya.

Karna sikapnya yang manja jika marah raya pulang kerumah orang tuanya, suaminya selalu menjemputnya kembali untuk pulang.

Hal itu terjadi berulang-ulang kali tapi suaminya tetap sabar menghadapi sikap istrinya, karena malu sama orang tuanya maka muhlis memutuskan untuk membagun rumah yang tidak jauh dari rumah orang tuanya, tapi kehidupa rumah tangga mereka terus menerus dilanda keributan hingga anak kedua mereka lahir, meski mereka sering bertengkar namun raya tidak lagi pulang kerumah orang tuanya, berlahan-lahan mereka berdua sudah dapat menyelesaikan masalah rumah tangga mereka sendiri. Kehidupan rumah tangga mereka mulai normal seperti kehidupan keluarga orang lain, sikap raya berubah menjadi seorang istri dan ibu yang bertanggung jawab terhadap keluarganya dan kehidupan keluarga mereka masih bertahan hingga saat ini.

Berikut penutura raya seputar pernikahanya:

“pada waktu baru menika saya sering bertengkar sama suami saya, karna suami saya sering tidak memenuhi keinginan saya jadi saya marah,dan pulang kerumahnya orang tua saya, kalau sudah begitu suamiku pergi jemput dan bujuk supaya pulang kerumah kami, hampir setiap bertengkar saya pergi dari rumah dan suami saya tetap sabar jemput saya kembali sampai anak kedua saya lahir, lama-lama saya berfikir juga kasian suami saya kalau saya perlakukan terus begitu nanti lama-lama dia bosan lalu dia tiggalkan, bagaimana nasib saya nanti sama anak.

Sampai saya berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.”(Raya,11maret 2014).

Melihat pernyataan di atas menunjukkan bahwa kehidupan rumah tangganya kurang berkualitas, jika kita mengacu pada definisi kualitas hidup rumah tangga yang dijabarkan oleh BKKBN. Hal ini terlihat dengan adanya ketidak matangan mereka dalam menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya karna selama pernikahan dalam keluarga mereka sering terjadi konflik dan tidak mampunya mereka menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dan kuranggnya pengetahuan yang di miliki oleh keluarga mereka.

2. Dampak yang dirasakan pasangan indah dan imran setelah menikah.

1

Dampak yang dirasakan Indah dan Imran setelah pernikahannya, suaminya membawa Indah dan membina rumah tangga dirumah orang tuanya. Mereka putus sekolah karena peraturan sekolah melarang siswanya melanjutkan sekolahnya kalau sudah menikah. Suaminya bekerja sebagai nelayan memakai perahu motor yang di berikan oleh orang tuanya, mertuanya sangat baik memperlakukan Indah. Karena suaminya hanya anak semata wayang dikeluarganya.

Walaupun perlakuan mertuanya sangat baik namun hubungan mereka tidak seindah waktu baru berkenalan, suamiya tertekan dengan perlakuan Indah yang serba kemewahan, sampai suaminya tidak tahan dengan sikap Indah yang selalu memarahinya dan marah tanpa penyebab.

Karena mereka masih egois dan tidak ada yang mau mengalah, pada saat mereka bertengkar suaminya tidak biasa mengontrol emosinya dan kadang menampar Indah sampai mereka tidak bicara dan pisah tempat tidur. Tapi tak lama pertengkaran antara mereka redah dengan sendiri. Pertengkaran antara mereka sering berulang dan yang lebih parah lagi pertengkaran mereka setelah anak mereka lahir karena kebutuhan mereka makin bertambah walaupun begitu pasangan ini masih bertahan hidup

bersama, menurut mereka pertengkaran itu merupakan hal yang biasa dan wajar dalam kehidupan rumah tangga.

Berikut peuturan mereka:

“Pada waktu baru menikah keluarga saya baik-baik saja di tambah mertua saya yang juga sangat baik sama saya, tapi setelah anak kami lahir suami saya sering marah-marah, kalau dia sudahemosi pukul sudah saya, kalau sudah sakit sekali hati saya tidak mau lagi temani tidur, tapi biasanya kasian juga liat baru tidak enak juga sama mertua saya, kalau dia sudah liat suami saya tidur diluar, akhirnya saya bicara lagi, walaupun sering bertengkar tapi saya anggap itu biasa dan wajar dalam keluarga.” (indah 18 maret 2014)

Dengan melihat dampak dari kasus diatas maka dapat dikatakan bahwa keluarga mereka belum dapat dikatakan keluarga yang berkualitas dilihat dari masih adanya konflik dan pertengkaran di antara mereka, yang berakibat fatal dan terlihat juga dengan tidak terpenuhinya kebutuhan rumah tangga mereka yang dikarenakan pendapatan ekonomi keluarganya yang masih tidak mencukupi, dan dapat dikatakan keluarga yang sejahtra seperti yang dikemukakan pada definisi keluarga yang berkualitas.

3. Dampak yang dirasakan pasangan Serli dan Rahmat setelah menikah.

1

Dampak yang dirasakan adalah sesudah menikah Serli dibawah suaminya dan membina rumah tangga di rumah orang tua rahmat, awalnya setelah menikah hidup mereka tentram-tentran saja, namun setelah itu sering terjadi pertengkaran-pertengkaran kecil hingga anak pertama mereka lahir. Pertengkaran mereka disebabkan karna Serli sering cemburu karena suaminya sering terlihat ngobrol berduaan dengan mantan pacarnya sebagai istri Serli cemburu dengan perlakuan suaminya yang masi sering keluar malam gumpul sama teman-temannya yang masih bujang sementara Serli tinggal dirumah megurus anaknya sendiri dan Serli juga sering melihat suaminya ngobrol sama mantan pacarnya, selain itu Serli juga merasa tidak nyaman dengan mertuanya yang kurang menyukainya, mertuanya sering mengatakan bahwa dia menantu yang malas tidak tau apa-apa kayak orang kota yang enggan berada didapur, jika Serli mengadu sama suaminya suaminya malah marah dan lebih membelah orang tuanya hal itulah yang menjadi bahan pertengkaran mereka tiap hari, dan membuat Serli menangis akhirnya Serli merasa tertekan dengan kelakuan suaminya, akhirnya karna sudah tak tahan lagi Serli kembali kerumah neneknya, waktu itu anak mereka berumur 4 bulan, tak lama rahmat datang menjemput Serli kembali untuk pulang kerumah orang tuanya tapi Serli memutuskan untuk tinggal

dirumah neneknya, rahmatpun menyetujui keputusan istrinya dan meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatanya lagi.

Berikut penuturan Serli seputar pernikahannya:

“pada waktu baru menikah keliuarga saya baik-baik saja, tapi setelah anak saya lahir kami sering bertengkar, karna saya kesal melihat perbuatan suami saya yang sering keluyuran malam dan kumpul sama teman-temannya, yang masih bujang dan sering gobrol sama mantan pacarnya sementara saya dirumah sendiri mengurus anak saya belum lagi mertua saya yang tidak terlalu suka karna katanya saya tidak pernah bantu di dapur, karena saya tidak terlalu tau masak manalagi anak saya yang rewel dan sering menagis, serba salah juga saya rasa, kalau saya tanya marah-marah lagi , awalnya saya sabar saja, tapi lama-lama tidak kuat juga sakit sekali saya rasa sampai saya pulang kerumahnya orang tua saya(nenek) tapi suami saya datang terus jemput, pulang kerumah, tapi saya pikir lebih baik tinggal saja di rumahnya nenek, karena tidak enak juga sama mertua saya, jadi saya tanya saja sama suami, untung setuju dan mau juga berubah dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya’’.

Dengan melihat dampak dari pernikahan mereka maka dapat digambarkan bahwa rumah tangganya belum berkualitas telihat

1

belum matangnya pola pikir mereka dalam menanggapi sesuatu dan adanya sikap yang tidak percayaan satu sama lain yang sering memicu konflik dalam keluarganya dan adanya ketidak nyamanan yang dirasakan dalam kehidupannya, dengan melihat pendapatan ekonomi mereka yang cuma pas-pasan, yang tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangganya.

4. Dampak yang dirasakan pasangan Wati dan Rahman setelah menikah.

Dampak yang dirasakan setelah menikah adalah sebulan setelah pernikahan hidup mereka tentram-tentram saja. Namun bulan-bulan berikut keduanya sering terlibat pertengkaran kecil yang diperbesar-besarkan meskipun hanya permasalahan sepele, seperti : jika sang istri telat menyajikan makanan, dikala waktu senggang sang suami tidak pernah sama sekali membantu sang istri dalam mengurus anaknya padahal sang istri sangat sibuk menyiapkan/

mengerjakan pekerjaannya didapur. Pertengkaran kecil itu juga dipicu akibat wati sebagai istri sering sekali tidak menuruti perkataan suaminya, (membantah).

Bahkan setelah anak pertama mereka lahir kelakuan wati semakin menjadi-jadi dan membuat rahmat semakin kesal, kata rahmat “jika istrinya marah dia sering mengungkit masa lalu rahmat, diamana sewaktu Rahmat ingin menikahi wati dia tidak punya

apa-apa dan biaya pernikahan mereka di tanggung oleh keluarga istrinya hal inilah yang membuat rahmat sedih dan marah ditamba lagi dia tinggal menumpang di rumah orang tua wati karena sering dipojokkan akhirnya rahmat naik pitam dan mengatakan pada istrinya kalau memang istrinya tidak mau mendengar perkataannya lebih baik cerai saja, tidak ada gunanya mempertahakan rumah tangga kami jika sudah tak adalagi saling pengertian di antara kami, namun saya tak menyangka wati menyetujui permintaan saya. Padahal waktu itu saya cuma mau menggertak istri saya namun istri saya menyetujui permintaan saya, hal itulah yang membut saya tamba yakin bahwa istri saya sudah tidak mau lagi sama saya, lalu saya menyampaikan keinginannya kepada orang tuanya, awalnya orang tua mereka tidak menyetujuinya, dan mencobah mencegah, tapi keduanya bersikukuh untuk bercerai akhirnya dengan berat hati kedua orang tua kami menyetujui perceraian kami.

Berikut penuturan rahmat tentang pernikahannya:

“ setelah saya menikah dengan wati awalnya kehidupan rumah tangga kami berdua baik-baik saja, walaupun tetap terjadi masalah-masalah kecil dalam keluarga kami, namun hal itu biasa dalam rumah tangga, namun tidak tau kenapa pada saat anak pertama kami lahir istri saya berubah dan sudah tidak mau lagi mendengar perkataan saya, jika saya nasehati istri saya marah

1

dan mengatakan saya tidak usah banyak bicara dan sok mengatur dia, karena saya ini hanya suami yang tidak bisa diandalkan tidak punnya apa-apa, hal inilah yang membut saya kesal dan marah sama istri saya sampai saya menggertaknya dan mengatakan padanya kalau kamu tidak mau mendengarkan saya lagi, lebih baik kita cerai saja dari pada mempertahankan keluarga yang seperti ini, tapi ternyata isteri saya menyetujuinya sampai akhirnya kami bercerai. (Rahmat 2014)”

Gambaran di atas menunjukkan bahwa rumah tangga yang telah mereka bangun belum dapat dikatakan berkualitas, telihat kedua pasangan tersebut belum begitu matang dalam menyelesaikan permasalahan rumah tagga mereka dalam hal ini (polah pikir). Hal ini diperparah sikap egois mereka yang lebih ditonjolkan. Selain itu juga faktor ekonomi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup rumah tangganya.

5. Dampak yang dirasakan pasangan Adi dan Luri setelah menikah.

Dampak yang dirasakan setelah menikah Adi membawa istrinya tinggal dirumahnya sendiri dan akhirnya mereka hidup bersama dan hidup mereka kayak peti mati karena mereka tidak pernah saling bicara, tapi setelah satu tahun menikah mereka sudah mulai saling mengenal dan sudah berkomunikasi dengan baik.

Tapi dibalik kesabaran Adi menghadapi sikap istrinya yang kayak anak-anak, karena memang istrinya belum pantas untuk berumah tangga ternyata ia adalah seorang yang kasar dan setelah mereka mempunyai anak dua orang, sifat yang dulunya penurut dan sabar tapi dia mulai berubah. Tiap malam dia pulang dengan bau minuman yang beralkohol dan ia juga sudah sewenang-wenang terhadap istri dan anaknya apalagi kalau Adi lagi capek maka istri dan anaknyalah yang kena ocehan dan kadang-kadang ia menampar istrinya.

Mulai dari situlah rumah tangga mereka kayak neraka dan makin hari perlakuan adi ke istrinya menjadi-jadi dan membuat istriya tidak tahan dan minggat kerumah orang tuaya. Tetapi dalam seminggu setelah terjadi pertengkaran, Adi datang kerumah istriya dan membicarakan masalah mereka agar istriya mau kembali kerumah. sampai mereka tinggal serumah lagi, sikap adi terhadap istri dan anaknya cukup baik ia tidak marah dan menjadi ayah yang penyayang. Namun tidak lebih dari dua bulan mereka baikan, sikap Adi mulai berubah sikapnya lebih kejam dari sikapnya yang dulu terhadap istrinya karena jika marah semua barang yang ada dirumah dibuang dan dibanting.

Adi juga kalau memukul istriya tidak dengan tangan lagi tapi dengan sembarang benda yang dilihat didepannya sampai istriya

1

meminta cerai karena tidak tahan dan adipun menerima permintaan cerai istriya dan setelah mereka resmi bercerai hak asuh anak mereka diserahkan pada istrinya dan setelah pisah rumah istrinya merasa bebas dari kekejaman Adi yang otoriter dan ingin menang sendiri.

Setelah pisah rumah istri dan anaknya tinggal dirumah orang tuanya dan untuk memenuhi kebutuhan anaknya luri menjual kue.

Jika melihat kehidupan rumah tangga, yang mereka lalui maka dapat di simpulkan bahwa rumah tangga mereka belum berkualitas dilihat dari seringnya terjadi konflik di dalam rumah tangga mereka, adannya sikap ringan tangan dari suaminya yang membuat dia tidak tenang dengan kehidupanya saat ini, ditambah beban yang dipikulnya sendiri dalam mengurus anak-anak mereka.

Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia. Menurut Duval dan Miller (Aryaauliah 2004:3), pernikahan dapat dilihat sebagai suatu hubungan dyadic atau berpasangan antara pria dan wanita, yang juga merupakan bentuk interaksi antara pria dan wanita yang sipatnya palig intim dan cenderung diperhatikan. Selain itu juga pernikahan seringkali dianggap sebagai akhir dari serangkaian tahap-tahap yang masing-masing melibatkan tingkat komitmen yang sering kali tinggi, yaitu kencan, saling menemani, pacaran, janji sehidup semati, perjanjian utuk menikah,

pertunagan dan akhir sebuah pernikahan. Setiap individu yang memasuki pernikahan juga mengharapkan pernikahan mereka akan langgeng dan bertahan sampai salah satu dari mereka meninggal dunia.

Namun dalam teori pertukaran sosial dan pola komunikasi yang tidak seimbang akan memicu hal-hal yang biasa menimbulkan konflik yang berakhir dengan perceraian dapat dilihat dari kasus empat dan kasus kelima yaitu pada pasangan wati dan rahmat dan pasangan adi dan luri.

Dan ada sebahagian informan yang menganggap konflik dalam rumah tangga itu hal yang wajar dan mereka mengangap dapat menambah kasih sayang dan kebersamaan antara mereka.

Dari kelima kasus diatas yang menjadi penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangganya adalah adanya perbedaan pandangan, faktor ekonomi, muculnya pihak ketiga dalam keluarga itu sendiri dan adanya campur tangan oranng tua dalam mengurus rumah tangga mereka. Dan belum matangnya emisional masing-masing pasangan itu sendiri, sehingga hal-hal yang kecil dan sepele biasa menimbulkan konflik antara mereka.

Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kualitas Hidup Rumah Tangga

Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat, yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri

1

dan mengharapkan kebahagian yang abadi dengan lawan jenisnya. Namun kenyataan kebahagiaan tidak akan selalu datang tidak selalu statis melainkan kebahagiaan itu bisa dinamis seperti yang dialami oleh orang yang telah menikah pada umumya, namun dalam kasus pernikahan dini tentu saja sangat berdampak pada kualitas hidup rumah tangga mereka, hal itu disebabkan karena ketidak siapan mereka menghadapi kehidupan baru, baik dari segi mental maupun dalam emosional mereka. Untuk itu kita dapat melihat dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangga mereka pada tebel dibawa ini :

Tabel VI

Dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangga. di Desa Moncobalang Kec. Barombong ab. Gowa

Kasus

Dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangga.

Harmonis Konflik Perceraian Kasus I

(raya dan muhassir)

Harmonis sering Tidak

Kasus II (indah dan imran)

Harmonis sering Tidak

Kasus III (serli dan rahmat)

Harmonis biasa Tidak

Kasus IV (wati dan rahman)

Tidak sering Cerai

Kasus V (adi dan luri)

Tidak sering Cerai

Dari tabel diatas dapat digambarkan bahwa dampak perikahan dini dari lima kasus yang ada di kelurahan Reo Kecamata Reok Kabupaten Manggarai adalah kebanyakan yang mengalami konflik dengan tingkat

1

intensitas yang tinggi meski kebanyakan diantara mereka tidak berujung pada perceraian.

BAB V

Dokumen terkait