• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI TERHADAP KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA DI DESA MONCOBALANG KEC. BAROMBONG KAB. GOWA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI TERHADAP KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA DI DESA MONCOBALANG KEC. BAROMBONG KAB. GOWA SKRIPSI"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI TERHADAP KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA DI DESA MONCOBALANG

KEC. BAROMBONG KAB. GOWA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada Program Studi Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar ASMAWARNI

105 190 1367 11

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1436 M/2015 H

(2)

ABSTRAK

ASMAWARNI 105 190 1367 11. Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Hidup Rumah Tangga Di Desa Moncobalang Kec.

Barombong Kab. Gowa. Dibimbing oleh H. Mawardi Pewangi dan K.H Nasruddin Razak.

Perkawinan merupakan syarat mutlak terbentuknya rumah tangga, sehingga dapat dikatakan sebagai pola sosial yang tersetujui dalam bentuk rumah tangga oleh dua orang atau lebih. Dengan demikian salah satu hal yang menarik dalam pernikahan adalah pernikahan diusia dini seperti halnya pernikahan dini yang terjadi dan banyak dilakukan oleh masyarakat di Desa Moncobalang Kec Barombong Kab. Gowa merupakan hal yang sangat menarik untuk diteliti terutama dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan di usia dini dan untuk mengetahui dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangga. Pada dasarnya tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu sebuah penelitian yang berusaha memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti atau satu tipe penelitian yang bertujuan membuat deskriptif atau gmbaran secara sistemtis dan aktual mengenai fakta-fakta yang ada.

Dasar penelitian adalah studi kasus yaitu satu pendekatan yang melihat objek penelitian sebagai satu keseluruhan yang terintegrasi.

Penentuan informan di tetapkan secara sengaja (purposif sampling ) berdsarkan atas kiriteria, adapun kriteria yang dimaksud adalah penduduk yang berada di Desa Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa dengan memilih 5 (lima) pelaku pernikahan dini yang lama pernikahannya tiga tahun keatas dan sudah mempuyai anak dengan harapan dalam kurun waktu tersebut dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah tangganya lebih variatif. Sedangkan pengumpulan data dilakukan degan wawancara mendalam dengan mengunakan pedoman wawancara. Hasil wawancara mendalam dan observasi tersebut kemudian digambarkan dalam bab pembahasan.

Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa pada umumnya penduduk melakukan pernikahan usia dini disebabkan oleh faktor pendidikan, adanya kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan anaknya sehingga ada sebagian informan dipaksa menikah, selain itu adanya hubungan yang lama antara informan (pacaran) sehingga mereka ingin menikah untuk mempertahankan hubungan dan cinta mereka.disisilain adanya hubungan bebas diluar nikah yang menyebabkan kehamilan sehingga terjadilah pernikahan usia dini.

(3)

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :”Dampak

Pernikahan Usia Dini Terhadap Kualitas Hidup Rumah Tangga di Desa Moncobalang Kec. Barombong Kab. Gowa” adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini

Makassar, 25 Agustus 2015

ASMAWARNI 105 190 1367 11

(4)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala pujian hanya milik Allah „Azza Wa jalla atas segala rahmat, nikmat, hidayah dan taufiq-Nya yang di berikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salam dan salawat senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam, keluarganya, sahabatnya serta orang-orang yang senantiasa mengikutinya sampai hari kiamat.

Atas berkat dan Rahmat-Nya jualah maka dengan mengarahkan segenap kemampuan maka skiripsi yang berjudul “Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Kualitas Hidup Rumah Tangga di Desa Moncobalang Kec. Barombong Kab. Gowa.” Dapat dirampungkan sesuai dengan harapan.

Berkat dukungan dan semangat dan dorongan moral yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:

1. Ayahanda Aspar Azis dan ibunda Nurintan telah melahirkan, mengasuh, mendidik, memotivasi dan membiayai penulis dengan

(5)

1

penuh keikhlasan, ketahaban dan kesabaran. Dan juga kepada saudaraku yang telah membantu baik materi maupun moril.

2. Dr. H. Irwan Akib, M. Pd Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar beserta unsur yang terlibat di dalamnya, yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada kami untuk menuntut ilmu.

3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M. Pd, Dekan Fakultas Agama Islam Dan seluruh civitas akademik.

4. Amirah Mawardi, S. Ag M. Si, Ketua Jurusan Fakultas Agama Islam.

5. Dr. Hj. Maryam M. Th.I sebagai sekretaris Jurusan Fakultas Agama Islam.

6. Drs. H. Mawardi Pewangi M.Pd.Selaku Pembimbing I, dan KH.

Nasruddin Razak, selaku pembimbing II yang selalu mengarahkan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Unismuh Makassar Khususnya dosen Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar beserta staf.

8. Teman-teman di Fakultas Agama Islam khususnya teman-teman kelas D dan teman-teman angkatan 2011 yang telah membantu penulis dengan dukungan serta do‟a.

(6)

9. Serta semua pihak yang penulis tidak mampu sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, kepada Allah Swt. Kami memohon agar semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini senantiasa mendapat balasan yang setimpal di sisi-Nya, amin.

Makassar, 25, Agustus 2015 Penyusun

ASMAWARNI 105190 1367 11

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang selama hidupnya banyak berinteraksi dengan orang lain dari pada menyendiri karena kodratnya manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan dengan kodrat keterbatasan itu manusia mempunyai naluri yang kuat untuk saling membutuhkan sesamanya dan saling mengisi, melengkapi, dengan menyempurnakan keterbatasan tersebut, manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dan berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya.

Adanya hubugan saling tergantung dengan sesamanya ini disebabkan karena, adanya interaksi dimana interaksi sosial ini merupakan proses sosial, dan syarat-syarat yang utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Dari interaksi sosial tersebut lahirlah reaksi-reaksi sosial sebagai akibat adanya hubugan-hubungan yang terjadi dan dari reaksi-reaksi itu mengakibatkan bertambah luasnya sikap dan tidakan seseorang. (Soerjono Soekanto, 1990:114).

Untuk memberikan reaksi tersebut manusia cenderung meyerasikan dengan sikap dan tindakan dengan orang lain, hal ini disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai keinginan dan hasrat yang kuat untuk

(8)

menjadi satu dengan manusia lainnya Dan keingina untuk menjadi satu dengan lingkungan alam disekelilingnya (SoejonoSoekanto, 1990:115).

Dalam menyatukan keserasian hubungan manusia dengan manusia lainya sudah merupakan fitrah dan kodrat manusia diciptakan untuk menyatu dengan manusia lainnya baik lawan jenisnya guna memenuhi kebutuhan jasmaninya yang bersipat biologis. Sehingga untuk menyatukan manusia dengan lawan jenisnya atau laki-laki dan perempuan guna untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya yang bersifat biologis serta melegalkan hubungan mereka yaitu dengan perkawian,karena perkawinan merupakan syarat mutlak terbentuknya rumah tangga, oleh dua orang atau lebih. Dalam hal ini perkawinan dianggap sebagai suatu kenyataan yang suci, kenyataan yang memuat nilai-nilai sakral.

Pernikahan merupakan tiang penyanggah suatu keluarga dimana ia merupakan cikal bakal dari terbentuknya suatu masyarakat yang beradab (civil society) dan memelihara keturunan anak manusia dengan cara yang mulia. Memelihara dan mengembang biakkan keturunan adalah tujuan utama dari penciptaan naluri seks (kelamin) pada manusia dengan jalan hubugan kelamin yang suci dan mulia antara lelaki dan wanita. Oleh karena itu Islam membolehkan terjadinya hubugan kelamin antara dua makhluk Tuhan yang berlainan jenis itu lelaki dan perempuan dalam lembaga pernikahan yang resmi. Oleh karena itu ikatan tali perkawian itu sangat suci dan mulia dalam syariat Islam. Karena dengan adanya ikatan tali pernikahan tersebut akan

(9)

1

tercipta sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia ayah dan ibu yang rukun dan damai, anak-anak yang lucu dan taat kepada orang tuanya, dan masyarakat sekitar yang selalu menjalani perintah Tuhannya.

Pernikahan adalah ikatan suci yang didalamnya ruh harus lebih tinggi daripada jasad, dimana cinta lebih dulu dari pada kepetingan dan perasaan lebih luhur dari pada manfaat keuntungan. Adapun jika pernikahan itu hampa dari cinta, maka ia akan berubah mejadi ikatan yang berat, drama kepura- puraan dan penjara yang menjijikkan. Jika sudah demikian, wajiblah melepaskan diri darinya dan tidak tenggelam dalam kebohongan, kepalsuaan, dan kesalahan, karena hal itu akan membawa kepada keretakan dan keterlantaran, kepada kehancuran jiwa dan perasaan , organ dan jasad, bahkan dapat membawa kepada penghianatan dan kejahatan (Muhammad Majdi Marjan,2007:141).

Apabilah dicermati dengan seksama maka yang mendasari terjadinya pernikahan diusia muda khususnya dimasyarakat adalah karena adanya orang tua mendorong anaknya agar segera menikah, dengan pernikahan ini bisa membantu merigankan beban orang tuanya dan atas dasar saling suka sama suka (mencintai).

Karena pengaruh lingkungan dimana pergaulan remaja dewasa ini sangat bebas ditambah lagi perkembangan teknologi dan media masa yang tidak dapat dikontrol dalam memfilter hal-hal yang berbau pornografi dan porno aksi dengan tindakan kekerasan seksual. Korelasi ini menunjukkan

(10)

hampir sebagian besar distimulasi oleh rangsangan seksual secara akumulatif karena pada usia remaja berada dalam periode gejolak dan badai, pada priode ini mereka mencari jati diri dengan melihat model dan profil sehingga ada kecendrungan bagi remaja tersebut untuk meniru. Dengan demikian krisis moral dikalangan remaja yang megarah kepada kebebasan seksual yang berpengaruh langsung pada angka kawin muda.

Karena kurangnya pemahaman terkait mengenai norma dan agama bahkan sebagian besar diantara mereka ada yang gagal dalam sekolah atau putus sekolah yang disebabkan kurang mampu (kemiskinan). Sehingga kaum remaja tersebut megalami krisis mental dan moral, dan mulai ikut –ikutan kegiatan kelompok (geng) sehingga timbul fenomena–fenomena yang melanggar norma-norma dan langsung terjerumus dalam pergaulan bebas (free seks) yang bisa meyebabkan terjadinya pernikahan dini.

Namun pernikahan diusia dini khususya di Desa Moncobalang berpengaruh terhadap kualitas rumah tangga yaitu bermacam-macam goncangan dalam rumah tangga dan menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan rumah tangganya sehingga nilai perkawinan tidak diindahkan lagi, adapun masalah-masalahnya adalah pertama kekerasan dalam kehidupan rumah tangga, kedua pisah ranjang (tempat tidur), dan perceraian. Untuk mecapai sebuah kebahagiaan dalam sebuah keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, maka dari itu setiap pasangan kekasih yang ingin menikah haruslah betul–betul mempersiapkan segala sesuatunya, baik

(11)

1

itu fisik maupun mentalnya, dan juga haruslah berlandaskan atas cinta dan kasih sayang.

Olehnya itu sebelum memasuki jenjang pernikahan, setiap pasangan haruslah memiliki sebuah kesadaran dalam dirinyah bahwa suatu pernikahan akan membuahkan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Yang mana baiknya suami maupun istri menempati posisi, peranan dan satatus yang sama pentingnya dalam menentukan mekanisme kehidupan keluarga kelak, di sinilah setiap pasangan dituntut untuk betul-betul mengawali sebuah pernikahan demi pembinaan keluarga yang matang dan dapat mendidik anak secara religius dan harus menurunkan nilai-nilai yang baik bagi anak- anaknya.

Pada dasarnya pernikahan dibawah umur banyak menimbulkan problematika dalam rumah tangga itu sendiri karena pada umur demikian tentunya seseorang belum matang, baik secara fisik maupun secara mental dalam berumah tangga. Pernikahan dini juga memicu hal-hal yang merenggangkan hubungan antara dua insan manusia dan menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri, karena mental belum kuat atau belum matang sehigga emosi mereka belum stabil demikian pulah secara sosial. Dan mereka belum bisa menerima pasanganya dekat dengan lawan jenisnya karena ada rasa tidak percaya sehingga gampang cemburu, selain itu pelaku pernikahan dini juga belum mampu meyelesaikan masalah disebabkan mereka belum matang dalam hal mengelolah tekanan emosional.

(12)

Di masa remaja keterkaitan dengan lawan jenis cenderung kefisik dan ruang lingkup pergaulan juga masih sempit, sehingga dalam memasuki jenjang pernikahan dapat terjadi ketidak cocokan dalam kehidipan keluarga.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis menarik kesimpulan bahwa dalam pernikahan dini banyak mengalami konflik dalam rumah tangganya, untuk itu sebelum memasuki kehidupan rumah tangga harus mempersiapkan diri secara fisik, mental, agama, dan ekonomi menuju rumah tangga sejahtra dan harmonis.

B. Rumusan masalah.

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas tampak bahwa perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat membawa kegelisahan khususya lembaga-lembaga perkawinan dimana nilai moral tidak diindahkan lagi.

Dengan demikian rumus an masalah yang dijadikan fenomena penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana fenomena pernikahan usia dini terhadap kualitas ihdup rumah tangga di desa Moncobalang Kec Barombog Kab Gowa

2. Faktor apa yang melatar belakangi terjadinya pernikahan di usia dini pada masyarakat desa moncobalang kec Barombong kab. Gowa ? 3. Bagaimana dampak pernikahan dini terhadap kualitas hidup rumah

tangga?

(13)

1 C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui fenomena pernikahan Usia dini terhadap kualitas hidup rumah tangga di desa Moncobalang kec Barombong Kab Gowa 2. Untuk megetehui faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya

pernikahan diusia dini di Kelurahan Moncobalang kec Barombong kab.

Gowa

3. Untuk mengetahui dampak pernikahan dini terhadap kualitas rumah tangga.

D.Manfaat penelitian

1. Menjadi bahan masukan kepada pihak yang berkompeten khususnya pemerintah yang menangani bidang perkawinan dan bidang pembagunan kependudukan.

2. Sebagai tolak ukur untuk perbadingan kepada pasangan remaja yang ingin melaksakan pernikahan di usia muda.

3. Menjadi bahan bacaan dan sekaligus sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah ini.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP TENTANG PERNIKAHAN DINI

1. Pengertian Pernikahan Usia Dini

Pernikahan adalah satu persekutuan dari dua orang manusia yang saling mencintai,bukannya dalam sekedar artian pelukan jasmaniah secara sepintas, tapi dalam arti jangka lama, penuh serta mulia.(Sulaiman Rasjid, 1996). Menurut UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (Bimo walgito,2002:11)

Pernikahan usia dini adalah pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum matang di mana dalam UU nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas minimal pernikahan usia dini adalah perempuan umur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun. Jadi pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan lebih cepat dari pada usia umumnya.

Perkawinan usia muda sering dianggap sebagai ajang baru dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dalam usia dini dengan maksud pematangan kedewasaan akan lebih terarah dalam sebuah perkawinan, atau sebagai ajang untuk mengasa kemampuan dalam mecapai sesuatu yang lebih tinggi.

(15)

1

Di dalam agama, tidak disebutkan secara kuantitatif (jumlah) beberapa batas usia minimal untuk menikah, dan beberapa usia dewasa ideal. Tetapi secara kualitatif (mutu) ditegaskan harus mampu. Pengertian adalah meliputi berbagai aspek, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal ini adalah sejalan dengan prinsip Undang-Undang perkawinan, yaitu mendewasakan usia kawin. Disebutkan minimal 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Tetapi semakin dewasa tentu semakin sempurna. Dan bagi yang belum berusia 21 baik wanita maupun pria harus mendapat izin dari orang tuanya. (Mustofa M, 2005:57)

Prinsip kedewasaan dalam usia untuk menikah adalah untuk menunjang prisip- prinsip yang lain seperti prinsip monogami, kebahagian, dan kelestarian, tercegahnya perceraian, keseimbagan kedudukan istri dan suami dalam kehidupa rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.

Perkawinan usia dini ditinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fetilitas yang tinggi sehingga tidak mendukung pembagunan di bidang kesejatraan. Sedangkan dilihat dari segi kesehatan , pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi dan anak serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan bagi usia yang paling kecil resiko dalam melahirkan adalah 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia sebelum 20 tahun dan sesudah 35 tahun mengandung resiko tinggi.(Wilson Nadaek, 1998:78).

(16)

Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan remaja, kalau dilihat dari segi umur masih belum matang atau pernikahan yang dilakukan lebih cepat dari usia perkawinan pada umumnya.

2. Tujuan Pernikahan

Dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan dengan jelas disebutkan, bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian maka sebenarnya sudah jelas apa yang sebenarnya yang dituju dari pernikahan itu.

Namun demikian, seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam keluarga itu terdiri dari dua individu, dan dari dua individu itu mungkin juga terdapat tujuan yang berbeda, maka hal tersebut perlu mendapatkan perhatian yang cukup mendalam. Tujuan yang tidak sama antara suami dan isteri akan merupakan sumber permasalahan dalam keluarga itu. Misalnya ada suami yang memang benar-benar ingin membentuk keluarga yang bahagia, namun sebaliknya isteri hanya ingin sekedar hidup bersama untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, atau sebaliknya.

Berbicara mengenai tujuan memang merupakan hal yang tidak mudah, karena masing-masing individu mempunyai tujuan yang mungkin berbeda satu sama lain. Demikian pula halnya dalam pernikahan. Namun demikian, sekali lagi perlu ditekankan bahwa, antara suami dan isteri demi

(17)

1

untuk membentuk keluarga yang bahagia perlu mempersatukan tujuan yang akan dicapai dalam pernikahan itu. Hal ini memang tidak mudah, tetapi ini tidak berarti bahwa tidak dapat dilaksanakan. Tujuan yang sama harus benar-benar diresapi oleh anggota pasangan dan harus disadari bahwa tujuan itu akan dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh istri saja atau suami saja (Bimo Walgito, 2004).

Sementara itu didalam agamapun telah dijelaskan mengenai tujuan suatu pernikahan. Yang mana Allah menganjurkan kepada para hamba-NYA untuk melakukan pernikahan. Tujuan yang paling utama dari sebuah pernikahan adalah berkembang biaknya keturunan mereka, sehingga tetap lestarilah kehidupan manusia hingga hari kiamat kelak.

Adapun diantara tujuan dan hikmah pernikahan (rumah tangga) dalam pandangan agama yang sebenarnya adalah antara lain:

a).Untuk menciptakan ketenangan, yaitu jiwa yang tenang, suasana yang tenang, kasih sayang dan mencintai dengan tenang, memelihara mata dari pandangan yang haram, menyalurkan kebutuhan biologis dengan aman, tenang dan diridhoi. Begitulah ALLAH memperhatikan para hambanya, yakni dengan menciptakan wanita-wanita yang tercipta dari tulang sulbinya sendiri dan dijadikanNya wanita-wanita tersebut berpasang-pasangan yang bisa menentramkan dan menenangkan jiwanya setiap saat sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah SWT dalam (Qs.Ar-Rum(30):21)

(18)











































Terjemahnya:

“diantara tanda-tanda kekuasaannya adalah Dia menciptakan untukmu isteri-isterimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Ruum (30):21) Untuk memperoleh anak yang sah, dan bisa dijadikan ahli waris baik yang mewarisi harta maupun ilmunya. Maka rumah tanggalah yang dijadikan ajang atau sarana untuk menyemaikan benih pada lahan yang telah disediakan. Pada lahan yang terhampar biasanya seorang petani menyemaikan benihnya, dengan harapan akan memperoleh bibit-bibit unggul. Suami diumpamakan sebagi petani, sedan isteri sebagi ladang yang setiap saat harus selalu ditanami.Sebagaimana firman Allah SWT,dalam (Qs.

Terjemahnya:

(19)

1

b).Untuk menyalurkan nafsu birahi, syahwat dan kebutuhan-kebutuhan biologis lainnya, yakni nafkah batin bagi suami dan isteri. Dengan pernikahan dan membina rumah tangga, maka kebutuhan-kebutuhan biologis anda terpenuhi dengan baik dan benar, menurut hukum- hukum yang berlaku dalam islam. Dalam menyalurkan kebutuhan seksualitas, suami dan isteri saling bekerja sama, supaya masing- masing pihak mencapai kepuasaan seks yang maksimal. Diibaratkan dalam Alquran, wanita adalah pakaian laki-laki (Ash-Shobuni Ali, 2008:23).

Ternyata dari uraian-uraian yang tertera diatas nampaklah bahwa, pernikahan merupakan tiang penyangga suatu keluarga dimana ia merupakan, cikal bakal dari terbentuknya suatu masyarakat yang beradab dan memelihara keturunan anak manusia dengan cara yang mulia.

Memelihara dan mengembang biakkan keturunan adalah tujuan utama dari penciptaan naluri seks (kelamin pada manusia dengan jalan hubungan kelamin yang suci dan mulia antara laki-laki dan perempuan).

Oleh karena itu ikatan tali pernikahan itu sangat suci dan mulia dalam syariat islam. Karena dengan adanya ikatan tali pernikahan tersebut, akan tercipta sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia. Ayah dan ibu yang rukun dan damai, anak-anak yang lucu dan taat kepada orang tuanya, dan masyarakat sekitar yang selalu menjalani perintah Tuhannya.

(20)

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Ibnu Qudama dalam bukunya “Minhajul Qoshidin” (Dalam Ra‟d Kamil Musthofa, 2001:20) mengemukakan kepada kita beberapa poin penting tentang keutamaan dan manfaat pernikahan sebagai berikut:

1. Lahirnya generasi baru yang akan meneruskan perjuangan orang tuanya, yaitu anak. Karena bagaimanapun tujuan utama dari pernikahan dalam islam adalah kontiunitas (keberlangsungan) keturunan anak manusia. Dengan demikian, akan bertambahlah cintanya kepada Allah untuk selalu berbakti kepadaNya; Rasulullah akan berbangga hati karena akan banyak umatnya di hari kiamat; dan juga doa dari anak yang sholeh untuk kedua orang tuanya dan syafaat dari anaknya yang meninggal dunia ketika masih kecil.

2. Mencegah diri dari segala godaan setan yang selalu berusaha menggoda diri kita, menenangkan dan menentramkan jiwa dengan melimpahkan kasih dan sayang kepada isteri yang kita cintai.

3. Ada orang yang membantu kita, yaitu isteri, dalam mengerjakan dan mengatur rumah; baik itu dari masalah kebersihan rumah, menyiapkan makanan bagi anak-anak dan suami, mencuci dan merapikan pakaian dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan di rumah sehari-hari. Dengan demikian seorang suami akan dapat melaksanakan aktifitasnya untuk mencari nafkah dengan tenang tanpa terganggu oleh pekerjaan yang ada dirumah.

(21)

1

Melatih dan menggembleng diri untuk dapat mengembang tanggung jawab terhadap keluarga, isteri, anak-anak dalam berbagai hal; baik itu dalam membimbing isteri untuk selalu beribadah dan melaksanakan perintah Allah; mendidik anak dengan pendidikan yang baik dan bermutu; mencari rezki yang halal dan diridhoi Allah SWT. Apabila semua usaha yang dilakukannya ini didasari dengan niat karena Allah Ta‟ala, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah).

3. Nilai-Nilai Dalam Pernikahan

Kalau ditinjau dari fenomena kesiapan remaja dalam membina keluarga pada usia muda dengan kata lain pernikahan dini, ada beberapa sudut pandang atau nilai pernikahan yang bisa dijadikan tolak ukur untuk perbandingan tentang pernikahan.

a. Pandangan Islam.

Agama Islam adalah agama yang syumul (unuversal), agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak suatu masalahpun dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut yang tidak disentuh oleh islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele (ringan). Itulah islam, agama yang memberi rahmat dan fitrah bagi sekalian alam.

Menikah merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan. Dengan menika

(22)

seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah SWT. Oleh sebab itulah Islam mendorong untuk mempercepat menikah, karena menikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia. Nikah mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan tersebut pasangan suami istri dapat menghasilkan keturunan melalui perannya. (Suryati , 2006:1)Jadi Islam sangat menganjurkan untuk menikah cepat agar tidak menimbulkan fitna baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas.

b. Sudut Pandang Kesehatan

Dalam ilmu kesehatan nilai pernikahan dini menjadi sesuatu yang sangat tidak dianjurkan, disebabkan persoalan efek atau resiko karena pada umur-umur demikian tentunya seorang belum matang, baik secara fisik maupun mental untuk berumah tangga. Karena organ produksi, baik rahim maupun pinggul belum baik. Sehingga resikonya tinggi sekali ketika bersalin.

Kemungkinan terjadi pendarahan dan kematian, ditambah resiko produktif lain relatif besar.

Ketiga pandangan ini memberikan pandangan berbeda-beda dalam menyikapi sebuah pernikahan pada usia dini. Semuanya tergantung pada pribadi remaja masing-masing. Tapi diantara ketiga pandangan ini ada sebuah garis penghubung bahwa ketiga pendapat ini sama-sama mempunyai penekanan pada kesiapan lahir dan kesiapan batin. Jadi gabungan antara pertambahan usia, pertumbuhan organ dan perkembagan mental piskologi

(23)

1

berjalan secara beriringan, sehingga pada akhirnya kematangan atau pendewasaan untuk memasuki jenjang pernikahan tidak meragukan lagi.

4. Dampak Pernikahan Usia Dini

Menurut Otto Soemarwoto (1989) dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas dan aktivitas itu dapat dilakukan oleh manusia yang mengarah kepada perubahan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (2002:175) dampak adalah pengaruh sesuatu yang menimbulkan akibat, benturan yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan perubahan. Dan secara etimologi dampak berarti pelanggaran, tubrukan atau benturan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, dampak berarti pelanggaran, benturan dalam pernikahan usia muda terhadap individu dan masyarakat baik dilihat dari segi kehidupan sosial maupun dalam kehidupan ekonomi keluarga yang mengarah kepada perubahan.

B. KEHIDUPAN DALAM KELUARGA 1. Kedudukan Keluarga

Terdapat berbagai istilah untuk menyebut nama “keluarga”.

Keluarga bisa berarti ibu, bapak, anak-anaknya atau seisi rumah. Bisa juga disebut batih yaitu seisi rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berarti kaum, yaitu sanak saudara serta kaum kerabat.

(24)

Istilah keluarga dapat juga diartikan sebagai rumah tangga. Arti dari rumah tangga (house hold) adalah kelompok sosial yang biasanya berpusat pada suatu keluarga batih, yaitu keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak-anak yang belum menikah atau memisahkan diri. Menurut Tajul Arifin (1993:59) dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:41)

“keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan atau adopsi serta tinggal bersama”.

Para sosiolog berpendapat bahwa asal-usul pengelompokan keluarga bermula dari peristiwa pernikahan. Akan tetapi, asal-usul keluarga dapat pula berbentuk dari hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan status yang berbeda, kemudian mereka tinggal bersama dan memiliki anak.

Dari sinilah pengertian keluarga dapat dipahami dalam berbagai segi, yaitu:

a. Dari segi orang yang melangsungkan pernikahan yang sah serta dikaruniai anak

b. Dari segi laki-laki dan perempuan yang hidup bersama serta memiliki seorang anak, namun tidak pernah menikah

c. Dari segi hubungan jauh antar anggota keluarga, namun masih memiliki ikatan darah

d. Dari segi keluarga yang mengadopsi anak dari orang lain (Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu, 2001).

Beberapa pengertian keluarga di atas, secara sosiologi menunjukkan bahwa dalam keluarga itu terjalin suatu hubungan yang sangat

(25)

1

mendalam dan kuat, bahkan hubungan tersebut bisa disebut dengan hubungan lahir batin. Adanya hubungan ikatan darah menunjukkan kuatnya hubungan yang dimaksud. Hubungan antar anggota keluarga tidak hanya berlangsung selama mereka masih hidup, tetapi setelah mereka meninggal dunia pun masing-masing individu masih memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, misalnya dengan cara mendoakannya atau berziarah ke kuburnya.

Berangkat dari penjelasan keluarga diatas, maka ada baiknya bila kita mengetahui ciri-ciri dari suatu keluarga tersebut. Menurut Mac Iver and Page, (dalam khairuddin, 2002) bahwasanya ciri-ciri umum keluarga itu adalah:

a. Keluarga merupakan hubungan pernikahan

b. Berbentuk pernikahan atau susunan kelembagaan yang berkenan dengan hubungan pernikahan yang sengaja dibentuk dan dipelihara c. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis

keturunan

d. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan ekonomis yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak

(26)

e. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga.

Sementara itu Burgess dan Locke juga mengemukakan empat karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga dan juga untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial lainnya;

1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan ikatan- ikatan pernikahan, darah, atau adopsi. Pertalian antara suami dan isteri adalah pernikahan, dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadangkala adopsi.

2. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga, atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka.

3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi dan menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan isteri, ayah, dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing keluarga diperkuat oleh kekuatan sentimen-sentimen, yang sebagian merupakan tradisi dan sebahagian lagi emosional, yang menghasilkan pengalaman.

(27)

1

4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang kompleks masing-masing keluarga mempunyai cirri- ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya. Berbedanya kebudayaan dari setiap anggota keluarga timbul melalui komunikasi anggota- anggota keluarga yang merupakan gabungan dari pola-pola tingkah laku individu (Khairuddin, 2002).

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam keluarga terdapat hubungan fungsional diantara anggotanya. Namun yang perlu diperhatikan disini ialah faktor yang mempengaruhi hubungan itu, yaitu struktur keluarga itu sendiri. Struktur keluarga banyak menentukan pola hubungan dalam keluarga. Pada keluarga batih misalanya hubungan antar anggota mungkin saja lebih kuat karena terdiri dari jumlah anggota yang terbatas. Akan tetapi pada keluarga luas, hubungan antar anggota keluarga sangat renggang karena terdiri dari jumlah anggota yang banyak dengan tempat terpisah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam keluarga batih, fungsi dari keluarga itu sendiri dapat berjalan dengan baik, sebab terjalin kedekatan dan keakraban antar anggota keluarganya.

2. Fungsi Keluarga

Setelah sebuah keluarga terbentuk, maka setiap anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga disebut

(28)

fungsi. Jadi, “Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga” (Abu Ahmadi 1991:88; dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu 2001:44).

Fungsi disini mengacu kepada peran individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat penting, sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan harmonis. Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:45) membagi fungsi keluarga sebagai berikut:

a. Fungsi Biologis

Fungsi biologis berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan seksual suami isteri. Keluarga ialah lembaga pokok yang secara absah memberikan peluang bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual. Namun, ada pula masyarakat yang memberikan toleransi yang berbeda-beda terhadap lembaga yang mengambil alih fungsi pengaturan seksual ini, misalnya tempat-tempat hiburan atau panti pijat. Kenyataan ini pada dasarnya merupakan suatu kendala dan sekaligus suatu hal yang sangat rumit untuk dipikirkan. Kelangsungan sebuah keluarga, banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis ini. Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi biologisnya, dimungkinkan akan terjadi gangguan dalam keluarga yang biasanya berujung pada perceraian dan poligami.

b. Fungsi Sosialisasi Anak

(29)

1

Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka. Sejalan dengan itu, baik atau buruknya sosialisasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap anggotanya. Abdullah Nasikh Ulwan (1989:17) dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:46) berpendapat bahwa anak adalah amanat yang berada di pundak orang tuanya. Kalbunya yang murni bersih, seperti mutiara yang tak ternilai.

Bila dibiasakan dan di didik kebaikan, dia akan tumbuh menjadi orang baik dan berbahagia di dunia dan akhirat. Apabila dibiarkan pada kejelekan seperti layaknya hewan, niscaya dia akan rusak dan menderita.

c. Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa dicinta. Pandangan psikiatrik mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. Kebutuhan kasih sayang ini merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seseorang. Banyak orang yag tidak menikah sungguh bahagia, sehat, dan berguna, tetapi orang yang tidak pernah dicintai jarang bahagia, sehat, dan berguna. Kecenderungan dewasa

(30)

ini menunjukkan bahwa fungsi afeksi telah bergeser kepada orang lain, terutama bagi mereka yang orang tuanya bekerja di luar rumah.

Konsekuensinya, anak tidak lagi dekat secara psikologis karena anak akan menganggap orang tuanya tidak memiliki perhatian.

d. Fungsi Religius

Fungsi religius dalam keluarga merupakan salah satu indikator keluarga sejahtera. Dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera dan PP No. 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan mewujudkan keluarga sejahtera.

Dalam ketentuan umum kedua peraturan perundang-undangan itu dinyatakan bahwa:

“keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi dan seimbang antaranggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan”

e. Fungsi ekonomis

Fungsi ini bertujuan untuk berusaha memproduksi beberapa unit kebutuhan rumah tangga dan menjualnya sendiri. Keperluan rumah tangga itu, seperti seni membuat kursi, makanan, dan pakaian dikerjakan sendiri oleh ayah, ibu, anak dan sanak saudara yang lain untuk menjalankan fungsi ekonominya sehigga mereka mampu mempertahankan hidupnya. Para

(31)

1

anggota keluarga bekerja sebagai tim yang tangguh untuk menghidupi keluaraganya. Namun seiriing dengan perubahan waktu dan pertumbuhan perusahaan serta mesin-mesin canggih, peran keluarga yang dulu sebagai lembaga ekonomis secara perlahan-lahan hilang. Bahkan keluarga yang ada pada mulanya disatukan dengan pekerjaan bertani.

f. Fungsi penentuan status

Dalam sebuah keluarga, seseorang menerima serangkain status berdasarkan umur, urutan kelahiran, dan sebagainya. Status/kedudukan ialah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok dalam hubungannya dengan kolompok lainnya. Status tidak bisa dipisahkan dari peran. Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseoran yang memiliki status. Keluarga diharapkan mampu menentukan status bagi anak-anaknya. Yang dapat dijalankan dari fungsi status ini adalah menentukan status berdasarkan jenis kelamin. Misalnya, seorang ayah bertanya kepada anak laki-lakinya, “mau jadi apa jika kamu dewasa nanti?”

sedangkan kepada anak perempuannya ditanyakan, apakah kamu sudah besar ingin seperti ibu?. Latihan peran tersebut dilakukan secara konsisten selama bertahun-tahun sehingga membawa anak laki-laki dan perempuan kepada kematangan fisik dengan perbedaan yang besar dalam tanggapan, perasaan, serta kecenderungan mereka kelak.

Pembicaraan mengenai keluarga akan dilanjutkan pada keluarga batih. Keluarga Batih ialah kelompok orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan

(32)

anak-anaknya yang belum memisahkan diri dari membentuk keluarga sendiri (Hendi suhendi, dan Ramdani Wahyu, 2001). Keluarga batih sering juga disebut sebagai unit terkecil dalam masyarakat.

Peranan keluarga batih terhadap anggota keluarga sangatlah penting, terlebih lagi terhadap pembentukan kepribadian si anak. Mengingat keluarga batih merupakan media sosialisasi awal yang dihadapi, yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

Dalam hal ini ialah sikap tindak seorang anak dalam menjalani kehidupannya ditengah-tengah masyarakat yang kompleks.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1990) bahwa sebagi unit pergaulan hidup terkecil dalam masyarakat, keluarga batih memiliki peranan-peranan tertentu. Peranan itu adalah:

1) Keluarga batih berperan sebagai pelindung bagi pribadi- pribadi yang menjadi anggotanya, dimana ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut.

2) Keluarga merupakan unit sosial ekonomi yang secara material memenuhi kebutuhan anggotanya.

3) Keluarga batih menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah- kaidah pergaulan hidup.

4) Keluarga batih merupakan wadah dimana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni suatu proses dimana

(33)

1

manusia mempelajari dan mematuhi kaidah kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Dari penyajian beberapa peranan diatas nyatalah betapa pentingnya keluarga batih terutama bagi perkembangan kepribadian anak tersebut. Khususnya sikap tindak seorang anak dalam menjalani kehidupannya kelak.

Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keluarga ini merupakan lingkungan primer hampir setiap individu.

Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling insentif dan paling awal terjadi adalah didalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya. Norma dan nilai itu dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwito Wirawan Sarwono, 2007:113).

Pada bagian lain Soerjono Soekanto (1990) mengemukakan tentang fungsi-fungsi keluarga batih yaitu:

1) Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan- hubungan seksual yang seyogyanya.

2) Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan

(34)

pendidikan itu untuk mengenal, memahami, mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku.

3) Unti terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan- kebutuhan ekonomis.

4) Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapat perlindungan bagi ketentraman jiwanya.

Beberpa fungsi tersebut diatas, menggambarkan bagaimana lingkungan keluarga batih merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dalam pembentukan sikap dan perilaku anak selanjutnya. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar kehidupan anak adalah dalam keluarga batih, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam lingkungan keluarga batih.

Tugas utama dari keluarga batih bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.

Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya.

Dengan kata lain, dalam sebuah keluarga batih orang tua memiliki peran yang besar dalam pembentukan kepribadian anak tersebut.

Pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah pendidikan yang didasarkan kepada rasa kasih sayang terhadap anak-anak, dan diterimanya dari kodrat. Akan tetapi, rasa kasih sayang harus dilengkapi dengan pandangan yang sehat tentang sikap kita terhadap anak. Jika demikian cara yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anaknya, maka

(35)

1

tidak mustahil anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang memiliki kepribadian yang kokoh berlandaskan ajaran agama.

Dengan demikian, terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga, tempat dimana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks belajar mengajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Disamping itu, keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tinggi.

Olehnya itu kerjasama antara orang-orang yang menjadi bagian dalam kehidupan keluarga (keluarga batih), haruslah selalu dibina dan dipelihara. Kerjasama yang dimaksudkan ialah suatu sikap pasangan suami- isteri dalam memandang dan memaknai arti sebuah pernikahan. Karena tidak jarang ditemukan kehidupan keluarga yang sudah berjalan beberapa tahun, bahkan belasan tahun, dan mungkin juga puluhan tahun kandas ditengah jalan dan berujung pada perceraian. Biasanya keluarga yang mengalami hal semacam itu beralasan bahwa sudah tidak ada lagi kecocokan diantara mereka (suami-isteri), atau perbedaan dalam hal memaknai arti sebuah pernikahan, sehingga menurutnya jalan terbaik yang harus ditempuh adalah dengan perceraian. Kehidupan keluarga semacam ini biasanya akan

(36)

berdampak negatif didalam pembentukan pribadi dan perkembangan anak selanjutnya.

3. Aktifias Keluarga

Ditengah arus media elektronik dan media cetak yamg makin terbuka, keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah kian di tuntut perhatian dan kesunguhan dalam mendidik anak-anak dan meciptakan suasana yang harmonis agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dan terciptanya suasana pendidikan keluarga yang positif sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah di tuntut keteladanannya untuk menujukkan penghormatan dan prilaku yang ihsan terhadap anak-anak dan perempuan serta menjauhkan diri dari praktik-pratik kekerasaan terhadap keluarga dan penelantaran kehidupan mereka.

Keluarga-keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu memiliki kepedulian sosial dan membangun hubungan Sosial yang ihsan, Islah, dan Ma‟ruf dengan tetangga-tetangga sekitar maupun dalam kehidupan sosial yang lebih luas di Masyarakat sehingga terciptanya qarya thayyibah dalam masyarakat setempat.

Pelaksanaan sholat dalam kehidupan keluarga harus menjadi prioritas utama, kepala keluarga jika perlu memberikan sanksi yag bersifat mendidik.

C. KUALITAS HIDUP RUMAH TANGGA

(37)

1

Keluarga yang bagaimanakah yang mampu dijadikan sebagai wahana pembentukan generasi yang berkualitas? Jawabnya adalah keluarga yang berketahanan. Keluarga berketahanan yang dimaksud sesuai UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materiil serta psikis mental-spiritual untuk hidup mandiri dan mengembangkan diri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Ini berarti, keluarga yang berketahanan harus memenuhi tiga syarat mutlak: (1) Keluarga yang bersangkutan harus didasari oleh perkawinan yang sah dan memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Keluarga yang dibangun harus memiliki wawasan ke depan, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi untuk hidup mandiri, (3) Keluarga yang dibangun harus mampu hidup secara harmonis, memiliki jumlah anak yang ideal (dua anak lebih baik), sehat dan sejahtera. Ketiga syarat tersebut harus mampu dicapai oleh sebuah keluarga untuk mampu menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi. Arti penting keluarga menjadi perhatian filosof pertengahan

Thomas Aquinas dan filosof modern John Rawls.

“Dalam kacamata mereka, keluarga akan berkualitas apabila terdapat hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak-anak, serta dibangun atas dasar cinta dan kepercayaan (love and trust). Sedangkan cinta merupakan pengejawantahan ketulusan dan keikhlasan, sehingga melahirkan rasa percaya dan hormat (trust and respect).

(38)

Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang berusaha membina ketahanan keluarganya, keharmonisan kehidupan keluarga serta meningkatkan produktifitasnya dalam usaha meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Dengan demikian keluarga diharapkan memiliki keuletan dan ketangguhan dalam menghadapi gelombang kehidupan dan mampu mengembangkan diri untuk membagun manusia sebagai kekuatan pembagunan.

Kualitas lingkungan keluarga adalah segalah aspek fisik dan nonfisik yang ada dalam lingkungan masing-masing keluarga termasuk hubungan timbal balik antara anggota keluarga, antara keluarga dan antara masyarakat dengan alam sekitarnya, secara baik dan benar sesuai adapt istiadat dan norma-norma agama.

Menurut definisi versi baru BKKBN keluarga yang berkualitas, ialah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa di mana :

1 Sejahtera berarti sebuah keluarga dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.

2 Sehat mencakup sehat jasmani, rohani, dan sosial.

(39)

1

3 Maju bermakna memiliki keinginan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan diri dan keluarganya guna meningkatkan kualitasnya.

4 Berjiwa mandiri diartikan memiliki wawasan, kemampuan, sikap dan perilaku tidak tergantung pada orang lain.

5 Kemudian jumlah anak ideal ialah jumlah anak dalam keluarga yang diinginkan dan dianggap sesuai dengan kemampuan keluarga, namun tetap memperhatikan kepentingan sosial.

6 Berwawasan berarti memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas, sehingga mampu, peduli, dan kreatif dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga dan masyarakat secara sosial.

7 Harmonis mencerminkan kondisi keluarga yang utuh dan mempunyai hubungan yang serasi di antara semua anggota keluarga.

8 bertakwa berarti taat beribadah dan melaksanakan ajaran agamanya.

Keluarga yang berketahanan akan menjadi wahana efektif untuk membentuk generasi yang berkualitas karena dalam lingkungan keluarga yang memiliki ketahanan tinggi, akan selalu mengedepankan enam aspek yang dapat dijadikan pegangan hidup bagi setiap individu yang ada didalamnya terutama anak sebagai calon generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, membangun keluarga berketahanan juga harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

Pertama, aspek keagamaan. Dalam lingkungan keluarga yang

(40)

berketahanan, aspek keagamaan harus menjadi landasan utama semenjak keluarga terbentuk. Sebab keluarga ini harus berprinsip, tanpa landasan agama yang cukup, keluarga tidak mungkin dapat melaksanakan fungsi keagamaan secara baik. Apalagi secara hakikat keluarga ini menyadari bahwa keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama. Ini berarti, pelaksanaan fungsi keagamaan dalam keluarga berketahanan bukan sekedar setiap anggota keluarga tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan juga harus benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, aspek sosial budaya. Salah satu tugas keluarga adalah sebagai institusi penerus kebudayaan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks kedudukan keluarga sebagai penerus kebudayaan, keluarga yang berketahanan diharapkan memahami bahwa aspek sosial budaya memerlukan perhatian yang cukup ketika akan membangun sebuah keluarga. Artinya, keluarga harus dibangun dalam situasi yang kondusif dan memberikan kesempatan kepada seluruh angggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Untuk itu, dalam keluarga yang berketahanan, terutama pasangan suami istreri, akan selalu berupaya memantapkan budaya sendiri dalam koridor yang jelas, namun tetap mampu menyerap budaya asing yang positif dan mencegah yang negatif demi

(41)

1 perkembangan masa depan keluarga.

Ketiga, aspek ekonomi. Pembangunan aspek ekonomi dalam keluarga berketahanan perlu selalu diupayakan secara optimal dalam rangka membangun keluarga yang mandiri secara ekonomi. Karena keluarga ini harus memiliki kesadaran bahwa keluarga berketahanan baru dapat terbentuk manakala keluarga yang bersangkutan telah memiliki landasan ekonomi yang kuat. Keberhasilan dalam aspek ini akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aspek-aspek lain dalam keluarga. Keluarga ini telah dapat membayangkan, bagaimana mungkin sebuah keluarga yang berpenghasilan sangat rendah akan mampu mencukupi kebutuhan hidup secara layak, tanpa ada dukungan dari pihak lain atau berhutang kesana kemari. Kondisi ini jelas akan menimbulkan permasalahan sosial, budaya, lingkungan hidup dan kependudukan dalam arti luas.

Keempat, aspek biologis dan kesehatan. Pembangunan aspek biologis dan kesehatan selalu menjadi prioritas bagi keluarga yang menginginkan menjadi keluarga berketahanan. Karena keluarga ini harus berasumsi bahwa dalam kehidupannya, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang cukup vital adalah kebutuhan biologis dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan biologis salah satunya menyangkut kepentingan fungsi reproduksi, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan dan pemuasan nafsu biologis (seks) dapat terpenuhi dengan baik, selain kebutuhan biologis lainnya sebagai makhluk hidup.

(42)

Sementara kebutuhan akan kesehatan menyangkut kepentingan perlunya hidup sehat, agar seluruh anggota keluarga dapat bekerja dan beraktivitas dengan baik serta dapat menikmati hasil-hasilnya dengan penuh kebahagiaan. Mengingat besarnya hubungan antara aspek biologis dan kesehatan, keluarga khususnya suami isteri dalam keluarga yang berketahanan, tidak menghadapinya secara biofisik belaka. Melainkan didasari pula oleh pandangan psikis maupun moral dan sosial.

(43)

1 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Penelitian ini jenis penelitian secara ( field Research ) dengan analisis deskriptif. Deskriptif yaitu sebuah penelitian yang berusaha memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti atau suatu jenis penelitian yang bertujuan membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis dan aktual mengenai fakta – fakta yang ada.

Dikemukakan oleh Saifuddin Aswar, Dalam bukunya „‟ metode penelitian „‟ ( 1999 : 7 ) Bahwasannya „‟ penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Penelitian ini menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata – mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi.

(44)

Tipe penelitian yang digunakan pendekatan studi kasus yaitu suatu pendekatan yang melihat objek penelitian sebagai satu keseluruhan yang terintegrasi.

B. Lokasi dan Obyek Penelitan.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa.

2. Obyek Penelitian

Yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat yang ada di Desa Moncobalang kecamatan Barombong Kabupaten Gowa‟

yang berjumlah 5 pasangan.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat, dengan rincian sebagai berikut:

1. Variabel bebas (x) yaitu: Pernikahan Usia Dini

2. Variabel terikat (y) yaitu: Masyarakat Yang berada Di Desa Moncobalang Kec. Baromong Kab. Gowa

D. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahaan dalam mengartikan judul, maka berikut ini akan diberikan definisi yaitu Pernikahan usia dini adalah pernikahan remaja dilihat dari segi umur masih belum cukup atau belum

(45)

1

matang di mana dalam UU nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menetapkan batas minimal pernikahan usia dini adalah perempuan umur 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun.

E. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus.

Definisi lain dikemukakan oleh Sugiyono (2010:177) bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang menikah di usia dini di desa Moncobalang Kec. Barombong kab. Gowa yang berjumlah 5 pasangan pernikahan Usia Dini di Desa Moncobalang Kec Barombong Kab.

Gowa

Tabel 1.

Populasi Penelitian di desa Moncobalang Kec Barombong Kab Gowa

No Dusun Jumlah Jumlah

(46)

pasangan

1 Karampuang 30 35

2 Moncobalang 25 35

3 Tompobalang 20 30

Jumlah 100

Sumber data : Kantor desa Moncobalang Kec Barombong Kab. Gowa

2. Sampel

Suharmisin arikunto dalam Nazar Bakry ( 1995:29 ), yang mengemukakan bahwa:

“Sampel adalah bagian atau wakil populasi yang di teliti”. Sedangkan Muhammad Ali ( 1985:54 ), mengemukakan bahwa “ sampel adalah sebahagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik-teknik tertentu”.

Tabel 2.

Sampel Penelitian di desa Moncobalang Kec Barombong Kab. Gowa

No Dusun Jumlah

Pasangan

Jumlah

1 Karampuang 2 2

2 Moncobalang 2 2

3 Tompobalang 1 1

Jumlah 5 5

Dari kedua penjelasan diatas, maka penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa sampel adalah keseluruhan suatu populasi yang bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai objek yang diteliti dengan mengambil sebagian saja dari populasi yang telah ditentukan tersebut.

Menurut Suharsimin Arikunto ( 1998 :120 ), yang menyatakan bahwa :

(47)

1

“Sampel adalah bagaian dari Populasi yang objeknya kurang dari 100, lebih baik di ambil semua sehingga peneliti menjadi peneliti populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15 % atau 20-25 % atau lebih.

Jadi yang menjadi sampel dalam penilitian di desa moncobalag kec Barombong Kab Gowa yaitu semua populasi yang berjumlah 5 pasangan.

F.Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk memperoleh, mengelolah, dan menginteprasikan informasi dari para responden yang di lakukan dengan pola pengukuran yang sama. Instrument penelitian dirancang untuk satu tujuan dan tidak biasa digunakan pada penelitian yang lain.

Instrumen penelitian dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada peneliti dalam menjawab pertanyaan peneliti sehingga mendapatkan data sebagaimana adanya.

Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data di lapangan mengenai Pernikahan Dini dan Dampaknya terhadap kualitas hidup rumah tangga di desa Moncobalang Ke.Barombong Kab.

Gowa adalah sebagai berikut:

1. Catatan Observasi

Arikunto dalam Rosnina (2005: 23) Metode observasi adalah suatu aktivitas yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu subjek menggunakan seluruh alat indra.

(48)

Berdasarkan pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistimatis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

2. Pedoman Wawancara

Arikunto dalam Rosnina (2005: 23) Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari yang diwawancarai.

3. Angket

Arikunto dalam Rosnina (2005: 22). Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang dipergunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui.

4. Dokumentasi

(Arikunto dalam Rosnina 2005: 24) Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang yang tertulis. Metode dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

(49)

1 F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

a. Teknik wawancara, teknik wawancara yang digunakan adalah dengan melakukan tanya jawab lansung kepada informan yang berkaitan dengan cara mencatat ataupun merekam dan menyampaikan pertanyaan dengan cara mengacak.

b. Observasi yaitu penulis mengadakan penelitian pengamatan secara lansung objek penelitian atau keadaan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

2. Data Skunder

Pengumpulan data diperoleh melalui literatur, hasil penelitian dan data yang diperoleh dari pihak – pihak tertentu sehingga dapat menunjang data primer.

G.Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisa secara kualitatif, yaitu dengan memberikan gambaran informan maslah secara jelas dan mendalam sebagai penggunaan metode penelitian studi kasus, kemudian hasil dari penggambaran informasi akan di interprestasikan sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

(50)

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. KONDISI OBJEKTIF LOKASI PENELITIAN

1. Kondisi Biografi Masyarakat Moncobalang

Desa Moncobalang adalah salah satu desa yang ada di Kec Barombong yang terletak 4 KM di sebelah Selatan Ibukota Kecamatan. Desa Moncobalang berada 144 k dari ibukota Provinsi atau 15 km dari kota Sungguminasa ibukota Kabupaten Gowa. Desa Moncobalang dengan Luas wilayah 373.75 Ha (3,74) KM.

Batas-batas wilayah Desa Mocobalang

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tinggimae Kec. Barombong 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lempangang dan Desa Bone

Kec. Bajeng

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bontolebang Kec Takalar.

Terdapat tiga Dusun di Desa Moncobalang yang mana terdiri dari Dusun Karampuang, Moncobalang, dan Tompobalang dengan

(51)

1

jumlah penduduk yang pariatif, dimana masing-masing dusun adalah sebagai berikut

TABEL III

Jumlah penduduk Desa Moncobalang

No Nama Dusun Laki-laki perempuan Jumlah 1 Karampuang 930 Jiwa 957 Jiwa 1.887

Jiwa 2 Moncobalang 771 Jiwa 844 Jiwa 1.615

Jiwa 3 Tompobalang 640 Jiwa 620 Jiwa 1.260

Jiwa

Jumlah 4. 762

Jiwa Sumber Data: Kantor Desa Moncobalang Kec. Barombong Kab Gowa 2015

(52)

2. Jumlah Peristiwa Nikah, Talak, Cerai, dan Rujuk Desa Moncobalang Kec. Barombong Kab. Gowa.

Tabel IV

Jumlah Peristiwa Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk Di Desa Moncobalang Kec. Barombong Kab. Gowa

Tahun Nikah Talak Cerai Rujuk

2015 36 3 5 3

2014 33 2 14 10

2013 30 2 10 5

2012 35 3 11 15

2011 30 4 9 11

Jumlah 164 14 49 116

Data tabel di atas menunjukkan bahwa ada kecendrungan terjadi penuruan peristiwa talak dan cerai, sedangkan peristiwa nikah ada kecendrungan meningkat tiap tahun.

(53)

1

a. Fenomena Pernikahan Usia Dini Terhadap Kualitas Hidup Rumah Tangga Di Desa Moncobalang Kec.Barmbong Kab. Gowa.

Gambaran fenomena pernikahan usia dini terhadap kualitas hidup rumah tangga dapat dilihat dari wawancara responden berikut ini.

Kasus 1. Raya dan Muhlis (bukan nama yang sebenarnya). Raya bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhirnya SD, berusia 23 tahun sedangkan Muhlis bekerja didinas perhubungan sebagai honorer pendidikan terakhirya SMA berusia 27 tahun, pasangan ini dikaruniai dua orang anak, sebelum menikah mereka pacaran selama 3 tahun tetapi sayang orang tua Muhlis tidak merestui hubungan mereka dengan alasan keluarga Raya tidak sepandang dengan keluarga Muhlis walaupun begitu Muhlis tetap menyukai Raya dan mereka berhubungan secara sembuyi-sembunyi sampai akhirnya mereka tergoda untuk merasakan hubungan mendalam antara lawan jenis dan akhirnya mereka melakukan hubungan seks sampai mereka merasa hubugan seks yang mereka lakukan sangat memuaskan batin mereka sampai hubungan seks itu mereka lakukan berulang-ulang secara sembunyi- sembunyi. Sampai akhirnya raya hamil dan mau tidak mau muhlis harus bertanggung jawab dan menikahi Raya walaupun orang tuanya tidak sepenuhnya merestui pernikahan mereka karena tidak direstu akhirnya muhlis pergi ke saudara ibunya meminta untuk nenikahkan mereka sampai hubungan antara ibunya dengan saudaranya tidak harmonis lagi akibat

Gambar

TABEL III
Tabel IV
Tabel VI

Referensi

Dokumen terkait

Biaya tidak langsung didefinisikan sebagai biaya yang tidak secara langsung terhubung dengan sebuah kegiatan, tetapi masih penting dalam pelaksanaan. Contoh kegiatan dari biaya

1) User, pengguna yang memberi masukan ke aplikasi pencarian berupa kalimat pencarian, kemudian diterima oleh Input Query Processor. 2) Input Query Processor,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal yang termasuk kekuatan utama dalam mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi di Kecamatan Poco Ranaka Timur yaitu

Marsha dan tim adalah orang-orang dengan kecintaan yang luar biasa terhadap SOSCOM, dengan kepribadian yang sudah connected dengan Sosial, dengan komitmen yang besar untuk menjaga

Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya, diketahui bahwa ikan nilem hijau dari daerah Bogor dan Kuningan berasal dari sumber induk yang sama yaitu daerah Tasikmalaya,

[r]

Ideologi yang tampak dalam penelitian ini adalah cantik adalah perempuan dengan wajah yang berkulit putih, model rambut pendek; curly; kecoklatan, tubuh kurus, penggunaan

Sebagian besar responden pada kedua SMA termasuk memiliki pusat pengendali diri dari dalam, akan tetapi pada remaja SMA Negeri 1 Baturraden kelompok ini lebih banyak