• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Program Bongkar Ratoon di Jawa Timur

IV. METODE PENELITIAN

5.3. Dampak Program Bongkar Ratoon di Jawa Timur

Dampak program akselerasi (Bongkar Ratoon) pada kegiatan usahatani tebu di Propinsi Jawa Timur dilihat dari perkembangan luas areal giling, produksi tebu, produktifitas tebu, rendemen, produksi gula dan produktivitas gula yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Perkembangan luas areal giling tebu di Propinsi Jawa Timur

Sedangkan pertumbuhan luas areal giling tebu di Jawa Timur dari tahun ke tahun selama 10 tahun yaitu tahun 1998- 2007 mempunyai pertumbuhan 3,92% seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Pertumbuhan Luas Areal Giling Tebu di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007 Tahun Luas Areal Giling (Ha) Rata-rata Luas Areal Giling (Ha/Tahun) Pertumbuhan (%) 1998 141.289,00 148.312,10 - 1999 143.655,00 1,67 2000 146.795,70 2,19 2001 150.385,21 2,45 2002 159.435,58 6,02 2003 148.924,38 168.056,05 -6,59 2004 150.132,09 0,81 2005 169.336,99 12,79 2006 174.830,14 3,24 2007 197.056,65 12,71 Rata-rata 158.184,07 3,92

Sumber : Data Diolah, Tahun 2009

Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa program Bongkar Ratoon memberikan dampak adanya peningkatan terhadap luas areal giling

dengan rata-rata luas areal giling sebelum program Bongkar Ratoon sebesar 148.312,10 Ha/tahun dan setelah program sebesar 168.056,05 Ha/tahun. Peningkatan luas areal giling tersebut diharapkan pada tahun-tahun kedepannya akan selalu mengalami peningkatan sesuai dengan kebutuhan akan produksi gula yang akan meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi gula.

Sedangkan perkembangan luas areal giling tebu di Propinsi Jawa Timur sebelum program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan akan tetapi peningkatan yang terjadi lebih tinggi dari peningkatan perkembangan luas areal giling tebu di Propinsi Jawa Timur setelah program Bongkar Ratoon seperti pada gambar berikut :

Gambar 2. Perkembangan Luas Areal Giling Tebu Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2002 y = 135405 + 4302,3x R2 = 0,9193 -50,000.00 100,000.00 150,000.00 200,000.00 250,000.00 1998 1999 2000 2001 2002 LUAS AREAL GILING (Ha) Linear (LUAS AREAL GILING (Ha))

Perkembangan luas areal giling tebu di Propinsi Jawa Timur sebelum program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda 4.302,3 sedangkan perkembangan luas areal giling tebu di Propinsi Jawa Timur sesudah program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda sebesar 12.096 seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Perkembangan Luas Areal Giling Tebu Sesudah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

Dari Gambar 2 dan 3 dapat dinyatakan bahwa perkembangan luas areal giling tebu mengalami peningkatan setelah adanya program Bongkar Ratoon meskipun peningkatan yang terjadi tidak sesuai dengan target yaitu tercapainya luas areal giling tebu pada akhir program Bongkar Ratoon sebesar 250.000 Ha/Tahun

y = 131767 + 12096x R2 = 0,9285 -50,000.00 100,000.00 150,000.00 200,000.00 250,000.00 2003 2004 2005 2006 2007 LUAS AREAL GILING (Ha) Linear (LUAS AREAL GILING (Ha))

Kondisi tersebut dikarenakan masih awal program dan masih banyak petani yang belum termotivasi untuk melakukan kegiatan usahatani tebu.

Selain kondisi tersebut perkembangan luas areal giling tebu di Jawa Timur yang tidak bisa dipastikan juga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

a. Adanya kebijakan pemerintah untuk tetap melestarikan swasembada pangan khususnya beras, sehingga lahan sawah lebih banyak ditanami padi yang akhirnya berdampak pada berkurangnya luas areal yang ditanami tebu.

b. Meluasnya pembangunan perumahan dan berkembangnya industri sedemikian cepat yang memerlukan lahan cukup banyak, sehingga menyebabkan menyusutnya lahan pertanian yang pada gilirannya akan mempunyai dampak makin sempitnya lahan yang akan ditanami tebu.

c. Kegagalan pelaksanaan Inpres 9 tahun 1995 tentang Intensifikasi Tebu Rakyat yang tujuannya untuk melindungi petani tebu dengan sistem pemberian kredit kepada petani dengan bunga rendah, bimbingan teknologi pengusahaan tebu, penetapan harga gula produsen, pembelian seluruh produksi dalam negeri oleh Bulog, subsidi pupuk dan lain-lain. Tujuan TRI dalam kenyataannya di lapangan justru merugikan petani yang akhirnya mengurangi rasa percaya petani terhadap pabrik gula.

d. Daya saing tanaman tebu yang belum dapat membangkitkan gairah petani untuk mengusahakan tanaman sendiri.

e. Panjangnya rantai birokrasi yang dirasakan lebih mengecewakan petani.

f. Kepemilikan lahan yang sempit (0,2 – 0,3 hektar per petani) mengakibatkan tanaman tebu yang mempunyai jangka panen satu tahun menjadi tidak menarik untuk diusahakan dengan lahan sempit. Sebagian petani mengalihkan pengusahaan lahannya pada komoditas lain yang lebih menguntungkan dari pada ditanami tebu dilihat secara ekonomis, sosial dan kenyamanan berusaha.

2. Perkembangan produksi tebu di Provinsi Jawa Timur

Perkembangan produksi tebu di Jawa Timur mempunyai pola yang hampir sama dengan perkembangan luas areal giling yaitu mengalami peningkatan. Produksi tebu pada tahun 2003 mengami penurunan hal tersebut seiring dengan terjadinya penurunan luas areal yang digunakan untuk usaha tebu., kondisi tersebut disebabkan masih cukup tingginya persentase petani tebu yang tidak mau melakukan Bongkar Ratoon yaitu 40-50% dan lebih memilih keprasan yang dilakukan sampai 5-7 kali sehingga menyebabkan produksi tebu yang dihasilkan juga menurun.

Penurunan produksi tebu juga dialami pada tahun 2006, kondisi tersebut disebabkan bahwa pada program akselerasi (Bongkar

Ratoon) dianjurkan bahwa keprasan dapat dilakukan maksimal 2-3 kali sehingga pada tahun 2006 kegiatan Keprasan banyak dilakukan sehingga produksi tebu yang dihasilkan juga mengalami penurunan. Selain itu juga penurunan produksi tebu disebabkan sebagai dampak dari perilaku petani yang kurang menerapkan intensifikasi usahatani pada kegiatan usahatani tebu yang dilakukannya. Kondisi tersebut juga didukung oleh paket pinjaman modal bagi petani pada keprasan 2-3 lebih rendah dibandingkan dengan kegiatan Bongkar Ratoon, sedangkan disisi lain kepemilikan modal petani pada umumnya rendah.

Kondisi perkembangan produksi tebu di Jawa Timur tahun 1998-2007 dapat dilhat pada tabel berikut :

Tabel 2. Pertumbuhan Produksi Tebu di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007

Tahun Produksi Tebu (Ton) Rata-Rata Produksi Tebu (Ton/Tahun) Pertumbuhan (%) 1998 10.542.140,00 11.365.869,93 - 1999 10.857.151,00 2,99 2000 11.325.421,85 4,31 2001 11.471.714,80 1,29 2002 12.632.922,00 10,12 2003 11.089.119,70 14.330.825,73 -12,22 2004 12.664.376,37 14,21 2005 15.506.586,00 22,44 2006 14.968.431,10 -3,47 2007 17.425.615,50 4,41 Rata-rata 12.848.347,83 4,90

Tabel tersebut menunjukkan bahwa peningkatan produksi tebu pada tahun setelah adanya program Bongkar Ratoon mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dengan rata-rata rata-rata produksi tebu sebelum program Bongkar Ratoon sebesar 11.365.869,93 Ton/Tahun dan setelah program sebesar 14.330.825,73 Ton/Tahun yang berarti mengalami peningkatan sebesar 2.964.955,80 Ton/Tahun.

Dengan adanya program Bongkar Ratoon nampak bahwa pertumbuhan produksi dari tahun ketahun lebih besar dibandingkan sebelum adanya program. Kondisi tersebut tidak terlepas dari adanya pemberian bantuan dalam bentuk pinjaman untuk usahatani tebu sehingga pengusahaan tebu dengan penggunaan faktor-faktor produksi secara optimal dalam dilakukan dengan baik mulai dari penanaman sampai panen atau intensifikasi usahatani terlaksana dengan baik dibandingkan dengan pengusahaan tebu sebelum adanya program Bongkar Ratoon.

Kondisi perkembangan produksi tebu di Jawa Timur sebelum program bongkar ratoon tahun 1998-2002 dapat digambarkan berikut:

Gambar 4. Perkembangan Produksi Tebu Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2002

Gambar 4 menunjukkan bahwa perkembangan produksi tebu sebelum program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda 479.613 sedangkan perkembangan produksi tebu di Jawa Timur sesudah program bongkar ratoon tahun 2003-2007 dapat digambarkan berikut:

y = 1E+07 + 479613x R2 = 0,9001 -2,000,000.00 4,000,000.00 6,000,000.00 8,000,000.00 10,000,000.00 12,000,000.00 14,000,000.00 16,000,000.00 18,000,000.00 20,000,000.00 1998 1999 2000 2001 2002 PRODUKSI TEBU (Ton) Linear (PRODUKSI TEBU (Ton))

Gambar 5. Perkembangan Produksi Tebu Sesudah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

Gambar 5 menunjukkan bahwa perkembangan produksi tebu sesudah program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda sebesar 1.000.000 kondisi tersebut menunjukkan bahwa program bongkar ratoon mampu meningkatkan produksi tebu.

3. Perkembangan produksi gula di Propinsi Jawa Timur

Perkembangan produksi gula menunjukkan perkembangan yang meningkat dengan terutama nampak setelah program Bongkar Ratoon yang mempunyai rata-rata produksi gula 1.009.103,81 ton per tahun meningkat sebesar 295.186,09 ton per tahun jika dibandingkan dengan rata-rata produksi gula sebelum program

y = 1E+07 + 1E+06x R2 = 0,9099 -2,000,000.00 4,000,000.00 6,000,000.00 8,000,000.00 10,000,000.00 12,000,000.00 14,000,000.00 16,000,000.00 18,000,000.00 20,000,000.00 2003 2004 2005 2006 2007 PRODUKSI TEBU (Ton) Linear (PRODUKSI TEBU (Ton))

Bongkar Ratoon yaitu sebesar 713.917,72 ton per tahun. Kondisi tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Pertumbuhan Produksi Gula di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007 Tahun Produksi Gula (Ton) Rata-rata Produksi Gula (Ton/Ha) Pertumbuhan (%) 1998 647.521,00 713.917,72 - 1999 658.281,10 1,66 2000 704.639,20 7,04 2001 722.412,84 2,52 2002 836.734,48 15,82 2003 770.422,80 1.009.103,81 -7,93 2004 921.178,00 19,57 2005 1.048.734,47 13,85 2006 1.099.186,38 4,81 2007 1.205.997,40 9,72 Rata-rata 861.510,77 7,45

Sumber : Data Diolah, Tahun 2009

Tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa produksi gula di Jawa Timur sebagai provinsi penghasil gula utama di Indonesia sudah target yang ditentukan pada target produksi gula dari program akselerasi (Bongkar Ratoon) yaitu sampai dengan tahun 2007 adalah terpenuhinya kapasitas produksi gula 1,2 juta ton. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pihak-pihak yang terkait dengan pergulaan cukup baik.

Perkembangan produksi gula di Jawa Timur tidak terlepas dari perkembangan luas areal giling dan produksi tebu sehingga perkembangan yang terjadi pada produksi gula tidak berbeda dengan perkembangan luas areal giling dan produksi tebu seperti pada gambar berikut :

Gambar 6. Perkembangan Produksi Gula Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2002

Perkembangan produksi gula di Propinsi Jawa Timur sebelum program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda 44.256 sedangkan Perkembangan produksi gula di Propinsi Jawa Timur sesudah program Bongkar Ratoon terdapat peningkatan dengan nilai pengganda sebesar 104.916 seperti terlihat pada gambar berikut :

y = 581150 + 44256x R2 = 0,8611 -200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00 1,400,000.00 1998 1999 2000 2001 2002 PRODUKSI GULA (Ton) Linear (PRODUKSI GULA (Ton))

Gambar 7. Perkembangan Produksi Gula Sesudah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

4. Perkembangan rendemen di Propinsi Jawa Timur

Perkembangan rendemen gula di Jawa Timur dalam tahun 1998-2007 mengalami ketidakstabilan. Kondisi perkembangan rendemen tebu meskipun adanyanya program Bongkar Ratoon mengalami peningkatan akan tetapi peningkatan tersebut tidak mencapai target rendemen dari program program akselerasi (Bongkar Ratoon) yaitu sampai dengan tahun 2007 adalah tercapainya rendemen rata-rata sebesar 8,79%.

Rata-rata rendemen setelah adanya program Bongkar Ratoon mengalami peningkatan sebesar 0,51 yaitu Rata-rata rendemen sebelum program Bongkar Ratoon sebesar 6,54 dan Rata-rata

y = 104916x + 694357 R2 = 0,9728 -200.000,00 400.000,00 600.000,00 800.000,00 1.000.000,00 1.200.000,00 1.400.000,00 2003 2004 2005 2006 2007 PRODUKSI GULA (Ton) Linear (PRODUKSI GULA (Ton))

rendemen setelah program Bongkar Ratoon sebesar 7,05. kondisi tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Pertumbuhan Rendemen di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007 Tahun Rendemen (%) Rata-rata Rendemen (%) Pertumbuhan (%) 1998 6,84 6,54 - 1999 6,70 -2,05 2000 6,22 -7,16 2001 6,30 1,29 2002 6,62 5,08 2003 6,95 7,05 4,98 2004 7,27 4,60 2005 6,76 -7,02 2006 7,34 8,58 2007 6,92 -5,72 Rata-rata 6,79 0,32

Sumber : Data Diolah, Tahun 2009

Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat perkembangan rendemen tebu di Jawa Timur mengalami fluktusasi seperti terlihat pada tingkat pertumbuhannya. Selain itu secara umum pertumbuhan rendemen tebu dipengaruhi oleh varietas tebu, pengaruh iklim, ketepatan pemeliharaan tanaman tebu terutama pada pekerjaan pemupukan dan pengklentekan, seperti diuraikan dibawah ini :

a. Varietas tebu yang digunakan oleh petani tebu sebagian besar belum berorientasi pada rendemen tetapi pada bobot/ produksi

tebu karena petani masih berbangga kalau tebunya dapat berproduksi tinggi. Pada umumnya pupuk yang digunakan lebih banyak pupuk urea bukan pupuk phosphat atau kalium yang berguna untuk meningkatkan rendemen. Kondisi ini juga didukung oleh harga pupuk urea lebih murah dibandingkan dengan pupuk phosphat atau kalium.

b. Pemeliharaan dilakukan kurang tepat terutama pada pekerjaan pemupukan dan pengklentekan.

c. Pengaruh iklim misalnya hujan dan angin menyebabkan tebu rusak dan tiap tahun perubahan iklim selalu berbeda-beda.

d. Waktu tebang tebu kurang tepat yaitu tebu mencapai kematangan yang optimal sudah ditebang atau dipanen.

e. Efisiensi pabrik yang rendah sehingga gula dalam tebu yang masuk ke pabrik tidak seluruhnya dapat diolah menjadi gula produksi.

f. Jenis tebu dalam satu hamparan tanaman tidak murni lagi yaitu terdiri dari bermacam-macam jenis yang umur masaknya berbeda, sehingga pada waktu tebang tingkat kemasakannya berbeda dan berakibat secara keseluruhan rendemen setiap saat yang tidak bisa maksimal.

Kondisi perkembangan rendemen di Jawa Timur pada Tahun sebelum dan sesudah program Ratoon dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 8. Perkembangan Rendemen Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2002

Gambar 8. Menunjukkan bahwa rendemen sebelum program Bongkar Ratoon mengalami kecenderungan yang menurun dengan nilai pengganda sebesar 0,084 sedangkan rendemen sebelum program Bongkar Ratoon mengalami kecenderungan yang meningkat dengan nilai pengganda sebesar 0,001. seperti terlihat pada gambar berikut :

y = -0,084x + 6,788 R2 = 0,2503 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 1998 1999 2000 2001 2002 RENDEMEN Linear (RENDEMEN)

Gambar 9. Perkembangan Rendemen Sesudah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa adanya program Bongkar Ratoon memberikan dampak pada peningkatan rendemen meskipun tidak mencapai target yang ditentutan kondisi tersebut disebabkan oleh :

a. Dengan adanya program Bongkar Ratoon yang berupa bantuan penguatan modal diharap akan berdampak pada semakin optimalnya pemanfaatkan faktor produksi yang berarti pelaksanaan intensifikasi usaha semakin baik akibat kendala semakin berkurang didalam permodalan usaha untuk

y = 7,045 + 0,001x R2 = 4E-05 6,40 6,50 6,60 6,70 6,80 6,90 7,00 7,10 7,20 7,30 7,40 2003 2004 2005 2006 2007 RENDEMEN Linear (RENDEMEN)

melakukan semua aktivitas yang dapat meningkatkan produktivitas usaha baik dari mulai tanam sampai panen akibat adanya bantuan pinjaman modal, maka secara tidak langsung rendemen tebupun akan meningkat dan itu merupakan salah satu tujuan dari pemberian penguatan modal yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan produksi gula nasional, agar petani dapat melakukan usaha tebu secara optimal.

b. Dampak yang tidak terlalu tinggi pada rendemen tebu yang dihasilkan disebabkan oleh teknis dari petani sendiri dalam melakukan usaha tebu yaitu upaya yang dilakukan oleh petani tebu belum maksimal baik dari pembuatan selokan untuk pengairan, perawatan tanaman, pemupukan yang tidak berimbang maupun kegiatan-kegiatan lain yang dapat meningkatkan rendemen tebu.

c. Rendahnya dampak rendemen selain sebab teknis dari petani juga sebab teknis dari pabrik gula yaitu rendahnya tingkat efisiensi mesin pabrik gula akibat sudah tuanya usia dari mesin selain itu pabrik gula dalam menentukan rendemen yaitu tidak ada transparansi dimana penentuan rendemen cenderung ada penilaian dari semua pihak banyak dipermainkan.

5. Perkembangan produksitivitas tebu di Propinsi Jawa Timur

Perkembangan produktivitas tebu di Jawa Timur tahun 1998-2007 mengalami perkembangan yang fluktuatif meskipun mempunyai kecenderungan yang meningkat, kondisi tersebut tidak terlepas dari perkembangan luas areal giling dan produksi tebu.

Pertumbuhan produksitivitas tebu di Propinsi Jawa Timur selama 10 tahun yaitu Tahun 1998-2007 mempunyai pertumbuhan positif dengan rata pertumbuhan sebesar 4,32 per tahun dengan rata-rata produksitivitas tebu sebesar 78,39 Ton/Ha per tahun, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Pertumbuhan Produksitivitas Tebu di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007 Tahun Produktivitas Tebu (Ton/Ha) Rata-rata Produksi Gula (Ton/Ha/tahun) Pertumbuhan (%) 1998 62,10 71,79 - 1999 64,20 3,38 2000 77,15 20,17 2001 76,28 -1,13 2002 79,24 3,88 2003 74,46 84,98 -6,03 2004 84,35 13,28 2005 91,57 8,56 2006 86,11 -5,96 2007 88,43 2,69 Rata-rata 78,39 4,32

Pertumbuhan produktivitas tebu di Jawa Timur sangat diharapkan akan meningkat untuk dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai daerah produsen gula di Indonesia dalam mencukupi pemenuhan kebutuhan dan konsumsi gula yang mempunyai kecenderungan meningkat.

Produktivitas tebu sebagai cerminan dari penerapan tehnologi di tingkat pengelolaan usahatani maka dalam upaya peningkatan produktivitas tebu maka perlu adanya peningkatan dan perbaikan dalam pengelolaan yang dilakukan oleh petani kondisi tersebut memerlukan dukungan baik dari pabrik gula sebagai mitra langsung dari petani tebu, dan juga pemerintah sebagai fasilitator dalam menyesaikan persoalan-persoalan pertebuan serta kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung pergulaan di Indonesia.

Adanya program Bongkar Ratoon di Jawa Timur memberikan dampak pada peningkatan produktivitas tebu seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 10. Perkembangan Produksitivitas Tebu Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2002

Gambar 10. menunjukkan bahwa produksitivitas tebu sebelum program Bongkar Ratoon mengalami kecenderungan yang meningkat dengan nilai pengganda sebesar 1,636 sedangkan setelah program Bongkar Ratoon mengalami peningkatan yaitu nilai penggada dari produksitivitas tebu setelah program Bongkar Ratoon sebesar 2,97 yang digambarkan sebagai berikut :

y = 57,886 + 4,636x R2 = 0,8399 -10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 1998 1999 2000 2001 2002 PRODUKTIVITAS TEBU (Ton/Ha) Linear (PRODUKTIVITAS TEBU (Ton/Ha))

Gambar 11. Perkembangan Produksitivitas Tebu Sesudah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

Peningkatan produktivitas tebu tersebut diharapkan akan terus terjadi seiring dengan perkembangan tehnologi pada kegiatan usahatani tebu dan meningkatnya kesadaran petani untuk menerapkan intensifikasi usahatani tebu dengan baik.

Upaya peningkatan produktivitas tebu dalam program akselerasi pergulaan di Indonesia selain pada kegiatan program Bongkar Ratoon yaitu dukungan dari pembangunan kebun bibit yang diharapkan akan mempunyai dampak pada perbaikan varietas yang digunakan oleh petani sehingga diharapkan produktivitas tebu yang dihasilkan sesuai dengan target.

y = 2,97x + 76,074 R2 = 0,5261 -10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 2003 2004 2005 2006 2007 PRODUKTIVITAS TEBU (Ton/Ha) Linear (PRODUKTIVITAS TEBU (Ton/Ha))

Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan produktivitas tebu yaitu upaya peningkatan produkstivitas lahan melalui penelitian. penyuluhan. peningkatan manajemen usahatani tebu dan sosialisasi teknologi dalam rangka :

a. Peningkatan efisiensi biaya produksi untuk meminimumkan korbanan sumberdaya yang harus dikeluarkan.

b. Peningkatan teknologi pengusahaan tebu agar produksi tebu yang dihasilkan mempunyai produktivitas dan tingkat rendemen tinggi karena dengan peningkatan rendemen yang tinggi akan mendukung terhadap peningkatan pendapatan petani tebu rakyat dan dapat mempertahankan kondisi usaha yang mereka lakukan untuk tidak bergeser dalam mengusahakan lahannya ke bentuk usaha budidaya komoditas lainnya.

Selain itu diperlukan upaya menjalin hubungan yang baik agar petani tertarik untuk bermitra dengan pabrik gula dalam mengusahakan tebu.

6. Perkembangan produksitivitas gula di Propinsi Jawa Timur

Perkembangan produktivitas gula di Jawa Timur tahun 1998-2007 mempunyai kecenderungan yang meningkat meskipun peningkatan yang terjadi tidak sesuai dengan target, kondisi tersebut tidak terlepas dari perkembangan rendemen yang mengalami fluktuasi. Produktivitas gula setelah program Bongkar Ratoon menunjukkan peningkatan produktivitas gula sebesar 1,24 Ton/Ha/tahun yaitu rata-rata produktivitas gula sebelum program Bongkar Ratoon sebesar

4,75 Ton/Ha/tahun dan setelah program Bongkar Ratoon sebesar 5,99 Ton/Ha/tahun. Adapun pertumbuhan produktivitas gula tahun 1998-2007 secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6. Pertumbuhan Produksitivitas Gula di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2007 Tahun Produktivitas Gula (Ton/ Ha) Rata-rata Produktivitas Gula (Ton/ Ha/tahun) Pertumbuhan (%) 1998 4,55 4,75 - 1999 4,36 -4,18 2000 4,80 10,09 2001 4,80 0,00 2002 5,25 9,38 2003 5,17 5,99 -1,52 2004 6,14 18,76 2005 6,19 0,81 2006 6,32 2,10 2007 6,12 -3,16 Rata-rata 5,37 3,59

Sumber : Data Diolah, Tahun 2009

Kondisi perkembangan produktivitas gula setelah program Bongkar Ratoon ratoon mengalami peningkatan yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 12. Perkembangan Produksitivitas Gula Sebelum Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 1998-2003

Kondisi perkembangan produktivitas gula setelah program Bongkar Ratoon ratoon Tahun 1998-2003 mengalami peningkatan dengan nilai penggada sebesar 0,184 sedangkan produktivitas gula setelah program Bongkar Ratoon ratoon mengalami peningkatan dengan nilai pengganda sebesar 0,208 yang digambarkan sebagai berikut :

y = 4,2 + 0,184x R2 = 0,7573 -1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1998 1999 2000 2001 2002 PRODUKTIVITAS GULA (Ton/ Ha)

Linear

(PRODUKTIVITAS GULA (Ton/ Ha))

Gambar 13. Perkembangan Produksitivitas Gula Setelah Program Bongkar Ratoon di Propinsi Jawa Timur, Tahun 2003-2007

Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa produktivitas gula di Jawa Timur setelah program Bongkar Ratoon mengalami peningkatan yang cukup besar kondisi tersebut didukung adanya program Bongkar Ratoon yang juga didikuti oleh ada pengutan kelembagaan yang berupa penguatan modal (pinjaman) dan perbaikan varietas tebu yang diusahakan oleh petani melalui pembangunan kebun bibit yang pada akhirnya berdampak pada rendemen tebu yang dihasilkan.

Peningkatan produktivitas gula juga dipengaruhi oleh produktivitas kualitas tebangan mencakup kebersihan tebu dari daun-daun dan kotoran yang tersisa serta dalam tebangan. Hasil pengamatan

y = 5,364 + 0,208x R2 = 0,5027 -1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 2003 2004 2005 2006 2007 PRODUKTIVITAS GULA (Ton/ Ha)

Linear

(PRODUKTIVITAS GULA (Ton/ Ha))

peneliti menunjukkan bahwa mutu tebangan yang tidak bersih antara lain disebabkan oleh sistem tebang yang menggunakan sistem borongan berdasarkan bobot tebu. Sebagai akibatnya, penebang berusaha mencapai bobot tebu yang maksimal dengan mengabaikan mutu tebang.

Peningkatan produktivitas gula selain dipengaruhi langusng oleh rendemen juga disebabkan oleh masa tebang yang tidak optimal. Masa tebang optimal dicapai pada umur tebu 12−13 bulan. Masa tebang yang tidak optimal antara lain berkaitan dengan kurang terintegrasinya perencanaan tanam, tebang, serta kapasitas pabrik. Sebagai akibatnya, terjadi persaingan antara petani, pedagang atau petani besar, dan PG untuk memperoleh masa tebang optimal. Keterbatasan kapasitas pabrik dan kurang terintegrasinya perencanaan waktu tanam dan waktu tebang mengakibatkan tidak semua tebu dapat ditebang pada saat umur optimal atau rendemennya maksimal. Situasi ini sering menimbulkan masalah, baik antara petani dengan PG maupun di antara petani sendiri dalam memperebutkan masa tebang optimal.

Dampak program Bongkar Ratoon terhadap perbedaan perkembangan luas areal giling, produksi tebu, produksi gula, rendemen, produktivitas tebu dan produktivitas gula di Jawa Timur dalam penelitian ini juga digambarkan melalui uji t seperti pada tabel berikut :

Tabel 7. Hasil Uji-t

No Perbandingan Uji - t Sig

1

luas areal giling sebelum dan

sesudah program 3,406 0,027

2

produksi tebu sebelum dan

sesudah program 3,782 0,019

3

produksi gula sebelum dan

sesudah program 6,205 0,003

4

rendemen sebelum dan

sesudah program 3,273 0,031

5

produktivitas tebu sebelum dan

sesudah program 6,682 0,003

6

produktivitas gula sebelum dan

sesudah program 5,783 0,004

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara perkembangan luas areal giling, produksi tebu, produksi gula, rendemen, produktivitas tebu dan produktivitas gula yaitu bahwa perkembangan yang terjadi mengarah pada peningkatan. Kondisi tersebut terlihat bahwa nilai t semuanya positif dan mempunyai nilai Sig < 0,05

Dampak program Bongkar Ratoon terhadap keragaan Pabrik Gula di Jawa Timur nampak bahwa sejak program dilaksanakan pada tahun 2003 maka hasil panen tahun 2004 mulai terjadi peningkatan baik dari sisi luas areal giling, produksi tebu, produktivitas tebu, rendemen, produksi gula , produktivitas gula. Semua terlihat pada data dan grafik diatas, hasil menunjukkan bahwa terjadi trend kenaikan mulai dari luas areal, produksi gula, produktivitas gula, rendemen produksi gula dan produktivitas gula.

Pada tahun 2006 sempat terjadi penurunan produksi tebu dan produktivitas tebu hal ini disebabkan kemarau yang panjang sehingga terjadi kekeringan dan pembungaan awal yang berpengaruh pada bobot tebu.

Dari hasil analisis dan pembahasan sebelumnya maka untuk mendukung keberhasilan program Bongkar Ratoon di Jawa Timur antara lain :

1. Pembangunan Kebun Bibit yang lebih efisien untuk menghasilkan bibit yang dapat dijangkau oleh daya beli petani yang pada umumnya mempunyai kemampuan modal rendah.

2. Pengembangan manajemen koperasi APTR yang dapat mendukung peningkatan penggunaan sarana dan prasarana dalam mendukung penyediaan kebutuhan petani dengan cukup agar tidak terdapat para spekulan untuk memanfaatkan kondisi dalam tujuan memperoleh keuntungan yang besar. Sehingga diharapkan harga dari saprodi yang ada di daerah untuk pemenuhan kebutuhan petani berada dalam kontrol pemerintah. Seperti yang terjadi pada harga pupuk

Dokumen terkait