• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Terhadap Sektoral dan Makroekonom

DAFTAR PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN

4.1. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Terhadap Sektoral dan Makroekonom

Redistribusi kepemilikan lahan dari tiga jenis kategori rumah tangga (pengusaha pertanian besar, pengusaha golongan atas pedesaan dan pengusaha

golongan atas perkotaan) kepada kelompok rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil pertama-tama mengakibatkan adanya perubahan kepemilkan lahan diantara kelima kelompok rumah tangga tersebut. Dengan asumsi bahwa modal (dalam hal ini lahan) bersifat specific industry maka perubahan kepemilikan ini pada awalnya tidak akan mempengaruhi struktur produksi karena masing-masing rumah tangga tidak bisa mengalihkan peruntukan penggunaan lahan dari suatu sektor ke sektor yang lainnya. Sebagai contoh: lahan yang digunakan untuk memproduksi padi tidak bisa dialihkan untuk menanam karet atau tanaman pertanian lainnya. Adapun dampak yang diakibatkan dari perubahan struktur kepemilikan lahan ini adalah terjadinya perubahan distribusi pendapatan dari sewa lahan yang awalnya dinikmati oleh tiga kelompok rumah tangga golongan atas dan kini dinikmati oleh kelompok buruh tani dan pengusaha pertanian kecil. Perubahan distribusi pendapatan sebagai akibat adanya kegiatan redistribusi lahandapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan pendapatan per kelompok rumah tangga sebagai akibat simulasi kebijakan redistribusi lahandi Indonesia

Kelompok rumah tangga

Pendapatan Kondisi awal ( dalam milyar

Rp.) Pendapatan Hasil Simulasi ( dalam milyar Rp.) Perubahan (%) Buruh pertanian 176 433 198 691 12.62

Pengusaha pertanian kecil 344 579 375 898 9.09 Pengusaha pertanian menengah 194 684 196 576 0.97 Pengusaha pertanian atas 190 948 189 918 -0.54 Golongan bawah perdesaan 493 413 493 551 0.03 Bukan angkatan kerja perdesaan 172 862 173 650 0.46 Golongan atas perdesaan 467 649 448 270 -4.14 Golongan bawah perkotaan 709 284 712 467 0.45 Bukan angkatan kerja perkotaan 243 502 247 380 1.59 Golongan atas perkotaan 826 478 812 255 -1.72 Sumber: Olahan penulis menggunakan model CGE

Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang mengalami penurunan tingkat pendapatan adalah kelompok rumah tangga pengusaha pertanian atas, golongan atas perdesaan serta golongan atas perkotaan. Hal ini diakibatkan karena kepemilikan lahan kelompok masyarakat tersebut berkurang dan disitribusikan kepada kelompok rumah tangga yang lain. Berkurangnya kepemilikan lahan yang mereka kuasai berdampak pada penerimaan dari sewa lahan berkurang dan pada akhirnya mengakibatkan pendapatan kelompok rumah tangga tersebut berkurang. Adapun untuk kelompok rumah tangga yang

mengalami kenaikan pendapatan bisa diakibatkan oleh dua hal, pertama karena kenaikan kepemilikan lahan dan kedua diakibatkan karena kenaikan tingkat upah dan sewa kapital.

Rumah tangga buruh pertanian dan pengusaha pertanian kecil mengalami kenaikan pendapatan sebagai akibat dari bertambahnya jumlah lahan yang dimiliki. Dalam hal ini kedua kelompok masyarakat tersebut merupakan “objek

reforma agraria” yang memperoleh manfaat secara langsung dari kebijakan

reforma agraria. Adapun pengusaha pertanian menengah golongan bawah

perdesaan bukan angkatan kerja perdesaan golongan bawah perkotaan serta bukan angkatan kerja perkotaan mengalami kenaikan pendapatan sebagai dampak dari peningkatan upah dan sewa kapital.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa tingkat upah harga sewa modal dan harga sewa lahan mengalami perubahan yang sangat beragam. Dengan asumsi bahwa semua faktor produksi bersifat specific industry maka perubahan upah harga sewa modal dan lahan akan memiliki tingkat harga yang berbeda di setiap sektor. Perubahan harga setiap faktor produksi secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 6. Adanya perbedaan perubahan harga dari setiap faktor produksi diakibatkan oleh adanya perbedaan intensitas penggunaan dari masing-masing faktor dalam setiap sektor perekonomian. Dalam hal ini seiring dengan adanya perubahan jumlah barang yang diproduksi oleh setiap sektor seperti yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Tabel 6 Perubahan harga sewa modal, sewa lahan dan upah sebagai dampak dilaksanakannya redistribusi lahandi Indonesia (dalam %)

Sektor Produksi Perubahan harga sewa modal

Perubahan harga sewa lahan

Perubahan upah komposit tenaga kerja

Pertanian Tanaman Pangan 2.31 1.9 2.20

Pertanian Tanaman Lainnya 2.60 3.32 2.10

Peternakan dan Hasil- hasilnya

2.21 1.06 2.00

Kehutanan dan Perburuan 5.61 4.74 1.60

Perikanan 3.21 2.63 2.10

Pertambangan 0.20 - - 0.60

Industri Makanan Minuman dan Tembakau

0.90 - - 0.60

Industri Lainnya 0 - - 0.60

Jasa Swasta - 0.30 - - 0.60

Sektor Lainnya - 3.53 - - 0.60

Perubahan dinamika pendapatan dari masing-masing kelompok rumah tangga selanjutnya mengakibatkan perubahan komposisi konsumsi dari berbagai komoditas. Perubahan ini terjadi karena setiap kelompok rumah tangga memiliki pola konsumsi yang berbeda. Misalnya kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah proporsi pengeluaran terbesar mereka adalah untuk barang- barang berupa kebutuhan pokok sehingga ketika pendapatan kelompok rumah tangga ini mengalami perubahan maka konsumsi dari barang-barang kebutuhan pokok akan mengalami perubahan yang sangat besar. Perubahan pola konsumsi masyarakat ini selanjutnya akan mengakibatkan perubahan permintaan pada setiap komoditas yang ada. Perubahan komposisi permintaan barang dari setiap sektor yang terjadi sebagai akibat adanya kebijakan reforma agraria ditunjukkan secara lengkap pada Tabel 7.

Tabel 7 Perubahan komposisi permintaan barang setiap sektor sebagai akibat kebijakan redistribusi lahandi Indonesia

Sektor Permintaan Kondisi awal ( dalam milyar Rp.)

Permintaan Hasil Simulasi ( dalam milyar Rp.)

Perubahan (%) Pertanian Tanaman Pangan 504 389 505 283 0.177 Pertanian Tanaman Lainnya 190 255 191 285 0.542 Peternakan dan Hasil-hasilnya 268 949 270 035 0.404

Kehutanan dan Perburuan 52 284 52 713 0.822

Perikanan 178 722 179 338 0.345

Pertambangan 583 942 584 777 0.143

Industri Makanan Minuman dan Tembakau

806 011 812 713 0.832

Industri Lainnya 2 803 083 2 805 020 0.069

Jasa Swasta 4 161 800 4 165 754 0.095

Sektor Lainnya 483 316 466 573 - 3.464

Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE

Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir semua sektor yang mengalami kenaikan permintaan dan disisi lain terdapat pula beberapa sektor yang mengalami penurunan permintaan yaitu sektor lainnya. Kenaikan dan penurunan permintaan dari masing-masing sektor bisa dijelaskan dengan melihat proporsi tingkat konsumsi dari masing-masing kelompok rumah tangga yang ada. Sektor-sektor yang mengalami kenaikan permintaan merupakan barang kebutuhan pokok yang merupakan kelompok barang yang banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat

golongan rendah. Dalam penelitian ini kelompok masyarakat tersebut mengalami kenaikan tingkat pendapatan sebagai akibat adanya kebijakan redistribusi lahan. Adapun sektor yang mengalami penurunan output merupakan sektor dengan karakteristik barang mewah yang banyak dikonsumsi oleh kelompok rumah tangga golongan atas yang pada penelitian ini mengalami penurunan tingkat pendapatan.

Perubahan permintaan yang terjadi pada barang di setiap sektor selanjutnya akan mempengaruhi harga keseimbangan di pasar. Perubahan harga barang yang terjadi di setiap sektor ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perubahan harga beli barang di tingkat konsumen sebagai akibat kebijakan redistribusi lahandi Indonesia

Sektor Perubahan harga beli barang di tingkat konsumen (%)

Pertanian Tanaman Pangan 1.46

Pertanian Tanaman Lainnya 1.43

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.05

Kehutanan dan Perburuan 2.70

Perikanan 1.62

Pertambangan -

Industri Makanan Minuman dan Tembakau 0.67

Industri Lainnya - 0.16

Jasa Swasta - 0.20

Sektor Lainnya - 0.60

Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE

Perubahan yang terjadi pada tingkat harga dipasar selanjutnya akan direspon oleh perusahaan untuk merubah kombinasi output yang dihasilkan-nya guna memenuhi permintaan yang ada. Perubahan tingkat output yang dihasilkan oleh masing-masing sektor produksi dapat ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Perubahan tingkat output masing-masing sektor produksi sebagai akibat kebijakan redistribusi lahan di Indonesia

Sektor Produksi Total Produksi Kondisi awal (dalam milyar Rp.) Total Produksi Hasil Simulasi ( dalam milyar Rp.) Perubahan (%) Pertanian Tanaman Pangan 467 277 467 981 0.15 Pertanian Tanaman Lainnya 202 314 203 226 0.45 Peternakan dan Hasil-hasilnya 265 012 265 905 0.34

Kehutanan dan Perburuan 52 215 52 592 0.72

Perikanan 182 344 182 923 0.32

Pertambangan 692 273 692 560 0.04

Industri Makanan Minuman dan Tembakau

952 848 956 808 0.42

Industri Lainnya 2 764 649 2 769 478 0.17

Jasa Swasta 4 106 180 4 111 050 0.12

Sektor Lainnya 490 638 473950 -3.40

Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE

Tabel 9 menunjukan bahwa hampir semua sektor (kecuali sektor lainnya) mengalami kenaikan total output. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan permintaan seperti halnya yang telah dibahas pada bagian sebelumnya serta sebagai respon dari adanya perubahan harga. Namun demikian dengan membandingkan antara Tabel 7 dan Tabel 9 maka perubahan yang terjadi pada permintaan tidak sama dengan perubahan pada total produksi barang dan jasa yang terjadi. Adanya perbedaan ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan perubahan dari nilai ekspor dan impor yang terjadi.

Dengan mengasumsikan bahwa Indoensia sebagai Negara kecil terbuka maka Indonesia bertindak sebagai penerima harga sehingga dalam model ini tingkat harga ekspor dan impor diasumsikan tetap. Adanya perubahan harga di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga relatif antara di dalam negeri dengan harga internasional dan selanjutnya akan mengakibatkan perubahan daya saing barang yang bersangkutan di pasar internasional. Barang-barang yang mengalami kenaikan tingkat harga secara relatif mengalami penurunan daya saing dibanding barang-barang di luar negeri sehingga nilai ekspor dari barang-barang kelompok ini akan mengalami penurunan dan sebaliknya nilai impornya akan mengalami kenaikan. Adapun perubahan nilai ekspor dan impor barang setiap sektor yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Perubahan nilai ekspor dan impor setiap sektor akibat kebijakan redistribusi lahandiIndonesia (dalam%)

Sektor Produksi Perubahan Nilai Ekspor Perubahan Nilai Impor

Pertanian Tanaman Pangan -0.38 0.47

Pertanian Tanaman Lainnya -0.03 0.94

Peternakan dan Hasil-hasilnya -0.42 4.03

Kehutanan dan Perburuan -0.98 7.84

Perikanan -0.85 2.51

Pertambangan 0.02 0.42

Industri Makanan Minuman dan Tembakau -0.42 2.98

Industri Lainnya 0.19 -0.12

Jasa Swasta 0.19 -0.40

Sektor Lainnya -2.78 -4.58

Sumber : Olahan penulis menggunakan model CGE

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur perekonomian Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada akhirnya mempengaruhi kondisi makro ekonomi. Indikator utama yang sering menjadi tolak ukur kondisi makro ekonomi adalah produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan hasil simulasi diperoleh bahwa dengan adanya kebijakan reforma agraria maka PDB Indonesia dapat meningkat dengan kisaran 0.45%. Selain PDB indikator makro yang seringkali menjadi pusat perhatian adalah indeks harga konsumen. Hasil simulasi menunjukan bahwa reforma agraria dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga konsumen yang ditunjukkan dengan adanya inflasi sebesar 0.30%.

4.2. Dampak Simulasi Kebijakan Redistribusi Lahan Plus Terhadap

Dokumen terkait