• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka .1 Otonomi Daerah .1 Otonomi Daerah

2.1.4 Dana Perimbangan

Menurut (Halim, 2002) dijelaskan bahwa Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan dipisahkan menjadi lima jenis, yaitu:

1. Bagi Hasil Pajak, terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan pasal 21.

2. Bagi Hasil Bukan Pajak, terdiri atas Provisi Sumber Daya Hutan

(PSDH), pemberian hak atas tanah negara, landrent, dan penerimaan dari iuran eksplorasi.

3. Dana Alokasi Umum

DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Estimasi untuk perhitungan anggaran DAU dihitung berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 dan PP No. 104 Tahun 2000.

4. Dana Alokasi Khusus

DAK adalah dana yang bersal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.

5. Dana Darurat, terdiri atas Dana Kontingensi. Dana Kontingensi

yaitu dana yang disisihkan dari pendapatan bersih untuk menutup biaya tidak terduga atau tidak diharapkan.

2.1.4.1 Dana Bagi Hasil

Berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 20 : “ Dana Bagi Hasil (DBH) adalah

dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Menurut Widarnarto (2015) dana bagi hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan angka presentase tertentu didasarkan atas daerah penghasil untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin atau daerah penghasil yang disalurkan berdasarkan bagian daerah pada realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Dana Bagi Hasil Pajak terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan, Dana Bagi Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan. Sedangkan Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam terdiri dari Dana Bagi Hasil Kehutanan, Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum, Dana Bagi Hasil Perikanan, Dana Bagi

Hasil Pertambangan Minyak Bumi, Dana Bagi Hasil Pertambangan Gas Bumi, Dana Bagi Hasil Pertambangan Panas Bumi

2.1.4.2 Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum merupakan komponen dari dana perimbangan yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Definisi dari DAU dapat diartikan sebagai berikut (Sidik, 2003) : 1. Salah satu komponen dana perimbangan pada APDN yang

pengalokasikannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal yaitu selisih antar kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal

2. instrument untuk mengatasi horizontal imbalance yang dialokasikan dengan tujuan peningkatan kemampuan keuangan antara daerah dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

3. Equalization grant, berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak, dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah otonomi dan pembangunan daerah.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dana alokasi umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

a. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

b. PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana alokasi umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhannya fiskalnya kecil akan memperoleh Dana alokasi umum yang relatisf kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh dana alokasi umum relative besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai (Halim,2009).

Halim (2009) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang kurang dapat digali oleh pemerintah daerah. Untuk menanggulani ketimpangan tersebut, pemerintah pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih

tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya begitu juga sebaliknya.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Prakosa, 2004):

a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.

b. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10 % dan 90 % dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. DAU untuk suatu kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

2.1.4.3 Dana Alokasi Khusus

Dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan pasal 19 ayat 1 PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, disebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaksudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersedian

dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun. DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening kas umum Negara ke rekening kas umum daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD (Listiorini, 2011). DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. DAK ini digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih. Menurut Ndadari dan Adi (2008) DAK ini bisa disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kuliatas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik.

Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 tahun. DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal oleh pemerintah daerah. Belanja modal kemudian digunakan untuk menyediakan aset tetap. Menurut Abdullah dan halim (2004) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemda.

Dokumen terkait