• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.5. Dana Swadaya Masyarakat

Dana swadaya masyarakat adalah dana yang bersumber dari swadaya masyarakat yang bertujuan memberikan keluasaan pada masyarakat berperan aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk dana tunai maupun berbentuk barang merupakan keberhasilan program ini. Karena kegiatan ini di laksanakan oleh masyarakat untuk masyarakat dan bermanfaat untuk masyarakat luas.

Besarnya dana masyarakat dalam program ini di sesuaikan minimal 30 % dari kegiatan program baik kegiatan infrastruktur maupun kegiatan yang berbentuk sosial.

2.1.6. Pengawasan

Pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitas, tidak bisa lepas dari anggaran pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2002), yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat.

Pelaporan dan Pertanggung jawaban Dana APBN dan APBD Sesuai PMK 168/PMK.07/2009 Pasal 16, 17 dan 18 adalah :

1. SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan Dana APBN dan APBD wajib menyusun Laporan Keuangan berupa:

• Neraca

• Laporan Realisasi Anggaran dan

• Catatan atas Laporan Keuangan

2. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan APBN mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

3. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan APBD mengacu ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

4. Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan APBD dalam Laporan Pertanggungjawaban APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas APBN dan APBD.

Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Kenis (1979) menyatakan bahwa penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan spesifik. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki.

Kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah dalam menyusun anggaran untuk mencapai target-target anggaran yang telah ditetapkan. Komitmen yang tinggi dari aparat pemerintah daerah akan berimplikasi pada komitmen untuk bertanggung-jawab terhadap penyusunan anggaran tersebut. Dengan demikian, semakin jelas sasaran anggaran aparat pemerintah daerah dan dengan didorong oleh komitmen yang tinggi, akan mengurangi kesenjangan anggaran pemerintah daerah. Berdasarkan uraian di atas, disusun hipotesis dalam konteks pemerintah daerah, sebagai berikut: semakin tinggi kesesuaian kejelasan sasaran anggaran dengan komitmen organisasi, semakin rendah senjangan anggaran instansi pemerintah daerah

Pengawasan dan Pengendalian Dana APBN dan APBD Menurut PMK 168/PMK.07/2009 Pasal 23 yaitu :

1. TKPK Nasional melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian terhadap efektivitas pelaksanaan urusan bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan paling kurang setiap 3 (tiga) bulan sekali.

2. Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian atas efektivitas pengelolaan kegiatan urusan bersama untuk Penanggulangan Kemiskinan.

3. Menteri Keuangan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaporan keuangan APBN.

4. Kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaporan keuangan APBD.

5. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan APBN dan APBD

Indikator keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan ini menjadi rujukan bagi semua pihak dalam menilai capaian dampak maupun hasil program, baik Departemen Pekerjaan Umum sebagai Executing Agency, Pemerintah Pusat dan Daerah, Masyarakat dan Lembaga Donor serta para pihak lainnya, Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan (2010) dapat di lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2.6 Indikator Keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan

Tujuan Akhir Indikator Dampak Kegunaan dari Informasi Dampak Masyarakat miskin di lokasi PNPM Perkotaan mendapat manfaat dari perbaikan sosial ekonomi dan tata pemerintahan

setempat

•Peningkatan angka pengeluaran keluarga atau perbaikan akses ke pelayanan ekonomi dan sosial 80 % kelurahan •Prasarana lebih murah 20 % di bandingkan

dengan di bangun pola yang tidak bertumpu pada masyarakat, di 80 % Kelurahan

•Tingkat kepuasan Pemanfaatan terhadap perbaikan pelayanan dan tata pemerintahan setempat mencapai 80 %

Menetapkan apakah PNPM memberikan dampak kesejahteraan sosial dan ekonomi sesuai dengan yang di harapkan.

Hasil Antara Indikator Hasil Kegunaan Pemantauan Hasil Komponen I: a. Masyarakat yang terorganisasi dengan kebutuhan yang meningkat untuk menyuarakan pendapatnya b. Pemerintah Kab/Kota menyediakan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat miskin

•Min 40% tingkat kehadiran kaum miskin dan rentan dalam pertemuan 2 perencanaan dan pengambilan keputusan

•Min 40% tingkat kehadiran perempuan dalam pertemuan 2 perencanaan dan pengambilan keputusan

•Min 30% penduduk dewasa mengikuti pemilihan LKM di tingkat RT/komunitas basis

•LKM terbentuk di Min 90% kelurahan •Min 90% dari kelurahan telah

menyelesaikan PJM Pronangkis dan telah diratifikasi dalam musyawarah warga

•Min 80% Pemerintah Kab/Kota menyediakan dana pendukung 20% untuk Pemkot/Kab dengan kapasitas fiskal rendah dan 50% untuk Pemkot/kab dengan fiskal sedang, tinggi dan sangat tinggi.

•Menilai apakah rancangan pembentukan LKM dan PJM Pronangkis perlu diperbaiki. •Menetapkan bilamana proses

pemilihan LKM dan sosialisasi perlu diperbaiki.

Komponen II:

LKM menyediakan layanan yang terbaik untuk masyarakat miskin

•Jumlah dari setiap prasarana, ekonomi dan sosial diselesaikan di 80 % kelurahan •Min 70% dari prasarana memiliki kwalitas

baik

•Min 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki pinjaman beresiko (LAR) > `3d 3 bulan < 10 %

•Min 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki pendapatan rasio pendapatan dan biaya > 125%

•Min 90% kelurahan dengan dana bergulir dengan tingkat pengembalian modal tahunan > 10%

•Min 30% anggota KSM adalah perempuan

Menentukan apakah dibutuhkan tambahan bantuan teknik di bidang tertentu.

Komponen III: Konsultan

menyediakan bantuan teknik dan dukungan dalam pelaksanaan proyek.

90% KMW menyediakan data secara akurat dan tepat waktu melalui SIM

70% LKM telah meyelesaikan Audit keuangan tahunan

•Menilai apakah bantuan teknik dan dukungan pelaksanaan perlu diperbaiki/ditingkatkan

•Menyediakandata yang akurat tepat waktu untuk pengambilan keputusan di tingkat manajemen.

2.2.7. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

 Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

 Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

 Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat atau negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia ( kira - kira 2000 - 2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28 % pada 1990 menjadi 21 % pada 2001. Melihat pada periode 1981 - 2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di negara bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

 Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.

 Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.

 Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar

 Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi

 Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

A. Jenis - jenis Kemiskinan

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute:

1) Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.

2) Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

B. Faktor - faktor penyebab kemiskinan

Tidak sulit mencari faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan.

C. Kebijakan Kemiskinan

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.

Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni : 1. Pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan 2. Pemerintahan yang baik (good governance)

3. Pembangunan social

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :

a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi perdesaan

b. Intervensi jangka menengah dan panjang  Pembangunan sektor swasta

 Kerjasama regional  APBN dan administrasi  Desentralisasi

 Pendidikan dan Kesehatan

 Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara - negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia.

Program PNPM memahami kemuiskinan adalah akibat dan akar penyebab kemiskinan yang sebenarnya adalah kondisi masyarakat utamanya para pemimpin yang belum berdaya sehingga tidak mampu menerapkan nilai – nilai luhur dalam setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.2.7 :

Penyebab tingkat 4 atau gejala kemiskinan

Penyebab tingkat 3

Penyebab Tingkat 2

Penyebab Tingkat 1

Gambar 2.2.7

Program PNPM Mandiri Perkotaan Memahami Tentang Kemiskinan

KEMISKINAN

Tidak memiliki akses ke sistem politik yang akomodatif Tidak, transparan, tidak partisipatif,tidak akuntabel, demokrasi semu berorintasi kepentingan pribadi dan kelompok , dominasi elite dll.

Tidak memiliki akses ke lingkungan permukiman yang layak. Pencemaran dan kerusakan alam, permukiman kumuh, tinggal dikawasan Ilegal, tidak berorientasipada pembangunan yang berkelanjutan dsb.

Rendahnya Kapital Sosial

Kehidupan Sosial yang segregatif,pudarnya solidaritas sosial, proses marginalisasi, SDM rendah, pendidikan tidak memadai, penggangguran,budaya miskin. dsb

Tidak memiliki Akses Ke peluang & sumber daya ekonomi Tidak ada kesempatan, keterampilan rendah, masih sulit akses ke sumber daya kunci dan permodalan, tidak membangun jiwa kewirausahaan.

Kebijakan dan Keputusan – Keputusan yang Tidak Adil

Institusi Pengambilan Keputusan Tidak Mampu Menerapkan Nilai – Nilai luhur

Lunturnya nilai –nilai luhur universal ( jujur, adil, ikhlas, tanpa pamrih, dll) dari pada perilaku pengambilan keputusan di berbagai tingkat.

Tujuan Pembangunan Milenium sejumlah target yang ditetapkan untuk beberapa dimensi utama kelaparan kemiskinan, akses ke air minum, penghasilan harian, kematian ibu, pendidikan dan berbagai prioritas atau lainnya (UN GA, 2000 : Bank Dunia, 2005). Program dilaksanakan berdasarkan kerangka acuan yang menjelaskan antara lain pendekatan dan metodologi pelaksanaan, menguraikan secara ringkas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka mendukung implementasi program yang bersangkutan, indikator-indikator keberhasilan program, serta penanggungjawabnya.

2.2.7.1. Mengentaskan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan

Pada tingkat nasional, dengan usaha yang lebih keras, indonesia akan dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada tahun 2015. Meskipun begitu, masih terdapat perbedaan antara daerah kaya dan miskin. Banyak daerah miskin di perdesaan, terutama wilayah timur indonesia yang memerlukan kerja keras untuk mencapai target menggurangi kemiskinan dan kelaparan.

2.2.7.2. Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Pemerintah indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan merancang program wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 9 tahun berfokus pada peningkatan akses dan memperluas kesempatan belajar kepada seluruh anak usia sekolah, terutama yang berada di daerah miskin dan daerah perdalaman. 2.2.7.3. Mendukung kesetaraan gender dan memperdayakan perempuan

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di sektor non pertanian dan kesetaraan imbalan. Aspek kesetaraan

perempuan merupakan langkah untuk mencapai tujuan MDG’s termasuk juga peningkatan keterwakilan perempuan dalam aspek politik dan ekonomi.

Meskipun Pasal 27 UUD 1945 menjamin kesetaraan hak bagi seluruh Indonesia laki – laki dan perempuan, cukup banyak ditemukan praktek – praktek yang justru mendiskriminasikan dan memicu terjadinya ketersenjangan, terutama di tingkat daerah. Hal ini mencakup implementasi peraturan daerah yang mengadung dualisme yang tidak sesuai dengan UUD 45.

2.2.7.4. Menguranggi tingkat kematian anak

Program ini merupakan bagian dari visi anak indonesia 2015 sebuah gerakan yang melibatkan masyarakat dari mulai pemerintah, sektor swasta, hingga akademisi dan balita. UU Nomor 23 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka.

Sepertiga kematian bayi di indonesia terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran, 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama. Penyebab utama kematian adalah infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare selain penyebab utama beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningtis), typus dan encephalitis juga sering menjadi penyebab kematian bayi. Target MDG’s adalah untuk meningkatkan propesi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan terutama untuk anak dan

2.2.7.5 Meningkatkan Kesehatan Ibu

Resiko Kematian ibu karena progres kelahiran di indonesia adalah 1 kematian dalam 65 kelahiran. Setiap tahun diperkirakan terjadi 20.000 kematian

ibu karena komplikasi sewaktu melahirkan dan selama kehamilan. Tingkat kematian ibu dihitung berdasarkan jumlah kematian setiap 100.000 kelahiran. 2.2.7.6 Menguranggi penyakit HIV / AIDS dan penyakit menular lainnya.

Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 2007, jumlah penderitanya terus meningkat. Hingga maret 2007 hampir 8.988 kasus AIDS dan 5.640 HIV yang dilaporkan. Diperkirakan lebih satu juta masyarakat indonesia akan terinfeksi pada tahun 2010.

2.2.7.7 Memastiakan kelestarian lingkungan

Mengurangi hingga setengahnya proposi masyarakat indonesia yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar. Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh PDAM ternyata tidak memenuhi prasyrat air minum yang aman yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan. Hal ini disebabkan oleh kualitas jaringan distribusi dan perawatan yang kemudian menyebabkan terjadinya kontaminasi.

Berdasarkan data terakhir yang tersedia, akses masyarakat secara umum terhadap fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampak sanitasi tidak menjadi prioritas utama pembangunan, baik tingkat nasional, regional, badan legislatif maupun sektor swasta. Hal ini tampak dari relatif kecilnya anggaran yang di sediakan untuk sanitasi.

2.2.7.8 Mengembangkan kemitraan untuk pembangunan

Dengan cara mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.

Dokumen terkait