PERKOTAAN (PNPM–MP)KOTAMEDAN
TESIS
Oleh
Muhammad Arief 117017033/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISISPENGARUHPEMANFAATANDANAPADAPROGRAM
NASIONALPEMBERDAYAANMASYARAKATMANDIRI
PERKOTAAN (PNPM–MP)KOTAMEDAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Muhammad Arief 117017033/Akt
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISISPENGARUHPEMANFAATANDANAPADAPROGRAM
NASIONALPEMBERDAYAANMASYARAKATMANDIRI
PERKOTAAN (PNPM–MP)KOTAMEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dana APBN, APBD, dan Dana Swadaya Masyarakat pada program PNPM – MP secara parsial dalam penanggulangan kemiskinan sehingga tercapainya target MDG’s 2015. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan yang terdiri atas 151 kelurahan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling dalam pengambilan sampel, dengan kelurahan yang menerima anggaran APBN dan APBD secara konsisten mulai tahun 2011. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 149 Kelurahan yang ada di Kota Medan. Data yang digunakan adalah Dana APBN, APBD, dan swadaya masyarakat dan jumlah penduduk miskin yang di gunakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan dalam program kemiskinan. Populasi yang akan digunakan di dalam penelitian ini menggunakan
data pooling, yaitu silang tempat (cross section). Variabel independen dalam penelitian ini adalah APBN, APBD, Dan Dana Swadaya Masyarakat serta Variabel Dependennya yaitu Kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Dana swadaya Masyarakat berpengaruh positif terhadap penanggulangan kemiskinan sedangkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah berpengaruh negatif terhadap penanggulangan kemiskinan.
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF FUND UTILIZATION ON THE URBAN INDEPENDENT COMMUNITY EMPOWERMENT NATIONAL
PROGRAM (PNPM-MP), THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
The aim of the research was to know the influence of APBN (National budget Revenues and Expenditure), APBD (Regional Budget Revenues and Expenditure), and community funds on PNPM-MP program partially in handling poverty in order that the MDG’s 2015 target can be achieved. The population was all 151 kelurahan of 21 subdistricts in Medan which have received APBN and APBD funds since 2011, and 149 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data comprised APBN, APBD, community funds, and the number of poor families used by PNPM Mandiri in the poverty handling program. The data of the population were gathered by using data pooling technique or cross section method. The independent variables comprised APBN, APBD, and community funds, while the dependent variable was poverty. The result of the research showed that APBN and community funds had positive influence on handling poverty, while APBD had negative influence on handling poverty.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembanding.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si. Ak., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
5. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., Selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Drs. Idhar Yahya, M.Si, Ak., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.
7. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak., selaku Anggota Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
8. Seluruh Fasilitator dan Konsultan Pemberdayaan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ( PNPM-MP) Kota Medan.
10.Staf/karyawan Sekretariat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dari sisi administrasi selama penulisan dan penyelesaian tesis ini.
11.Rekan–rekan mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara atas masukan dan saran yang diberikan.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.
Medan, April 2013 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
N a m a : Muhammad Arief
DATA PRIBADI
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 14 Nopember 1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Minang
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Garu II B No. 75 A Kelurahan Harjosari I
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
Nomor Telp : 0813 7845 0636
Nama Ayah : Azwar, SB.
Nama Ibu : Hj. Aminah.
Tahun 2011 – 2013 : S-2 Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Program Studi Ilmu Akuntansi, Medan. PENDIDIKAN
Tahun 2001 – 2006 : S-1 Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara, Program Studi Ilmu Akuntansi, Medan.
Tahun 1997 – 2000 : SMK Negeri 2, Medan.
Tahun 1994 – 1997 : SLTP Swasta Al-Ulum, Medan .
Tahun 1988 – 1994 : SD Swasta Al-Ulum, Medan.
Tahun 1987 – 1988 : TK Bustanul Athfal, Medan.
Tahun 2010 – Sekarang : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perkotaan ( PNPM-MP ). PENGALAMAN KERJA
Tahun 2009 – 2010 : PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Tahun 2008 – 2009 : PT. Bussan Auto Finance.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 12
1.3Tujuan Penelitian ... 13
1.4Manfaat Penelitian ... 13
1.5Originalitas ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1 Review Peneliti Terdahulu ... 16
2.2 Landasan Teori ... 20
2.2.1 Alokasi Dana ... 20
2.2.2 Perencanaan dan Anggaran ... 21
2.2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ... 25
2.2.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 29
2.2.5 Dana Swadaya Masyarakat ... 31
2.2.6 Pengawasan ... 31
2.2.7 Kemiskinan ... 36
2.2.7.1 Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan ... 42
2.2.7.2 Mencapai penidikan dasar untuk semua ... 42
2.2.7.3 Mendukung kesetaraan gender ... 42
2.2.7.4 Menggurangi tingkat kematian anak ... 43
2.2.7.5 Meningkatkan kesehatan ibu ... 43
2.2.7.6 Mengurangi penyakit HIV/AIDS ... 44
2.2.7.7 Memastikan kelestarian lingkungan ... 44
2.2.7.8 Mengembangkan kemitraan untuk pembangunan ... 44
2.2.8. Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ... 45
2.2.9. Prinsip-prinsip Pendanaan UB APBN dan APBD ... 45
2.2.10. Karakteristik Pendanaan Urusan Bersama ... 49
2.2.11. Dasar Hukum Pendanaan Urusan Bersama ... 49
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 51
3.1 Kerangka Konsep ... 51
BAB IV METODE PENELITIAN ... 55
4.1 Jenis Penelitian ... 55
4.2 Lokasi Penelitian ... 55
4.3 Populasi dan Sampel ... 55
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 56
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 56
4.5.1. Kemiskinan ... 57
4.5.2. APBN ... 58
4.5.3. APBD ... 59
4.5.4. Dana Swadaya Masyarakat ... 59
4.6 Metode Analisis Data ... 61
4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 61
4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 64
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 66
5.1 Analisa Hasil Penelitian ... 66
5.1.1. Uji Normalitas ... 67
5.1.2. Uji Multikolineritas ... 70
5.1.3. Autokorelasi ... 71
5.1.4. Pengujian Hipotesis ... 71
5.1.4.1. Uji t ... 71
5.1.4.2. Uji F ... 72
5.1.4.3. Uji R2 ... 73
5.2 Pembahasan ... 159
5.3 Evaluasi dan Kebijakan ... 160
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 163
6.1 Kesimpulan ... 163
6.2 Keterbatasan ... 164
6.3 Saran ... 164
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin . ... 9
2.2 Theoritical Mapping. ... 19
2.1.1 Distribusi Alokasi Dana BLM per Kelurahan. ... 21
2.2.2 Proses Perencanaan dan Penganggaran Dana APBN. ... 23
2.2.6 Indikator Keberhasilan. ... 35
4.3 Pengambilan Sampel. ... 56
4.5.4 Realisasi Dana PNPM . ... 59
4.5 Definisi Operasional & Pengukuran Variabel... 60
5.1.1.1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 68
5.1.1.2 Coefficients ... 71
5.1.2.1 Metode Korelasi ... 70
5.1.2.2 Metode uji VIF / Tolerance ... 70
5.1.4.1 Uji t ... 71
5.1.4.2 Uji F ... 72
5.1.4.3 Uji R2 ... 73
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1.1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kota Medan ... 9
1.1.2 Realisasi Dana PNPM Kota Medan ... 10
2.2.2 Siklus Perencanaan PNPM hubungan dengan APBN dan APBD ... 24
2.2.7 Siklus Perencanaan PNPM MP Memahami Tentang Kemiskinan ... 41
2.2.9 Sumber Pendanaan Urusan Bersama ... 46
2.2.10 Karakteristik Pendanaan Urusan Bersama ... 49
3.1. Kerangka Konsep. ... 51
5.3 Dana APBN, APBD, Swadaya dan Penduduk Miskin Kota Medan ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Dana APBN, APBD, Swadaya dan Penduduk Miskin ... 170
2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 179
3 Uji Multikolineritas, Autokorelasi dan Pengujian Hipotesis ... 180
ANALISISPENGARUHPEMANFAATANDANAPADAPROGRAM
NASIONALPEMBERDAYAANMASYARAKATMANDIRI
PERKOTAAN (PNPM–MP)KOTAMEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dana APBN, APBD, dan Dana Swadaya Masyarakat pada program PNPM – MP secara parsial dalam penanggulangan kemiskinan sehingga tercapainya target MDG’s 2015. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan yang terdiri atas 151 kelurahan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling dalam pengambilan sampel, dengan kelurahan yang menerima anggaran APBN dan APBD secara konsisten mulai tahun 2011. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 149 Kelurahan yang ada di Kota Medan. Data yang digunakan adalah Dana APBN, APBD, dan swadaya masyarakat dan jumlah penduduk miskin yang di gunakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan dalam program kemiskinan. Populasi yang akan digunakan di dalam penelitian ini menggunakan
data pooling, yaitu silang tempat (cross section). Variabel independen dalam penelitian ini adalah APBN, APBD, Dan Dana Swadaya Masyarakat serta Variabel Dependennya yaitu Kemiskinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Dana swadaya Masyarakat berpengaruh positif terhadap penanggulangan kemiskinan sedangkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah berpengaruh negatif terhadap penanggulangan kemiskinan.
THE ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF FUND UTILIZATION ON THE URBAN INDEPENDENT COMMUNITY EMPOWERMENT NATIONAL
PROGRAM (PNPM-MP), THE CITY OF MEDAN
ABSTRACT
The aim of the research was to know the influence of APBN (National budget Revenues and Expenditure), APBD (Regional Budget Revenues and Expenditure), and community funds on PNPM-MP program partially in handling poverty in order that the MDG’s 2015 target can be achieved. The population was all 151 kelurahan of 21 subdistricts in Medan which have received APBN and APBD funds since 2011, and 149 of them were used as the samples, using purposive sampling technique. The data comprised APBN, APBD, community funds, and the number of poor families used by PNPM Mandiri in the poverty handling program. The data of the population were gathered by using data pooling technique or cross section method. The independent variables comprised APBN, APBD, and community funds, while the dependent variable was poverty. The result of the research showed that APBN and community funds had positive influence on handling poverty, while APBD had negative influence on handling poverty.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk
ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi
fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar
lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang
jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.
Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan
hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran
permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial,
ekonomi, aset dan lain-lain.
Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang
terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih
dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah
pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini
dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang
benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan
berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan
publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk
Konsep pembangunan dijadikan dasar berbagai kebijakan dan alasan bagi
setiap tindakan pelaku. Hal ini karena adanya motivasi untuk mengejar masa
depan yang lebih baik, menurut kondisi dan cara masing-masing, hingga
melahirkan berbagai konsep pembangunan, antara lain: reconstruction,
modernization, westernization, social change, liberation, inovation serta national
building, yang implementasinya mengarah pada sebuah konsep keterbelakangan
(kemiskinan). Adapula pandangan yang mengatakan, keterbelakangan
(kemiskinan) dilihat dari kapasitas masyarakat yang tidak mampu mengumpulkan
modal, dimana ketergantungan ekonomi dapat pula menghasilkan kemiskinan.
Kemiskinan dapat berasal dari karakteristik orang-orang miskin itu sendiri, artinya
ada semacam budaya kemiskinan. Tetapi ada pula yang memandang bahwa orang
menjadi miskin karena dieksploitasi oleh kelompok dominan elit penguasa. Dari
berbagai pemikiran di atas menunjukkan, fenomena-fenomena kemiskinan belum
disentuh secara persepstif konfrehensif dan terkesan belum dilaksanakan secara
terpadu.
Dalam mencermati persoalan ini, intervensi pendidikan dan proses
pembelajaran, sangat penting dalam menjelajahi ‘benang merah’, yaitu usaha
bersikap transparan dan akuntabel, dengan mendekatkan diri pada orientasi
kemajuan. Sedangkan dari tinjauan psikologis, kemajuan tidak dapat dicapai
apabila pelaku pembangunan dalam kondisi internal yang laizes fair, sehingga
perlu pembelajaran kritis masyarakat agar cerdas, cakap, dan bermoral, selaku
subyek pembangunan.
Negara mempunyai kewajiban menanggulangi permasalahan kemiskinan,
seluruh rakyat. Pembangunan yang tidak mengubah kondisi kemiskinan akan
menyisakan masalah ekonomi, sosial dan politik. Usaha untuk melaksanakan
pembangunan nasional yang meliputi pembangunan daerah diperlukan adanya
perencanaan dan penyusunan yang lebih baik dan mantab, baik mengenai
sumber-sumber penerimaan maupun kondisi masyarakat setempat. Penanggulangan
kemiskinan menjadi penting karena kemiskinan akan menurunkan kualitas hidup
(quality of life) masyarakat, meningkatkan beban sosial ekonomi masyarakat,
menurunkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, mengurangi
partisipasi aktif masyarakat, menurunkan tingkat ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat, merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah dalam
hal pelayanan kepada masyarakat, dan kemungkinan merosotnya mutu generasi
yang akan datang Yudhoyono dan Harniati (2004).
Pengembangan kapasitas masyarakat pada hakikatnya merupakan usaha
meningkatkan kemampuan masyarakat itu sendiri, sehingga kegiatan tersebut
seharusnya mendapat dukungan dan peran serta aktif dari masyarakat itu sendiri.
Apabila masyarakat sebagai pihak yang paling berkepentingan belum memahami
secara betul makna dari pengembangan kapasitas itu sendiri dan tidak
memberikan tanggapan secara positif terhadap upaya-upaya pengembangan
kapasitas yang dilaksanakan maka bisa dipastikan upaya tersebut tidak akan
berdaya guna dan berhasil sesuai tujuan yang ingin dicapai. Ada empat tahapan
pemberdayaan di dalam masyarakat, yaitu tahap penyadaran, tahap pemahaman,
tahap pemanfaatan, dan tahap pembiasaan. Tahap pemberdayaan dimana
mengelola sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang berada di
penyadaran yaitu tahapan yang memberikan penyadaran kritis kepada masyarakat
tentang pembangunan di lingkungannya, Tahapan pemahaman yaitu tahapan yang
merubah paradigma tentang pembangunan dari masyarakat dan untuk masyarakat,
tahap pemanfaatan yaitu tahapan memanfaatkan sumber-sumber daya manusia
yang ada di masyarakat dan sumber daya lainnya. Tahap pembiasaan adalah
tahapan paling akhir dalam proses pemberdayaan, dimana masyarakat telah
terbiasa untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan di lingkungannya, karena
pada pada dasarnya hasil atau keluaran yang didapatkan adalah untuk kepentingan
mereka sendiri.
Tujuan pembangunan berisikan tujuan kuantitatif yang harus dicapai
dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan
pada tahun 2015. Tujuan ini di rumuskan dari “Deklarasi Milenium” dan
Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan pada september
2000. Kemiskinan telah menjadi agenda bersama setiap negara yang tergabung
dalam membangun komitmen tujuan pembangunan milenium (Millenium
Development Goals, MDGs). Sebagai salah satu anggota MDGs, Indonesia turut
terikat dengan komitmen ini Sukidjo (2009).
Delapan tujuan pembangunan milenium juga menjelaskan mengenai
tujuan pembangunan manusia, yang secara lansung dapat memberikan dampak
bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri
dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus di capai
Indonesia pada tahun 2015. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena program
menekankan pemberdayaan masyarakat agar masyarakat menjadi mandiri Sukidjo
(2009).
Perencanaan dalam pembangunan seringkali mengalami kegagalan,
menurut Kartasasmita (1997) bahwa salah satu penyebab kegagalan perencanaan
adalah karena perencanaan tidak memberikan kesempatan berkembangnya
kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh. Dengan demikian sistem
perencanaan yang diterapkan saat ini adalah perencanaan partisipatif. Namun
perencanaan partisipatif tidak mudah dilakukan karena berbagai hambatan. Salah
satu hambatan partisipasi adalah karena masyarakat tidak memiliki kemampuan
dan kekuasaan. Namun pemberian kekuasaan saja tidak ada artinya apabila tidak
diikuti peningkatan kapasitas untuk melakukannya.
Penanggulangan kemiskinan membutuhkan penanganan yang menyeluruh
dalam skala perwilayahan yang memadai yang memungkinkan ketidak paduan
antar pendekatan sektoral, perwilayahan dan partisipatif yang dalam hal ini di
pilih kecamatan sebagai lokus program yang mampu mempertemukan
perencanaan dari atas dan dari bawah.
Di tataran kecamatan inilah rencana pembangunan yang direncanakan oleh
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) bertemu dengan perencanaan dari
masyarakat dalam Musrembang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
kecamatan sehingga dapat digalang perencanaan pembangunan yang menyeluruh,
terpadu dan selaras waktu (synchrone). Dengan demikian PNPM Mandiri
Perkotaan akan menekan pemanfaatan Musrembang Kecamatan sebagai
forum LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) tingkat kecamatan menjadi
sangat vital.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka pendekatan atau upaya–
upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip–
prinsip pengelolahan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat
dengan :
a. Menggunakan kecamatan sebagai lokus program
b. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembanguanan pembangunan partisipatif
d. Mengunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai karakteristik
sosial dan geografis. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran,
kemandirian, keberlanjutan.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM
Mandiri Perkotaan) adalah kelanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (P2KP) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya
pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah
dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini berupaya
menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan
masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal
sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program
masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi
pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok
Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititik
beratkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam
‘melembagakan' dan ‘membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta
kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama
yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat.
Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok
masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya
antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan
yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan
sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk
masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif,
transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh
masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir
maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan
yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta
sarana dasar perumahan dan permukiman.
Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk
penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural,
khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta
dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat
dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses
pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan
proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif
di tiap kelurahan sasaran.
Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana
bantuan langsung masyarakat (BLM) Kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu
mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat
secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program
Penanggulangan Kemiskinan berpotensial sebagai “Gerakan Masyarakat” yakni:
dari, oleh dan untuk masyarakat.
Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai tahun
2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Oleh sebab itu mulai 2007,
PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dengan pencapaian sasaran Millenium Development
Goals (MDGs) sehingga tercapai pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di
tahun 2015.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target pertama
MDGs. Menurut data BPS jumlah penduduk miskin menurun dari 32,53 juta jiwa
pada 2009 menjadi 31,02 juta jiwa tahun 2010 dengan penurunan yaitu 1,51 juta
jiwa, Sedangkan tahun 2011 Sebesar 29,89 juta jiwa dan tahun 2012 sebesar 29,13
juta jiwa, hal ini tetap merupakan jumlah yang sangat tinggi. Pada tingkat
nasional, dengan usaha yang lebih keras, indonesia akan dapat mengurangi
Menurut data PNPM Kota Medan mencatat tahun 2010 jumlah penduduk
miskin mencapai 444.986 Jiwa atau sekitar 15,91% dari total 2.796.980 jiwa
penduduk Kota Medan, sedangkan tahun 2011 penduduk miskin mencapai
416.015 Jiwa atau 15,03% dari total penduduk 2.767.325 jiwa Data ini juga
menujukan bahwa tahun 2012 penduduk miskin Kota Medan berjumlah 322.609
jiwa dari 2.517.912 jiwa atau 12,81%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Tabel 1.1
Persentase Jumlah Penduduk Miskin Kota Medan
Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase %
2010
2.796.980
444.986 15,91
2011
2.767.325
416.015 15,03
2012
2.517.921
322.609 12,81
Sumber : PNPM-MP Kota Medan tahun 2010 sampai 2012
Gambar 1.1.1
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kota Medan Tahun 2010 - 2012
Sesuai Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009
Pedoman Pendanaan Urusan Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan
Kemiskinan yang bersumber Dana APBN, APBD dan Dana Swadaya Masyarakat
maka realisasi dana dari tahun 2010 sampai tahun 2012 untuk Kota Medan adalah
sebagai berikut:
Gambar 1.1.2
Realisasi Dana PNPM Kota Medan Tahun Anggaran 2010 – 2012
Sumber : APBN dan APBD dan Dana Swadaya Masyarakat PNPM Kota Medan TA. 2010 sampai 2012
Sebagai salah satu Program Inti adalah PNPM Mandiri, maka dasar hukum
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sama dan merujuk pada dasar
hukum PNPM Mandiri, sebagaimana ditetapkan dalam Pedoman Umum PNPM
Mandiri, Peraturan Presiden nomor. 13 tahun 2009 tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan Santoso (2011) mengungkapkan bahwa
Desentralisasi Fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan yang mempunyai
prinsip dan tujuan, antara lain untuk (1) menguranggi kesenjangan fiskal antara
fiscal imbalance), (2) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan
mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, (3) meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional, (4) tata kelola, transparan, dan
akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang
tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil dan (5) mendukung kesinambungan
fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
Dalam pengalokasian dana PNPM pemerintah dalam hal ini mengeluarkan
peraturan Menteri Keuangan sebagai pejabat wewenang anggaran dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang Indeks Fiskal dan
Kemiskinan Daerah Dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan bersama
Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan tahun Anggaran 2011 pada
Pasal (2) yang berbunyi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah digunakan untuk
perencanaan lokasi dan alokasi DUB serta penentuan besaran (persentase)
penyediaan DDUB oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Bantuan Langsung
Masyarakat Program Pemberdayaan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan Tahun Anggaran 2011. dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2011 tentang Penyusunan dan
Pelaksanaan Anggaran lanjutan Program atau kegiatan Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri tahun Anggaran 2010 sebagai Anggaran Belanja tambahan
Tahun Anggaran 2011. Melalui jalur Dana Urusan Bersama bagi Pemerintah
Pusat dan Dana Daerah untuk Urusan Bersama bagi Pemerintah Daerah sebagai
sumber dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) seiring
perjalanan program ini menuai kritikan mengenai efektifitas dan banyaknya kasus
mengunakan dana APBN, APBD dan Dana Masyarakat dengan melibatkan
masyarakat dalam pelaksanaan program untuk meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat dan mencapai target Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah
(IPPMD).
Pemilihan Program PNPM dalam penelitian ini karena program ini
berhubungan lansung kepada masyarakat yang bersumber dana APBN, APBD dan
Dana Swadaya Masyarakat. Dari tiga sumber dana ini program yang dilakukan
oleh pemerintah pusat dan daerah apakah mempunyai dampak signifikan terhadap
kemiskinan. Karena kemiskinan menjadi isu sentral dalam penialian kinerja pusat
dan daerah dengan menjadikan penggurangan kemiskinan merupakan indikator
keberhasilan pemerintahannya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Pengaruh Pemanfaatan Dana Pada Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM – MP) Kota
Medan.”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
“ Apakah Pemanfaatan Dana PNPM yang bersumber dari APBN, APBD,
dan Dana Swadaya Masyarakat Pada Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan berpengaruh secara parsial
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
“ Untuk mengetahui Seberapa pengaruh Pemanfaatan Dana PNPM yang
bersumber dari APBN, APBD, dan Dana Swadaya Masyarakat Pada
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan
berpengaruh secara parsial terhadap kemiskinan”
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang pengaruh Pemanfaatan dana APBN, APBD, dan
Dana Swadaya Masyarakat terhadap kemiskinan.
2. Bagi pemerintah, untuk pemerintah pusat dan daerah, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam
pengalokasian dan pemanfaatan dana PNPM Mandiri Perkotaan yang
berasal dari APBN dan APBD yang berbasis kinerja sehingga tercapai
tujuan dan sasaran program.
3. Bagi masyarakat ataupun para stakeholder , penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan informasiuntuk mengetahui seberapa besar pengaruh Dana
APBN, APBD serta dana swadaya masyarakat terhadap kemiskinan
perkotaan.
4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan penelitian dari
Santoso (2011) yang berjudul Pengaruh PNPM dan Alokasi Belanja Daerah
Untuk Pendidikan, Kesehatan dan Perkerjaan umum terhadap Penanggulanggan
Kemiskinan. Tetapi perbedaannya disini melihat seberapa besar pengaruh APBN,
APBD, dan dana swadaya masyarakat terhadap kemiskinan tahun berikutnya
secara silmultan dan parsial dalam pelaksanannya dan pengelolaannya sehingga
dapat mencapai IPPMD dan target MDG’s 2015.
Penelitian Pengaruh PNPM dan Alokasi Belanja Daerah Untuk
Pendidikan, Kesehatan dan Perkerjaan umum terhadap Penanggulanggan
Kemiskinan dilakukan Santoso (2011) dengan melakukan studi kasus
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur menyimpulkan bahwa penaggulangan
kemiskinan dapat berhasil dilakukan bila ada kerjasama antara Pusat dan Daerah.
Perbedaan selanjutnya adalah dalam Penelitian yang dilakukan Santoso
(2011) mempunyai variabel dependen yaitu Indeks Kemiskinan, Indeks
Kedalaman kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan dengan penelitian
kuantitatif membandingkan dengan Independen PNPM, Belanja Daerah urusan
Pendidikan, Belanja Daerah urusan Kesehatan dan Belanja Daerah urusan
Pekerjaan Umum Sedangkan Penelitian ini variabel dependen adalah Kemiskinan
dan variabel independennya Dana APBN, APBD dan Dana Swadaya Masyarakat.
Penelitian Santoso (2011) melakukan studi kasus dengan mengambil
populasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dengan periode penelitian 3
kelurahan dari 21 Kecamatan atau seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Review Peneliti Terdahulu
Penelitian yang di lakukan Santoso pada tahun 2011 yang berjudul
Pengaruh PNPM dan Alokasi Belanja Daerah Untuk Pendidikan, Kesehatan dan
Perkerjaan umum terhadap Penanggulanggan Kemiskinan dengan variabel
dependen yaitu Indeks Kemiskinan, Indeks Kedalaman kemiskinan, Indeks
Keparahan Kemiskinan dengan penelitian kuantitatif membandingkan dengan
Independen PNPM, Belanja Daerah urusan Pendidikan, Belanja Daerah urusan
Kesehatan dan Belanja Daerah urusan Pekerjaan Umum. Adapun hasil penelitian
dari studi kasus ini adalah Indeks kemiskinan signifikan mempengaruhi
penurunan terhadap PNPM dan alokasi belanja daerah bidang kesehatan, Indeks
kedalaman kemiskinan signifikan mempengaruhi kesenjangan pengeluaran
penduduk miskin dengan garis kemiskinan adalah PNPM dan belanja daerah
untuk pendidikan, Indeks keparahan kemiskinan signifikan terhadap kesenjangan
distribusi diantara penduduk miskin adalah PNPM dan belanja di bidang
pendidikan.
Dalam International Journal of Bisnis dan Manajemen tahun 2012,
Augustine Addo melakukan penelitian tentang Keuangan Mikro sebagai Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Negara Ghana. Variabel bebas yaitu Keuangan
Mikro, Penggurangan Kemiskinan berpengaruh secara signifikan Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) pada kemungkinan penduduk miskin di kota
metropolitan Ghana. Keuangan Mikro sangat penting dalam pembangunan negara
serta membantu mengentaskan kemiskinan. Oleh karena itu keuangan mikro harus
memberikan pengakuan yang tepat. Hasil yang telah dianalisis dengan keuangan
mikro memungkinkan kesimpulan berikut. Mayoritas dari responden melaporkan
peningkatan dalam pendapatan mereka yang telah meningkatkan standar hidup
mereka. Keuangan mikro telah membantu untuk membentu anak-anak mereka
sekolah dan mampu membayar tagihan medis mereka. Serta membantu dalam
memberi kehidupan sandang dan pangan keluarga mereka dengan baik. Di
kesimpulan keuangan mikro telah membantu dalam meningkatkan taraf hidup
rakyat dan telah membantu mengurangi tingkat kemiskinan dari responden baik
secara sosial maupun ekonomi.
Sementara Goodwin (2006) dalam jurnalnya berjudul Pengukuran dan
Pelaporan Dampak Pariwisata Terhadap Kemiskinan yang melakukan Penelitian
tentang Pariwisata dan kemiskinan, dengan variabel bebas yaitu dampak
pariwisata, pembangunan terhadap kemiskinan. Menyimpulkan Indikator yang luas
dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata kedatangan domestik atau
internasional berkorelasi dengan peningkatan rata-rata pendapatan per kapita
Sehingga dapat menggurangi kemiskinan.
Hamzah (2008) Journal by tittle Analysis The Revenue And Expense On
Economic Growth, Poverty, And Unemployment.The samples of the study are
APBN for 1999 – 2006. The result study with descriptive analysis indicate that
revenue and expense meanly increase, but increase expense bigger than revenue.
increase, while poverty fluctuative from year to year. The result of study with
regression indicate that expense positively significant effect on revenue For effect
revenue and revenue on unemploymentt indicate positively significant effect. The
effect expense and expense on unemployment indicate positively significant effect.
For effect economic growth on unemployment indicate positively significant effect.
Demikian juga penelitian yang dilakukan PUSLITBAG Sosial, Ekonomi
dan Sosial dan Lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum (2011) yang
menyimpulkan Kegiatan pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan dibentuk dengan
mempertimbangkan input kegiatan yang terdiri dari aspek keuangan dimana
keuangan dapat dipakai sebagai alat kontrol pengelolaan, variabel pengembangan,
Pengelolaan, berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Program.
Beberapa penelitian terdahulu antara lain dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1.Theoritical Mapping
Nama/Thn Peneliti Topik Variabel Independen
yang Digunakan Hasil yang Diperoleh Santoso,
(2011)
Pengaruh PNPM dan Alokasi Belanja Daerah Untuk Pendidikan, Kesehatan dan Perkerjaan umum terhadap Penanggulanggan Kemiskinan Indeks Kemiskinan (Y1) Indeks Kedalaman kemiskinan (Y2) Indeks Keparahan Kemiskinan (Y3) PNPM (X1) Belanja Daerah urusan Pendidikan (X2) Belanja Daerah urusan Kesehatan (X3) Belanja Daerah urusan Pekerjaan Umum (X4)
1.Indeks kemiskinan signifikan mempengaruhi penurunan terhadap PNPM dan alokasi belanja daerah bidang kesehatan
2.Indeks kedalaman kemiskinan signifikan mempengaruhi kesenjangan pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan adalah PNPM dan belanja daerah untuk pendidikan 3.Indeks keparahan kemiskinan signifikan terhadap kesenjangan
distribusi diantara penduduk miskin adalah PNPM dan belanja di bidang pendidikan.
Augustine Addo,(2012) Kepala Departemen, Kewirausahaan dan Keuangan
International Journal of Bisnis dan Manajemen, Keuangan Mikro sebagai Strategi Penanggulangan Kemiskinan Negara Ghana
Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Y) Keuangan Mikro (X1) Penggurangan Kemiskinan(X2)
Keuangan mikro sangat penting dan menyambut dalam Pembangunan Negara serta membantu mengentaskan kemiskinan. Keuangan mikro telah membantu dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dan telah membantu mengurangi tingkat kemiskinan dari responden baik secara sosial maupun ekonomi.
Goodwin, (2006) Harold Dr University of Greenwich
Pengukuran dan Pelaporan Dampak Pariwisata Terhadap Kemiskinan Kemiskinan (Y) Pembangunan Millenium (X1) Dampak Pariwisata (X2)
Indikator yang luas dapat menunjukkan bahwa pertumbuhan pariwisata kedatangan domestik atau internasional berkorelasi dengan peningkatan rata-rata pendapatan per kapita Sehingga dapat menggurangi kemiskinan.
Hamzah, (2006)
Lecturer in Accounting Department, Economic Faculty,
Trunojoyo University, Madura–Indonesia.
Analysis The Revenue And Expense On Economic Growth, Poverty, And Unemployment
Poverty (Y1) Unemployment (Y2) Revenue (X1) Expanse (X2) Economic Growth (X3)
The gowth economic and unemployment meanly increase, while poverty fluctuative from year to year. The result of study with regression indicate that expense positively significant effect on revenue For effect revenue and revenue on unemploymentt indicate positively significant
effect. The effect expense and expense on unemployment indicate positively significant effect. For effect economic growth on unemployment indicate positively significant effect.
PUSLITBAG Sosial, Ekonomi dan Sosial dan Lingkungan Kementrian Pekerjaan Umum (2011)
Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan
Kinerja Program (Y) Pengembangan (X1) Pengelolaan (X2)
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Alokasi Dana
Penetapan lokasi dan alokasi dana PNPM dilakukan melalui proses
konsultasi dan koordinasi diantara Kementrian/lembaga, Badan Perencanaan
Pembangunan nasional (BAPENNAS), Kementrian Keuangan, dan Pemerintah
Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) di bawah kordinasi pengendali PNPM
Mandiri dengan arahan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K).
Adapun arahan TNP2K dalam penentuan lokasi dan alokasi dana PNPM
adalah sebagai berikut:
1. Bantuan dana PNPM di terima secara secara penuh untuk seluruh lokasi
sampai tahun anggaran 2014.
2. Alokasi dana PNPM menggunakan anggaran yang telah dibahas bersama
dengan DPR.
3. Pokja Pengendali PNPM Mandiri bersama Menteri Keuangan dan
Kementrian Pembangunan Perencanaan Nasional/ BAPPENAS ditugaskan
mengembalikan alokasi dana PNPM menjadi penuh melalui APBN
Perubahan.
4. Alokasi secara Penuh melalui mekanisme APBN.
5. Pengalokasian Dana PNPM Mandiri harus mengacu kepada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang pendoman
pendanaan urusan bersama pusat dan daerah dalam penanggulangan
Tujuan dari alokasi dana itu sendiri yaitu untuk menanggulangi dampak
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan masyarakat dengan mengembangkan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, meningkatkan pembangunan
infrastruktur pedesaan serta untuk meningkatkan pendapatan dan masyarakat.
Pelaksanaan program alokasi dana merupakan sebagai bagian dari
pemberdayaan masyarakat yang wajib melibatkan keikutsertaan masyarakat
secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksaan dan pengendalian.
Dalam Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan (2010) Besarnya
dana BLM tiap Kelurahan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di kelurahan
lokasi PNPM Mandiri Perkotaan seperti pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2.1
Distribusi Alokasi Dana BLM per Kelurahan
Kategori Lokasi
Katagori Jumlah Penduduk Kelurahan / Desa ( Jiwa)
< 3000 3000–10000 >
10000
% - tase KK Miskin> 10 % (0-1x BLM) 150 jt 200 jt 350 jt
% - tase KK Miskin> 10 % (2 x BLM) 100 jt 150 jt 200 jt
% - tase KK Miskin< 10 % Jumlah KK Miskin < 50 KK, BLM = 50 jt
Jumlah KK Miskin > 50 KK, BLM = 100 jt
Mekanisme Pencairan Dana BLM Dilakukan 3 Tahap, Yakni : Tahap 1 = 30 %
Tahap 2 = 50 % dan Tahap 3 = 20 %
Sumber : Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan tahun 2010
2.2.2 Perencanaan dan Anggaran.
Penyusunan perencanaan disusun dengan mengikuti tahapan atau siklus
perencanaan, tujuan perencanaan dan konteks perencanaan. Secara garis besar
perencanaan sosial dapat dirumuskan menjadi lima tahapan yang meliputi
identifikasi masalah, penentuan tujuan, penyusunan dan pengembangan rencana
program, pelaksanaan program dan evaluasi program.
Pemerintah telah menata sistem perencanaan dan pembangunan nasional
sebagai mana diatur dalam undang – undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Perubahan itu juga terjadi sebagaimana di
amanatkan oleh undang – undang tahun 2003 tentang keuangan negara yang
meliputi:
1) Penerapan pendekatan anggaran dengan persepektif jangka menegah,
memberikan kerangka yang menyeluruh dan meningkatkan keterkaitan
antara proses perencanaan dan penganggaran.
2) Penerapan anggaran secara terpadu, memuat semua kegiatan, dalam
APBN yang disusun secara terpadu yang mengintegrasikan anggaran
belanja rutin dan pembangunan.
3) Penerapan anggaran berdasarkan kinerja dalam memperjelas tujuan dan
indikator sebagai bagian pengembangan sistem penganggaran berbasis
kinerja yang akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam
memanfaattkan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan
keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.
Berkaitan dengan reformasi perencanaan dan penganggaran, para dan
tingat satuan kerja menetapkan kebijakaan, program, kegiatan, sasaran, dan
anggaran. Langkah tersebut merupakan silkus tahunan sehingga pelaksanaanya
Proses perencanan dan penggangaran Dana APBN menurut PMK
[image:37.595.114.510.181.431.2]168/2009 dapat di lihat di tabel berikut :
Tabel 2.2.2
Proses Perencanan dan Penggangaran Dana APBN
TIME FRAME KEMENTERIAN/LEMBAGA KEPALA DAERAH
PMK IFKD Maret
Menyusun Program/Kegiatan (RKP dan Renja)
Setelah Pagu Sementara
Juni
Memberitahukan Indikasi
Program/Kegiatan Urusan Bersama
Penyusunan RKA-KL
Apabila Indikasi Program/ kegiatan UB sesuai kebijakan Pemda, KDH
Meneruskan kepada SKPD sebagai bahan perencanaan penyediaan APBN
Setelah Perpres RABPP Desember
Penandatanganan Naskah Perjanjian UB Menyampaikan RKA-KL yang telah
disetujui Menkeu
Menetapkan KPA dan menyusun Konsep DIPA
Menyampaikan RKA-KL kepada DPRD sebagai bahan
penetapan APBD Menyampaikan usulan nama
KPA untuk APBN
Sumber : menurut PMK 168/No. 07/Tahun 2009
Menurut Badjuri dan Yuwono (2002) bahwa karakteristik perencanaan
kebijakan publik yang baik adalah sebagai berikut :
a. Merupakan respon yang positif dan proaktif terhadap kepentingan publik.
Hal ini perlu ditekankan karena seringkali kebijakan direncanakan
semata-mata untuk memenuhi kepentingan politik atau kepentingan pribadi.
b. Merupakan hasil konsultasi dan debat publik dengan analisis yang
mendalam,rasional dan memang ditunjuksn untuk kepentingan umum.
c. Merupakan hasil dari manajemen partisipatif yang tetap membuka diri
d. Menghasilkan rencana kebijakan yang mudah dipahami, mudah dilakukan,
mudah dievaluasi, indikatornya jelas sehingga mekanisme
akuntabilitasnya mudah pula.
e. Merupakan hasil pemikiran panjang yang telah mempertimbangkan
berbagai hal yang mempengaruhi
f. Merupakan perencanaan yang bervisi ke depan dan berdimensi luas yang
tidak dipersiapkan untuk kepentingan sesaat semata.
Karakteristik sasaran anggaran yaitu partisipasi anggaran (budgetary
participation), kejelasan sasaran anggaran (budget goal clarity), umpan balik
anggaran (budgetary feedback), evaluasi anggaran (budgetray evaluation) dan
kesulitan sasaran anggaran (budget goal difficulty). Karakteristik sasaran anggaran
dapat berpengaruh terhadap sikap yang terkait dengan pekerjaan dan sikap yang
terkait dengan anggaran Kenis (1979).
Secara umum silkus perencanaan PNPM dapat di lihat pada gambar
hubungan dengan APBN dan APBD dapat dilihat pada Gambar 2.2.2 berikut :
[image:38.595.106.515.545.711.2]2
Gambar 2.2.2
Silkus Perencanaan PNPM Hubungan dengan APBN dan APBD
PS
RK PJM/ RENTA
RKM KSM
SOS AWAL / Pemetaan Sosial
Pemanfaatan BLM
(bersumber Dana
APBN dan APBD)
Pencairan BLM (bersumber Dana APBN dan APBD)
Keterangan Gambar :
SOS AWAL : Sosialisasi Awal
RKM : Rembug Kesiapan Masyarkat
RK : Refleksi Kemiskinan
PS : Pemetaan Swadaya
LKM : Lembaga Kesawadayaan Masyarakat
PJM : Program Jangka Menengah
Renta : Rencana Tahunan
BLM : Bantuan Lansung Masyarakat
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat
2.2.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN adalah : Suatu daftar yang memuat perincian sumber - sumber
pendapatan negara dan jenis-jenis pengeluaran negara dalam jangka waktu satu
tahun ( 1 Januari – 31 Desember ) yang ditetapkan dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Adapun fungsi APBN jika ditinjau dari kebijakan fiskal :
a) Fungsi Alokasi.
APBN dapat digunakan untuk mengatur alokasi dana dari seluruh
pendapatan negara kepada pos-pos belanja untuk pengadaan barang-barang dan
b) Fungsi Distribusi.
Fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pemerataan atau mengurangi
kesenjangan antar wilayah, kelas sosial maupun sektoral. APBN selain digunakan
untuk kepentingan umum yaitu untuk pembangunan dan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan, juga disalurkan kembali kepada masyarakat
dalam bentuk subsidi, bea siswa, dan dana pensiun. Subsidi, bea siswa, dan dana
pensiun merupakan bentuk dari transfer payment. Transfer payment adalah
pengalihan pembiayaan dari satu sektor ke sektor yang lain.
c) Fungsi Stabilitas.
APBN merupakan salah satu instrumen bagi pengendalian stabilitas
perekonomian negara di bidang fiskal. Misalnya jika terjadi ketidakseimbangan
yang sangat ekstrem maka pemerintah dapat melakukan intervensi melalui
anggaran untuk mengembalikan pada keadaan normal.
Fungsi APBN jika ditinjau dari sisi manajemen sebagai berikut:
Pedoman bagi pemerintah untuk melakukan tugasnya pada periode
mendatang.
Alat kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah.
Untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan dan program-program yang direncanakan.
Tujuan APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran
memberi kesempatan kerja, dan menumbuhkan perekonomian, untuk mencapai
kemakmuran masyarakat.
Menurut Erlina, Sirojusilam dan Rasdianto (2012) Adapun tahap
penyusunan RKP adalah sebagai berikut:
a. Penyiapan rancangan awal RKP sebagai penjabaran RPJM Nasional
b. Penyiapkan rancangan Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKP
c. Bappenas mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKP dengan
menggunakan rancangan Renja-KL;
d. Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)
e. Penyusunan rancangan akhir rencana kerja berdasarkan hasil Musrenbang;
f. Penetapan RKP dalam bentuk Peraturan Presiden.
Selanjutnya, RKP ini menjadi pedoman dalam menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Renja-KL menjadi pedoman untuk
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara / Lembaga (RKA -
KL).
Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat
tahapan yang dilalui, yakni:
1. Penyusunan rencana
2. Penetapan rencana
3. Pengendalian pelaksanaan rencana dan
Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara
keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Penyusunan rencana
dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap
untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah.
1. Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik,
menyeluruh, dan terukur.
2. Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja
dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah
disiapkan.
3. Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan
melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
4. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Selanjutnya adalah
penetapan rencana menjadi produk untuk melaksanakannya.
Pencairaan dana urusan bersama dan penyaluran Dana APBN menurut
PMK 168/2009 adalah sebagai berikut :
1. Pencairan APBN secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme yang
berlaku dalam pembayaran atas beban APBN, sedangkan ketentuan ebih
lanjut diatur dengan Perdirjen Perbendaharaan.
2. APBN disalurkan secara langsung kepada masyarakat, kelompok
masyarakat dan/atau lembaga partsipatif masyarakat dalam bentuk uang.
3. APBN yang telah ditransfer ke rekening masyarakat, kelompok
dimanfaatkan sesuai dengan rencana selambat-lambatnya 3 bulan setelah
tahun anggaran bersangkutan berakhir.
4. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas, dana tersebut
belum dimanfaatkan maka dana tersebut harus disetorkan ke rekening kas
umum negara.
5. Mekanisme pencairan dan penyaluran APBN berpedoman pada peraturan
yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah.
2.2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Daerah yang di bahas dan di setujui oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ), dan di tetapkan dengan
Peraturan Daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam
masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Kepala Daerah dalam penyusunan rancangan APBD menetapkan
prioritas dan plafon anggaran sebagai dasar penyusunan rencana kerja dan
anggaran satuan kerja perangkat daerah. APBD perubahan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. APBD berfungsi sebagai otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi dan
distribusi. Semua penerimaan dan pengeluaraan daerah dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. Surplus APBD dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya ( UU
Struktur APBD terdiri Laporan Realisasi Anggaran merupakan istilah
baru yang digunakan dalam pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan
negara/daerah. Selama inilistilah yang digunakan adalah Laporan Perhitungan
Anggaran. Kepmendagri 29/2002 dan SAP menggunakan struktur APBD yang
sama, yaitu APBD terdiri dari Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja, dan
Anggaran Pembiayaan. Perbedaan terjadi dalam struktur anggaran belanja. SAP
mengatur penyajian Laporan Realisasi Anggaran pada lembar muka berdasarkan
karakter belanja dan jenis belanja, sedangkan Kep mendagri 29/2002
mengklasifikasikan belanja ke dalam Belanja Aparatur dan Belanja Publik.
Selanjutnya baik pada Belanja Aparatur maupun Belanja Publik, Belanja
diklasifikasikan menjadi Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan
Pemeliharaan, dan Belanja Modal
Proses penyusunan APBD terjadi di tingkat eksekutif dan legislatif,
Adapun prosesnya sebagai berikut :
1. Proses yang terjadi di Eksekutif
Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretaris
Daerah yang bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan
penyusunan APBD, sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh
bagian keuangan Pemda. Proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh
BAPPEDA (bagian penyusunan program dan bagian keuangan).
2. Proses di legislatif
Proses penyusunan APBD di tingkat legislatif dilakukan berdasarkan Tatib
2.2.5. Dana Swadaya Masyarakat
Dana swadaya masyarakat adalah dana yang bersumber dari swadaya
masyarakat yang bertujuan memberikan keluasaan pada masyarakat berperan aktif
dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan. Partisipasi masyarakat
dalam bentuk dana tunai maupun berbentuk barang merupakan keberhasilan
program ini. Karena kegiatan ini di laksanakan oleh masyarakat untuk masyarakat
dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
Besarnya dana masyarakat dalam program ini di sesuaikan minimal 30 %
dari kegiatan program baik kegiatan infrastruktur maupun kegiatan yang
berbentuk sosial.
2.1.6. Pengawasan
Pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitas, tidak bisa lepas dari
anggaran pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2002),
yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah
pemanfaatan sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil
dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam
pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang
diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap
masyarakat.
Pelaporan dan Pertanggung jawaban Dana APBN dan APBD Sesuai PMK
168/PMK.07/2009 Pasal 16, 17 dan 18 adalah :
1. SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan Dana
• Neraca
• Laporan Realisasi Anggaran dan
• Catatan atas Laporan Keuangan
2. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan APBN
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
3. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan APBD
mengacu ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
4. Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan
APBD dalam Laporan Pertanggungjawaban APBD kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wujud transparansi dan
akuntabilitas APBN dan APBD.
Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi
positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran
anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan
ketegangan kerja, peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja
anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika
sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Kenis (1979) menyatakan bahwa
penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan
spesifik. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi
Kejelasan sasaran anggaran akan mempermudah aparat pemerintah daerah
dalam menyusun anggaran untuk mencapai target-target anggaran yang telah
ditetapkan. Komitmen yang tinggi dari aparat pemerintah daerah akan
berimplikasi pada komitmen untuk bertanggung-jawab terhadap penyusunan
anggaran tersebut. Dengan demikian, semakin jelas sasaran anggaran aparat
pemerintah daerah dan dengan didorong oleh komitmen yang tinggi, akan
mengurangi kesenjangan anggaran pemerintah daerah. Berdasarkan uraian di atas,
disusun hipotesis dalam konteks pemerintah daerah, sebagai berikut: semakin
tinggi kesesuaian kejelasan sasaran anggaran dengan komitmen organisasi,
semakin rendah senjangan anggaran instansi pemerintah daerah
Pengawasan dan Pengendalian Dana APBN dan APBD Menurut PMK
168/PMK.07/2009 Pasal 23 yaitu :
1. TKPK Nasional melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian
terhadap efektivitas pelaksanaan urusan bersama untuk Penanggulangan
Kemiskinan paling kurang setiap 3 (tiga) bulan sekali.
2. Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah melakukan pengawasan
dan pengendalian atas efektivitas pengelolaan kegiatan urusan bersama
untuk Penanggulangan Kemiskinan.
3. Menteri Keuangan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaporan keuangan APBN.
4. Kepala daerah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap
5. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan APBN dan APBD
Indikator keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan ini menjadi rujukan bagi
semua pihak dalam menilai capaian dampak maupun hasil program, baik
Departemen Pekerjaan Umum sebagai Executing Agency, Pemerintah Pusat dan
Daerah, Masyarakat dan Lembaga Donor serta para pihak lainnya, Pedoman
Tabel 2.2.6 Indikator Keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan
Tujuan Akhir Indikator Dampak Kegunaan dari Informasi Dampak Masyarakat miskin di
lokasi PNPM Perkotaan mendapat manfaat dari perbaikan sosial ekonomi dan tata pemerintahan
setempat
•Peningkatan angka pengeluaran keluarga atau perbaikan akses ke pelayanan ekonomi dan sosial 80 % kelurahan •Prasarana lebih murah 20 % di bandingkan
dengan di bangun pola yang tidak bertumpu pada masyarakat, di 80 % Kelurahan
•Tingkat kepuasan Pemanfaatan terhadap perbaikan pelayanan dan tata pemerintahan setempat mencapai 80 %
Menetapkan apakah PNPM memberikan dampak kesejahteraan sosial dan ekonomi sesuai dengan yang di harapkan.
Hasil Antara Indikator Hasil Kegunaan Pemantauan Hasil Komponen I:
a. Masyarakat yang terorganisasi dengan kebutuhan yang meningkat untuk menyuarakan pendapatnya b. Pemerintah Kab/Kota menyediakan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat miskin
•Min 40% tingkat kehadiran kaum miskin dan rentan dalam pertemuan 2 perencanaan dan pengambilan keputusan
•Min 40% tingkat kehadiran perempuan dalam pertemuan 2 perencanaan dan pengambilan keputusan
•Min 30% penduduk dewasa mengikuti pemilihan LKM di tingkat RT/komunitas basis
•LKM terbentuk di Min 90% kelurahan •Min 90% dari kelurahan telah
menyelesaikan PJM Pronangkis dan telah diratifikasi dalam musyawarah warga
•Min 80% Pemerintah Kab/Kota menyediakan dana pendukung 20% untuk Pemkot/Kab dengan kapasitas fiskal rendah dan 50% untuk Pemkot/kab dengan fiskal sedang, tinggi dan sangat tinggi.
•Menilai apakah rancangan pembentukan LKM dan PJM Pronangkis perlu diperbaiki. •Menetapkan bilamana proses
pemilihan LKM dan sosialisasi perlu diperbaiki.
Komponen II:
LKM menyediakan layanan yang terbaik untuk masyarakat miskin
•Jumlah dari setiap prasarana, ekonomi dan sosial diselesaikan di 80 % kelurahan •Min 70% dari prasarana memiliki kwalitas
baik
•Min 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki pinjaman beresiko (LAR) > `3d 3 bulan < 10 %
•Min 90% kelurahan dengan program dana bergulir memiliki pendapatan rasio pendapatan dan biaya > 125%
•Min 90% kelurahan dengan dana bergulir dengan tingkat pengembalian modal tahunan > 10%
•Min 30% anggota KSM adalah perempuan
Menentukan apakah dibutuhkan tambahan bantuan teknik di bidang tertentu.
Komponen III: Konsultan
menyediakan bantuan teknik dan dukungan dalam pelaksanaan proyek.
• 90% KMW menyediakan data secara akurat dan tepat waktu melalui SIM
• 70% LKM telah meyelesaikan Audit keuangan tahunan
•Menilai apakah bantuan teknik dan dukungan pelaksanaan perlu diperbaiki/ditingkatkan
2.2.7. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami
istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan
absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set
standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat atau negara.
Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang
makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia ( kira - kira
2000 - 2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan
pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan
dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar
orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia
mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang
hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28 % pada 1990 menjadi 21 %
pada 2001. Melihat pada periode 1981 - 2001, persentase dari penduduk dunia
yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh.
Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di negara bekembang,
ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju,
kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan
daerah pinggiran kota. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif
masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma
ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga.
Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar
Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi
Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
A. Jenis - jenis Kemiskinan
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada
garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut
kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada
garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute:
1) Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam
distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya
dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
2) Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana
kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat
B. Faktor - faktor penyebab kemiskinan
Tidak sulit mencari faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari