• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

4. Dasar-dasar Perpajakan

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang semakin dominan peranannya dalam pembiayaan pembangunan nasional akhir- akhir ini dan di masa mendatang. Oleh karena itu, pajak memiliki peran yang sangat penting dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Dalam Undang-undang No.28 Tahun 2007 pasal 1 menyebutkan bahwa:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Adapun berbagai definisi mengenai pajak yang dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai berikut (Suandy, 2005):

Menurut Soemitro dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan” adalah:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar keperluan umum”.

Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodihardjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum yaitu:

“Pajak sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan

dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

b. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan

negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Resmi, 2005):

1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah

satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak- banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2) Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

c. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain (Mardiasmo, 2009):

1) Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak rakyat- rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2) Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3) Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.

4) Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5) Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.

d. Pengelompokkan Pajak

Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu (Mardiasmo, 2009):

1) Menurut Golongannya

a) Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut Sifatnya

a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya

tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

a) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:

1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan.

e. Tata Cara Pemungutan Pajak

1) Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu (Waluyo, 2007):

a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yakni setelah penghasilannya yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.

b) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian juga sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

2) Asas Pemungutan Pajak

Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan yaitu (Resmi, 2005):

a) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b) Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap orang yang

memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.

c) Asas Kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3) Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa system pemungutan yaitu (Mardiasmo, 2009):

a) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

c) With holding system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Dokumen terkait