ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG PAJAK, KUALITAS
PELAYANAN PAJAK, KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN DAN
TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP MOTIVASI WAJIB PAJAK
DALAM MEMBAYAR PAJAK
Oleh:
Fery Istanto NIM : 106082002603
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Analysis The Influences of The Knowledge About Taxes, Quality of Tax Service, Strict of Tax Punishment and Education Level Towards The
Motivation of Tax Payer in Paying Taxes
By Fery Istanto
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the influences of the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment and education level towards the motivation of tax payer in paying taxes. The sample of this research came from of sixty correspondences who are all registered as tax payers in Kebayoran Lama Tax Services Office.
Data collected through questionnaires are processed and analyze by using multiple regression analysis and dummy’s variable. The sampling method is convenience sampling. The test for quality are using validity of test to use is pearson correlation and reliability test of the research to use is cronbach alpha. For hypotesis test, we are using Adjusted R square, F test and t test.
The results of this research showed that tax education level variable do not have significant influences towards the motivation of tax payer in paying taxes with significant value 0,743. The other variables such as the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment towards individual significantly influences towards the motivation of tax payer in paying taxes with each significantly value is 0,014, 0,037, 0,002. But all variables together such as the knowledge about taxes, quality of tax service, strict of tax punishment and education level towards the motivation of tax payer in paying taxes with significantly value 0,000.
Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi
Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak
Oleh: Fery Istanto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan tentang pajak, kualitas pealayanan pajak, ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang responden yang merupakan wajib pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebayoran Lama.
Hasil dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang diproses dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda dummy. Metode
yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah Convenience
Sampling. Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
validitas Pearson Correlation dan uji reliabilitas mengguankan Cronbach Alpha.
Untuk uji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji R2 yang sudah
disesuaikan, uji F, dan uji t.
Hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa hanya tingkat pendidikan yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan nilai signifikansi 0,743. Sedangkan variabel yang lain seperti pengetahuan tentang pajak, kualitas pelayanan pajak, dan ketegasan sanksi perpajakan secara individual berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan nilai signifikansi masing-masing sebesar 0,014, 0,037, 0,002. Akan tetapi ketika dilakukan pengujian secara bersama-sama, semua variabel berpengaruh secara signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat
beserta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari zaman kemusyrikan ke zaman ketauhidan dan ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan, dan
doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Kedua orang tuaku, mama dan bapak, yang senantiasa selalu memberi
support baik doa maupun finansial kepada penulis dalam penyelesain skripsi
ini. Kalian juga telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada
penulis selama ini.. Amin Ya Rabbal’alamin..
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah
memberikan bantuan baik waktu maupun saran kepada penulis selama
proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
3. Ibu Yessi Fitri,SE,Ak,Msi selaku pembimbing II yang telah memberikan
bantuan baik waktu, saran, maupun ilmu yang bermanfaat kepada penulis
selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Bapak Afif Sulfa,SE,Ak,Msi selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa
6. Ibu Reskino,SE,Msi yang telah memberi saran kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Anak-anak angkatan 2006 khususnya kelas akuntansi C terima kasih telah
memberikan warna selama kuliah ini, penulis tidak akan melupakan kalian.
9. Buat anak-anak suntuk Fajar, Guntur, Menez, Jamal, Otoy, Fuad, Reza,
Doyok, Yudo, Dayat, Bejo,,kapan kita main futsal lagi...
10. Teman-teman belajar kompre: senja, maul, fenti, mupti, topan, cumi, herti,,
terima kasih atas support dan doanya..
11. Anak-anak kelas Pajak A
12. Semua teman-teman penulis terima kasih atas segala bantuan selama proses
penulisan skripsi ini.
13. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk tercapainya penulisan skripsi yang lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juni 2010
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Kompre ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract... vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian ... 7
2. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Deskripsi Teori... 9
1. Pengetahuan ... 9
2. Kualitas Pelayanan Pajak ... 14
a. Kualitas Pelayanan ... 14
b. Pelayanan Prima... 16
c. Standar Umum Pelayanan Prima ... 17
3. Pendidikan... 19
4. Dasar-dasar Perpajakan... 22
a. Pengertian Pajak... 22
b. Fungsi Pajak ... 23
d. Pengelompokkan Pajak ... 25
e. Tata Cara Pemungutan Pajak ... 26
5. Ketegasan Sanksi Perpajakan... 29
a. Sanksi Administrasi ... 29
b. Sanksi Pidana ... 32
6. Motivasi Wajib Pajak... 36
a. Pengertian Motivasi ... 36
b. Teori Motivasi... 37
B. Penelitian Terdahulu ... 41
C. Keterkaitan Antar Variabel ... 44
D. Kerangka Pemikiran... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49
A. Ruang Lingkup Penelitian... 49
B. Metode Penentuan Sampel... 49
C. Metode Pengumpulan Data ... 50
D. Metode Analisis Data... 51
1. Uji Kualitas Data... 51
a. Uji Validitas ... 51
b. Uji Reliabilitas ... 51
2. Uji Asumsi Klasik ... 52
a. Uji Multikolinieritas... 52
b. Uji Hekteroskedastisitas... 52
c. Uji Normalitas... 53
3. Uji Hipotesis ... 53
E. Definisi Operasional Variabel... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 59
1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Lama ... 59
2. Visi, Misi dan Nilai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama... 59
4. Fungsi dan Tugas... 61
5. Cakupan Wilayah Kerja... 62
6. Karakteristik dan Jumlah Wajib Pajak ... 63
7. Pelayanan... 64
8. Penegakkan Hukum... 64
9. Kesiapan Sumber Daya Manusia... 65
B. Statistik Deskriptif Responden... 66
C. Uji Kualitas Data... 68
1. Uji Validitas... 68
2. Uji Reliabilitas... 70
D. Uji Asumsi Klasik ... 72
1. Uji Multikolonieritas ... 72
2. Uji Heteroskedastisitas ... 73
3. Uji Normalitas ... 74
E. Uji Hipotesis ... 74
1. Uji Koefisien Determinasi (R²) ... 75
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Staristik F) ... 75
3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik) ... 76
BAB V PENUTUP... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Implikasi... 82
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 42
Tabel 3.1 Skor Jawaban Responden... 50
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian... 57
Tabel 4.1 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Jakarta Kebayoran lama ... 64
Tabel 4.2Komposisi Sumberdaya Manusia KPP Pratama Kebayoran Lama ... 66
Tabel 4.3 Data Statistik Responden ... 67
Tabel 4.4 Uji Validitas Pengetahuan Tentang Pajak... 68
Tabel 4.5 Uji Validitas Kualitas Pelayanan Pajak ... 69
Tabel 4.6 Uji Validitas Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 69
Tabel 4.7 Uji Validitas Motivasi Wajib Pajak ... 70
Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Pengetahuan Tentang Pajak... 71
Tabel 4.9 Uji Realibilitas Kualitas Pelayanan Pajak... 71
Tabel 4.10 Uji Realiabilitas Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 71
Tabel 4.11 Uji Realibilitas Motivasi Wajib Pajak ... 72
Tabel 4.12 Hasil Uji Multikoloniaritas ... 72
Tabel 4.13 Uji Koefisien Determinasi (R²)... 75
Tabel 4.14 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)... 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Penelitian ... 48
Gambar 4.1Struktur Organisasi KPP Pratama Kebayoran Lama... 61
Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Riset Penelitian
Lampiran II Kuesioner Penelitian
Lampiran III Skor Jawaban Penelitian
Lampiran IV Hasil Uji Validitas
Lampiran V Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran VI Hasil Uji Regresi Berganda
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang besar bagi
negara dan juga sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional.
Pembangunan nasional yang telah dicanangkan oleh pemerintah bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya dan menjadikan
bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kemandirian secara
ekonomi tanpa bantuan dari negara lain merupakan salah satu parameter yang
sering dilihat dalam menentukan posisi suatu bangsa dalam pergaulan
internasional (Indonesian Tax Review Vol.VII Edisi 2 tahun 2007). Terkait
dengan cita-cita untuk menjadi suatu bangsa yang mandiri, maka pemerintah
harus mampu meningkatkan penerimaan negara yang salah satunya berasal
dari pajak.
Begitu besarnya penerimaan pajak dalam pembiayaan pembangunan
nasional, maka Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dalam menghimpun dana dari masyarakat terus berupaya
dengan berbagai cara melalui pelaksanaan program intensifikasi dan
ekstensifikasi dalam bidang perpajakan. Keberhasilan upaya ini akan
ditentukan oleh dua hal yang saling berkaitan yaitu kesadaran wajib pajak
dalam membayar pajak dan sistem perpajakan yang kondusif serta sikap dan
karena itu, sektor pajak harus benar-benar dikelola dengan manajemen yang
baik yaitu pengelolaan berbasis transparansi, kejujuran, akuntabilitas dan juga
dilengkapi etos kerja yang tinggi dari pihak fiskus.
Upaya Direktorat Jenderal Pajak mendorong kepatuhan wajib pajak,
baik orang pribadi maupun badan, tidak sia-sia. Sepanjang semester I 2009
lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengantongi pendapatan hingga Rp 9
triliun dari penertiban wajib pajak (klikpajak.com). Direktur Jenderal Pajak
Mochamad Tjiptardjo mengklaim, pendapatan itu berasal dari proses
penegakan hukum (law enforcement). Untuk menggenjot penerimaan negara
yang sebagian besar berasal dari pajak, pemerintah memang gencar
melakukan sejumlah cara. Bukan saja melakukan ekstensifikasi alias
menambah jumlah wajib pajak yang terdaftar, pemerintah juga getol
mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak yang telah terdaftar.
Untuk meningkatkan penerimaan pajak tersebut tidak hanya
bergantung dari kualitas kinerja Direktorat Jenderal Pajak tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh peranan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Sejak dilaksanakannya reformasi perpajakan pada tahun 1985,
pemenuhan kewajiban perpajakan di Indonesia dilaksanakan dengan sistem
self assessment. Dengan adanya sistem self assessment, pemerintah memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan kewajiban
pajaknya kepada negara dengan kesadaran sendiri. Keinginan pemerintah
meningkatkan jumlah penerimaan negara dari pajak, bukanlah pekerjaan yang
ringan. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya, tidak akan berarti
banyak dalam membangun kesadaran wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari
kepatuhan membayar pajak. Di sisi lain, ancaman hukuman yang kurang keras
terhadap wajib pajak yang lalai juga menyebabkan wajib pajak cenderung
untuk mengabaikan kewajiban perpajakannya. Dengan demikian berhasil
tidaknya penerapan aturan perpajakan sangat ditentukan oleh kesadaran dan
pengetahuan wajib pajak terhadap aturan-aturan pajak yang ada.
Pajak apabila dilihat dari segi ekonomi, dapat dilihat dari sisi mikro
ekonomi maupun dari sisi makro ekonomi (Shodiq, 2005). Dari sisi mikro
ekonomi, pajak mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang,
mengurangi kesejahteraan individu, mengubah pola hidup wajib pajak. Dari
sisi makro ekonomi pajak merupakan income bagi masyarakat (negara) tanpa
menimbulkan kewajiban pada negara terhadap wajib pajak. Dengan demikian,
apabila melihat pajak semata-mata dari sisi mikro ekonomi saja, pajak dapat
dipandang sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu yang tidak
menguntungkan biasanya mendorong upaya untuk menghindarinya. Oleh
karena itu, untuk mendukung pelaksanaan perpajakan diperlukan adanya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang baik tentang aturan perpajakan.
Dalam rangka menumbuhkan motivasi dan kesadaran masyarakat
dalam hal membayar pajak, maka aparat pajak harus melakukan sosialisasi
bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama
APBN dialokasikan untuk mendanai berbagai sendi kehidupan bangsa mulai
dari sektor pertanian, pertambangan, industri, perbankan, kesehatan,
pendidikan hingga subsidi BBM (Sartika, 2008). Dengan adanya sosialisasi
tersebut diharapkan dengan sendirinya motivasi masyarakat akan semakin
kuat dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak.
Selain karena masalah motivasi tersebut di atas, kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak juga sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
penerimaan pajak. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak terutama
tergantung pada pengetahuan masyarakat mengenai perpajakan dan tingkat
pendidikan (Qomaria, 2008). Pemerintah akan mudah melakukan sosialisasi
pajak jika pengetahuan masyarakat mengenai pajak cukup tinggi.
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
perpajakan, tampaknya pemerintah tidak bisa melakukan tugas yang berat itu
sendirian dan hal ini disadari oleh orang orang yang berniat mulia untuk ikut
membantu pemerintah mencerdaskan masyarakat dalam bidang perpajakan,
walaupun ada beberapa yang didorong oleh alasan bisnis. Beberapa “milis”
perpajakan, tempat di mana orang-orang bisa bertanya dan saling berbagi
pengetahuan perpajakan banyak bermunculan. Contohnya “milis” tax-ina yang
dikomandani oleh salah satunya adalah wanita penderma ilmu pajak,
kemudian ada kios pajak, diskusi pajak, forum-pajak, asosiasi pembayar pajak
demi untuk kemajuan bersama. Sebenarnya keberadaan “milis-milis” ini
sangatlah bermanfaat, cuma memang belum menyentuh semua lapisan
masyarakat, karena “milis-milis” ini hanya bisa diakses bagi mereka yang
mampu, baik mampu secara materil, pengetahuan internet dan waktu serta niat
tentunya. Itulah tugas kita selanjutnya untuk menggali lagi potensi-potensi kita
untuk bisa memberikan lebih kepada masyarakat, misalnya anggota-anggota
suatu milis tersebut bekerja sama dengan instansi pendidikan atau kelurahan
mengadakan suatu kegiatan pengenalan pajak bagi pelajar atau masyarakat
setempat.
Selain masalah motivasi dan kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak, diperlukan adanya tindakan penegakan hukum yang memadai. Hal ini
dikarenakan sistem self assessment membutuhkan kepatuhan sukarela dri
wajib pajak. Tingkat kepatuhan sukarela ini dapat terwujud jika terpenuhi
unsur kesadaran perpajakan dan unsur tindakan penegakkan hukum. Ini
disebabkan tingkat kesadaran perpajakan masyarakat wajib pajak masih relatif
rendah sehingga perlu adanya tindakan hukum yang memadai. Tindakan
penegakan hukum tersebut dilaksanakan terutama melalui pemeriksaan,
penyidikan dan penagihan pajak. Untuk melaksanakan upaya penegakan
hukum tersebut yang salah satunya melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka
mutlak diperlukan tenaga pemeriksa pajak dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai, sedangkan untuk mendapatkan jaminan mutu atas hasil kerja
diperlukan juga prosedur pemeriksaan serta norma dan kaidah yang mengatur
seorang pemeriksa pajak (Sadhani dkk, 2004).
Setiap jenis pelanggaran pajak mulai dari yang tingkatannya paling
kecil sampai yang paling berat sudah tersedia ancaman sanksinya. Hal ini
semakin tercermin pasca amandemen Undang-undang Ketentuan Umum dan
tata Cara Perpajakan (UU Nomor 28 Tahun 2007) yang berhasil menggulirkan
ketentuan-ketentuan baru menyangkut sanksi seputar pelanggaran kewajiban
wajib pajak dan fiskus. Peraturan itu dibuat untuk meminimalisir tindakan
pelanggaran hukum yang dilakukan baik oleh wajib pajak maupun fiskus.
Untuk mendukung peraturan tersebut diperlukan penegakkan hukum secara
adil oleh aparat pajak terhadap wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak
sehingga diharapkan mampu mendorong motivasi wajib pajak dalam
membayar pajak. Oleh karena itu, ketegasan sanksi perpajakan sangat
diperlukan agar kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dapat
meningkat.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dan penelitian sebelumnya, maka
penulis mencoba untuk meneliti dengan topik yang berbeda. Penelitian ini
penting untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang pajak, kualitas
pelayanan pajak, ketegasan sanksi perpajakan dan tingkat pendidikan terhadap
motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk meneliti lebih lanjut permasalahan di atas dengan memilih
Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan Dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas,
maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah tingkat pengetahuan tentang pajak berpengaruh terhadap motivasi
wajib pajak dalam membayar pajak?
2. Apakah kuliatas pelayanan pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib
pajak dalam membayar pajak?
3. Apakah ketegasan sanksi perpajakan berpengaruh terhadap motivasi wajib
pajak dalam membayar pajak?
4. Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak
dalam membayar pajak?
5. Variabel independen manakah yang paling dominan mempengaruhi
motivasi wajib pajak dalam membayar pajak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
adalah:
a. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan tentang pajak terhadap
b. Menganalisis pengaruh kualitas pelayanan pajak terhadap motivasi
wajib pajak dalam membayar pajak.
c. Menganalisis pengaruh ketegasan sanksi perpajakan terhadap motivasi
wajib pajak dalam membayar pajak.
d. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib
pajak dalam membayar pajak.
e. Menganalisis variabel yang paling dominan mempengaruhi motivasi
wajib pajak dalam membayar pajak.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya:
a. Bagi KPP yang diteliti, hasil penelitian ini diharapkan menjadi
masukan bagi kebijakan pemerintah pusat dan bahan evaluasi dalam
pelaksanaan peraturan perpajakan.
b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi untuk bahan acuan untuk menambah pengetahan di
bidang perpajakan.
c. Bagi akademisi/penulis, penulisan skripsi ini merupakan sarana untuk
melakukan analisis dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada
deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara
Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna (Meliono dkk, 2007).
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman
inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan
pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi
pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan
menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris
tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan
melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme.
Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak
menekankan pada pengalaman. Pengetahuan tentang keadaan sehat dan
sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya
seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk
mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan
kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit
akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan
tahapan-tahapannya.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya (Meliono dkk, 2007):
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita
kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
b. Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang sangat luas. Jadi, contoh dari media massa ini adalah televisi,
c. Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary,
adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”.
Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat
diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai
transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti
yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang
mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode,
program komputer, databases . Adanya perbedaan definisi informasi
dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan
(intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia
sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi.
Dikaitkan dengan pengembangan tujuan belajar, terdapat tiga ranah
(domain) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikiomotor (Sadhani, 2004). Sedangkan menurut Woolfok (1998) dalam Sadhani (2004), ranah dapat
dibagi ke dalam enam kelompok yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman,
(3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.
Ditinjau dari proses terwujudnya, pengetahuan tidak hadir begitu
sebelum menjadi kesimpulan, dan diakui sebagai pengetahuan. Terdapat
tiga metode di dalam pengembangan ilmu pengetahuan yaitu rasionalisme,
empirisme, dan metode keilmuan. Menurut Honer and Hunt (1991) dalam
Sadhani (2004) pendekatan utama manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar dapat berdasarkan rasio atau berdasar pengalaman
atau gabungan di antara keduanya yang dikenal sebagai metode keilmuan.
Keduanya juga mengemukakan bahwa secara sederhana dapat dikatakan
bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan.
Suatu rangkaian prosedur yang tertentu harus diikuti untuk mendapatkan
jawaban yang tertentu dari pernyataan tertentu pula. Kerangka dasar
prosedur keilmuan dapat diuraikan dalam enam langkah yaitu: (1) sadar
akan adanya masalah dan perumusan masalah, (2) pengamatan dan
pengumpulan data yang relevan, (3) penyusunan klasifikasi data, (4)
perumusan hipotesis, (5) deduksi dan hipotesis, dan (6) tes dan pengujian
kebenaran (verification) dari hipotesa.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, pengetahuan sebagian
besar masyarakat akan masalah perpajakan masih dinilai sangat kurang.
Hal ini disebabkan belum masuknya pengetahuan pajak dalam kurikulum
pendidikan nasional dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi
yang dimulai dari pengenalan hingga penguasaan materi sebagai pelajaran
wajib (kecuali untuk tingkat dan jurusan pendidikan tertentu) dianggap
sebagai titik awal masalah penyebab ketidaktahuan masyarakat akan
terhadap pajak dan akhirnya negara dan masyarakat itu sendiri yang akan
dirugikan
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah berusaha untuk
melakukan sosialiasi pajak kepada masyarakat. Hal ini didukung dengan
Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-114/PJ./2005 tanggal 1 Juli 2005
Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan merupakan salah satu
contoh dari usaha pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat akan
pengetahuan pajak. Namun, pemerintah tidak dapat bekerja sendirian
dalam usaha untuk mencerdaskan masyarakat akan pengetahuan pajak.
Saat ini, ada sekelompok orang yang berniat mulia untuk ikut membantu
pemerintah mencerdaskan masyarakat dalam bidang perpajakan, walaupun
ada beberapa yang didorong oleh alasan bisnis. Beberapa “milis”
perpajakan, tempat di mana orang-orang bisa bertanya dan saling berbagi
pengetahuan perpajakan banyak bermunculan. Contohnya “milis” tax-ina
yang dikomandani oleh salah satunya adalah wanita penderma ilmu pajak,
kemudian ada kios pajak, diskusi-pajak, forum-pajak, asosiasi pembayar
pajak dan lain-lain. Semua usaha tersebut dilakukan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan jika seseorang
memiliki pengetahuan yang luas dan salah satunya adalah pengetahuan
mengenai pentingnya pajak yang digunakan negara untuk membiayai
rumah tangganya dan untuk keperluan public investment, maka dengan
pula motivasi seseorang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. Oleh
karena itu, peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh pengetahuan
masyarakat tentang pajak terhadap motivasi dalam membayar pajak.
2. Kualitas Pelayanan Pajak
a. Kualitas Pelayanan
Kualitas mempengaruhi setiap aspek dari organisasi yang pada
kenyataannya adalah pengalaman emosional kepada pelanggan dan
memberikan dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan
dengan perusahaan atau organisasi. Kualitas dapat diartikan sebagai
kemampuan dari sebuah barang atau jasa untuk memenuhi atau
melampaui pengharapan dan kebutuhan dari pelanggan (Puspopranoto,
2006).
Menurut Heizer dan Render (2001) dalam Purwoko (2008),
“kualitas adalah ability of a product or service to meet customer
needs”.
Menurut The American Society of Quality Control yang dikutip
oleh Sumadi (2005),
“kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang bersifat laten”.
Sedangkan pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas atau
manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun
(Tumiwa, 2006). Kegiatan pelayanan tidak hanya dilakukan oleh
dilakukan oleh instansi pemerintah yang memiliki kaitan dengan
kegiatan public service atau yang berhubungan dengan kepentingan
umum. Jadi, dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah kemampuan suatu pihak yang menawarkan manfaat
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud untuk memenuhi
pengharapan dan kebutuhan dari pihak lain tersebut.
Menurut Tjiptono (2001) dalam Purwoko (2008) kualitas
pelayanan digolongkan atas tiga komponen yaitu:
1) Technical Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan.
2) Function Quality yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
3) Corporate Image yaitu profil, reputasi, citra, dan daya tarik khusus dari perusahaan.
Menurut Parasuraman, et al.(1994) yang dikutip oleh Sumadi
(2005) terdapat lima dimensi yang digunakan dalam menilai suatu
kualitas pelayanan, yaitu:
a) Kehandalan (Reliability)
Kehandalan merupakan kemampuan untuk memberikan jasa
seperti yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya sesuai yang
diharapkan pelanggan tercermin dari ketetapan waktu, layanan
b) Ketanggapan (Responsiveness)
Instansi berupaya untuk membantu dan memberikan pelayanan
yang cepat. Jika mengalami kegagalan dengan cepat menangani
kegagalan tersebut secara profesional (responsive).
c) Jaminan (Assurance)
Yaitu pengetahuan, keramahan dan kemampuan para karyawan
dalam melaksanakan tugas secara spontan yang menjamin kinerja
yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan
masyarakat.
d) Empati (Emphaty)
Berusaha memahami keinginan pelanggan dengan memberikan
perhatian atau sentuhan secara ikhlas kepada setiap pelanggan.
e) Wujud Fisik (Tangibility)
Perusahaan harus bisa memberikan bukti awal kualitas pelayanan
yang tercermin dari penampilan fasilitas fisik yang dapat
diandalkan.
b. Pelayanan Prima
Menurut Boediono (1999) dalam Sartika (2008), pelayanan
prima atau mutu layanan masyarakat adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,
daerah, dan di lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang atau
jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
Mutu dari jasa atau pelayanan yang disampaikan pada konsumen
seringkali menimbulkan hasil yang berbeda pada tiap konsumen.
Perbedaan ini merupakan tantangan untuk memahami kebutuhan
konsumen dan mengetahui harapannya dalam bentuk ekspektasi pada
pelanggan, kemudian mempertemukan antara ekspektasi dengan apa
yang disampaikan dan mewujudkan janji yang diberikan pada
konsumen.
Hakikat pelayanan umum adalah komitmen (keterikatan) setiap
aparat untuk melaksanakan pelayanan yang bermutu dan berorientasi
kepada kepentingan masyarakat dengan cara-cara (Supriyatna, 2008):
1) Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas atau
fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.
2) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata pelaksanaan
pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan
secara lebih berdaya guna.
3) Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa, dan peran serta
masyarakat dalam membangun serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas.
c. Standar Umum Pelayanan Prima
Standar atau ukuran dasar untuk mengetahui mutu pelayanan
pada umumnya ditentukan oleh undang-undang, bisa dilakukan dengan
standar pelayanan. Standar pelayanan memerlukan unsur sebagai
berikut (Purwoko, 2008):
a) Accesbility yaitu ukuran apakah pelayanan itu memenuhi standar yang mudah dijangkau dan diperoleh oleh pelanggan.
b) Accuracy, suatu pelayanan memerlukan ketelitian dan keakuratan sesuai dengan kondisi dan solusi yang diperlukan.
c) Courtesy, pelanggan tidak hanya menghendaki pelayanan berupa barang atau jasa saja tetapi juga harus diperoleh dengan cara sopan
dan terhormat.
d) Comfort, penyelesaian masalah harus dilakukan dengan nyaman sehingga sesuai dengan tujuan pokoknya.
e) Competence, orang yang melakukan pelayanan harus sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan seperti kompetensi,
kecakapan dan kemampuan.
f) Credibility, petugas atau lembaga pelayanan harus dapat dipercaya dalam memenuhi tuntutan pelayanan dari pelanggan.
g) Efficiency, pelayanan akan prima bila berdaya guna sehingga tidak ada pemborosan.
h) Effectiveness, pelayanan harus menjamin hasil maksimal dengan prosedur yang sederhana.
j) Honesty, dengan kejujuran maka akan terwujud komitmen (keterikatan secara moral) dengan pihak yang dilayani.
k) Promitness, ketetapan waktu pelayanan sesuai dengan standar. l) Reliability, substansi atau isi pelayanan telah diuji dan dapat
diandalkan.
m) Responsibility, pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan. n) Security, pelayanan yang diperoleh harus terhindar dari resiko
apapun.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan dalam hal ini pelayanan perpajakan dapat mempengaruhi
motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Apabila kualitas
pelayanan pajak yang diberikan oleh aparatur pajak kepada wajib pajak
sangat baik, maka biasanya motivasi wajib pajak untuk membayar
pajaknya juga semakin tinggi.
3. Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat (Meliono dkk, 2007). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang
upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Hasan (2005) dalam Purwoko
(2008), pendidikan pada dasarnya merupakan usaha pengembangan
sumber daya manusia yang dilakukan secara sistematis, pragmatis dan
berjenjang agar menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas yang
dapat memberikan manfaat dan sekaligus meningkatkan harkat dan
martabatnya.
Hakikat pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar
sekolah. Usaha-usaha tersebut diselenggarakan dalam berbagai macam
bentuk sebagai berikut (Qomaria, 2008):
a. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana,
terarah dan sistematis melalui suatu lembaga disebut pendidikan
formal.
b. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, akan tetapi
tidak berencana dan tidak sistematis di lingkungan keluarga disebut
pendidikan informal.
c. Usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja dan berencana
tetapi tidak sistematis di luar lingkungan keluarga dan lembaga
pendidikan formal disebut pendidikan nonformal.
Menurut Hasan (2005) dalam Qomaria (2008) peningkatan kualitas
diri manusia yang dicapai melalui pendidikan mencakup beberapa aspek
a. Peningkatan kualitas berpikir (kecerdasan, kemampuan analisis,
kreatifitas, dan visioner).
b. Peningkatan kualitas moral (ketakwaan, kejujuran, ketabahan,
keadilan, dan tanggung jawab).
c. Peningkatan kualitas kerja (keterampilan, profesional, dan efisien).
d. Peningkatan kualitas hidup (kesejahteraan materi dan rohani,
ketenteraman dari terlindunginya martabat dan harga diri).
e. Peningkatan kualitas pengabdian (semangat berprestasi, sadar,
pengorbanan, kebanggan terhadap tugas).
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan
pendidikan, tidak hanya pendidikan dalam arti sempit sekolah tetapi juga
dalam arti luas mencakup pendidikan dalam keluarga dan masyarakat.
Karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pembudayaan
sikap, watak, dan perilaku yang berlangsung sejak dini. Melalui
pendidikan sebagai proses budaya akan tumbuh dan berkembang
nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia seperti kelakuan,
keimanan, disiplin, akhlak, dan etos kerja serta nilai-nilai instrument
seperti penguasaan iptek dan kemampuan berkomunikasi yang merupakan
unsur pembentuk kemajuan dan kemandirian bangsa.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka dapat kita lihat
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya semakin
tinggi pula motivasi seseorang untuk melaksanakan kewajiban membayar
pengaruh tingkat pendidikan terhadap motivasi seseorang dalam
membayar pajak.
4. Dasar-dasar Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang semakin
dominan peranannya dalam pembiayaan pembangunan nasional
akhir-akhir ini dan di masa mendatang. Oleh karena itu, pajak memiliki
peran yang sangat penting dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Dalam Undang-undang No.28 Tahun 2007 pasal 1
menyebutkan bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Adapun berbagai definisi mengenai pajak yang dikemukakan
oleh berbagai pakar ekonomi sebagai berikut (Suandy, 2005):
Menurut Soemitro dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum Pajak
dan Pajak Pendapatan” adalah:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar keperluan umum”.
Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh Brotodihardjo
dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum yaitu:
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
b. Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan
negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Resmi, 2005):
1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan
negara, pemerintah berupaya memasukkan uang
sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui
penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.
2) Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan.
c. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori
1) Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak
rakyat-rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
2) Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3) Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
4) Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
5) Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
d. Pengelompokkan Pajak
Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam yaitu (Mardiasmo, 2009):
1) Menurut Golongannya
a) Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:Pajak
Pertambahan Nilai.
2) Menurut Sifatnya
a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b) Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya
tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang Mewah.
3) Menurut Lembaga Pemungutnya
a) Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh:
Pajak Penghasilan, Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas
b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan.
e. Tata Cara Pemungutan Pajak
1) Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel yaitu
(Waluyo, 2007):
a) Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang
nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak yakni setelah penghasilannya yang
sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak
baru dapat dikenakan pada akhir periode.
b) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir
tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak
c) Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah
kekurangannya. Demikian juga sebaliknya, apabila lebih kecil,
maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2) Asas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam
Pajak Penghasilan yaitu (Resmi, 2005):
a) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di
wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam
negeri.
b) Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak
atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas
penghasilan yang diperolehnya tadi.
c) Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan
dengan kebangsaan suatu negara.
3) Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa system pemungutan
yaitu (Mardiasmo, 2009):
a) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
b) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
c) With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib
pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
5. Ketegasan Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peratuaran
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau
ditaati atau dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Dalam undang-undang perpajakan
dikenal dua macam sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam
dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana
saja dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi
pidana.
Sanksi administrasi dan sanksi pidana memiliki perbedaan yaitu
sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara,
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan, sedangkan sanksi pidana
merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus
agar norma perpajakan dipatuhi dan biasanya merupakan siksaan atau
penderitaan.
a. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada
negara khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi
administrasi dibedakan menjadi tiga yaitu sanksi berupa bunga, denda
administrasi dan kenaikan (Mardiasmo, 2009).
a) Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) (SPT tahunan atau
SPT Masa) oleh wajib pajak sendiri tetapi belum diperiksa.
b) Dari penelitian rutin:
a. PPh pasal 25 tidak atau kurang dibayar.
b. PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPN yang terlambat
dibayar.
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) tidak atau kurang dibayar atau
terlambat dibayar.
d. SPT salah tulis atau salah hitung.
c) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak
terutang tidak atau kurang dibayar (maksimal 24 bulan).
d) Pajak diangsur atau ditunda.
e) SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar.
2) Sanksi berupa denda administrasi
a) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT.
b) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT (SPT tahunan atau SPT
masa) tetapi belum disidik.
c) Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha.
c. Melanggar larangan membuat faktur (Pengusaha Kena
Pajak yang tidak dikukuhkan).
d) Khusus PBB:
a. SPT, SKPKB tidak atau kurang dibayar atau terlambat
dibayar.
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar.
3) Sanksi berupa kenaikan 50% dan 100%
a) Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan:
1. Tidak memasukkan SPT:
a) SPT tahunan (PPh 29).
b) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN).
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 Ketentuan Umum dan tata cara
Perpajakan (KUP).
3. Tidak memperlihatkan buku atau dokumen, tidak memberi
keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29 KUP.
b) Dikeluarkan SKPKBT karena ditemukan data baru dan atau
data yang semula belum terungkap setelah dikeluarkan
c) Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak
seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0%
diberi restitusi pajak.
b. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga
macam denda pidana, kurungan dan penjara (Mardiasmo, 2009).
1) Denda pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya
diancam atau dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar
ketentuan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan
kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat
pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda
pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran
maupun bersifat kejahatan.
2) Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan
pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si
pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan
dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai
denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan
3) Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan
hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan
terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat pajak dan
kepada wajib pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur
atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan.
Sanksi pidana dikenakan terhadap:
a) Setiap orang karena kealpaan tidak menyampaikan SPT tetapi tidak
benar atau lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
Atas kasus tersebut dikenakan denda paling sedikit satu kali jumlah
pajak terutang yang tidak kurang dibayar dan paling banyak dua
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau
dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu
tahun.
b) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak
meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain dan hal-hal
lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP. Atas kasus
paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana
tersebut ditambahkan satu kali menjadi dua kali sanksi pidana
apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c) Setiap orang karena melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor
Pokok wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP) sebagaimana atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) dan atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak. Atas
kasus tersebut dikenakan pidana penjara paling singkat enam
bulan dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit dua kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan.
d) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) atau menyampaikan SPOP
UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan
selama-lamanya enam bulan atau setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak
terutang.
e) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPOP,
memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen palsu dan
hal-hal lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 (1) UU PBB. Atas
kasus tersebut dikenakan:
1. Pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda
setingi-tinginya lima kali jumlah pajak yang terutang.
2. Sanksi no.1 dilipatduakan jika sebelum lewat satu tahun
terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh
pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi.
f) Pejabat karena kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan
hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 KUP (tindak
pelanggaran). Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan
selama-lamanya satu tahun dan atau denda setingi-tingginya Rp
25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
g) Pejabat dengan sengaja tidak memenuhi kewjibannya
merahasiakan hal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 34 UU
KUP (tindak kejahatan). Atas kasus tersebut dikenakan pidana
penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda
h) Pihak ketiga dengan sengaja tidak memperlihatkan atau
meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak
menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB. Atas kasus tersebut
dikenakan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan atau
denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000 (dua juta rupiah).
6. Motivasi Wajib Pajak
a. Pengertian Motivasi
Kata motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan.
Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani
untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang
menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Tidak bisa dipungkiri, setiap tindakan yang dilakukan oleh
manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat). Istilah motivasi berasal
dari bahasa latin yakni “movere” yang berarti “dorongan atau daya
penggerak”. Untuk lebih memperjelas pembahasan tentang motivasi,
berikut pengertian motivasi menurut beberapa para ahli manajemen
sumber daya manusia, diantaranya yaitu (Harjantho, 2008):
a) Menurut Mitchell motivasi mewakili proses- proses psikologikal,
yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya
persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan
b) Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal
yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal
tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah
laku yang di dorong oleh keadaan tersebut, dan tujuan dari pada
tingkah laku tersebut.
c) Soemanto secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu
perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-
reaksi pencapaian tujuan. Karena kelakuan manusia itu selalu
bertujuan, kita dapat menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang
memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai tujuan telah terjadi
di dalam diri seseorang.
Dari pengertian-pengertian motivasi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi
yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk
melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat
mencapai tujuannya.
b. Teori Motivasi
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan
beberapa teori tentang motivasi, antara lain (Harjhantho, 2008):
1. Teori Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima
a. Fisiologis
b. Keamanan, keselamatan dan perlindungan
c. Sosial, kasih sayang, rasa dimiliki
d. Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
e. Aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia
menjadi.
Menurut Maslow, jika seorang pimpinan ingin memotivasi
seseorang, maka ia perlu memahami sedang berada pada anak
tangga manakah posisi bawahan dan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas
tingkat itu.
2. Teori Motivasi - Higiene
Dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang
mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor
tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat
orang merasa tidak puas atau faktor-faktor motivator iklim baik
atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas
teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau
motivator yang meliputi:
a. Prestasi (achievement)
b. Pengakuan (recognition)
c. Tanggung Jawab (responsibility)
e. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself)
f. Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
3. Teori Motivasi Harapan - Victor Vroom
Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan
itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu, dan pada daya tarik
dari keluaran bagi individu tersebut.
Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan
dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
meyakini upaya akan menghantarkan ke suatu penilaian kinerja
yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong
ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi
dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan
tersebut.
4. Teori Motivasi Keadilan
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang
dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam
pekerjaan. Individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari
organisasi.
5. Reinforcement theory
Teori motivasi ini tidak menggunakan konsep suatu motif
konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan
dimasa yang akan datang dalam proses pembelajaran.
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu, maka akan banyak
menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.
Menurut Syah (1997) dalam Purwoko (2008), motivasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Motivasi intrinsik adalah motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.
2) Motivasi ekstrinsik adalah motif yang menjadi aktif karena adanya
rangsangan dari luar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat diharapkan dapat
memotivasi wajib pajak dengan memahami kebutuhan-kebutuhan
sosial mereka dan pengadaan public goods and service dan membuat
mereka merasa penting dalam pelaksanaan pembangunan.
Apabila motivasi masyarakat tinggi dalam memenuhi
kewajiban pajaknya, maka secara tidak langsung pembangunan di
Indonesia diharapkan akan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Tetapi, jika motivasi masyarakat rendah dalam memenuhi
kewajiban pajaknya, maka diperkirakan perjalanan pembangunan akan
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya oleh Sartika (2008) dengan judul “Pengaruh
Kecerdasan Spiritual, Kinerja Pelayanan Pajak serta Ketegasan Sanksi
Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban
Perpajakan”. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Serpong
dan hasilnya menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual, kinerja pelayanan
pajak serta ketegasan sanksi perpajakan secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak.
Penelitian selanjutnya oleh Qomaria (2008) dengan judul “Analisis
Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pajak
Terhadap Kesadaran Membayar Pajak”. Penelitian ini dilakukan pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebayoran Baru Tiga dan hasilnya
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan dan tingkat pendidikan
mempengaruhi kesadaran wajib pajak.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2008) dengan
judul “Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas Pelayanan
KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Memenuhi
Kewajiban Pajak”. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Kebon
Jeruk dan hasilnya kualitas pelayanan KPP mempunyai hubungan positif dan
berpengaruh signifikan terhadap motivasi wajib pajak sedangkan peleksanaan
Penelitian selanjutnya oleh Supriyatna (2008) dengan judul “Pengaruh
Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat
Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta Grogol
Petamburan”. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Jakarta Grogol
Petamburan dan hasilnya menunjukkan variabel penyuluhan, kualitas
pelayanan, dan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran
dan kepatuhan wajib pajak dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Astuti (2009) dengan judul
“Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Undang-Undang
Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi
Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua”. Penelitian ini
dilakukan di KPP Pratama Tanah Abang Dua. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemahaman
wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan dengan tingkat kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebesar 24,4% dan
korelasinya 49,4%.
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Variabel Hasil Penelitian Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan hubungan positif dan berpengaruh
Pajak. pelaksanaan self Pajak dan Tingkat Pendidikan Wajib Pelayanan Pajak serta Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi pajak serta ketegasan sanksi perpajakan dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Jakarta
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pajak dengan nilai signifikansi sebesar
Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban
perpajakan sebesar 24,4% dan
korelasinya 49,4%.
C. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Qomaria (2008)
dengan judul “Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak dan Tingkat
Pendidikan Wajib Pajak Terhadap Kesadaran Membayar Pajak”
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tentang pajak memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,028 nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat
pengaruh yang signifikan dari pengetahuan tentang pajak terhadap
kesadaran membayar pajak.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Astuti (2009) dengan
judul “Analisis Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Terhadap
Undang-Undang Perpajakan Dengan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada KPP Pratama Tanah Abang Dua”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang perpajakan
perpajakan sebesar 24,4% dan korelasinya 49,4%. Jadi, dapat diduga
bahwa pengetahuan tentang pajak mempengaruhi motivasi wajib pajak
dalam membayar pajak sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ha1: Pengetahuan tentang pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib
pajak dalam membayar pajak.
2. Pengaruh Kualitas pelayanan Pajak Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwoko (2008)
dengan judul “Pengaruh Pelaksanaan Self Assessment System, Kualitas
Pelayanan KPP, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Motivasi Wajib Pajak
Memenuhi Kewajiban Pajak” menunjukkan bahwa variabel kualitas
pelayanan memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar
0,004. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari kualitas pelayanan KPP terhadap motivasi wajib pajak
memenuhi kewajiban pajak.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyatna
(2008) dengan judul “Pengaruh Penyuluhan, Kualitas Pelayanan, dan
Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib
Pajak pada KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan” menunjukkan
bahwa variabel kualitas pelayanan memiliki nilai signifikansi sebesar
0,244, nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga hal ini menjelaskan bahwa
kualitas pelayanan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap