BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
5. Ketegasan Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peratuaran perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Sanksi administrasi dan sanksi pidana memiliki perbedaan yaitu sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan, sedangkan sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi dan biasanya merupakan siksaan atau penderitaan.
a. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi dibedakan menjadi tiga yaitu sanksi berupa bunga, denda administrasi dan kenaikan (Mardiasmo, 2009).
a) Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) (SPT tahunan atau SPT Masa) oleh wajib pajak sendiri tetapi belum diperiksa.
b) Dari penelitian rutin:
a. PPh pasal 25 tidak atau kurang dibayar.
b. PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPN yang terlambat
dibayar.
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tidak atau kurang dibayar atau terlambat dibayar.
d. SPT salah tulis atau salah hitung.
c) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak
terutang tidak atau kurang dibayar (maksimal 24 bulan).
d) Pajak diangsur atau ditunda.
e) SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang dibayar.
2) Sanksi berupa denda administrasi
a) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT.
b) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT (SPT tahunan atau SPT
masa) tetapi belum disidik.
c) Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha.
c. Melanggar larangan membuat faktur (Pengusaha Kena Pajak yang tidak dikukuhkan).
d) Khusus PBB:
a. SPT, SKPKB tidak atau kurang dibayar atau terlambat
dibayar.
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar.
3) Sanksi berupa kenaikan 50% dan 100%
a) Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan secara jabatan:
1. Tidak memasukkan SPT:
a) SPT tahunan (PPh 29).
b) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN).
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan (KUP).
3. Tidak memperlihatkan buku atau dokumen, tidak memberi
keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pasal 29 KUP.
b) Dikeluarkan SKPKBT karena ditemukan data baru dan atau
data yang semula belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB.
c) Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan, dimana PKP tidak seharusnya mengkompensasi selisih lebih, menghitung tarif 0% diberi restitusi pajak.
b. Sanksi Pidana
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam denda pidana, kurungan dan penjara (Mardiasmo, 2009).
1) Denda pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam atau dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
2) Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama- lamanya sekian.
3) Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat pajak dan kepada wajib pajak.
Ketentuan mengenai sanksi pidana di bidang perpajakan diatur atau ditetapkan dalam UU No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Sanksi pidana dikenakan terhadap:
a) Setiap orang karena kealpaan tidak menyampaikan SPT tetapi tidak
benar atau lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar. Atas kasus tersebut dikenakan denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang yang tidak kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.
b) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT, tidak
meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen lain dan hal-hal lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 KUP. Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara paling singkat enam bulan dan
paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan satu kali menjadi dua kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c) Setiap orang karena melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana atau menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak. Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama dua tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
d) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) atau menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 24
UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama- lamanya enam bulan atau setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang.
e) Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPOP,
memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen palsu dan hal-hal lain sebagaimana diatur dalam pasal 25 (1) UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan:
1. Pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda
setingi-tinginya lima kali jumlah pajak yang terutang.
2. Sanksi no.1 dilipatduakan jika sebelum lewat satu tahun
terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan melakukan tindak pidana lagi.
f) Pejabat karena kealpaan tidak memenuhi kewajiban merahasiakan
hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 KUP (tindak pelanggaran). Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan atau denda setingi-tingginya Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).
g) Pejabat dengan sengaja tidak memenuhi kewjibannya
merahasiakan hal sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 34 UU KUP (tindak kejahatan). Atas kasus tersebut dikenakan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan atau denda setingg- tingginya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
h) Pihak ketiga dengan sengaja tidak memperlihatkan atau meminjamkan surat atau dokumen lainnya dan atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 (1) huruf d dan e UU PBB. Atas kasus tersebut dikenakan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000 (dua juta rupiah).
6. Motivasi Wajib Pajak