• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tim Sentra HKI Unud I Nym Mudana SH.,MH

II.4.2. Dasar Hukum Merek

Peraturan merek secara Internasional dibentuk pertama kali pada 20 Maret 1883 di Paris oleh suatu konfrensi diplomatik yang menghasilkan sebuah konvensi mengenai hak milik industri (the Paris Convention for the Protektion of Industrial Property),yang didalamnya juga mengatur mengenai perlindungan merek. Konvensi ini kemudian menjadi tonggak sejarah mulainya perkembangan peraturan merek secara internasional.

Konvensi ini kemudian direvisi berulangkali seperti di Brussel pada tahun 1900, di Washington pada tahun 1911, da Den Haag pada tahun 1925, di London pada tahun 1934, di Lisabon pada tahun 1958, Stockholm pada tahun 1967, Jenewa pada Tahun 1979 dan di Stockholm lagi pada Tahun 1986.

Secara prinsip, konvensi ini berasaskan pada perlindungan yang sama kepada warga negara dari setiap warga negara peserta Uni Paris ini bila telah memenuhi syarat, prinsip ini disebut prinsip asimilasi.

Berdasarkan Konvensi Paris, telah dibentuk sejumlah perstujuan seperti dibawah ini;

a. Persetujuan Madrid, untuk menghindarkan pemberitahuan asal barang secara palsu (Madrid Agreement Concerning the International Repressionof false Marks) pada tanggal 14 april 1891.

b. Persetujuan Madrid Mengatur pendaftaran Merek secara Internasional (Madraid Agreement Concerning the International Registration of Trademarks) baik untuk barang maupun jasa, melalui pendaftaran dengan sistim single applikation dengan birokrasi internasional dari WTO. Menurut sistim Perjanjian Madrid, pemilik merek harus

34

menaftarkan mereknya pertama kali di kantor merek negara asal dari pendaftar sehingga merek tersebut telah menjadi merek nasionaldi negara asalnya terlebih dahulu, kemudian pendaftar dapat mengajukan pendaftaran internasionalnya ke International Bureau di Bern, Perancis melalui kantor merek nasionalnya. Merek terdaftar pada biro Internasional di Bern terkenal sebagai merek internasional.

Pendaftaran internasional memungkinkan diperolehnya perlindungan merek dagang seluruh negara anggota Madrid Agreement melalui satu pendaftaran saja. Yang menjadi anggota Madrid Agreement ini jumlahnya sangat terbatas yaitu 28 negara anggota dari peserta Konvensi Paris,dan Indonesia sampai saat ini belum tercatat sebagai anggotanya.

c. Pada tanggal 12 Juni 1973 di Wina ditandatangani sebuah perjanjian Internasional yanga dikenal dengan Traktat Pendaftaran Merek Dagang (Trade Mark Registration Treaty). Traktat pendaftaran merek dagang itu memungkikan diperolehnya pendaftaran internatsional dengan satu permohonan saja yang dapat langsung diajukan ke kantor internasional di Jenewa tanpa melalui proses pendaftaran di negara asalnya terlebih dahulu. Perjanjian internasional mengenai klasifikasi internasional berkanaan dengan Trade Mark ( Nice Arrangement Concerning the International Classification of Good and Services to Which Trademarks Apply). Yang ditandatangani pada tanggal 15 Juni 1957 kemudian diubah di Stockholm (1967) dan Jenewa (1977). Denga konvensi iini telah dianut suatupenggolangan baraang dan jasa secara internasional yang berlaku terhadapseluruh negara anggota konvensi ini. Penggolongan internasional ini berfungsi untuk mempermudah perbandingan antara merek dagang dan karernaitu mempermudah penelitian kemungkinan persamaan barang yang telah terdaftar dikelas ysng sama.

35

Konvensi Paris untuk perlindungan Hak Milik Perindustrian temasuk juga didalamnya mengenai merek dalam pengurusan administrasinya tunduk dalam satu manajemen,yaitu United Bureau for the Protektion of Intellectual Propertyp dalam bahasa Prancisnya adalah Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propiete Intellectualle (selanjutnya disingkat BIRPI). Dalam perkembangannya timbul keinginan agar terbentuk suatu organisasi dunia untuk hak milik intelaktual secara keseluruhan. Melalui Konfrensi Stockholm pada tahun 1967, telah diterima suatu konvensi khusus untuk pembentuka organisasi dunia untuk hak milik intelektual (Convention Estabilishing the World Intelelctual Property Organization/selanjtnya disingkat WIPO), Indonesia meratifikasi konvensi ini dengan Keputusan Presiden RI No. 24 tahun 1979 .

Indonesia sebagai negara yang turut serta menandatangani persetujuan Putaran Uruguay pada tanggal 15 bulan April 1994 di Marakesh, Maroko oleh 125 negara berhasil menyepakati persetujuan pembenrukan organisasi perdagangan dunia (Agreement Esthabilishing the World Trade Organization), maka dibentuklahOrganisasi Perdagangn Dunia (WTO), yang selanjutnya bertugasuntuk mengadministrasikan, mengawasi dan memberikan kepastian bagi pelaksanaan perdagangan dunia. Agreement ini mulai berlaku 1 Januari 1995, atau sesegera mungkin sesudahnya. Dalam struktur lembaga WTO terdapat dewan umum yang berada dibawah Dirjen WTO. Dewan umum ini selanjutnya membawahi tiga dewan yang salah satunya dewa Trips.

Salah satu materi persetujuan pendirian WTO adalah persetujuan tentang Asfek-Asfek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Trips bersipat memperketat penerapan perjanjian-perjanjian perlindungan HKI yang sudahada, merupakan upaya untuk mempersempit kesenjangan dalam perlindunga HKI diseluruh dunia dan untuk menyamakan persepsi mengenai perlindungan HKI.

36

Persetujuan TRIPs memuat norma-norma standar perlindungan bagi karya inteletualitas manusia dan menempatkan perjanjian internasional dibidang HKI sebagai dasar aturan pelaksanaan penegakan hukum dibidang HKI dengan tujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum HKI guna mendorong timbulnya penemuan-penemuan baru.

Pengaturan terbaru tentang TRIPs, bentuk-bentuk HKI yang harus dilindungi antara lain : Hak Cipta (copyright), Merek Dagang (Trademarks), Indikasi Geografis (Geographical Indications), Desain Industri ( Industral Designs),Paten (Paten), Desain Tata Letek Sirkuit Terpadu (Layout-design Topographical Of Integrated Circuit), dan perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of Undisclosed Information). Salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan adalah TRIPs memungkinkan pemegang hak untuk meminta pejabat yang berwenang, Bea Cukai,untuk menangguhkan pengeluaran suatu barang imporyang diduga melanggar Hak Merek atau hak Cipta .

Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 57 tanggal 2 November 1994. bagi negara-negara berkembang ketentuan peralihan dan persiapan pembentukan perundang-undangan di bidang HKI adalah 5 Tahun , ini berarti bahwa Indonesia berkewajiban melaksanakan dan berlaku sejak 1 Januari tahun 2000.

Berlakunya peraturan HKI di Indonesia merupakan wujud dari ratifikasi atas adanya kesepakatan internasional tersebut. Ratifikasi ini menimbulkan beberapa konsekwensi utamanya didalam penyesuaian sistem hukum nasional dengan tatanan yang terdapat didalam ketentuan-ketentuan tersebut dalam bentuk penyempurnaan peraturaan perundangan nasional. Indonesia

37

tidak dapat dan tidak diperkenankan membuat peraturan yang extra-teritoria yang menyangkut tentang perlindungan HKI dan semua ketentuan yang terdapat didalam kerangka WTO.

Peraturan mengenai Merek di Indonesia setelah jaman kemerdekaan diatur dalam Undang-Undang N0 21 Tahun 1961 tentang merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (selanjunya disngkat UU N0. 21 Tahun 1961). UU N0. 21 Tahun 1961 ini mengatur klasifikasi barang-barang dalam 35 kelas,pengklasifikasian ini sejalan dengan persetujuan internasionaltentang klasifikasi barang-barang yang diatur dalam konvensi Nice yang diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. UU N0. 21 Tahun 1961 menganut sistim deklaratif, yaitu sistim yang memberikan perlindungan hukum kepada mereka yang menggunakan merek terlebih dahulu.

UU N0. 21 Tahun 1961 ini bertahan selama 31 Tahun dan kemudian diganti dengan UU N0 19 Tahun 1992 tentang Merek. Alasan dicabutnya UU N0. 21 Tahun 1961 karena dinilai kurang memberikan jaminan kepastian hukum karena sulit membuktikan siapakah yang sebenarnya pemilik atau pemegang hak atas merek yang sah daalam hal terjadinya pelanggaran merek,serta sistim ini tidak dapat lagi mengikuti perkembangan industri manufaktur dan jasa yang berkembang pesat, sehingga menumbuhkembangkan merek dagang dan merek-merek jasa baru, yang mau tidak mau harus segara diajukan pendaftaran merek-mereknya agar memperoleh perlindungan hukum.

Undang-undang N0. Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, kemudian diganti dengan Undang-Undang N0. 19 Tahun 1992 tentang Merek , mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap kelas jasa yang jumlahnya sesuai dengan yang dianut

38

oleh masyarakat internasional atau negara-negara yang memberlakukan Undang-undang Merek yaitu 8 ( delapan) kelas jasa dan dikelompokkan kedalam kelas 35 sampai dengan kelas 42.

Pada tanggal 1Agustus tahun 2001, Undang-Undang Merek kembali mengalami perubahan menjadi suatu undang-undang merek yang baru yaitu Undang-Undang N0. 15 tahun 2001 tentang Merek. Perubahan dilakukan dalam rang ka untuk menyempurnakan undang-undang yang lama, dalam menghadapi era perdagangan global, serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, dan juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internsional tentang merekyang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Undang-Undang N0 15 Tahun 2001 ini diharapkan menjadi single text dalam permasalahan yang menyangkut merek yang menggantikan undang-undang yang berlaku selanjutnya.

Pada saat ini dengan berlakunya Undang-Undang N0 15 Tahun 2000, maka undang-undang inilah yang sekarang menjadi dasar hukum dalam perlindungan terhadap merek terdaftar.

Undang-Undang N0 15 tahun 2001 tentang Merek mengatur juga mengenai jenis-jenis merek diantaranya diatur didalam pasal 1 butir 2, 3, dan 4 sebagai berikut :

1. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atao beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. (Pasal 1 Butir 22 UU N0 15 Tahun 2001).

2. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh sesorang atau beberapa oranag secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.(Pasal 1 Butir 3 UU N0. 15 Tahun 2001).

39

3. Merek Kolektif adalah merek yang diguanakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukm secara bersama-sama untukk membedakan dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya. (Pasa 4 UU N0.15 Tahun 2001).

II.4.3. Manfaat Merek dalam Bisnis.

1. Mengidentifikasi asal barang dan jasa dari suatu perusahaan dengan barang dan jasa perusahaan lain.

2. Melalui merek, pengusaha dapat menjaga dan memberi jaminan akan kualitas yang dihasilkan

3. Mencegah persaingan yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad buruk yang bermaksud membonceng reputasinya.

4. Sarana pemasaran dan periklanan memberikan tingkat informasi tertentu mengenai barang dan jasa yang dihasilkan pengusaha.

5. Merek yang didukung dengan media periklanan membuat pengusaha

memilikikemampuan untuk menstimulus permintaan konsumen, sekaligus mempertahankan loyalitas konsumen.

40

BAB III.

KESIMPULAN

Berdasarka uraian tersebut diatas, akhirnya dapat dismpulkan sebagai berikut:

1. HKI terdiri dari dua golongan yaitu Industrial property rights dan Copy rights. 2. Cara perolehan HKI yang tergolong industrial property rigths dilakukan dengan

41

DAFTAR PUTAKA.

Gunawan Suryomurcito, 2000, Perlindungan Merek, Makalah pada pelatihan HKI V, Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan Perhimpunan Masyarakat HKI Indonesia, Surabaya .

Muhammad Djumhana, Sh R.Djubaaedah,S.H.,2003,Hak Milik Intelektual(Sejarah,Teori Dan Prakteknya Di Indonesia. Pen. Pt.Citra Aditya Bakti.

Muhamad Fiormansyah.2008, Tata Cara Mengurus HKI. Visimedia. Jakarta

Rahmi Jened, 2015.Hukum Merek Trademark Dalam Era Global &Integrasi Ekonomi. Prenadamedia. Jakarta,

- Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Airlangga University Press, Surabaya,

- Implikasi Persetujuan Trips Bagi Perlindungan Merek di Indonesia, Yuridika, Surabaya.

- 2015,Hukum Merek Trademark Law.Pen Prenadamedia Group , Jakarta.

Sogar Simamora dalam Moch Isnaeni. ;”2013.PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA”Pen.Laksbang Grafika Jogyakarta.

Mia Yustianti.2017 Media HKI. Vol.XIV/Edisi III/2017. kompas .com. ,diakses 12 Agustus 2017.

42

Aris Munandar, 2013, Sfektrum Ekonomi Indonesia membangkitkan Entrepreneurship Membangun

Dokumen terkait