• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: DOA BERSAMA DI LINGKUNGAN DAN KETERLIBATAN UMAT

B. Keterlibatan Umat

1. Dasar Keterlibatan Umat

Dasar keterlibatan umat itu sendiri adalah Allah. Keterlibatan Allah terhadap kaum miskin, karena masalah kemiskinan bukan hanya masalah dunia ketiga, atau masalah Utara Selatan, tetapi sudah menjadi masalah mondial, masalah dunia. Bagaimana kemiskinan itu dipahami, sudah menjadi masalah tersendiri. Dalam pengertian biasa kemiskinan berarti ketergantungan pada orang lain baik dalam kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani sehari-hari. Bagaimanapun juga masalah kemiskinan adalah masalah kehidupan. Oleh karena itu setiap orang bisa merenungkannya dari aneka segi keprihatinan. Usaha memahami keterlibatan Allah terhadap kaum miskin ini dipusatkan dalam Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama (Darmawijaya,1991:5).

a. Dasar Kitabiah Keprihatinan dan Keterlibatan Sosial

Memang masalah-masalah yang sekarang ini aktual, kebanyakan belum terbayangkan ketika Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru muncul dalam sejarah Perwahyuan Ilahi. Tetapi, Kitab Suci tetap menjadi norma bagi penghayatan dan pewartaan iman kristiani. Maka sambil menafsiran tanda-tanda zaman sekarang di Indonesia, Katekese Umat perlu menggali amanat Allah, terutama yang turun dalam Pribadi Yesus Kristuus, serta reaksi umat Allah terhadap amanat itu, seperti terendapkan dalam Kitab Suci, untuk menemukan pedoman yang andal dalam menentukan sikap dan langkah-langkah nyata sebagai perwujudan iman kristiani.

Katekese umat di masa mendatang diharapkan mendukung perlaksanaan fungsi solider kritis umat terhadap masyarakat dan bangsa. Maka sesudah martabat manusia, yang dalam masa pembangunan ini menjadi taruhan pokok, mendapat sorotan sejenak, perhatian akan difokuskan pada pribadi Yesus Kristus dan sikap-Nya terhadap kaum miskin, terhadap tata masyarakat pada zaman-Ny, dan terhadap para penguasa. Kemudian pengalaman jemaah perdana akan sekedar diketengahkan, untuk menemukan inspirasi bagi cara-cara Gereja sekarang seharusnya bersikap di bidang sosial-ekonomi dan politik. (Hardawiryana, 1995: 23)

b. Yesus Kristus Beserta Injil-Nya bagi Kaum Miskin

Yesus Kristus mewartakan Injil tentang Kerajaan Allah, pembebasan dari dosa dan dari apa pun yang mencegah manusia untuk menikmati kepenuhan hidup seturut martabatnya. Dalam pengajaran maupun pelayanan-Nya Yesus sendiri secara konsekuen mencurahkan perhatian-pelayanan-Nya terhadap orang perorangan maupun kelompok-kelompok dari segala lapisan beserta latar belakang sosial mereka, terutama mereka yang miskin dan menderita, kaum wanita dan anak-anak, orang-orang Yahudi maupun dari suku bangsa lain.

Kalau pada awal karya perutusan-Nya di tengah masyarakat Ia mengenakan nubuat Yesaya pada diri-Nya sendiri, itu dapat dianggap sebagai “Mukadimah” hidup-Nya di muka umum. Ketika dua orang murid utusan Yohanes Pembabtis datang untuk menanyakan jatidiri-Nya, Ia memang juga

dari roh-roh jahat, dan ia mengaruniakan penglihatan kepada banyak orang

buta” (Bdk. Luk 7:20-21; lih Luk 4:40-41). Sering Ia mengajak mereka yang mempunyai harta-harta kekayaan, supaya menggunakannya bagi kaum miskin. Ia meminta para murid-Nya menemukan cara-cara, yang memungkinkan kaum miskin ikut serta sepenuhnya dalam kehidupan jemaah (Bdk. Luk 14:12-14).

Yesus peka sekali terhadap situasi sosio-politik penindasan dan ketidakadilan pada zaman-Nya. Kritik-Nya yang pedas terhadap mereka yang menelan rumah janda-janda, dan protes-Nya yang gencar terhadap orang-orang yang menodai kekudusan Kenisah dengan penindasan keagamaan maupun ekonomis (Bdk. Luk 20:45-46) merupakan contoh-contoh yang jelas. Oleh karena itu jemaah yang beriman akan Warta Gembira tentang Kerajaan Allah, yang mengemban perutusan untuk mewartakan-Nya, tidak boleh bersikap tak acuh terhadap situasi sosio-ekonomi dan politik masyarakat. Melainkan umat wajib melibatkan diri secara sendiri. Khususnya itu berlaku bagi situasi di Asia, yang mayoritas rakyatnya hidup dalam kondisi-kondisi sosio-ekonomi yang tidak layak manusiawi, termasuk juga Indonesia yang rakyatnya masih menghadapi banyak kendala kemiskinan (Hardawiryana, 1995:24-25).

c. Cintakasih yang Mengutamakan Kaum Miskin

Tetapi zaman sekarang ini, kasih Injili itu membutuhkan cinta yang mengutamakan mereka yang miskin, serba kekurangan, dan tertindas. Itu termasuk tuntutan Injil bukan hanya kasih terhadap semua orang, tetapi cinta yang mengutamakan kaum miskin, sungguhpun bukan cinta yang eksklusif.

Kasih preferensial itu meminta lebih dari sekedar usaha-usaha pengembangan demi dan bersama dengan kaum miskin saja. Supaya sungguh efektif, cinta preferensial itu harus mengusahakan perombakan struktur-struktur yang tercemar oleh dosa maupun ketidakadilan, yang menghalang-halangi kaum miskin untuk mencapai pengembangan kemanusiaan mereka yang otentik. Memang keadilan hanya akan terwujudkan, bila masyarakat diperbarui secaramenyeluruh: dengan mengubah sistem hidup bersama dan dengan mengubah moral, supaya semua warga masyarakat melibatkan diri dalam kepentingan bersama (Bdk. Ensiklik Quadragesimo Anno, 132-135). Tetapi sekali Gereja mencoba menimbulkan perubahan struktur-struktur sosial, Gereja harus memasuki gelanggang sosial-politik juga.

Misalnya di banyak daerah di Asia, sekarang Gereja perlu mendukung perombakan agraris yang sesungguhnya, pembagian harta kekayaan yang lebih baik, sistem perpajakan yang lebih adil. Gereja diundang untuk ikut menyuarakan perlunya upah yang adil, keamanan sosial, penegakan keadilan yang cekatan, dan jaminan yang sungguh-sungguh bagi hak-hak manusia. Dukungan semacam itu tidak menjadikan Gereja saingan di daerah sosio-politik, melainkan menjadikannya suara profetis bagi massa yang bersuara, dan pembela manusia. Gereja harus siap untuk menunjang upaya-upaya semacam itu, juga dengan menanggung resiko tidak disukai oleh kelompok yang sudah serba mapan (vested interest).

Dalam hal itu misi Gereja mencakup lima tugas konkret, yang perlu diperhatikan juga dalam katekese sosial, yakni: (Hardawiryana, 1995: 36-37).

1) Mewartakan tata nilai Injil yang harus melandasi pembangunan setiap bentuk rukun hidup manusiawi.

2) Menelanjangi segala situasi ketidakadilan, penindasan, penghisapan,manipulasi dan dominasi, sambil menyorotinya dengan cahaya Injil, khasnya dari sudut norma-norma moral.

3) Mendukung segala sesuatu yang membantu pribadi manusia dan masyarakat untuk berkembang, sesudah mengenali karya Roh Kudus dalam kenyataan-kenyataan sosial-politik melalui penegasan rohani.

4) Memberi kesaksian selaku persekutuan umat, yang dengan bimbingan Roh Kudus melayani sesama warganegara dan anggota masyarakat.

5) Menyelenggarakan pendidikan dan katekese untuk keadilan, dengan membangkitkan suara hati orang-orang, umat beriman khususnya, untuk menyelami situasi konkret, dan dengan membina mereka ke arah tindakan sosial yang nyata.

d. Orang Miskin dalam Kerajaan Allah

Dari awal karya-Nya Yesus senantiasa mendahulukan kaum miskin (Nolan,1991: 66). Kenyataan itu nampak jelas dalam program Yesus ketika menampilkan diri pertama kali di depan umum. Dalam Injil Lukas 4:18-19 digambarkan begitu menarik:

Roh Tuhan ada di padaKu, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan Kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan penglihatan bagi orang buta, untuk membebaskan

orang-orang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.

Dari kutipan di atas tampak bahwa orang miskin mendapat prioritas dalam pewartaan Yesus, merekalah alamat utama Kerajaan Allah, kepada merekalah Kerajaan Allah diwartakan. Lukas menggambarkan bahwa pokok karya Yesus adalah menyampaikan kabar Gembira terutama kepada kaum miskin (Luk 6:20).

e. Kabar Gembira bagi Kaum Miskin

Kabar Gembira yang dibawa oleh Yesus kepada orang-orang miskin adalah merupakan suatu nubuat, karena menubuatkan suatu peristiwa di masa depan yang akan menjadi berkat bagi orang-orang miskin (Alberts,1991: 66).

Peristiwa ini bukan hanya datangnya Kerajaan Allah, tetapi datangnya Kerajaan Allah bagi orang-orang miskin. Yesus mengatakan “kamulah yang empunya Kerajaan Allah” (Luk 6:20). Sabda Yesus yang paling mendasar

tersebut termuat dalam Injil yang sering dengan Sabda bahagia:

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin karena kamulah yang empunya

Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis karena kamu akan tertawa (Luk 6:20-21).

Kata “Berbahagialah” di atas merupakan kata Yesus kepada orang miskin ini; “bersukacitalah, bergembiralah” Mengapa? Karena kamu mempunyai Kerajaan Allah; karena kamu akan tertawa”, karena kamu akan

Allah menyatakan diri. Kaum miskin bukan lagi kaum tertindas, yang tidak mempunyai kedudukan dan hak suara dalam masyarakat. Dengan demikian Kerajaan Allah berarti pengakhiran kemiskinan, penghapusan kemalangan (Jacobs, 1988: 95)

Kabar Gembira bagi kaum miskin itu juga tidak banyak tampak dalam Sabda Yesus, tetapi juga tampak dalam tanda-tanda dan karya Yesus. Dalam Injil Lukas 14:21 digambarkan bahwa mereka datang berbondong-bondong

yaitu “orang-orang miskin dan orang cacat, orang buta dan

orang-orang lumpuh”. Dan Yesus menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata dan yang lumpuh dijadikan-Nya berjalan, orang mati dibangkitkan (lih. Lukas 7:22).

Dengan demikian sangat nampak bahwa karya dan Sabda Yesus sungguh merupakan suatu kabar yang menggembirakan, lebih-lebih bagi kaum miskin dan tertindas. Karena dengan kabar yang dibawa bagi kaum miskin dan tertindas. Karena dengan kabar yang dibawa oleh Yesus itu, membangunkan harapan besar akan masa depan dalam diri orang-orang miskin, dimana sebenarnya Kerajaan Allah sudah hadir atau ada diantara mereka (bdk. Luk 17:21).

f. Siapakah Orang Miskin dalam Kerajaan Allah

Sejak awal, dalam Injil Lukas ditunjukkan bahwa Kabar baik yaitu Kerajaan Allah ditujukan terutama bagi Kaum miskin (Luk 4:18). Siapakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan orang-orang miskin tersebut? Atau

dengan kata lain, siapakah menurut pandangan Yesus yang dimaksudkan orang miskin itu?. Kaum miskin yang mendapat pokok perhatian Yesus dalam pewartaan-Nya, disebut dengan berbagai macam istilah (Albert, 1991: 35-45).

Mereka disebut, misalnya sebagai pengemis buta (Mrk 10:46), orang lumpuh (Mrk 2:3), orang sakit kusta (Mrk 1:40), orang lapar (Luk 6:21a), orang menangis dan sengsara (6:21b), pelacur (bdk. Yoh 7:3), pemungut cukai dan orang berdosa (Mrk 2:32), kerasukan setan atau roh jahat (Mrk 1:23:15), teraniaya (Mat 5:15), terpenjara (bdk. Luk 4:19a), tertindas (Luk 4:19b), yang berbeban berat (Mat 11:28), dan orang kecil, yang terkecil, yang terakhir (Mat 19:30). Itulah gambaran ringkas mengenai kaum miskin yang menjadi perhatian utama Yesus dalam pewartaan-Nya.

Mereka itu adalah yang miskin secara spiritual, mental, fisik, politik, ekonomis dan sepenuhnya tergantung pada belaskasihan orang lain (Albert, 1991: 37). Orang-orang inilah yang berada di tempat yang paling bawah pada tangga hidup sosial, ia tidak punya kehormatan atau nama dan hampir-hampir dianggap bukan manusia lagi, hidupnya tak berarti atau dengan kata lain orang-orang semacam ini telah kehilangan martabat kemanusiaannya. Itulah sebabnya pula orang-orang ini sampai dikatakan orang-orang yang sepenuhnya hanya dapat menggantungkan pada belas kasih Allah. Lebih jauh lagi orang-orang ini disebut orang yang miskin dalam Roh ( Mat 5:3).

Memang, Yesus datang dan memanggil sapapun untuk masuk dalam Kerajaan Allah yang Dia wartakan, namun Yesus lebih mengutamakan mereka yang miskin, apapun jenis kemiskinannya.

g. Mendengarkan Sabda Allah

Sumber iman yang paling utama adalah Kitab Suci. Selain menjadi sumber, Kitab Suci juga menjadi tolok ukur keotentikan iman, tradisi dan ajaran Gereja. Inti dari Kitab Suci adalah kesaksian iman yang terkait dengan peristiwa historis. Karena itu iman kepada Allah dalam diri Yesus Kristus tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia. Kesaksian iman yang tertulis dalam Kitab Suci berkaitan dengan historis pada waktu itu. Oleh karena itu kitab suci tidak boleh ditafsirkan secara harafiah. Dalam setiap kutipan perlu dicari pesan pokoknya, sehingga sabda Allah menjadi sungguh hidup. Hal ini selayaknya disadari sebab melalui Kitab Suci Allah menyampaikan Sabda-Nya dan Allah menggunakan manusia untuk menyampaikan kehendak-Nya, maka supaya dapat dimengerti untuk zaman sekarang ini perlu ditafsirkan secara aktual sehingga mempunyai makna bagi orang-orang zaman sekarang (bdk. DV, art. 12) Selain itu supaya dapat berdaya guna, teks Kitab Suci yang dipilih hendaknya juga setara atau sekurang-kurangnya mendekati masalah-masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan pemilihan teks diserahkan kepada peserta dengan bantuan pendamping. Melalui Kitab Suci tersebut umat diajak untuk mendengarkan Allah disini yang sekarang bersabda kepada mereka di tengah-tengah masalah-masalah yang sedang dihadapi. Umat perlu diajak dan diberi kesempatan serta waktu untuk sungguh-sungguh mendengarkan dan merenungkan Sabda Allah tersebut (Adisusanto, 1989: 4-5).

Dalam perjalanan sejarahnya Gereja menafsirkan warta Kitab Suci melalui ajaran-ajaran resminya, dalam kehidupan sosial yaitu ajaran sosial

Gereja. Dengan demikian meskipun sumber utama dalam katekese sosial adalah Kitab Suci, namun tidak menutup kemungkinan dengan menggunakan sumber lain tersebut dalam rangka analisis tradisi gereja. Banyak sumber lain yang dapat diambil dari ajaran Gereja yang relevan dengan permasalahan ekonomi.

Dokumen terkait