• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR TEORI

A. Pengertian Prestasi Belajar

Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar, maka perlu dilakukan suatu evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.

Menurut Winkel (1996) prestasi belajar seseorang merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi menurut Slameto (2010: 54-72) secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar siswa (eksternal).

a) Faktor dari dalam diri siswa (internal)

Faktor internal ini meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis.

Faktor dari dalam diri siswa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

1) Faktor jasmaniah

Menurut Mubiar Agustin (2011: 17) kondisi jasmaniah pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dengan orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi, mereka lekas lelah, mudah ngantuk, dan sukar menerima pelajaran. Gizi ini dapat dilihat apakah tiap hari anak selalu makan makanan empat sehat lima sempurna atau tidak, apakah setiap pagi anak selalu sarapan atau tidak, apakah anak selalu makan tiga kali sehari atau tidak. Menurut Ridwan Idris, seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna selain itu adanya cacat tubuh seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan dan lain sebagainya. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan, proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, dan patah tangan, lumpuh dan lain-lain (Slameto, 2010: 55).

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis ini terdiri dari faktor-faktor antara lain: faktor minat, motivasi dan kesiapan.

a) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus menerus dan disertai rasa senang (Slameto, 2010: 57). Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan baik, karena tidak ada daya tarik baginya, siswa malas - malasan untuk belajar, dan tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah intensitas kegiatan belajar siswa. Menurut Nurhidayati (2006: 329) ada beberapa indikator siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses belajar dikelas maupun dirumah. Diantaranya:

a. Perasaan senang

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap pelajaran fisika, maka ia akan mempelajari fisika dengan rasa yang sama sekali tidak ada perasaan terpaksa untuk mempelajarinya. b. Perhatian dalam belajar

Seseorang yang memiliki minat pada objek tertentu maka dengan sendirinya dia akan memperhatikan obyek tersebut, misalnya,

seorang siswa menaruh minat terhadap pelajaran fisika, maka ia akan berusaha untuk memperhatikan penjelasan dari guru.

c. Bahan pelajaran dan sikap guru yang menarik

Tidak semua siswa menyukai suatu bidang studi pelajaran karena faktor minatnya sendiri. Ada yang mengembangkan minatnya terhadap bidang pelajaran karena pengaruh dari gurunya, teman sekelas, bahan pelajaran yang menarik, guru yang pandai, baik, ramah, disipilin, serta disenangi murid sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan minat murid. Sebaliknya guru yang memiliki sikap buruk dan tidak disukai oleh murid, akan sukar dapat merangsang timbulnya minat dan perhatian murid.

Jadi dapat disimpulkan untuk mengetahui minat: siswa tersebut selalu merasa senang selama pelajaran fisika, siswa selalu mengulang sendiri pelajaran fisika dirumah, siswa selalu memperhatikan penjelasan guru selama guru mengajar, siswa menyukai cara mengajar guru sehingga dapat menumbuhkan minat dalam diri siswa untuk belajar fisika.

b) Motivasi

Motivasi adalah setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang untuk meningkatkan kemampuannya secara maksimal, untuk mencapai tujuan (Ngalim Purwanto, 1990: 60). Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motivasi untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang

berhubungan/menunjang belajar (Slameto, 2010: 58). Menurut Sardiman (1996: 83) mengemukakan motivasi yang ada disetiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas yaitu dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang cukup lama dan tidak berhenti sebelum selesai;

b. Ulet menghadapi kesulitan atau tidak mudah putus asa, tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai;

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah soal;

d. Lebih senang bekerja mandiri;

e. Cepat bosan pada tugas-tugas rutin (berulang-ulang sehingga kurang kreatif);

f. Dapat mempertahankan pendapatnya jika sudah yakin dengan sesuatu;

g. Senang mencari dan memecahkan soal-soal

Menurut Nurhidayati (2006: 14) siswa yang mempunyai motivasi tinggi, apabila nilai ujiannya tidak baik ia akan merasa menyesal dan marah pada diri sendiri, karena seharusnya ia dapat mencapai hasil yang lebih baik. Sedangkan siswa yang mempunyai motivasi rendah menganggap bahwa belajar hanya untuk menghindari kegagalan, jadi kalau ia mendapat nilai baik berarti hanya suatu keberuntungan saja.

Berdasarkan uraian ciri-ciri individu yang memiliki motivasi diatas dapat diambil kesimpulan aspek-aspek motivasi yang dipakai dalam penelitian antara lain adalah menyukai tugas dan latihan-latihan soal, pantang menyerah dan tidak cepat puas dengan hasil yang didapat.

c) Kesiapan

Kesiapan menurut Jamies Drever adalah: Preparedness to respon

or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi.

Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kegiatan (Slameto, 2010: 59).

Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. Misalnya: siswa dirumah sebelumnya telah mempelajari materi yang akan diajarkan esok harinya disekolah, siswa sudah menyiapkan perlengkapan seperti buku atau peralatan belajar sebelum berangkat kesekolah dll

b) Faktor dari luar diri siswa (eksternal)

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor eksternal dibedakan menjadi faktor keluarga, faktor sekolah, faktor mata pelajaran fisika dan faktor lingkungan masyarakat siswa.

1. Faktor keluarga

Faktor keluarga yang mempengaruhi belajar ini mencakup cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.

a. Cara orang tua mendidik

Menurut Eveline Siregar & Hartini Nara (2010: 177) dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan dan pengertian dari orang tua. Apabila anak sedang belajar, jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah, anak selalu dipantau kegiatan belajarnya, orang tua selalu memeriksa hasil belajar anak. Orang tua berkewajiban memberi pengertian dan dorongan semaksimal mungkin guna membantu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi anak di sekolah. Menurut Charles Schaefer (1979: 154) dorongan dari orang tua berfungsi sebagai suatu penyokong, di kala anak-anak dihadapkan dengan tugas-tugas yang sukar atau kejadian-kejadian yang menekan. Sokongan seperti itu menolong seorang anak untuk mengembangkan kepercayaan terhadap dirinya sendiri, sifat inisiatif, dan ketekunan serta kekerasan hati. Orang tua yang mendidik anaknya terlalu keras, maka anak tersebut akan menjadi takut, tidak supel dalam bergaul, dan mengisolasi diri.

Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak

menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya (Slameto, 2010: 61).

b. Relasi antar anggota keluarga dan suasana rumah.

Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan kakak/adiknya turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu, apakah hubungan itu penuh kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, ataukah sikap yang acuh tak acuh dan sebagainya, demikian pula jika relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain tidak baik (Slameto, 2010: 62). Relasi antar anggota keluarga yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Mubiar Agustin (2011: 30-31) misalnya; keretakan hubungan orang tua (ayah dan ibu) sering menimbulkan percekcokan dalam rumah tangga yang pada akhirnya menjurus ke perceraian, selain itu orang tua yang sering membanding-bandingkan anaknya yang satu dengan anaknya yang lain.

Menurut Menurut Eveline Siregar &Hartini Nara (2010: 178) Hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis, akan menimbulkan suasana kaku, dan tegang dalam keluarga, yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar.

Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Menurut Slameto (2010: 63) Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak untuk belajar. Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antaranggota keluarga menyebabkan anak menjadi bosan di rumah, suka keluar rumah, akibatnya belajarnya kacau. Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan, tenang, tenteram dan penuh kasih sayang selain anak betah tinggal di rumah, juga akan memberikan dorongan belajar yang kuat bagi anak.

c. Keadaan Ekonomi Keluarga

Menurut Eveline Siregar & Hartini Nara (2010: 178) hasil belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan mengandalkan keterangan-keterangan yang diberikan oleh guru di depan kelas, tetapi membutuhkan juga alat-alat yang memadai, seperti buku, pensil, pena, bahkan buku bacaan yang menyangkut pelajaran.

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,kebutuhan pokok anak kurang

terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak terganggu (Slameto, 2010: 63).

Bagi orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai, tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan anaknya itu secara memuaskan. Apabila keadaan ini terjadi pada orang tua murid, maka murid yang besangkutan akan menanggung resiko yang tidak diharapkan.

2. Faktor sekolah

a. Sarana dan Prasarana

1) Pengertian sarana dan prasarana

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup sarana dan prasarana sekolah, karena keberadaan sarana dan prasarana secara langsung dan tidak langsung di gunakan dalam proses belajar mengajar dan sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, sehingga siswa termotivasi dalam pencapaian keberhasilan belajar secara maksimal. Agar seorang guru dapat melakukan proses pembelajaran dengan memanfaatkan sarana dan prasarana secara tepat dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, diharapkan seorang guru agar benar-benar memiliki kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana sebaik mungkin.

Tulus Tu‟u (2003: 81-83) mengungkapkan bahwa sarana belajar biasanya menjadi penunjang prestasi belajar, namun demikian bila kelengkapan fasilitas belajar sebagai sarana penunjang belajar di sekolah

memadai, sebaliknya dapat menjadi faktor penghambat apabila kelengkapan fasilitas belajar di sekolah kurang memadai.

2) Jenis - jenis sarana pendidikan

Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah.

Jenis – Jenis Sarana Pendidikan:

Kapur tulis/spidol, papan tulis, almari, bangku, meja, atlas, globe, buku pelajaran, beberapa bahan fisika untuk praktik guru dan siswa, alat peraga, peralatan olah raga, media audio, media visual, dan media audio visual. Menurut Eveline Siregar & Hartini Nara (2010: 180) sarana yang terdapat disekolah, juga akan mempengaruhi kondisi belajar siswa. Perpustakaan yang tidak lengkap, papan tulis yang sudah buram, laboratorium yang tidak lengkap, dan tempat praktikum yang tidak memenuhi syarat, tentu akan mempengaruhi kualitas belajar, dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Adakalanya juga, sarana yang sudah begitu lengkap tetapi tidak diikuti pelayanan yang baik. Contohnya, pegawai perpustakaan yang cenderung tidak ramah, dan tidak membantu, sikap arogan petugas yang menganggap bahwa pusat-pusat layanan itu adalah miliknya.

3) Jenis – jenis prasarana pendidikan:

Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.

Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

1. Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori/kelas, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. 2. Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk

proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya ruang kantor, kantin sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah (UKS), ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.

Menurut Eveline Siregar & Hartini Nara (2010: 180) dengan banyaknya jumlah siswa yang membludak, sedangkan keadaan gedung masih sangat kurang. Maka mereka harus duduk berjejal-jejal di dalam kelas. Faktor ini tentu akan menghambat lancarnya kondisi belajar siswa di sekolah.

Jadi yang akan peneliti teliti tentang sarana dan prasarana ini yaitu; apakah disekolah memiliki sarana belajar yang lengkap, apakah pelayanannya sudah baik atau kurang baik dari pihak sekolah, keadaan

gedung apakah masih layak atau tidak layak, jumlah gedung apakah mencukupi seluruh siswa atau tidak.

b. Tata tertib Sekolah dan Kedisiplinan

Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82) berpendapat bahwa peraturan tata tertib itu merupakan alat guna mencapai ketertiban. Dengan adanya tata tertib itu adalah untuk menjamin kehidupan yang tertib dan tenang.

Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:

a. Peraturan mempunyai nilai pendidikan. Misalnya anak atau siswa yang menyerahkan tugasnya, yang merupakan cara yang dapat diterima sekolah untuk menilai prestasinya.

b. Peraturan dapat membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Agar tata tertib dapat memenuhi kedua fungsi diatas, maka peraturan atau tata tertib itu harus dimengerti, diingat, dan diterima oleh siswa. Jadi kesimpulannya bahwa tata tertib berfungsi mendidik dan membina perilaku siswa disekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai pengendali bagi perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisikan

larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya.

Contoh tata tertib disekolah, misalnya tata tertib di kelas : siswa datang ke sekolah tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan, tidak makan di kelas ketika jam pelajaran berlangsung, dll. Contoh tata tertib di perpustakaan: berbuat sopan, menjaga ketenangan, dan kebersihan ruang perpustakaan, dilarang membawa barang-barang yang mengganggu ketenangan, tidak membawa makanan dan minuman ke ruang perpustakaan dll. Contoh tata tertib di laboratorium : berpakaian rapi dan sopan, menggunakan alat-alat praktikum dengan hati-hati, membereskan peralatan setelah selesai digunakan dll.

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa di sekolah dan juga dalam belajar. Menurut Slameto (2010: 67) kedisiplinan sekolah mencakup kediplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kediplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengolah seluruh staff beserta siswa-siswinya, dan kediplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa. Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

Selain itu disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa, disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku yang akan

mengantar seorang siswa sukses dalam belajar. Disiplin yang dimiliki oleh siswa akan membantu siswa itu sendiri dalam tingkah laku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Siswa akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya. Aturan yang terdapat di sekolah akan bisa dilaksanakan dengan baik jika siswa sudah memiliki disiplin yang ada dalam dirinya.

Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Dilingkungan internal sekolah pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan, dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti: kasus membolos, perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk – bentuk penyimpangan perilaku lainnya.

Dari keterangan diatas maka dapat diambil kesimpulan yang termasuk faktor dari tata tertib sekolah dan kedisiplinan adalah; siswa yang selalu mentaati peraturan di kelas, perpustakaan dan peraturan di laboratorium, tidak pernah membolos, tidak berkelahi, tidak menyontek, tidak mencuri dll, ada sanksi bagi siswa kalau tidak mentaati peraturan, guru selalu mengajar dengan disiplin, pegawai atau karyawan selalu melaksanakan tugasnya dengan baik dan disiplin.

c. Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan

pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. (Slameto, 2010: 65)

Menurut S. Nasution (2003: 10) kurikulum dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, misalnya sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.

b. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan pramuka, dan lain-lain

c. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.

d. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.

Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, tetapi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik. Dengan kata

lain kurikulum haruslah menunjukkan apa yang sebenarnya harus dipelajari oleh peserta didik.

Dari pengertian diatas maka yang akan peneliti teliti yaitu mengenai tugas keluar sekolah, apakah siswa mengikuti program seperti study tour antar sekolah, apakah waktu yang dibutuhkan guru untuk mengajar khususnya fisika itu cukup dan materi habis tepat waktu, dan apakah materi yang diajarkan dengan silabus itu sesuai.

d. Kegiatan Ekstrakurikuler Siswa

Menurut Winarno Narmoatmojo secara sederhana istilah kegiatan ekstrakurikuler mengandung pengertian yang menunjukkan segala macam aktivitas disekolah atau lembaga pendidikan yang dilaksanakan diluar jam pelajaran.

Menurut Winarno Narmoatmojo ektrakurikuler sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan mempunyai peranan utama sebagai berikut:

1) Memperdalam dan memperluas pengetahuan para siswa, dalam arti memperkaya, mempertajam, serta memperbaiki pengetahuan para siswa yang berkaitan dengan mata pelajaran sesuai dengan program kurikulum yang ada.

2) Melengkapi upaya pembinaan, pemantapan, dan pembentukkan nila-nilai kepribadian siswa.

3) Membina serta meningkatkan bakat, minat, dan keterampilan, dan hasil yang diharapkan ialah untuk memacu anak kearah kemampuan mandiri, percaya diri dan kreatif.

Kegiatan-kegiatan siswa di sekolah khususnya kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain di sekolah, yang dimaksud dengan kegiatan terkoordinasi di sini adalah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan program yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya kegiatan ekstrakurikuler dibimbing oleh guru, sehingga waktu pelaksanaan berjalan dengan baik.

Dari tujuan ekstrakurikuler di atas dapat diambil kesimpulan bahwa melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa dapat bertambah wawasan mengenai mata pelajaran yang erat kaitannya dengan pelajaran di ruang kelas. Melalui kegiatan ekstrakurikuler juga siswa dapat menyalurkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki. Hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran ekstrakurikuler akan berdampak pada hasil belajar di ruang kelas yaitu pada mata pelajaran tertentu yang ada hubungannya dengan ekstrakurikuler yaitu mendapat nilai baik pada pelajaran tersebut.

Dokumen terkait