• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.2 Dasar Teori

2.2.1. Siklus Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air di bumi baik itu terjadinya, peredarannya, penyebarannya, sifat-sifatnya, maupun hubungannya dengan lingkungan. Peredaran air di muka bumi mengalami pengulangan terus menerus dari atmosfer hingga dalam tanah kemudian membentuk sebuah siklus yang disebut siklus hidrologi.

Siklus hidrologi merupakan suatu sistem yang tertutup, dalam arti bahwa pergerakan air pada sistem tersebut selalu tetap berada di dalam sistemnya. Siklus air ini tidak merata, karena perbedaan prestipitasinya dari tahun ke tahun, dari

commit to user

musim ke musim, dari wilayah ke wilayah yang lain. Kondisi meteorologi dan kondisi topografi berpengaruh dalam siklus hidrologi.

aliran air tanah awan awan

awan

muka air tanah

danau laut angin perkolasi hujan hujan evaporasi dari danau evaporasi dari laut evaporasi dari daratan evaporasi dari air permukaan

transpirasi limpasan permukaan infiltrasi

matahari

Sumber: CD. Soemarto (1986)

Gambar 2.1. Siklus hidrologi.

Air yang berada dipermukaan bumi mengalami penguapan (evaporasi) ke udara dan berkondensasi menjadi awan, setelah melalui berbagai proses kemudian jatuh menjadi hujan (presipitasi) atau salju. Tidak semua air yang jatuh sampai ke permukaan bumi namun sebagian dari air yang jatuh menguap terlebih dahulu. Sebelum sampai ke permukaan tanah ada sebagian air yang tertahan didahan-dahan tumbuhan dan kemudian menguap (transpirasi). Air yang sampai kepermukaan tanah terbagi menjadi limpasan permukaan (runoff), aliran intra (interflow), dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Maka seluruh siklus telah dijalani, kemudian akan berulang kembali.

2.2.2. Daerah Aliran Sungai

Sungai merupakan sumber air di darat yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Air yang jatuh kepermukaan tanah kemudian mengalir

commit to user

membentuk suatu alur dari hulu ke hilir, yang disebut daerah aliran sungai (DAS). Karakteristik DAS sangat mempengaruhi besar kecilnya aliran. Besar kecilnya aliran atau debit suatu DAS dapat dihitung dari data pencatatan curah hujan pada stasiun pengamatan curah hujan yang terdekat di kawasan tersebut. Variabel debit sungai dapat dipakai sebagai dasar kemungkinan debit masukan yang memadai bagi suatu kapasitas waduk tertentu.

Daerah aliran sungai yang sering disebut juga dengan basin, watershed, catchment area, atau DAS adalah total permukaan tanah dan air yang dibatasi oleh pembagian air secara topografi. Setiap DAS memiliki karakter khas sendiri-sendiri dan setiap karakter memberikan pengaruh yang berbeda-beda pula terhadap limpasan permukaan. Karakteristik DAS tersebut antara lain ketinggian rata-rata, bentuk, luas, dan kemiringan DAS (Mamok Suprapto, 2000).

Daerah aliran sungai diartikan sebagai wilayah sungai yang dipisahkan dari wilayah lain oleh pemisah topografi yang berupa punggung bukit, tempat air hujan jatuh di wilayah tersebut, mengalir dan meresap menuju ke sungai dan mengalir ke laut. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah aliran sungai. Luas daerah aliran sungai dapat dihitung dengan menggunakan peta topografi (Suyono Sosrodarsono, 2003).

Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah tempat presipitasi tersebut mengonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan pengukuran daerah itu pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir, corak banjir, debit pengaliran dasar dan seterusnya.

Daerah pengaliran berbentuk bulu burung mempunyai debit banjir yang kecil namun banjir yang terjadi agak lama, sedangkan daerah pengaliran yang menyebar (bentuk kipas) mempunyai debit banjir yang besar (Suyono Sosrodarsono dalam Kensaku Takeda, 2003).

commit to user

Daerah aliran sungai memiliki bentuk yang bermacam-macam yang akan menghasilkan debit puncak dan waktu konsentrasi yang berbeda-beda.

2.2.3. Hujan

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Selain hujan bentuk presipitasi lainnya adalah hujan salju, kabut, embun dan hujan es. Di daerah tropis termasuk Indonesia, yang memberikan sumbangan paling besar adalah hujan, sehingga seringkali hujanlah yang dianggap sebagai presipitasi. Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan (Bambang Triatmojo, 2009).

Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga jumlah dan bentuknya dipengaruhi oleh klimatologi seperti angin, temperatur, dan tekanan atmosfer (Bambang Triatmojo, 2008).

a. DAS berbentuk bulu burung

b. DAS dengan pola pengaliran menyebar

c. DAS dengan pola pengaliran yang sejajar

commit to user

Untuk mempermudah pengambilan data hujan yang setiap hari turun dapat menggunakan Automatic Rainfall Recorder (ARR) yang dilengkapi dengan pencatat jumlah akumulasi hujan terhadap waktu dalam bentuk grafik. Ada tiga jenis alat penakar hujan otomatis yang biasa digunakan yaitu Weighing Bucket,

Tipping Bucket, dan Fload. Sedangkan pengambilan data tinggi muka air biasanya menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) yaitu alat untuk mengukur tinggi muka air pada sungai, danau, ataupun aliran irigasi. AWLR merupakan alat pengganti sistem pengukuran tinggi air konvensional dimana perekaman data masih dilakukan secara manual sehingga sistem pengukuran dan penyimpanan data tidak tepat dan akurat. Alat ini banyak digunakan pada pengukuran parameter dalam kegiatan hidrologi pada daerah aliran sungai, pembuatan sumur pantau, pertambangan dan lain-lain. Dengan AWLR kita dapat melakukan berbagai aplikasi di bidang hidrologi seperti dapat mengetahui kondisi suatu DAS serta dapat berfungsi juga sebagai sistem peringatan dini terhadap banjir pada suatu Daerah Aliran Sungai.

Derasnya hujan yang jatuh disuatu tempat diketahui dengan mengamati stasiun pencatat curah hujan. Curah hujan yang tercatat pada setiap stasiun pengamatan hujan hanya berupa curah hujan titik, untuk mengetahui besarnya curah hujan suatu kawasan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan rata-rata aritmatik.

Metode Rerata Aritmatik (aljabar) merupakan cara perhitungan hujan wilayah yang paling sederhana. Pengukuran dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS, tetapi diluar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan (Bambang Triatmojo, 2008).

Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan hujan diatas permukaan datar yang menggunakan satuan mm (Suripin, 2003).

commit to user 2.2.4. Poligon Thiessen

Cara menghitung luas daerah stasiun hujan berdasarkan rata-rata hitung masing-masing stasiun yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan antara dua stasiun pencatat hujan.

Prata-rata = ...(2.1)

dengan:

P1 = Curah hujan harian pada stasiun pencatat hujan 1, P2 = Curah hujan harian pada stasiun pencatat hujan 2, P3 = Curah hujan harian pada stasiun pencatat hujan 3, Pn = Curah hujan harian pada stasiun pencatat hujan n, A1 = Luas daerah stasiun pencatat hujan 1,

A2 = Luas daerah stasiun pencatat hujan 2, A3 = Luas daerah stasiun pencatat hujan 3, An = Luas daerah stasiun pencatat hujan n,

Atotal = Total luas daerah stasiun pencatat hujan yang diamati.

2.2.5. Water Balance

Pada dasarnya air tampungan waduk berasal dari hujan yang terjadi pada waduk. Selain hujan di waduk, hujan di DAS waduk juga mengakibatkan tambahan tampungan volume waduk (inflow). Inflow pada waduk tidak selalu

mempengaruhi volume waduk karena adanya pengeluaran pada waduk (outflow) yang kemudian terjadi suatu keseimbangan air (water balance).

Secara umum Ven Te Chow (1964) menuliskan :

I- O = ΔS ...(2.2)

dengan :

I = Inflow (aliran masuk),

O = Out flow (aliran keluar / kehilangan),

commit to user

Sebagai contoh, water balance untuk sebuah waduk sebagai berikut (Sri Harto B.R., 1992):

Sumber : Sri Harto.

Gambar 2.3. Skema Water Balance.

Untuk ΔS > O 1 + 2 + 3 = 4 + 5 + 6 + ΔS ...(2.3) Untuk ΔS < O 1 + 2 + 3 + ΔS = 4 + 5 + 6 ...(2.4) dengan : 1 = Surface run-off, 2 = Sub-surface run-off, 3 = Presipitasi (hujan), 4 = Evaporasi (penguapan),

5 = Kebutuhan air (irigasi, tenaga listrik), 6 = Rembesan / bocoran.

2.2.6. Hubungan Antara Ketebalan Hujan Dengan Variabel Yang Lain Cara melihat hubungan antara ketebalan hujan dengan volume air, evaporasi, kebutuhan air dilakukan analisa dengan menggunakan cara regresi. Regresi adalah salah satu alat statistika yang didasarkan pada sifat-sifat hubungan dua variabel

1 2 3 6 4 5 ΔS

commit to user

atau beberapa variabel. Sifat hubungannya dirumuskan dengan maksud agar satu variabel dapat diperkirakan nilainya berdasar satu variabel atau beberapa variabel lain. Namun demikian rumus yang dihasilkan hanya berlaku pada kisaran nilai variabel yang digunakan untuk mendapatkan rumus tersebut.

Sifat hubungan dapat berupa hubungan fungsi atau hubungan statistika. Hubungan fungsi antara dua variabel dituliskan dengan formula matematika sebagai berikut:

Yb = f (Xb) ...(2.5) dengan:

Yb = Variabel bergayut (dependent variabel),

Xb = Variabel tak bergayut (independent variabel).

Hubungan beberapa variabel secara statistika berbeda sekali dengan hubungan secara fungsi. Hubungan secara statistika tidak lepas dari tinjauan tentang kesalahan dan distribusi kesalahan.

Baris regresi dapat dibuat untuk merumuskan hubungan antara Ybi dan Xbi secara statistika. Rumus regresi linier mempunyai bentuk umum sebagai berikut:

Ybi= β1 Xbi +

ε

i ...(2.6) dengan:

Ybi = Nilai variabel bergayut pada nilai Xbi,

β1 = Parameter yang akan dicari,

εi = Kesalahan random.

Mendapatkan nilai pendekatan β0danβ1dicari b0 dan b1 dengan metode kuadrat terkecil, yang dilakukan dengan meminimumkan jumlah εi2 berdasar data yang didapatkan. Kedekatan nilai variabel Xb dan Yb dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya (r) dan seberapa besar variabel X dapat menerangkan variabel Y dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang dihitung sebesar r2.

Sedangkan untuk regresi berganda, jika kesalahan random yang terjadi tidak ditulis, maka bentuk umum persamaannya adalah sebagai berikut (Haan, 1979):

commit to user

Ybi = β1Xb1i+ β2 Xb2i + . . .βp Xbpi ...(2.7) dengan:

Xb1i = Variabel tidak bergayut 1 ke i,

β1,...βp = Parameter yang akan dicari.

Pada dasarnya kita akan menyelesaikan n persamaan dengan p parameter yang tidak diketahui. Jadi n harus lebih besar atau sama dengan p. Didalam praktek n

hendaknya 3 atau 4 kali lebih besar daripada p. Persamaan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Yb1 = β1 Xb1.1 + β2 Xb2.1 + . . .βp Xbp.1

Yb2 = β1 Xb1.2 + β2 Xb2.2 + . . .βp Xbp.2 . . .

Ybn = β1i Xb1i + β2i Xb2i + . . .βpi Xbpi ...(2.8) Dengan Ybi adalah pengamatan ke i untuk Yb dan Xbi, j adalah pengamatan ke i

pada variabel independen ke j. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Yb1= Σ_(j=1)p βj Xbi,j ...(2.9)

Untuk i = 1 ke n. Dalam notasi matrik persamaannya menjadi sebagai berikut: Yb

=

Xb β

nx1 nxp px1 ...(2.10) Dengan Y merupakan sebuah vektor nx1, X sebuah matrik nxp yang terbentuk dari

n pengamatan pada setiap p variabel independen dan β merupakan vektor px1 dari parameter yang tidak diketahui. Jika persamaan tersebut ditulis dalam bentuk matrik, diperoleh: Yb1 Xb1,1 Xb1,2 Xb1,3 . . . Xb1,p β1 Yb2 Xb2,1 Xb2,2 Xb2,3 . . . Xb2,p β2 Yb3 Xb3,1 Xb3,2 Xb3,3 . . . Xb3,p β3 . = . . . . . Ybn Xbn,1 Xbn,2 Xbn,3 . . . Xbn,p βn ...(2.11)

commit to user

βdapat diperkirakan dengan meminimalkan nilai Σ ε2

= (Yb - Xb β

)’ (Yb - Xb β

).

Jika dideferensialkan persamaan ini ke β

, dan ditetapkan derivasi parsial = 0, maka diperoleh: 0 = -Xb (Yb - Xb β ) ...(2.12) atau XbYb = Xb Xbβ ...(2.13) Penyelesaian persamaan 2.20 diperoleh dengan mengalikan matrik (Xb Xb)-1 (Xb Xb)-1 XbYb = (Xb Xb)-1(Xb Xb) β β = (Xb Xb)-1 XbYb ...(2.14) dengan: Xb = Transpose matrik Xb, Xb-1 = Inverse matrik Xb.

Parameter estimasi yang dihasilkan dari nilai β yang didapatkan dari perhitungan diatas yaitu : r2 = (βT XT Y – n Ῡ2 ) / (YT Y – n Ῡ2 ) ...(2.15) dengan: r2 = koefisien determinan, βT = transpose β,

n = banyaknya data pengamatan,

Ῡ = rata-rata variabel Y.

2.2.7. Kalibrasi Hubungan Antara Ketebalan Hujan di DAS Waduk dengan Volume Air di Waduk

Persamaan yang dikembangkan untuk hubungan antara ketebalan hujan di DAS waduk dengan volume air di waduk disusun untuk mensimulasikan proses aliran permukaan yang ada di alam. Keluaran alam mampu mendekati kejadian hujan yang sebenarnya. Namun demikian, persamaan hampir tidak mungkin dapat

commit to user

mensimulasikan proses di alam dengan tepat. Oleh karena itu akan selalu ada penyimpangan antara hasil keluaran persamaan dan perhitungan di lapangan.

Sumber : Sobriyah.

Gambar 2.4. Skema Kalibrasi.

Suatu proses kalibrasi yang menghasilkan keluaran simulasi yang persis sama dengan catatan hasil pengamatan tentunya tidak mungkin akan tercapai.

Permasalahan yang biasa timbul dalam proses kalibrasi adalah tingkat kesesuaian antara keluaran hitungan dengan hasil pengamatan. Tingkat kesesuaian ini ditinjau dari % kesalahan yang terjadi dan disarankan sekecil mungkin tanpa menyebut suatu nilai (Fleming, 1975; HEC-1, 1990). Ruh-Ming Li (1974) menyebutkan bahwa kesalahan <12 % masih dianggap baik, sehingga dapat diterima. Wang, G.T., dkk. (1992) menganggap bahwa RSE (relatif squared error) yang berkisar antara 0,157% sampai 11,67% masih dapat diterima, Sofyan dkk. (1995)

menetapkan bahwa kesalahan hidrograf banjir hasil simulasi sebesar 10 – 20 % masih dapat diterima.

Tingkat kesesuaian yang perlu dilihat pada persamaan yang berorientasi pada banjir adalah sebagai berikut:

Perbedaan (%) = pengamatan Y pengamatan Y -Yhitungan x 100% ...(2.16) Input Data

Sistem Fisik Persamaan

Terukur Hitungan

Patokan Kesalahan Kesalahan

commit to user dengan:

Perbedaan = Selisih volume antara pengamatan dan hitungan (%), Yhitungan = Volume hitungan,

Ypengamatan = Volume pengamatan.

Presentase perbedaan tersebut sebetulnya belum dapat memberikan gambaran tentang baik dan kurang baiknya hasil simulasi. Sebagai contoh perbedaan volume dalam keadaan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Persentase Perbedaan Volume Hitungan dan Volume Pengamatan. No. Y hitungan Y pengamatan Perbedaan

1 900 m3 1000 m3 100 m3 = 10%

2 9 m3 10 m3 1 m3 = 10%

Dua keadaan diatas mempunyai presentase yang sama sebesar 10% namun dalam masalah pemecahan hujan perbedaan sebesar 1 m3 akan menimbulkan konsekuensi yang lebih kecil dibandingkan 100 m3. Namun demikian karena belum ada ketentuan yang lebih baik maka kriteria di atas akan tetap digunakan. (Sobriyah, 2012).

commit to user

Dokumen terkait