• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

C. DasarHukumPelayananKesehatan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, maka semakin berkembang juga aturan dan peranan hukum dalam mendukung peningkatan pelayanan kesehatan,alasan ini menjadi fakor pendorong pemerintah dan istitusi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menerapkan dasar dan peranan hukum dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi terhadap perlindungan dan kepastian hukum pasien.Dasar hukum pemberian pelayanan kesehatan secara umum diatur dalam pasal 53 UU Kesehatan,yaitu :

13 Joni,afriko hukum kesehatan.jakarta 2016

14Joni,afriko hukum kesehatan.jakarta 2016

Pasal 53

Pelayanan kesehatan penseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

1) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.

Lalu pasal 54 Undang-Undang Kesehatan juga mengatur pemberian pelayanan kesehatan yaitu :

Pasal 54

1) penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab ,aman,bermutu,serta merata dan nondiskriminatif.

2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh pemerintah,pemerintah daerah dan masyarakat.15

Pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum,yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum antara pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit terhadap penerima pelayanan kesehatan,yang meliputi kegiatan atau aktivitas profesionaldi bidang pelayanan prefentif dan kuratif untuk kepentingan pasien.Secara khusus pada pasal 29 ayat(1) huruf (b) Undang-Undang Rumah Sakit,rumah sakit mempunyai kewajibanmemberikan pelayanan kesehatan yang aman bermutu,antidiskriminasi,dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standart pelayanan rumah sakit.

Peraturan atau dasar hukum dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54 UU Kesehatan sebagai dasar dan ketentuan umum dan ketentuan pasal 29 ayat (1) huruf (b) UU Rumah Sakit dalam melakukan Pelayanan Kesehatan.Dalam penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit mencakup segala aspeknya yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.

Melalui ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit dalam hal ini pemerintah dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yakni rumah sakit,memiliki tanggung jawab agar tujuan pembangunan di bidang kesehatan mencapai hasil yang optimal,yaitu melalui pemanfaatan tenaga kesehatan,sarana dan

15www.suduthukum.com/diakses pada tanggal 24 september2017.pada pukul 15.50

prasarana,baik dalam jumlah maupun mutunya,baik melalui mekanisme akreditasi maupun penyusunan standart,harus berorientasi pada ketentuan hukum yang melindungi pasien,sehingga memerlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis yang dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan,mengarahkan,dan memberikan dasar bagi pelayanan kesehatan.

BAB III

TANGGUNG JAWAB HUKUM KEPERDATAAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A. Aspek Hukum Keperdataan dalam Bidang Pelayanan Kesehatan Istilah hukum perdata pertama kali di perkenalkan oleh Prof.Djojodiguno sebagai penerjemah burgerlijkrechtpada masa pendudukan jepang.Di samping istilah itu,sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.Para ahli memberikan batasan hukum perdata,sebagi berikut.

Van Dunne mengartikan hukum perdata khusus pada abad ke-19 adalah :

“suatu pengaturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangatecensial bagi kebebasan individu,seperti orang dan keluarganya,hak milik dan perikatan.sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”

Pendapat lain yaitu Vollmar,dia mengartikan hukum perdata itu sebagai berikut:

“aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingannya yang tepat antara lain kepentingan yang satu dengan kepentingan lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat

tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan oleh para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu dengan orang yang lain,akan tetapi di dalam ilmu hukum subjek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subjek hukum,jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan subjek hukum satu dengan hukum yang lainnya dalam hubungan kekeluargaan dan didalam pergaulan masyarakat.Dilihat dari hubungan hukum antara tenaga kesehatan dan pasien terdapat apa yang dikenal saling sepakat untuk mengikat diri dalam melaksanakan pengobatan atau pelayanan kesehatan dan terbentuklah apa yang disebut sebagai perikatan yang di dalam doktrin ilmu hukum terdapat dua macam perikatan yaitu perikatan ihktiar dan perikatan hasil.

Dalam perikatan ikhtiar maka prestasi yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan adalah supaya semaksimal mungkin,sedangkan perikatan hasil adalah berupa hasil tertentu.Kemudian diatur pula tentang dasar dari perikatan,di mana perikatan tersebut terbentuk berdasarkan perjanjian atau undang-undang.Dasar dari perikatan anatar tenaga kesehatan dan pasien biasanya dikenaldengan perjanjian atau kontrak dalam konteks pelayanan kesehatan.Tetapi terdapat pula perikatan antara tenaga kesehatan dengan pasien yang terbentuk atas dasar Undang-Undang yakni terdapatnya

kewajiban hukum tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien yang memerlukannya.

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa

“tiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”.oleh karena itu dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perikatan berusaha menetralisasikan dengan rumusan lengkap dengan Undang-Undang,sebagai berikut :

a. Suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena kesalahannya atau kelalaiannya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.

b. Melanggar hukum adalah tiap-tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dlam pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain.

c. Seorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan,disamakan dengan seorang yang melakukan suatu perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum

Konsep perbuatan melawan hukum di Indonesia telah dimasukkadalam kitab Undang-Undang yang terkodefikasikan yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Sedangkan Tort, konsep dan pengaturannya tersebar dalam yurisprudensi-yurisprudensi dan dalam Undang-Undang tertentu seperti Occupier’s Liability Act 1957.Defectif Premises Act 1972 dan sebagainya.Perbedaan pengaturan konsep tersebut dipengaruhi oleh perbedaan sistem hukum yang di anut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa Kontinental yang cenderung pada paham kodifikasi (Enacted Law) sedangkan inggris menganut sistem common lawdimana hukumnya berkembang dari kebiasaan yurisprudensi.

Konsep perbuatan melawan huukum Indonesia yang merupakanbagian hukum Eropa Kontinental di atur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Unang Hukum Perdata samapai pasal 1380 Kitab Undang-Undang hukum Perdata.dalam pasal pasal tersebut diatur bentuk tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang terbagi atas : Pertama, Tanggung jawab tidak hanya atas perbuatan melawan hukum diri sendiri tetapi juga atas perbuatan melawan hukum orang lain dan terhadap barang.

Ketika hal yang merugikan pasien,pasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut telah memelakukan perbuatan yang melanggar hukum,seperti yang diatur di dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa :

“Tiap perbuatan melanggar hukum,yang membawa kerugian pada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu,mengganti kerugian tersebut”

Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan.Semula dimaksudkan segala sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang,jadi suatu perbuatan melawan undang-undang.Akan tetapi sejak tahun 1919 yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian yaitu setiap tindakan atau kelalaian baik yang :

- Melanggar hak orang lain

- Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri - Menyalahi pandangan etis yang umumnya dianut (adat

istiadat yang baik)

- Tidak sesuai dengan kepatuhan dan kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang seorang dalam pergaulan hidup.

Seorang dokter dapat dikatakan melakukan kesalahan.untuk menentukan seorang pelaku perbuatan melawan hukum harus membayar ganti rugi,haruslah terdapat hubungan erat antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan.Selanjutnya Berdasarkan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar Wanprstasi danmelanggar hukum seperti tersebut di atas,dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian.Gugatan diatas dasar

kelalaian ini diatur dlam pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,yang berbunyi sebagai berikut :

‘Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”

Seorang harus memberikan pertanggung jawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri,tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yan berada di bawah pengawasannya.(Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).Dengan demikian maka pada pokok ketentuannya 1367 BW mengatur mengenai pembayaranganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan suatu pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain.16

B. Tanggung Jawab Hukum Hukum Keperdataan Akibat Terjadinya Wanpestrasi

Dalam suatu perjanjian,satu pihak berhak atas suatu prestasi dan pihak lain berkewajiban berprestasi.Dimana pihak yang berhak menuntut suatu prestasi dlam hal ini bisa dokter maupun pasien.Sebaliknya dokter atau pasien bisa sebagai pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi.17

16Afriko joni, hukum kesehatan,pustaka in media,agustus 2016,hal48

17 http://eprints.undip.ac.id/17134/1/dr.H.Yunanto.pdf(diakses 24september2017.pada pukul 13.05 wib

Dokter bertanggung jawab dalam hukum perdata jika ia tidak dapat melaksanakan kewajiban.Yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimanayang telah disepakati dan karena perbuatan yang melanggar huku.Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” Prestasi itu dapat berupa :

a. Memberi sesuatu b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu

Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan wanprestasi antara lain:

a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib di lakukan.

b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat.

c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib di lakukan tetapi tidak sempurna

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan.

Tuntutan atas dasar wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum tidak begitu saja dapat dirubah-rubah.Wanprestasi menurut adanya suatu perjanjian antara psaien dan dokter.Dari perjanjian ini biasanya timbul perikatan usaha atau perikatan hasil/akibat.Disebut perikatan usaha karena didasarkan atas kewajiban berusaha,dokter harus berusaha dengan segala

daya usahanya untuk menyembuhkan pasien ,hal ini berbeda dengan kewajiban yang didasarkan dengan hasil/ akibat resultaat maka prestasi dokter tidaklah diukur dengan apa yang dihasilkannya tetapi ia harus mengarahkan segala kemampuan bagi pasien.Dokter wajib memberikan perawatan dengan berhati-hati dan penuh perhatian sesuai dengan standar profesi.Sehingga apabila pasien mengetahui bahwa dokter tidak memenuhi kewajiban seperti yang tercantum dalam perjanjiannya maka ia dapat menuntut wanprestasi dan dapat minta perjanjian tersebut dipenuhi begitu pula bisa menuntut dengan ganti rugi.

Dalam pelayanan kesehatan,dokter maupun pasien dapat saja terjadi tidak terpenuhinya suatu kewajiban kontrak medis juga menimbulkan suatu perbuatan wanprestasi mungkin terjadi pada waktu yang sama menimbulkan juga suatu perbuatan hukum.Pada pertanggungjawaban dalam wanprestasi, unsur kesalahan itu tidak berdiri sendiri sebaliknnya pada pertanggung jawaban dalam perbuatan melanggar hukum,unsur kesalahan itu berdiri sendiri.

Pada Wanprestasi,apabila dokter yang dimintai pertanggung jawaban mecoba membela diri dengan alasan keadaan memaksa,maka pembuktian dibebankan kepada dokter tersebut.Karena dalam Wanprestasi,seorang dokter tidak dianggap bahwa ia tidak tahu atas kesalahan yang diperbuatnya, apalagi jika ia berpendapat bahwa norma yang berlaku dalam pergaulan masyarakat bukan menjadi tangung jawabnya.

Jika seorang dokter membuat kesalahan yang menjadi tanggung jawabnya karena Wanprestasi maka ia dianggap bertanggung jawab.

Pembuktian menjadi beban dokter tersebut sebagai debitur. Sehingga dapat di simpulkan bahwa unsur kesalahan yang terdapat dalam perjanjian dan pelanggaran hukum (Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum) di dalam kenyataan sering perbedaannya sangat kecil .dengan demikian apabila seorang dokter terbukti telah melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum,maka ia akan di tuntun untuk membayar ganti rugi atas perbuatan yang ia lakukan.

C. Tanggung Jawab Hukum Keperdataan karena Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan Melawan Hukum pada pasa 1365 yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, ysng membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut” Yaitu :

a. Konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak.

b. Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan Undang-Undang termasuk perbuatan melanggar hukum.

Kerugian tersebut pun haru dibuktikan sehingga seseorang dapat diwajibkan untuk membayarnya.Pasien perbuatan melanggar hukumharus membuktikan bahwa ia menderita kerugian karena perbuatan itu.Agar dokter diwajibkan untuk membayar kerugian karena perbuatan melanggar

hukum itu, maka dokter harus mengetahui terlebih dahulu bahwa perbuatannya tersebut mendapatkan kerugian yang harus dibayar, namun besarnya kerugian tidak perlu di duga.Ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum tidak diatur oleh Undang-Undang dianalogikan dengan ganti rugi kerugian karena wanprestasi.

Berkaitan dengan ganti rugi dan perbuatan melanggar hukum kerugian yang akan timbul dari perbuatan melawan hukumdapat berupa kerugian harta kekayaan materil tapi juga dapat bersifat idial (imatteril).kerugian harta kekayaan meliputi kerugian dan keuntungan yang tidak diterima.Untuk menentukan jumlah yang dirugikan harus dikembalikan dalam keadaan semulanakan tetapi telah diperhitungkan bahwa yang dirugikan tidak mendapatkan keuntungan akibat dari perbuatan melawan hukum.

Ganti rugi dalam perbuatan melawan hukum dapat dibagi menjadi:

a. Ganti Rugi Nominal : dalam hal ini perbuatan melanggar hukum termasuk dalam unsur kesengajaan.tetapi pada pasien tersebut sebenarnya tidak mendapatkan kerugian,maka untuk pasien diberikan sejumlah uang tertentu untuk rasa keadilan tanpa menghitung seberapa kerugian tersebut yang diganti rugi nominalnya.18

b. Ganti Rugi Kompensasi : dalam hal ini ganti rugi yang merupakan pembayaran kepada korban atas dan sebesar

18 Ibid

kerugian yang benar-benar yang dialami oleh pihak korban dari suatu perbuaatan melanggar hukum.dalam hal ini pembayaran kepada pasien atas kerugian yang dialami.19

Contohnya:Ganti rugi atas segala biaya yang dikeluarkan pasien atas ,kehilangan keuntungan/gaji ,sakit dan penderita.

c. Ganti Rugi Penghukuman : merupakan sebuah ganti rugi yang dalam jumlah melebihi dari jumlah yang kerugian yang sebenarnya.Besar jumlah ganti rugi tersebut sebagai hukuman bagi sipelaku.Besarnya jumlah ganti rugi ini dimaksud sebagai hukuman bagi seorang dokter.Ganti rugi penghukuman ini diterapkan pada kasus kesengajaan .

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur kerugian dan ganti rugi dalam hal perbuatan melanggara hukum menjadi dua pendekatan yaitu :

a. Ganti rugi umum yaitu ganti rugi yang berlaku untuk semua kasus baik wanprestasi maupun perbuatan melanggar hukum,ketentuan ini diatur dalam pasal 1243-1252 tentang penggantian biaya,rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan

Pasal 1243

Pergantian biaya,ganti rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan ,barulah mulai di wajibkan,apabila si perutang,setelah dinyatakan

19 Ibid

lalai memenuhi perikatannya,tetap melalaikannya,atau jika sesuati yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah di lampaukan.20

Jika ada alasan untuk itu,si berutang harus dihukum mengganti biayan,rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikannya,bahwa hal itdak dan tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu,disebabkan suatu hal yang tak terduga,pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.

Pasal 1244

21

Tidaklah biaya rugi dan bunga ,harus digantinya,apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja siberutang beralangan memberi atau membuat sesuatu yang diwajibkan ,atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Pasal 1245

22

Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya,terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut di bawah ini.

Pasal 1246

23

20R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

21R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

22R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

23R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1247

Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu-daya yang dilakukan olehnya.24

Jika dalam suatu perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlah uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang daripada jumlah itu.

Pasal 1248

Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu-daya si berutang, penggantian biaya, rudi dan bunga sekadar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.

Pasal 1249

25

Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.

Pasal 1250

24R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

25R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Penggantian biaya, rugi dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak usah diberikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang.

Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.

Pasal 1251

Bunga dari uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permintaan di muka Pengadilan, maupun karena suatu pertujuan khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun.

Pasal 1252

Meskipun demikian, penghasilan-penghasilan yang dapat ditagih, sepertinya uang gadai dan uang sewa, bunga abadi ataubunga selama hidupnya seorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukannya penuntutan atau dibuatnya perjanjian.

Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian penghasilan-penghasilan dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ke tiga kepada si berpiutang, untuk pembebasan si berutang.26

26R,Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Ganti rugi khusus khususadalah ganti rugi yang ditimbulkan dari perikatan-perikatan tertentu . Selain ganti rugi yang terbit dari ganti rugi yang berbentuk umum juga memberikan ganti kerugian yang berbentuk khusus seperti berikut :

1. Ganti rugi untuk perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”Tiap perbuatan melanggar hukum,yang membawa kerugian kepada orang lain yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”

2. Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain dalam pasal 1366 dan pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Ganti rugi pemilik binatang yang diatur pada pasal 1368 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

4. Ganti rugi untuk bangunan yang ambruk diatur pada pasal 1369 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

5. Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan karena di bunuh diatur pada pasal 1370 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

6. Ganti rugi karena orang telah luka dan cacat anggota badan diatur dalam pasal 1371 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

7. Ganti rugi karena tindakan penghinaan yang di atur dalam pasal 1372-1380 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Untuk ganti rugi selain tersebut di atas, masih ada yang perlu menjadi perhatian penting yaitu ganti kerugian terhadap perbuatan melanggar hukum tertentu yang tibul karena perbuatan melanggar hukum dengan kesengajaan atau kelalaian yang mengakibatkan orang mati,terhadap perbuatan melanggar hukum ini makan pihak-pihak yang biasanya diberikan nafkah oleh yang meninggal berhak atas ganti rugi,dengan syarat :

a. Keharusan penilaian menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak.

b. Keharusan penilaian menurut keadaan.

Hal tersebut diatur dalam pasal 1370 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Ganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum dengan kesengajaan ataupun kelalaian yang menyebabkan luka atau cacatnya anggota badan, yang dapat dituntut dlam hal ini adalah menyangkut soal biaya penyembuhan pasien, ganti rugi yang diakibatkan oleh luka atau cacat .hal tersebut diatur dalam pasal 1371 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.27

27Ibid

BAB IV

ANALISIS HUKUM KEPERDATAAN DOKTER MUDA (CO ASS) DALAM PENANGANAN PELAYANAN KESEHATAN

TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM

A. HubunganHukumantaraDokterMuda (Co Ass)

A. HubunganHukumantaraDokterMuda (Co Ass)

Dokumen terkait