Analisis proses dilakukan terhadap hal-hal yang terlibat dalam pelaksanaan program. Data ini diperoleh dari hasil jawaban informan dan dokumentasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Analisis proses terbagi dalam 7 (tujuh) komponen yaitu, bentuk kegiatan, fokus kegiatan, kelancaran pelaksanaan program, strategi, continuity dan consistency program, pendukung kelancaran program, dan hambatan program.
a. Bentuk Kegiatan
Penilaian terhadap bentuk kegiatan program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu pelaksana program dan lebih spesifiknya dengan pihak marketing promosi yaitu Rizky Yanuar, jawabannya sebagai berikut:
“Kegiatan komunikasi langsung itu seperti penawaran produk kita mbak, terutama cara agar pelanggan mau membeli produk kita dengan nominal tertentu biar dapet neon box, bisa juga melalui kunjungan dari instansi atau sekolah kemari, saat kita mengikuti seminar, menjadi sponsor pada event, melalui agen-agen distributor dan pelanggan jamu kita.
Kegiatan komunikasi nggak langsungnya seperti lewat media brosur, kalender, neon box, spanduk, MMT, blog, stand pameran, sama stiker branding. Kita masih belum menggunakan iklan berbayar dikarenakan pertimbangan anggaran biayanya mbak.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Selasa 3 Mei 2016, pukul 13.00 WIB) Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk kegiatannya dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan dengan komunikasi langsung dan dengan komunikasi tidak langsung.
Kegiatan komunikasi langsung berupa komunikasi secara tatap muka dengan bertemu secara langsung antara pihak Bisma Sehat dengan pelanggan. Kemudian menjelaskan kepada pelanggannya atau komunikan tentang program yang sedang dilaksanakan beserta manfaatnya, dan mengajak secara persuasif kepada mereka untuk bersedia mengikuti program tersebut. Karena menggunakan komunikasi langsung akan jauh lebih efektif untuk membujuk seseorang untuk membeli produk yang kita tawarkan.
Gambar 3.6.
Salah satu kegiatan Komunikasi Langsung yang dilakukan oleh pihak PJ. Bisma Sehat kepada calon pelanggannya
Sumber: Dokumentasi pribadi
Kegiatan komunikasi tidak langsung menggunakan fasilitas dari media eksternal, seperti lewat media brosur, kalender, neon box, spanduk, MMT, blog, stand pameran, dan stiker branding.
Berdasarkan hasil observasi, media lini bawah yang digunakan sebagai alat promosi tersebut dipilih dengan mempertimbangkan anggaran dana yang disediakan untuk kegiatan komunikasi pemasaran. Pihak PJ. Bisma Sehat termasuk industri jamu yang sedang berkembang, oleh karena itu alokasi dana yang digunakan dalam promosi harus mempertimbangkan keefektifan dan efisiensinya.
Berdasarkan hasil analisis, Dalam proses komunikasi secara langsung, pengaruh seorang komunikator bisa sangat besar terhadap komunikannya, atau bisa sebaliknya (Burhan Bungin, 2013: 70). Apabila tingkat kepercayaan komunikan terhadap komunikatornya tinggi, maka kredibilitas dari komunikator tersebut
mendapat kesan positif dari komunikannya. Karena pesan yang disampaikan pada proses komunikasi secara langsung dapat sampai dan diterima dengan baik oleh komunikannya.
Gambar 3.7.
Salah satu kegiatan Komunikasi Tidak Langsung yang dilakukan oleh pihak PJ. Bisma Sehat dengan pemberian alat
promosi neon box kepada pelanggannya
Sumber: Dokumentasi pribadi
Bentuk kegiatan ini sudah sesuai untuk dilakukan dalam mendukung kelancaran program. Karena dengan adanya kegiatan dalam bentuk komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung, maka program yang dilaksanakan bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
b. Fokus Kegiatan
Penilaian terhadap fokus kegiatan program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara
dengan pihak terkait yaitu pelaksana program. Fokus kegiatan pada program komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh PJ. Bisma Sehat menurut H. Mulyadi, adalah:
“Fokus kegiatan Bisma Sehat adalah komunikasi secara langsung dengan pelanggan, karena komunikasi tatap muka itu jauh lebih efektif, kalau media yang digunakan secara tidak langsung merupakan fokus selanjutnya setelah komunikasi langsung.” (wawancara langsung di kantor PJ.
Bisma Sehat, Senin 14 Desember 2015, pukul 09.00 WIB) Dalam pembahasan ini, Agus Ritanto memberikan jawaban yang sama dengan H. Mulyadi, sedangkan Rizky Yanuar memberikan tambahan pernyataannya, yaitu:
“Fokus kegiatan Bisma Sehat ya memberikan neon box pada depot-depot jamu. Kalau kegiatan penunjang yang lainnya seperti pemasangan spanduk, pemberian stiker branding, tenda pameran, brosur, blog, mengikuti beberapa event, menjadi sponsorship dalam suatu pameran, mengikuti beberapa seminar, pemberian kalender mbak.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Selasa 3 Mei 2016, pukul 13.00 WIB)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa fokus kegiatannya adalah pemberian neon box di depot-depot jamu pelanggan Bisma Sehat dengan komunikasi secara langsung. Pemasangan spanduk, pemberian stiker branding pada etalase depot jamu, tenda pameran, brosur, blog, mengikuti beberapa event, menjadi sponsorship, mengikuti beberapa seminar, dan pemberian kalender adalah fokus kegiatan selanjutnya setelah kegiatan komunikasi secara langsung dilakukan.
Menurut hasil analisis, komunikasi secara langsung sangat dibutuhkan agar nantinya pihak pelanggan juga bisa menawarkan
produk jamu Bisma Sehat kepada konsumennya. Ini sesuai pada buku “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran” yang menuliskan, bahwa salah satu peranan komunikasi tatap muka dalam strategi pemasaran perusahaan adalah menyampaikan pesan yang kompleks kepada konsumen potensial mengenai kebijakan dan produk perusahaan (Sutisna, 2002: 311).
Jadi, antara pihak PJ. Bisma Sehat dengan pelanggan bisa saling bekerjasama untuk meningkatkan jumlah penjualan dan menarik konsumen untuk mengetahui akan produk jamu Bisma Sehat. Karena komunikasi yang melibatkan alat peraga seperti spanduk, stiker, MMT, dan neon box, didesain untuk mempengaruhi keputusan membeli di tempat pembelian yang sudah di display oleh perusahaan guna menarik perhatian konsumen, ini sesuai dengan salah satu fungsi model utama bauran komunikasi yaitu komunikasi di tempat pembelian (point-of-purchase communication) (Terence A. Shimp, 2003: 5-6).
Oleh karena itu, informasi dan pengarahan yang diberikan oleh pihak PJ. Bisma Sehat dengan pihak pelanggan (pemilik depot jamu) adalah dengan melakukan komunikasi secara langsung terlebih dahulu. Agar pihak pelanggan juga mampu mempresentasi/menawarkan produk jamu Bisma Sehat beserta khasiatnya kepada konsumennya.
c. Kelancaran Pelaksanaan Program
Penilaian terhadap kelancaran pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu pelaksana program. Berikut jawaban dari H. Mulyadi:
“Pelaksanaan program ini berjalan lancar berkat dukungan dan partisipasi pelanggan, jadi berpengaruh terhadap jumlah permintaan akan produk jamu kami yang meningkat.”
(wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Senin 14 Desember 2015, pukul 09.00 WIB)
Jawaban yang sama juga diberikan oleh Agus Ritanto dan Rizky Yanuar. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program-program pemasaran yang dilakukan oleh Bisma Sehat berjalan lancar. Hal ini karena dukungan dan antusiasme dari pelanggan.
Menurut hasil analisis, pelanggan ikut berpartisipasi mendukung dan antusias dengan program yang diberikan oleh PJ.
Bisma Sehat. Pelanggan bersedia bekerjasama untuk membangun hubungan mitra bisnis dengan pihak PJ. Bisma Sehat. Hal ini sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak karena akan meningkatkan jumlah penjualan produk jamu Bisma Sehat. Hal ini sesuai dengan pengertian dari komunikasi pemasaran menurut buku
“Manajemen Pemasaran (Edisi Alih Bahasa Indonesia); Edisi 12 Jilid 2”, bahwa komunikasi pemasaran adalah sarana yang digunakan perusahaan dalam upaya untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung atau tidak langsung tentang produk dan merek yang mereka jual (Philip
Kotler, 2007: 204). Karena secara tidak langsung program-program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat telah membuat pelanggannya antusias dan berpartisipasi untuk mengikuti. Dan secara langsungnya adalah bentuk penyajian penawaran dan informasi yang dikemas secara menarik oleh pihak PJ. Bisma Sehat kepada pelanggan dan masyarakat luas.
Gambar 3.8.
Beberapa contoh partisipasi pelanggan dalam program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat
Sumber: Dokumentasi pribadi
d. Strategi
Penilaian terhadap strategi program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu pelaksana program. Cara yang dilakukan H. Mulyadi untuk meningkatkan penjualan dan jumlah pelanggan Bisma Sehat, adalah:
“Selalu meningkatkan kualitas jamu yang kita produksi mbak, jadi saya dan apoteker Bisma Sehat selalu berinovasi dalam meracik varian jamu baru maupun jamu lama untuk lebih ditingkatkan lagi racikannya agar rasanya mantab dan sesuai. Harga juga terjangkau untuk produk jamu kita mbak.
Untuk pelanggan-pelanggan, kita selalu memantau setiap pelanggan dengan intensitas komunikasi yang sering, itu marketing kita mbak tugasnya. Jadi langsung mendatangi satu-satu pelanggan, nanya tentang penjualan, lalu nanya juga masukan dari mereka, dan apa yang mereka mau dari kita.”
(wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Selasa 3 Mei 2016, pukul 09.00 WIB)
Sedangkan menurut Agus Ritanto, adalah:
“Selalu berinovasi dan mereview produk-produk jamu kami.
Pelayanan terhadap pelanggan seperti apa ya mbak, emm...kayak kalau pelanggan ngasih masukan-masukan dan saran buat kita. Nanti kita evaluasi keluhan dan saran
tersebut, lalu kita mencoba memperbaikinya, hal ini agar pelanggan loyal dan puas bekerjasama dengan Bisma Sehat.
Sehingga imbasnya pada peningkatan angka penjualan produk jamu Bisma Sehat.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Selasa 3 Mei 2016, pukul 11.00 WIB) Dari jawaban H. Mulyadi dan Agus Ritanto, dapat dianalisis ,bahwa cara Bisma Sehat dalam berinovasi dengan produk-produk jamunya dan meningkatkan kualitas produk jamu yang mereka produksi, sesuai dengan teori pada buku Ensiklopedi Obat Jawa;
Ramuan dan Teknik Pengobatan “Tradisional yang Disusun oleh Para Raja dan Pujangga Jawa”, tentang keuntungan obat tradisional jamu apabila digunakan adalah tidak adanya efek samping yang menimbulkan penyakit lain, karena tidak mengandung zat kimia, dan harus diteliti secara terus-menerus untuk meningkatkan kualitas jamu tradisional (Wiwien Widyawati, 2010: 131). Rizky Yanuar juga memiliki penjelasan yang berbeda, yaitu:
“Kalau untuk meningkatkan penjualan dan jumlah pelanggan, kita sering mengikuti event-event dan menjadi sponsorship, selain itu juga seminar pelatihan untuk meningkatkan SDM karyawan Bisma Sehat, kita juga punya blog, menyebar brosur, pasang MMT, spanduk, neon box, kalender, dan yang terutama pelayanan yang baik dan cepat terhadap pelanggan.”
(wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Selasa 3 Mei 2016, pukul 13.00 WIB)
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi yang dilakukan dalam program tersebut adalah selalu meningkatkan kualitas dan mutu produk yang diproduksinya.
Bisma Sehat berinovasi untuk meracik varian produk-produk jamu baru, dan juga mambandrol harga yang terjangkau pada produk
jamunya. Selain itu pihak marketing PJ. Bisma Sehat selalu memantau dan menjaga intensitas komunikasi dengan para pelanggan, agar para pelanggan merasa puas bekerjasama dengan Bisma Sehat.
Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah ketersediaan produk jamu Bisma Sehat dan juga peningkatan pendapatan. Seminar pelatihan diikuti Bisma Sehat untuk meningkatkan SDM karyawannya agar dapat mengelola manajemen dan mengolah bahan baku dengan sebaik-baiknya.
Bisma Sehat juga sering mengikuti event-event dan menjadi sponsorship, mempunyai blog, penyebaran brosur, pemasangan MMT, spanduk, neon box, kalender, dan yang terutama pelayanan yang baik dan cepat terhadap pelanggan. Pemilihan media tersebut adalah below the line advertising (media lini bawah). Below the line advertising (media lini bawah) adalah suatu iklan yang dilakukan secara mandiri oleh perusahaan yang bersangkutan tanpa bantuan dari biro iklan.
Berdasarkan hasil analisis, strategi ini sudah tepat untuk dipilih dan dilakukan oleh pihak PJ. Bisma Sehat. Strategi ini lebih efektif dan lebih memangkas budget. Walaupun dibutuhkan banyak tenaga marketing dan sedikit lambat penyebarannya namun lebih sedikit anggaran dana yang dikeluarkan daripada jika menggunakan juga media lini atas (above the line advertising).
Kesimpulannya, dalam melakukan komunikasi pemasaran diperlukan strategi dan taktik yang matang dalam efektivitas dan efisiensi. Komunikasi pemasaran bukanlah suatu proses sistem yang berjalan satu arah, sebaliknya malah dua arah (Ilham Prisgunanto, 2006: 14). Yang dimaksud disini adalah apabila sebuah perusahaan melakukan aktivitas strategi pemasaran dengan bagian pemasaran, perusahaan sudah berusaha memberikan informasi kepada pelanggan dalam keperluan untuk mendapatkan masukan akan produk mereka. Masukan dari pelanggan akan sangat berguna bagi perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanan yang mereka miliki.
e. Continuity dan Consistency Program
Penilaian terhadap continuity dan consistency program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui observasi dari hasil wawancara dengan pihak yang bersangkutan yaitu PJ. Bisma Sehat.
Berdasarkan pengamatan peneliti, menurut pernyataan yang diberikan oleh H. Mulyadi,
“Perencanaan program Agustus 2015 dalam jangka waktu yang nggak ditentukan, kalau untuk program yang lainnya kita lakukan maintenance setiap tahunnya.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Senin 14 Desember 2015, pukul 09.00 WIB)
Kontinuitas pelaksanaan program perlu dilakukan secara bertahap, berkelanjutan, dan menetapkan target tertentu. Hal ini dimaksudkan agar program tersebut dapat tersebar secara cepat dan
merata di seluruh wilayah Sukoharjo. Dimana di kabupaten Sukoharjo merupakan sentral jamu, yang pastinya persaingan ketat berada di wilayah tersebut.
Berdasarkan hasil analisis, program ini perlu menetapkan target tertentu dan penambahan target setiap bulannya, juga perekruitan tenaga marketing yang lebih banyak agar penyebarannya cepat dan masyarakat mengetahui tentang adanya produk jamu Bisma Sehat beserta khasiatnya. Sehingga nama jamu Bisma Sehat bisa disejajarkan dengan pabrik jamu yang terlebih dahulu sudah muncul dan punya nama besar. Hal ini sesuai dengan teori dari buku “Komunikasi Pemasaran”, bahwa pemasar sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia, terutama pihak konsumen yang dituju (Agus Hermawan, 2012: 28). Seorang pemasar dituntut untuk berpikir kreatif dan selalu melakukan inovasi-inovasi yang baru bagi usahanya karena pemasaran adalah suatu seni dalam berdagang, pihak PJ. Bisma Sehat harus berani berspekulasi atas usahanya.
f. Pendukung Kelancaran Program
Penilaian terhadap pendukung kelancaran program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara
dengan pihak terkait yaitu pelaksana program. Berikut jawaban dari Rizky Yanuar terkait dengan pendukung kelancaran program:
“Karena ini adalah program bisnis ke bisnis, faktor pendukungnya pihak-pihak yang berpartisipasi dan mendukung program kami, seperti para pelanggan jamu Bisma Sehat dan peningkatan jumlah konsumen jamu Bisma Sehat di depot pelanggan tersebut.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Senin 19 Desember 2015, pukul 09.00 WIB)
H. Mulyadi dan Agus Ritanto juga mempunyai pernyataan yang sama dengan Rizky Yanuar. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung pelaksanaan program adalah pihak-pihak yang membantu pelaksanaan program, yaitu pihak pelanggan jamu Bisma Sehat, konsumen, dan juga pihak dari PJ. Bisma Sehat.
Berdasarkan hasil analisis, pihak-pihak pendukung seperti pihak pelanggan dan pihak PJ. Bisma Sehat saling berpartisipasi dalam pelaksanaan program yang berdampak pada peningkatan jumlah konsumen jamu Bisma Sehat. Faktor pendukung pelaksanaan program mampu mempermudah kelanjutan pelaksanaan program sehingga tujuan dari program tersebut akan mudah diterima oleh sasaran program. Hal ini sesuai dengan buku
“Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication” yang dituliskan, bahwa Hubungan dan jaringan, merupakan strategi yang dilakukan pihak perusahaan dengan pihak-pihak kunci seperti pelanggan, pemasok, dan
penyalur, guna mempertahankan referensi dan bisnis jangka panjang perusahaan (Freddy Rangkuti, 2009: 19-20).
Jadi, yang menjadi pendukung kelancaran program adalah anggota karyawan PJ. Bisma Sehat dan pihak pelanggan, baru kemudian berdampak juga dukungan dari konsumen yang cocok mengkonsumsi produk jamu Bisma Sehat.
g. Hambatan Program
Penilaian terhadap hambatan program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait yaitu pelaksana program. Menurut Agus Ritanto, hambatan dari program yang dilaksanakan oleh PJ. Bisma Sehat, adalah:
“Yang jadi hambatannya itu kita kurang personil di bidang marketing dalam penyebaran program, jadi berjalannya hanya sesuai kemampuan saja, dan juga maraknya jamu-jamu yang mengandung BKO. Logistik bahan kemasannya juga masih perlu perbaikan lagi, kita juga belum ada kerjasama dengan petani, untuk mencari bahan baku masih lewat pengepul, tapi tetap disortasi dulu mbak.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Senin 14 Desember 2015, pukul 11.00 WIB)
Rizky Yanuar sependapat dengan Agus Ritanto, sedangkan H. Mulyadi mempunyai jawaban yang lain, yaitu:
“Kalau faktor penghambat buat kami nggak dijadiin hambatan tapi malah jadi acuan mbak.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Senin 14 Desember 2015, pukul 09.00 WIB)
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi hambatan dari program ini adalah kurangnya tenaga marketing dalam menyebarkan dan melakukan kunjungan
ke setiap depot jamu di wilayah kabupaten Sukoharjo, sehingga program tersebut penyebarannya berjalan lambat karena hanya memanfaatkan tenaga marketing seadanya saja.
Logistik bahan kemasan juga berpengaruh terhadap minat pelanggan dalam membeli dan menerima produk jamu Bisma Sehat, oleh karena itu masih perlu perbaikan lagi. Logistik bahan kemasan masih sering menunggu bahan kemasan, ketebalan, dan kerapatan kemasan masih perlu perbaikan. Selain itu untuk masalah ketersediaan bahan baku, Rahmawati selaku apoteker PJ. Bisma Sehat memberikan pernyataannya, yaitu:
“Kalau kendala mengenai bahan baku produk, ya karena yang namanya bahan baku jamu ya mbak ya itu kadang musiman seperti itu, harganya naik turun, sok ada sok enggak, ya wajarlah.” (wawancara langsung di kantor PJ. Bisma Sehat, Kamis 19 Mei 2016, pukul 12.30 WIB)
Kerjasama dengan petani juga belum ada, sehingga bahan baku pembuatan jamu masih lewat pengepul. Hal ini akan memperlambat produksi jamu yang nantinya akan disetorkan ke pelanggan-pelanggan, karena bahan baku dari pengepul harus melalui proses disortasi terlebih dahulu yang pastinya memakan waktu.
Belum lagi maraknya jamu-jamu yang mengandung BKO (bahan kimia obat), hal ini sangat merugikan pihak PJ. Bisma Sehat karena mereka harus mengupayakan memberikan penjelasan, pengarahan, komunikasi secara intensif kepada pelanggan untuk
memastikan bahwa produk jamu Bisma Sehat tidak mengandung BKO.
Berdasarkan hasil analisis, hambatan yang muncul dari pelaksanaan program ini adalah kurangnya tenaga marketing dalam penyebaran program, perlu perbaikan logistik bahan baku agar produk jamu dikemas dengan bahan yang tebal. Kerjasama dengan petani belum ada sehingga memakan banyak waktu dalam proses disortasi bahan baku jamu karena membeli dari pengepul. Dan maraknya jamu mengandung BKO yang beredar, sehingga meresahkan pelanggan jamu. Mereka takut dan ragu untuk membeli produk jamu karena kekhawatiran mereka akan efek samping dari jamu yang mengandung BKO. Perlu adanya komunikasi secara intensif, pengarahan, penjelasan mengenai produk jamu Bisma Sehat. Hal ini sesuai dengan buku “Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication”, bahwa pemasaran bersandar pada konsep inti, salah satu konsep inti tersebut adalah nilai dan kepuasan, merupakan konsep penuntun dalam memilih produk mana yang dapat memuaskan dan mempunyai kapasitas berbeda sebagai perangkat tujuan (Freddy Rangkuti, 2009: 19-20).
Temuan hasil wawancara ini pun diperkuat dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Drs. Widardo M.Sc selaku informan ahli, yaitu:
“Saya sering menemui kasus jamu-jamu yang mengandung BKO, itu sangat berbahaya mbak apabila dikonsumsi. Karena memang orang-orang apabila sakit lebih cenderung lari ke obat herbal, dan pilihannya pada jamu, maka dari itu ada oknum tertentu yang sengaja mencampur jamu dengan BKO agar terlihat manjur efeknya, padahal efeknya malah menyerang organ tubuh yang lain.” (wawancara langsung di Lab. Gizi Fakultas Kedokteran UNS, Senin 25 Januari 2016, pukul 09.00 WIB)
Dari pernyataan tersebut, pihak PJ. Bisma Sehat terutama bagian marketing mempunyai peran penting dalam melakukan komunikasi secara tatap muka dengan pihak pelanggan. Dengan tujuan menginformasikan tentang bahaya jamu yang mengandung BKO dan bagaimana cara membedakan jamu yang mengandung BKO dengan jamu herbal. Hal ini sesuai dengan buku “Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran”, bahwa peran komunikasi tatap muka dalam strategi pemasaran perusahaan adalah membujuk konsumen bahwa produk atau jasa perusahaan lebih baik atau setidak-tidaknya mempunyai sisi-sisi positif yang lebih dibandingkan dengan produk pesaing (Sutisna, 2002: 311).