BAB IV HASIL ANALISIS DATA
A. Responden 1 (Ibu Sari Ginting-samaran)
3. Data Observasi
Observasi ini dilakukan pada saat proses wawancara dengan responden berlangsung.
Pertemuan dengan ibu Sari berlangsung dalam lima kali pertemuan, yaitu pada tanggal 27 Maret, 9 April, 12 April, 12 Mei dan 6 Juni 2012. Setiap pertemuan berlokasi di pusat terapi Sakai Morison. Dua kali dari pertemuan awal dimanfaatkan untuk saling mengenal dan membangun kedekatan antara peneliti dengan ibu Sari selaku responden. Selain itu, peneliti juga berusaha meminta kesedian yang serius dari responden untuk terlibat dalam penelitian, selain juga bercerita-cerita ringan untuk lebih dalam mengenal karakter responden.
Berdasarkan observasi selama tiga kali pertemuan diperoleh data observasi sebagai berikut. Ibu Sari adalah seorang wanita berusia 40 tahun mempunyai tinggi badan sekitar 148 cm dan berat badan 55 kg. Rambut ibu Sari panjang sebahu, berwarna hitam dan warna kulit sawo matang. Tidak ada ciri-ciri fisik khusus yang melekat pada ibu Sari.
Sakai Morison adalah sebuah sekolah sekaligus tempat terapi bagi anak berkebutuhan khusus, yang juga merupakan tempat anak ibu Sari (K) melakukan terapi. Di Sakai Morison peneliti dan responden bertemu dan melakukan wawancara di ruang tunggu. Sebuah ruangan berukuran sekitar 7x6 dimana di dalamnya terdapat kursi yang dijajarkan rapi dan sebuah meja dan kursi receptionist lengkap dengan seorang petugas. Di ruangan tersebut udara terasa cukup nyaman mengingat adanya AC, pintu dan jendela kaca satu arah juga terdapat di ruangan tersebut membuat orang yang berada di dalam ruangan dapat
memandang ke luar dimana terpapar langsung ke jalan raya, akan tetapi orang yang berada di luar tidak dapat melihat kedalam ruangan. Suara di ruangan tunggu juga cenderung tenang dan tidak ada suara-suara yang menggangu, walau sesekali memang terdapat tamu yang bertanya atau berbicara dengan petugas receptionist. Pada pertemuan ke tiga dilakukan wawancara pertama dengan ibu Sari. Saat itu, ibu Sari menggunakan baju kemeja putih bercorak bunga-bunga dan celana panjang berwarna hitam. Penampilan ibu Sari sederhana dengan sedikit ulasan bedak dan lipstik merah serta rambut tergerai. Wajahnya ceria dan tersenyum lebar saat peneliti memberi salam dan menyapanya, ibu Sari memang memiliki karakter yang ramah. Peneliti dan responden duduk di kursi yang terdapat di ruang tunggu seperti biasa, duduk bersebelahan dengan posisi badan saling berhadapan. Saat berbicara, ibu Sari tidak banyak menggunakan gerakan tangan dan kaki tetapi lebih banyak menggunakan ekspresi wajah dan intonasi suara. Gerakan mata membesar dan mengecil, otot pipi sesekali menegang, dahi berkerut, terdapat kontak mata dan sesekali mengarahkan pandangan ke luar ruangan yang terlihat dari pintu kaca. Intonasi suara (tinggi-rendah) sesuai dengan topik yang dibicarakan sehingga wawancara terjadi secara alami dan mengalir tanpa hambatan yang berarti. Saat menceritakan kondisi K anaknya respon ibu Sari bervariasi. Menceritakan kondisi K yang berbeda dengan anak lainnya dan lambat dalam tumbuh kembangnnya akan membuat ibu Sari terlihat mengerutkan dahi, menarik nafas dalam, dan intonasi suara melemah. Begitu pula halnya ketika mengisahkan hambatan-hambatan yang ditemuinya dalam mengasuh K. Saat
menceritakan kedekatannya dengan K, maka ekspresi ibu Sari terlihat tersenyum dan intonasi suara meninggi sehingga terlihat besemangat.
Ibu Sari dari awal pertemuan pada wawancara pertama terlihat cukup baik dalam menerima kehadiran peneliti dan tidak merasa bingung mengenai apa yang akan dilakukan bersama peneliti. Hal ini dikarenakan saat pertemuan pertama dan kedua peneliti sudah menjelaskan maksud dan tujuannya. Tampak dari gerak tubuh ibu Sari yang relaks dan sering memberikan senyuman serta menjawab dengan lugas pertanyaan peneliti saat berkomunikasi dan di beberapa kesempatan bercanda juga tertawa dengan peneliti. Penerimaan yang baik dari ibu Sari membuatnya mampu memberikan informasi secara terbuka. Keadaan ini membuat peneliti tidak perlu menanyakan secara panjang dan berulang-ulang. Ibu Sari mampu langsung mengerti pertanyaan-pertanyaan peneliti dan menjelaskan dengan lancar, meski dalam berkomunikasi ibu Sari tergolong suka menyampaikan jawaban yang tidak begitu panjang lebar. Peneliti mencoba melakukan probing beberapa kali untuk mendapatkan jawaban yang lebih detail dari ibu Sari. Wawancara berakhir ketika peneliti melihat kondisi ibu Sari yang sudah mulai letih dengan suara yang mulai melemah dan meminta minuman, serta mengingat keterbatasan waktu.
Pertemuan keempat dengan responden dimanfaatkan peneliti untuk melakukan wawancara kedua. Wawancara masih berlokasi di ruang tunggu terapi Sakai Morison dengan seting lokasi yang sama dengan wawancara pertama. Meskipun kali ini ruang tunggu lebih sepi, karena tamu yang datang dan keluar masuk ruangan tidak sebanyak saat wawancara pertama berlangsung tetapi
komponen lain seperti tata ruang dan suhu tidak jauh berbeda. Responden kali ini terlihat lebih sederhana dari pertemuan wawancara pertama. Dimana responden menggunakan baju berwarna biru langit dengan aksen bunga di bagian dada, dan celana ponggol putih, tanpa polesan make up dengan rambut yang diikat ke belakang. Ibu Sari tetap baik dalam menyambut peneliti untuk melakukan wawancara. Selama berlangsungnya wawancara kedua ibu Sari merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan peneliti, meski dalam menjawab ibu Sari tetap menjawab dengan singkat dan tidak panjang lebar. Ekspresi ibu Sari juga bervariasi sesuai topik yang dibicarakan, tidak jauh berbeda dengan kondisi wawancara pertama. Wawancara berjalan cukup baik dan berakhir saat semua pertanyaan sudah selesai ditanyakan kepada responden.
Wawancara ketiga berlangsung pada pertemuan kelima peneliti dengan responden. Wawancara dilakukan masih di ruang tunggu terapi Sakai Morison, sama seperti wawancara pertama dan kedua dengan situasi yang sama pula. Kali ini responden yakni ibu Sari, menggunakan baju merah dengan corak bintik-bintik, dan menggunakan celana panjang hitam. Wajah terlihat kusam dan tidak cerah, terlihat tidak menggunakan make up dan rambut seperti biasa diikat ke belakang. Peneliti sempat menanyakan kabar responden apakah dalam keadaan yang baik. Responden menjawab kondisinya baik-baik saja meski hari ini cukup letih dikarenakan memiliki banyak kesibukan. Meski berada pada kondisi yang letih akan tetapi responden tidak menolak melakukan wawancara. Pelaksanaan wawancara ketiga berlangsung tidak jauh berbeda dengan wawancara pertama dan kedua. Komunikasi berjalan lanjar, dan responden cukup baik dalam merespon
pertanyaan-pertanyaan peneliti. Akan tetapi pada wawancara ketiga ini terjadi sedikit hambatan di tengah-tengah wawancara, dimana dipertengahan wawancara banyak tamu yang keluar masuk ruang tunggu terapi. Sehingga sempat menganggu konsentrasi peneliti dan responden. Peneliti mencoba menarik perhatian responden kembali dengan bersuara lebih keras dan melakukan kontak mata dengan responden. Eksperesi responden juga tidak banyak berbeda dengan wawancara pertama dan kedua. Meski pada wawancara ketiga ini suara responden lebih lemah dibandingkan dengan dua wawancara sebelumnya, mungkin dikarenakan kondisinya yang sedang letih. Kontak mata juga tidak sebanyak wawancara sebelumnya, responden banyak melihat ke arah pintu. Tetapi wawancara tetap dapat berlangsung dan berakhir setelah semua pertanyaan dipertanyakan.