• Tidak ada hasil yang ditemukan

Begitulah setiap malam kerja Tuan Puteri. Kalau hari sudah istana sudah mulai tidur, maka Puteri Bungsu

12. DATU KANDIBATA *)

Kata yang empunya cerita dahulu kala tersebutlah sebuah cerita yang bernama Datu Kandibata. Di tepi sungai Lau Biang adalah sebuah kampung yang sangat terkenal, yaitu kampung Kandibata. Adapun sebabnya maka kampung Kandibata itu terkenal ialah karena di kampung itu ada sebuah rumah tangga tempat sepasang suami isteri yang keduanya Datu Besar. Mereka mempunyai 2 (dua) orang puteri yang sangat cantik yang tertua bernama Si Beru Tandang Karo dan yang bungsu bernama Si Beru Tandang Meriah.

Datu Kandibata dan isterinya sering dipanggil orang untuk mengobati orang yang sakit. Karena Datu .inilah sebetulnya maka kampung Kandibata terkenal sampai ke Tanah Alas, Tanah Deli, Tanah Toba terus Tanah Simalungun.

·· Muridnya banyak, pusaka dan tongkatnya pun sangat ba­ nyak, begitu juga obat-obatan dan segala jenis minyak di dalam guci-gucinya. Dia sangat pintar dapat meramalkan apa saja, dan mengetahui waktu yang bagaimanapun. Apa yang diucapakannya terus menjadi kenyataan. Ada pun bila dib'entuhnya "bertunas", katanya, terus bertunas. Manusia pun jika baru empat malam di kuburan jika bangkainya masih sempurna, "hidup'', katanya terus hidup. Oleh karena itu semua orang menghormatinya, baik rakyat­ nya, maupun datu-datu, apa lagi prajurit dan raja-raja besar. Tetapi ada sedikit kelemahan Datu besar ini, yaitu ia sangat tamak akan uang.

Pada suatu hari di tanah Alas berjangkit penyakit cacar. Semua rakyat raja. tanah Alas sudah terkena penyakit cacar. Oleh karena itu raja Alas mengirim utusan ke Kandibata memanggil Datu Kandibata yang terkenal pandai mengobati segala macam penyakit itu. Utusan raja Alas itu membawa prajurit sebanyak dua belas orang. Sampai di Kandibata terus didatanginya rumah Datu Kandibata.

"Apa maksudmu datang ke rumah Datu ini?" kata salah seorang muridnya bertanya kepada utusan raja Alas itu.

"Aku adalah utusan raja Alas, dan aku hendak berbicara de­ ngan Datu karena kata raja kami, hanya Datu iILilah yang sanggup mengobati penyakit cacar yang sedang hebat-hebatnya melanda

*)

Diambil dari bahasa daerah Batak

(Karo), artinya dukun Kanc:h"bata.

tanah Alas. Kalau mengenai upah berapa pun dimintanya akan kami bayar; entah dia meminta emas, suasa, entah perak, semua­ nya akan kami penuhi. Begitulah pesan raja kami dari tanah Alas," kata utusan itu.

"Kalau begitu, baiklah, akan kusampaikan kepada Datu", kata muridnya. Dibertahukan muridnya itulah semua yang dikata­ kan oleh utusan raja Alas itu kepada Datu Kandibata.

Maka disuruhnyalah muridnya itu memanggil utusan raja Alas ke pertapaannya. Maka berbicaralah mereka. Kata Datu Kandi­ bata,

"Sebelum engkau datang aku sudah mengetahui bahwa seka­ rang ini lagi hebat-hebatnya penyakit cacar melanda tanah Alas. Penyakit itu datang dari tanah Singkel, seperti angin berembus suaranya datang".

"Benar Datu," kata utusan raja Alas itu.

"Oleh karrena itu aku harus bermufakat dengan isteriku ibu si Beru Tandang Karo apakah kami akan ke sana atau tidak, karena aku pun tahu raja Alas sangat kaya'� katanya.

Maka disuruhnyalah muridnya memanggil isterinya ke rumah. Setelah isterinya datang diceritakannyalah semua apa yang dikata­ kan oleh utusan raja Alas itu.

"Aku sangat takut, kalau-kalau ke sini pun akan datangjuga penyakit cacar itu; jangan-jangan nanti anak kita pun kena pula pada waktu kita di tanah Alas", kata isterinya.

"Kalau begitu, biar kubaca dahulu pustaka", kata Datu Kandibata kepada isterinya. Diambilnyalah pustakanya lalu di­ bacanya.

"Benar, kelak setelah kita sampai di tanah Alas akan ber­ jangkit penyakit cacar dari tanah Alas ke tanah Karo ini. Anak kita pun akan kena dan berbahaya pula. Tapi walaupun begitu, jangan takut karena walau nanti ia mati dapat dihidupkan kembali," kata­ nya kepada isterinya.

"Aku sangat takut, tapi walaupun demikian, terserah kepada­ mu, asal saja jangan sempat kita mendapat malu kelak, anak kita mati gara-gara kita mengejar uang ke tanah Alas", kata isterinya. "Jangan takut, orang yang telah mati pun dapat kuhidup­ kan", katanya. Lalu katanya kepada salah seorang muridnya,

"Panjatlah pohon beringin tunggal itu lalu dipanggil Datu lah angin puting beliung, maka jatuhlah murid itu ke batu, terus mati hancur semua tulangnya. Lalu disuruhnya angin berhenti, "Bangun

engkau". Muridnya itu terus bangun. Setelah dilihatnya oleh isterinya peristiwa itu maka mereka pun sudah sepakat akan berangkat ke tanah Alas bersama utusan raja Alas keesokan hari­ nya.

Malam harinya dipanggilnya semua saudara-saudaranya beserta murid-muridnya, lalu dipesankannya agar selama mereka berada di tanah Alas, entah bagaimana nanti keadaan kedua anak­ nya entah sakit, atau sedikit saja pun panas badannya supaya di­ suruh muridnya memanggil mereka ke tanah Alas. Mendengar pembicaraan itu menangislah kedua anaknya lalu katanya. "Entah kita tidak akan bersua lagi jika penyakit cacar itu berjangkit ke sini ayah, entah inilah perjumpaan kita yang terakhir ibu," kata kedua anaknya sambil menangi.s.

"Aku Datu besar, ibumu juga datu besar anakku, apa yang kau takutkan walaupun kami pergi ke tanah Alas, siapa pun tidak ada yang berani berbuat jahat kepadamu, jangankan manusia, binatang di hutan, hantu keramatpun takut melihat kami. Muridku pun banyak yang akan menjaga kamu berdua."

"Walaupun begitu ayah sekiranya kami mati kelak hendaknya di hadapan ayah dan ibu, begitulah permintaan kami. Mimpiku pun buruk ayah", kata si Beru Tandang Karo.

"Mengenai itu sudah kuketahui anakku, tapi jangan takut. Walaupun begitu, ibu Tandang Karo, coba tanya yang bersama engkau itu", kata Datu Kandibata kepada isterinya, lalu dijawab­ nya,

"Ah aku juga merasa seperti ada bau mayat pada sirih ini. Saya pikir lebih baik kita tidak usah berangkat", katanya, seraya menitik air matanya.

"Jangan takut'', kata Datu Kandibata.

"Kami pikir, abang lebih baik jangan berangkat, kami nanti tidak akan tahu bagaimana sebaiknya", kata adiknya. Tadi Datu Kandibata terus bersikeras berangkat karena ia sangat tamak akan uang.

Setelah beberapa hari dia di tanah Alas, datanglah tiga orang muridnya memberitahukan bahwa ke tanah Karo pun sudah ber­ jangkit penyakit cacar.

"Datu, sekarang penyakit cacar sudah berjangkit di Tanah Karo, Si Beru Tandang Karo dan Si Beru Tandang Meriah pun kena dan sangat parah. Sudah kami obati, tetapi bukan bertambah baik malah bertambah parah", kata ketiga muridnya itu.

"Kalau begitu pulang kita", kata isterinya.

"Tidak, jangan takut. Seandainya pun ia mati dapat ku­

hidupkan kelak. Pulanglah kamu dan bawa uang ini sesumpit kamu

seorang. Besok akan kuberitahukan pada raja Alas agar disedia­

kannya dua belas orang prajurit untuk mengantarkan kamu",

katanya.

Setelah itu beberapa hari kemudian datang pula saudara