• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ceritera rakyat daerah Sumatera Utara - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Ceritera rakyat daerah Sumatera Utara - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

CERITERA RAKYAT

DAE RAH

SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAY AAN PROYEK INVENTARISASI DAN OOKUMENTASI

(3)

f-�·;i·:-:-·-···

-;·;·7A;

D!T. ": f... I • • ,. t 1'1 1�3SF

I

., .. Lil Aft

I

.10 1\111' •

J77�-n1<..L..

r � •

y

. � -t.;>

f

s�

�Ol

i:v:n.: ' ·
(4)

PENGANTAR

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat I enderal Ke­ budayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah meng­ hasilkan beberapa macam naskah kebudayaan daerah diantaranya ialah naskah Ceritera Rakyat Daerah Sumatera Utara tahun 1979/1980.

Kami menyadari bahwa naskah ini belumlah merupakan suatu hasil penelitian yang mendalain, tetapi baru pada tahap pencatatan, yang diharapkan dapat disempurnakan ·pada waktu­ waktu selanjutnya.

Berhasilnya usaha ini berkat kerjasama yang baik antara Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional dengan Pimpinan dan Staf Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Pemerintah Daerah, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Perguruan Tinggi, Leknas/LIPI dan tenaga akhli per­ orangan di daerah.

Oleh karena itu dengan selesainya naskah ini, maka kepada semua pihak yang tersebut di atas kami menyampaikan pengharga­ an dan terima kasih.

Demikian pula kepada tim penulis naskah ini di daerah yang terdiri dari Ors. Jacob Umar, Drs. S. Sidabutar, Drs. Jasudin Sire­ gar, Ors. Belan Simanjuntak, Ora. Peraturen Sukapirin, Dra. Tiursani Lubis dan tim penyempurna naskah ini di pusat yang terdiri dari 11rs. H. Bambang Suwondo, Dr. S. Budisantoso, Ors. Ahmad Yunus, Drs. Singgih Wibisono.

Harapan kami, terbitan ini ada manfaatnya.

Jakarta, September 1982.

Pemimpin Proyek,

Dn H. Bambang Suwondo NIP. 130117 589

(5)
(6)

,·:-SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAY AAN DEPARTEMEN PENDIDI.KAN DAN KEBUDAY AAN

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam tahun anggaran 1979/1980 telah berhasil menyusun naskah Cerite­ ra Rakyat Daerah Sumatera Utara.

Selesainya naskah ini disebabkan adanya kerjasama yang baik dari semua pihak baik di pusat maupun di daerah, terutama dari pihak Perguruan Tinggi, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Serta Lembaga Pemerintah/ Swasta yang ada hubungannya.

Naskah ini adalah suatu usaha permulaan dan masih me.rupa­ kan tahap pencatatan, yang dapat disempurnakan pada waktu yang akan datang. ·

Usaha menggali, menyelamatkan, memelihara serta mengem­ bangkan warisan budaya bangsa seperti yang disusun dalam naskah ini masih dirasakan sangat kurang, terutama dalam penerbitan.

Oleh karena itu saya mengharapkan bahwa dengan terbitan naskah ini akan merupakan sarana penelitian dan kepustakaan yang tidak sedikit artinya bagi kepentingan pembangunan bangsa dan negara khususnya pembangunan kebudayaan.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu suksesnya proyek pembangunan ini.

Jakarta, September 1982

Direktur Jenderal Kebudayaan,

Prof. Dr. Haryati Soebadio NIP. 130 119 123.

(7)
(8)

DAFrAR ISI

Halarnan

PENGANTAR - ... ·�

SAMBUf AN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAY AAN ..

BAB I. PENDAHULUAN ... �

BAB II. PENULISAN NASKAH . . . . . . . . 8

1. PUfERI BERDARAH PUfIH . . . 10

2. SI BORUDAYANG ... 22

3. BALIGE RAJA . . . 26

4. PUTERI DEWA GUNUNG LUMUf ... 39

5. GUA TEMPAT LAOWOMARU... 46

6. BERU GINTING PASE ... 53

7. KERAMAT KUBAH PANDAN PERDA-GANGAN ... ; . . . . . 63

8. BALEO NAHATO . . . . . . 67

9. LUHUK EMAS . . . . . . 72

10. TUAH BUR UNG MERBUK . . . 78

11. SI TAGANBULU ... 94

12. DATU KANDIBATA . . . . . . 105

13. TERJADINYA DANAU LAUT TADOR .. 117

14. PELLENG PENEPPUN BABAH . . . 120

15. JIBAU MALANG ... 126

16. SI BETAH-BETAH . . . . . 136

17. ASAL USUL PADI PULUf . . . . . . . . . 140

18. ANAK YANG BAIK HA TI . . . . . . . . . . . . 148

19. BURUNG BEO ... . . . 154

20. CERITA SI BUYUNG BESAR ... 163

LAMPIRAN-LAMPIRAN: I DAFTAR PUSTAKA ... 175

(9)
(10)

BAB I.

PENDAULUAN

Naskah laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada kami dalam rangka Inventarisasi dan Dokumen­ tasi Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan Tokoh Mitologis dan Lenendaris yang mengandung nilai-nilai

sesuai dengan nilai Pancasila.

Hasil pelaksanaan Proyek ini dapat dicapai walaupun masih kurang sempurna mengingat salah seorang anggota Team Cerita Rakyat dapat menyelesaikan tugas lapangan.

Gambar-gambar lokasi yang bertalian dengan cerita rakyat yang bersangkutan, kebanyakan tak dapat dilampirkan dalam laporan ini karena sulit ditempuh, lagi pula sebagian besar di­ anggap angker sampai saat ini. Para peneliti sulit mendapatkan cerita karena sebagian besar informan menganggap kegiatan ini komersil berdasarkan pengalaman mereka dengan peneliti asing. B eberapa cerita dalam laporan ini tidak mencapai lima halaman quarto satu setengah spasi, juga·karena kesulitan-kesulitan seperti di atas tadi. Perlu dijelaskan bahwa cerita dari pesisir Timur Suma­ tera Utara menjadi langk� sekali karena telah banyak dipublisir dalam bentuk Cerpen, Cerbung, cerita komik, pementasan dan buku kecil. Hal ini dimungkinkan karena Percetakan/penerbitan B uku, majalah dan surat-surat kabar tertumpuk di kawasan ini. Dan hampir seluruh kabupaten/kotamadya di Sumatera Utara

enggan mengungkapkan cerita-cerita tertentu karena dianggap ;sakrw secara terbuka sebab m��yan�ut si�silah dan. perselisihan

antar satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Untuk inventarisasi dan dokumentasi cerita rakyat selanjut­ nya perlu ditetapkan sampel daerah-daerah

(/okasi marginal)

untuk mendapatkan hubungan atau asimilasi antar beberapa suku, bahasa dan dialek. Demikian juga kiranya dengan desa-desa di punggung B ukit B arisan, karena alasan geografis maupun komu­ nikasi.

Inventarisasi dan dokumentasi Cerita Rakyat Daerah ini, se­ sungguhnyalah tidak dapat terlepas dari bidang penelitian dan pencatatan lainnya (sejarah daerah Geografi B udaya, Adat Isti­ adat dan Permainan Rakyat Sumatera Utara).

(11)

-A.

Tujuan

Penelitian

· Naskah ini adalah hasil laporan Inventarisasi dan Dokumen­ tasi Kebudayaan Daerah Sumatera Utara yang berkenan dengan Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara. lnventarisasi dan Doku­ mentasi ini adalah dalam rangka pelaksanaan Proyek Inventari­ sasi dan Dokumentasi Cerita Rakyat Daerah yang menampilkan Tokoh mitologis dan legendaris yang mengandung nilai-nilai se­ suai dengan nilai Pancasila.

Adapun laporan ini, merupakan hasil inventarisasi dan do­ kumentasi yang ketiga kalinya dilakukan oleh Kanwil Departemen P dan K Propinsi Sumatera Utara sekaligus menjadi salah satu kegiatan untuk mengatasi kekurangan bahan perpustakaan di sampiilg mengungkapkan kembali kebudayaan tradisional serta, melestarikannya, demi mendapatkan dan mengamalkan nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya untuk persatuan dan pem­ bangunan bangsa dan negara Indonesia.

1.

Tujuan Umum

Tujuan Umum dari inventarisasi dan dokumentasi Cerita Rak­ yat ini ialah :

a. Untuk menjaga kebudayaan Nasional (dan Daerah) melalui cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara dan penetrasi kebu­ dayaan asing.

b. Untuk membina keutuhan dan pengembangan kebudayaan nasional (dan daerah) melalui cerita rakyat Daerah Suma­ tera Utara.

c. Untuk menjamin kelestarian dan berlangsungnya nilai-nilai tradisional yang sangat berharga itu buat kebudayaan na­ sional (dan Daerah) melalui cerita rakyat Daerah Sumatera Utara. '

d. Untuk membina kesatuan dan memantapkan kepribadian bangsa Indonesia dengan mengungkapkan nilai-nilai cerita rakyat Daerah Sumatera Utara.

(12)

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari inventarisasi dan dokumentasi cerita Rak­ yat Daerah Sumatera Utara, ialah:

a. Mencatat dan mengumpulkan cerita-cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan tokoh mitologis dan legendaris yang mengandung nilai-nilai kehidupan sosial budaya dan identitas masyarakat pendukungnya guna memperkaya kebudayaan nasional.

b. Mendaftar dan mendokumentasikan cerita-cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan mitologis dan legendaris, supaya jangan hilang ditelan masa bersamaan dengan semakin langkanya orang-orang tua yang memiliki­ nya.

c. Membina dan mengembangkan cerita-cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan tokoh mitologis dan le­ gendaris agar dapat dinikmati oleh Rakyat Indonesia, ter­ utama generasi penerus.

d. Mengenal fungsi cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan tokoh mitologis dan legendaris sebagai salah satu media komunikasi pengembangan budaya tra­ disional.

e. Menghayati fungsi cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan tokoh mitologis dan legendaris sebagai salah satu jalur untuk mengamalkan nilai-nilai yang sesuai dengan nilai Pancasila.

B. Mas al ah

Walaupun inventarisasi dan komunikasi berita rakyat Daerah Sumatera Utara telah· dil�kukan sejak masa kolonial, tetapi jumlah yang diperdapat masih belum memadai. Apalagi kalau dikaitkan dengan penggalian nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya, masih dapat dikatakan kurang sekali. Lagi pula kalau dilihat dari semakin majunya teknologi dewasa ini, semakin hari semakin banyak pendukung cerita rakyat daerah itu beralih ke media komunikasi lainnya. Orang-orang tua ataupun mereka yang pemah mendengar cerita rakyat itu dari generasi sebelumnya, jumlahnya sudah semakin langka. Demikian juga penduduk desa semakin berlomba masuk ke kota-kota karena daya tariknya dan

(13)

-untuk mengejar hiburan, kekayaan ataupun ilmu pengetahuan, maka perhatian orang semakin menipis untuk mendengarkan cerita rakyat itu secara lisan.

Penggalian cerita rakyat daerah yang pemah dilakukan, tidak terarah karena apa yang pemah dilakukan oleh Belanda dulu terbatas pembacanya lagi pula hanya diarahkan bagi kepen­ tingan kolonial belaka.

Belakangan ini penampilan cerita rakyat Daerah Sumatera Utara melalui media surat-surat kabar dan mingguan dalam bentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar maupun pementasan dalam bentuk drama atau komedi, lebih terpusat di kota-kota, sedang daerah pegunungan dan desa-desa yang ter­ pencil letaknya masih kurang mendapat perhatian para penulis. Khususnya kabupaten Nias, masih kurang menampilkan cerita rakyat karena letak geografisnya, sehingga memerlukan penca­ tatan dan pendokumentasian yang tersendiri. Dan masih banyak lagi cerita rakyat yang tak dapat diinventarisasi dan didokumen­ tasikan karena harus melalui syarat-s'yarat tertentu atau dianggap berbahaya oleh pewaris cerita rakyat tersebut sehingga memer­ lukan waktu yang lebih lama lagi agar dapat dihidangkan ke­ pada masyarakat banyak, sehingga dikhawatirkan cerita itu akan lenyap bersama pemiliknya.

Penggalian cerita rakyat yang diarahkan kepada yang ber­ temakan tokoh mitologis dan legendaris ini perlu diintensipkan untuk menyadarkan masyarakat pendukungnya dan nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya. Hal ini penting dalam rangka identitas nasional mau pun pelestarian kebu­ dayaan tradisional sebagai bagian dari pembinaan kebudayaan nasional. Memahami nilai-nilai sosial yang terkandung di dalam­ nya terutama mereka yang datang dari luar masyarakat pendu­ kung cerita rakyat tersebut adalah merupakan penyesuaian dan penghormatan terhadap adat istiadat daerah yang dihadapinya/ . dikunjunginya.

(14)

C.

Ruang Lingkup .

Daerah penelitian dalam rangka inventarisasi dan dokumen­ tasi cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang bertemakan tokoh mitologis dan legendaris ini meliputi daerah administratip Pro­ pinsi Sumatera Utara sekarang ini. Dilihat dari segi sosial budaya­ nya maka Daerah Sumatera Utara dapat dibagi ke dalam tiga kelompok ethnis, yaitu: Batak, Melayu dan Nias (walaupun se­ bagian ahli anthropologi budaya menemukan suku Nias itu ke dalam ethnis Batak). Yang termasuk kelompok ethnis Batak, terdiri dari : TOBA (Tapanuli Utara), ANGKOLA-MANDAILING (Tapanuli Selatan), KARO, SIMALUNGUN dan PAKPAK-DAIRI. Kelompok ethnis Melayu terdiri dari Melayu pantai Timur Suma­ tera Utara dan Melayu Pesisir (Tapanuli Tengah). Yang termasuk Melayu pantai Timur Sumatera Utara, meliputi Langkat, Deli Ser­ dang, Asahan dan Labuhanbatu.

Perlu dijelaskan, kalaupun ada beberapa Kotamadya di Su­ matera Utara keadaan sosial budayanya tidak jauh berbeda dengan keadaan sosial budaya kabupaten tampaknya. J elasnya Kotamadya Medan masih satu dengan Deli Serdang, Kotamadya Binjai satu dengan Langkat, Kotamadya Tebingtinggi satu dengan Deli Ser­ dang, Kotamadya Siantar satu dengan Simalungun. Kotamadya Tanjung Balai satu dengan Asahan dan Kotamadya Sibolga satu dengan Tapanuli Tengah.

Jadi menurut kelompok ethnis, Daerah Sumatera Utara hanya meliputi : Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhanbatu, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Simalungun, Karo, Dairi, Ta­ panuli Tengah dan Nias. Tetapi bila dilihat dari sudut dialek (bahasa): ruang lingkup Daerah Sumatera Utara, meliputi: Batak Toba, Batak Angkola-Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak-Dairi, Melayu Sumatera Timur, Melayu Pesisir dan Nias. Perlu dijelaskan pula disini bahwa dialek (bahasa) Langkat­ Deli Serdang masih berbeda dengan Asahan-Labuhanbatu. Dialek Melayu Langkat-Deli Serdang lebih dekat dengan Malaysia, sedang dialek Asahan-La:buhanbatu merupakan asimilasi antara Batak Toba dengan Malayu. Demikian juga dialek Melayu Pesisir me­ rupakan asimilasi antara Batak Toba dengan Minangkabau.

(15)

Dalam laporan ini, yang diteliti dan dicatat adalah cerita­ cerita rakyat asal Daerah : Deli Serdang, l\sahan, Simalungun, Karo, Pakpak (Dairi), Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Nias. Cerita yang berasal dari Langkat-Deli Serdang diwakili oleh Kabupaten Deli Serdang, Asahan-Labuhanbatu di­ wakili oleh Kabupaten Asahan dan Tapanuli Tengah terpaksa ditiadakan karena penelitinya sakit diopname.

Tetapi walaupun begitu bukan berarti kosong sama sekali ternyata ada beberapa cerita asal Tapanuli Utara dan Pak-pak-Dairi berlo­ kasi hingga ke Tapanuli Tengah juga dan diketahui oleh penduduk di sana.

. Cerita rakyat Daerah Sumatera Utara yang terkumpul dalam laporan ini berjumlah 20 buah cerita, yakni : 15 buah cerita orang dewasa dan 5 buah cerita anak-anak (masing-masing belum pernah dipublisir sebelumnya).

D. Pertanggung jawaban Ilmiah Prosedur Penelitian

Pelaksana tugas penelitian dalam inventarisasi dan dokumen­ tasi Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara ini dilakukan oleh se­ buah Team yang terdiri dari :

Konsultan

Ketua Team/Anggota Anggota

Anggota Anggota Anggota

Drs. Jacob Umar Drs. S.S.Sidabutar Drs. J asudin Siregar Drs. Belan Simanjuntak Drs. Peraturan Sukapiring Dra. Tiursani Lubis

Proses pelaksanaannya dilakukan secara tahap demi tahap mulai dari persiapan hingga penyelesaiannya. Setelah memper­ oleh pengarahan secara intensip tentang tugas inventarisasi dan dokumentasi cerita rakyat Daerah dari Pimpinan Proyek IDKD Pusat,. maka Ketua Team Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara memberikan pengarahan dan pedoman yang diperlakukan kepada para anggota Team. Tahap berikutnya adalah mengadaka.n sur­ vai kepustakaan-kepustakaan yang ada di Kotamadya Medan mau pun Toko-toko Buku. Semua buku, laporan, monografi, yang memuat cerita rakyat daerah Sumatera Utara dicatat dan disusun dalam bentuk Daftar Pustaka untuk menghindari per­ ulangan pencatatan.

(16)

ce-rita rakyat. Dalam hal ini faktor ruang lingkup dan adanya infor­ man diperhitungkan dengan cermat seperti telah dijelaskan pada ruang lingkup laporan ini. Nama-nama informan yang baik untuk survai ini telah lebih dahulu dikumpulkan melalui tugas-tugas rutin, yakni dengan meminta keterangan dan data-data infor­ man dari penilik Kebudayaan 'di Sumatera Utara. Nama infor­ man dan data-data itu diberikankepada para anggota Team dan dibeka!i pula dengan suatu pedoman interview.

Kepada mereka ditugaskan untuk mengumpulkan paling sedikit tiga buah cerita rakyat dari setiap kabupaten. Akan tetapi karena salah seorang anggota Team ini sakit dan harus diopname, maka Tapanuli Tengah tidak ikut jadi daerah pemungutan cerita rakyat tahun ini. Dan untuk menghindari kekosongan cerita rakyat asal Nias dan Tapanuli Selatan (yang seyogyanya dilakukan oleh . Dra. Tiursani Lubis) terpaksa informannya diganti dengan orang lain tetap1 tida.k mengurangi mu tu dan isi cerita yang diperlu­ kan.

Selama bulan Juli hingga September 1979 kegiatan lapangan dilaksanakan untuk merekam langsung cerita rakyat yang dikum­ pulkan. Hasil rekaman irti ditranskripsi menjadi naskah berba· hasa Daerah setelah melalui seleksi. Kemudian hasil transkripsi ini diterjemahkan secara leter lijk ke dalam bahasa Indonesia. Inilah yang disusun kemudian dalam susunan cerita dan bahasa yang baik sesuai dengan Ejaan Yang Disempumakan. Setelah draft disempumakan melalui saran-saran pendukung cerita yang bersangkutan, barulah disusun menurut Un.!tan cerita seperti terhidang dalam laporan ini, satu naskah !?�rbahasa Daerah dan satu naskah berbahasa Indonesia. Inilah yang diserahkan kepada Konsultan untuk mendapatkan pertimbangannya.

Selama bulan Oktober dan Nopember 1979, selesai dan penyusunan naskah selesai sesuai dengan yang digariskan oleh Pimpinan Proyek IDKD �usat.

(17)

BAB II

PENULISAN NASKAH

A. Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara

Cerita Rakyat Daerah khas Daerah ini menampilkan mito­ logis dan legendaris sebanyak 20 buah cerita, terdiri dari: 15 buah cerita orang dewasa dan 5 buah cerita anak-anak.

1. a. Cerita orang dewasa, yang mengakibatkan tokoh mitologis, meliputi: Putri Berdarah Putih, Si Boru Dayang, Balige Raja, Putri Dewa Gunung Lumut dan Gua Tempat Laowo­ maru.

b. Cerita orang dewasa yang menampilkan tokoh legendaris, meliputi: Boru Ginting Pase, Keramat Kubah Pandan Per­ dagangan, Mako Mahato, Lubuk Emas, Tuah Burung Mer­ buk, Si Tagen Bulu, Datu Kandibata, Terjadinya Danau Laut Tador dan Jibau Malang.

2. · Cerita anak-anak, meliputi : Si Betah Betah, Asal Usul Padi Pulut, Anak Yang Baik Hati, Burung Beo dan Cerita Si Bu­ yung Besar.

B. Latar Belakang Cerita Rakyat Daerah Sumatera Utara.

Latar belakang daripada cerita-cerita Rakyat Daerah Suma­ tera Utara yang erat hubungannya, dengan :

I. Adat Istiadat, meliputi : Putri Berdarah Putih, Si Beru Da­ yang, Balige Raja, Putri Dewa Gunung Lumut, Bero Gin­ ting Pase, Balco Mahato, Lubuk Emas, Tuah Burung Mer­ buk, Si Taganbulu, Datu Kandibata, Terjadinya Danau Laut Tador, Pelleng Peneppuh Babah, Jibau Malang, Asal Usul Padi Pulut, Anak Yang Baik Hati, Burung Beo dan Cerita Buyung Besar.

(18)

3. Unsur Pembaharuan, meliputi : Putri Berdarah Putih, Balige Raja, Putri Dewa Gunung Lumut, Kramat Kubah Pandan Pardagangan, Balco, Mahato, Si Taganbulu, Pelleng Penep­ puh Babah, Jibau Malang, Si Betah Betah, Asal Usul Padi Pulut, Anak Yang Baik Hati dan Cerita Si Buyung Besar.

4. Cinta Tanah Air, Meliputi : Balige Raja, Putri Dewa Gunung Lumut, Keramat Kubah Pandang Pardagangan, Lubuk Emas, Pelleng Peneppuh Babah, Asal Usul Padi Pulut, dan Anak Yang Baik Hati.

5. Pembuatan Naskah

(19)

1. PUTRI BERDARAH PUTIH

*)

Kisah yang sampai kepada penutur, tersebutlah seorang putri cantik dari marga Simamora di Bakkara yang bemama SI BON­ TAR MUDAR yang akhirnya kawin dengan Tuanku Barus.

Dahulukala, Bakkara didiami oleh enam kelompok marga, yakni : Sihite, Manullang, Sinambela, Bakkara, Marbun dan Si­ mamora. Keenam marga ini merasa dirinya satu. Setiap awal tahun mereka mengadakan pesta memukul gendang yang disebut pesta gendang mula tahun. Setiap warga nan enam berganti-gantian jadi penanggung jawab pesta itu. Jika marga tertentu mendapat ailiran pesta maka segala persediaan seperti, kerbau (kurban yang akan ditambatkan), beras, dan peralatan lainnya, harus ditanggung oleh marga yang bersangkutan. Jadi, setiap anggota marga itu ter­ ikat oleh kerjasama, dan iuran dana yang harus ditanggung setiap keluarga mereka. Acara pesta gendang mula tahun ini bertujuan agar Dewa memberi mereka kesuburan dan kemakmuran.

Tersebutlah bahwa marga nan lima lainnya telah mendapat giliran pelaksanaan pesta gendang, hanya marga Simamoralah. yang masih belum.

Menjelang hari baik dan bulan baik awal tahun berikutnya, para pengetua marga-marga di Bakkara memberitahu marga Sima­ mora. Karena marga Simamora (Debataraja) yang tinggal di sini jumlah sedikit, lagi pula miskin adanya, maka Sunggu Marpasang Debataraja jadi sedih. Jika giliran tidak dilaksanakan berarti me­ langgar permufakatan dan akan menimbulkan amarah anggota ma­ syarakat banyak.

Suatu hari Sunggu Marpasang mufakat dengan ketiga anak­ anaknya, Sampetua, Babiat Naingol dan Marbulang, sekitar dana yang harus mereka sediakan, karena tanpa dana maka pesta itu takkan jadi sama sekali. Jalan keluar mereka mufakat untuk lari

mclI�-Clari

Bakkara agar tidak kena marah kelima marga lain­

nya. Harl berikutnya, satu demi satu, barang-barang diangkat ke luar kampung agar dapat mempermudah perpindahan ma­ lam itu.

(20)

Malam itu setelah semua orang tidur, mereka berangkat bercampur was-was karena takut kalau-kalau bertemu dengan salah seorang penduduk desanya. Sesampai di Gorat Sitonggi (tanah datar di atas Bakkara), tiba-tiba mereka bersua dengan manusia setan bernama Guru Sodungdangon yang kebal segala macam siksaan. Takut mereka menjadi-jadi, maut telah menanti malam itu.

"Hendak ke mana kalian malam begini?" tegur Guru Sodung­ dangon.

"Ah, pak! Kami mau pindah," jawab Sunggu Marpasang dengan nada gemetar.

"Kenapa mesti larut malam begini?" kata Guru Sodung­ dangon.

"Ah tak dapatlah kami ceritakan lagi, pak!" sambungnya. "Kenapa tak dapat diberitakan rupanya!" sahut Guru Sodungdangon ingin penjelasan. Mau tidak mau Sunggu Marpasang dengan berat menceritakan perihal mereka.

"Begini, pak! Waktu giliran kami, melaksanakan pesta gen­ dang mula tahun telah tiba, tetapi jumlah kami sedikit, lagi pula miskin harta, jadi tak mungkin pesta itu dapat kami laksanakan. Daripada kena marah, lebih baik kami lari malam begini", tutur­ nya.

"Oh, demikian sebabnya, kupikir entah karena apa. Kalau demikian halnya, pulanglah ke rumah, segalanya itu akan segera tersedia. Saya sangat kasihan melihat kalian. Percayalah, kalian tidak akan menderita kemiskinan · 1agi'', kata Sodungdangon menerangkan kepada rombongan itu.

"Terima kasih, Pak! Bagaimana sesungguhnya, apakah keada­ an ini benar adanya?" kata Sunggu Marpasang.

"Percayalah, saya ini adalah Guru Sodungdangon, raja yang kaya". Mendengar pemyataan itu, sekali lagi Sunggu Marpasang mengucapkan terima kasih. Malam itu juga mereka kembali. Tetapi setelah dekat ke kampungnya, Sunggu Marpasang menyu­ ruh anggota rombongannya berhenti.

(21)

mengendap-endap di dekatinya rumahnya. Benarlah, kolong rumah itu telah berisi kerbau. Di dalam rumah ada gong, tombak, padi, kain destar, piring dan lain-lain keperluan pesta gondang mula tahun. Hatinya jadi gembira sekali, lalu berlari-lari mendapat­ kan keluarganya. Keadaan yang diberitakan yang membuat mereka tercengang bercampur gembira. Setelah tiba kembali, benarlah apa yang mereka risaukan selama ini telah tersedia.

Esok harinya, orang-orang di desa Bakkara jadi heran meliha t keadaan Simamora ini. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa kerbau itu adalah kepunyaan orang lain.

Seminggu lagi sebelum acara pesta, pengetua-pengetua desa Bakkara memberitahu tanggal kepastian pesta, yang diterima baik oleh Sunggu Marpasang meyakinkan. Sebab sepengetahuan mereka, orang ini miskin mereka menyangsikan, sebaliknya lantar­ an sudah disetujui, "nantilah kita lihat buktinya," kata mereka.

Harl dan tanggal yang ditetapkan telah tiba. Pesta gendang mula tahun saat itu, terlaksana dengan peralatan yang lengkap dan sedikit lain dari acara pesta sebelumnya. Semua tersedia, tiada yang kurang.

Hal' ini

membuat kelima marga lainnya keheran-an.

"Dari manalah gerangan perlengkapan itu diperoleh Sunggu Marpasang?" kata mereka. Setelah pesta itu selesai maka semua penghuni desa itu kembali ke rumahnya masing-masing.

Pada suatu hari, oleh Sunggu Marpasang terpikir akan rumah­ nya yang sudah tua. Dan di luar dugaan, Guru Sodungdangon datang bertamu.

"Selamat siang, Pak," tegornya.

"Ya, selamat siang!," jawab Sunggu Marpasang.

"Nampaknya, Bapak ini termenung memikirkan sesuatu. Apa yang dipikirkan, Pak?," tanyanya.

"Tidak apa-apa Pak," jawab Sunggu Marpasang.

"Baiklah, kalau begitu. Bagaimana, apakah pesta itu sudah terlaksana?" tanya Guru Sodungdangon.

"Sudah, Pak," jawab Sunggu Marpasang.

"Terima kasih atas bantuan Bapak," sambungnya.

"Cukup meriahkah pesta itu?" tanya Guru Sodungdangon melanjutkan.

"Ya, semua orang memuji karena tak kurang sesuatu," jawab Sunggu Marpasang.

(22)

biar saya sediakan," lanjutnya.

"Ah jika mungkin Pak, lihatlah rumah ini sudah tua. Kami berkeinginan menggantinya. Tolonglah, Pak," kata Sunggu Marpasang.

"Oh, begitu, baiklah. Pergilah kalian ke hutan Silemeleme. Di sana akan kalian perdapat bahannya yang perlu," katanya meyakinkan.

"Terima kasih Pak," jawab Sunggu Marpasang dengan gembi­ ra, Guru Sodungdangon permisi pulang : tetapi Sunggu Marpasang berusaha menahannya.

"Jangan dulu Pak, kita mesti makan dulu Pak," katanya. "Terima kasih, karena ada urusanku yang penting sekali," jawab Guru Sodungdangon lalu memberi salam seraya terus pergi. Beberapa hari setelah pembicaraan itu, Sunggu Marpasang dengan anak-anaknya

p

ergi ke hutan Silemeleme. Benarlah semua bahan bangunan rumah itu sudah tersedia, seperti : kayu, rotan, ijuk dan sebagainya. Tiada berapa lama, Guru Sodungdangon telah sampai ke tempat itu.

"Bagaimana Pak, sudah banyak kalian ambil?" tegurnya. "Sudah Pak, tetapi bagaimana caranya mengangkut bahan ini ke kampung," keluh Sunggu Marpasang.

"Mudah saja" sahut Guru Sodungdangon.

"Ikatlah semua bahan yang perlu. Jika telah selesai diikat, picingkanlah mata lalu bergerak tujuh langkah, nanti segera akan sampai di kampung" katanya. Pesan itu dilakukan Sunggu Mar­ pasang dengan anak-anaknya, maka benarlah, bahan rumah itu telah tiba di Bakkara. Segera, didirikanlah rumah baru pengganti rumah yang sudah tua. Seperti biasanya, rumah baru itu dimasuki dengan acara pesta. Semua sanak f amili dan warga desa diundang. Mereka kini jadi bahagia setelah rum ah itu berdiri.

Beberapa hari kemudian, datanglah Guru Sodungdangon ber­ tamu seraya memberi salam yang disambut dengan hangat oleh Sunggu Marpasang dan keluarganya.

"Beginilah, Pak! Semua permintaan kami telah terkabul. Kini kami bertanya,

"Apakah permintaan Bapak, agar kami berikan?" kata Sung­ gu Marpasang memulai pembicaraannya. Guru Sodungdangon menerimanya dengan ucapan terima kasih. .

(23)

"Saya sendiri sudah begini tua, tetapi belum menikah. Jika mungkin, sudilah kiranya Bapak menjadikan saya menantu," kata­ nya dengan rendah hati.

"Baiklah kalau demikian, kebetulan ada putri kami seorang yakni Si bontar mudar," kata Sunggu Marpasang dengan sungguh­ sungguh.

"Jika sudah Bapak kabulkan, orang tua saya akan datang ke marl menyerahkan biaya pestanya," kata Guru Sodungdangon.

"Baiklah," jawab Sunggu Marpasang.

"Kamipun perlu juga mufakat dahulu dengan anak-anakku yang telah berumah tangga."

"Baiklah, Pak, muf akatlah Bapak semua," kata Guru Sodung­ dangon.

"Kapankah kami datang untuk mendapatkan kepastiannya?" tanya Guru Sodungdangon.

"Datanglah dalam minggu ini juga," jawab Sunggu Marpasang. "Terima kasih Pak," kata Guru Sodungdangon seraya permisi pulang.

Sunggu Marpasang memanggil semua anak-anaknya; Same­ tua, Babiat Maingol dan Marbulang, membicarakan lamaran Guru Sodungdangon. Anak pertama dan kedua menyatakan setuju kecuali anak ketiga Gaja Marbulang.

"Saya tidak setuju mengawinkan saudaraku dengan manusia setan itu. Benar kita telah diberinya harta dan rumah, tetapi bagai­ manalah memberikan Si Bontar Mudar kepada setengah hantu setengah manusia itu. Lagi pula kakinya pun lain, tak pernah menginjak tanah," katanya.

"Beginilah, anakku, kalau kau tidak setuju, terserah, tetapi Sibontar Mudar mesti jadi istri Guru Sodungdangon, karena kita telah bermakan budi selama ini," kata ayahnya.

"Kalau begitu pendapatmu, terserah kalianlah! Kalau me­ nurut pendapatku, Sibontar Mudar tak boleh dikawinkan dengan manusia hantu itu. Tetapi, kalau. kalian toh mengawinkannya, terserah, saya tak ikut menanggung risikonya," sahut Gaja Mar­ bulang dengan tegas. Demikianlah mufakat itu berakhir dengan pendapat yang tidak seirama.

Satu minggu berserlang kembali Guru Sodungdangon datang menagih janji calon mertuanya. Sesampai di rumah, Sunggu Mar­ pasang dihormatinya dengan penuh sopan santun.

(24)

bagai-mana hasil muf akat Bapak," cetusnya.

"Yah baik, maksud tersebut dapat kami kabulkan," jawab calon mertuanya.

"Jadi, kapan kalian datang bersama orangtuamu?" tanya Sunggu Marpasang.

"Baiklah Bapak yang menetapkan kapan kami datang Pak," jawab Guru Sodungdangon.

"Terserah kepada kalianlah, kapan saja, kami tetap bersedia menerima," jawab Sunggu Marpasang. Mendengar jawaban itu Guru Sodungdangon senang lalu permisi pulang.

Harl berganti hari, malah sudah berminggu-minggu, Guru Sodungdangon tak pernah muncul. Ditunggu hingga satu tahun, tidak juga muncul. Inilah yang membuat Sunggu Marpasang dan keluarga hampir terlupa terhadap Guru Sodungdangon.

Pada suatu hari, satu kerajaan yang dipimpin oleh Tuanku Barus II mengadakan pesta gendang selama tujuh hari tujuh malam untuk memilih istri anaknya Tuanku Barus Ill. Kepada seluruh rakyatnya diberitahukan agar menghadiri pesta itu, dan para gadis supaya ikut menari. Barang siapa di antara gadis ini dipilih Tuanku Barus III, dialah yang menjadi istrinya. Mendengar pemberitaan itu maka berduyun-duyunlah orang dari desa datang ke sana. Pada hari keenam pesta itu berlangsung sudah hampir semua rakyatnya menari, tetapi tak seorang pun yang terpilih oleh putra raja. Bah­ kan hingga hari ketujuh tidak juga terpilih calon istri yang diharap­ kan. Oleh karena itu Tuanku Barus III berdiri lalu berkata,

"Sampai hari ini pesta ini berlangsung diikuti oleh penari­ penari, tetapi saya belum juga bertemu dengan calon istriku. Olth karena itu saya akan buatkan layang-layang dari kain sutera. Barang siapa nan ti dihinggapi layang�layang itu, bila ia itu seorang gadis, dialah jadi istriku. Kalau kebetulan dari yang hadir di sini, saya ucapkan terima kasih. Tetapi kalaupun di mana saja hinggap­ nya, bersiap-siaplah 30 orang mengikutinya lengkap dengan per­ sediaan pesta kawin," katanya. Untuk memenuhi ucapan itu, semua persediaan disiapkan beserta 30 orang pengikut. Segera layang-layang sutera itu diserahkan kepada Tuanku Barus III untuk diterbangkan.

Setelah diterima, beliau berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pencipta,

(25)

menantu orang tuaku. Sekarang, ya Tuhan, tunjukkanlah siapa yang akan menjadi istriku, yakni gadis yang mendapat layang­ layang ini."

Para hadirin di pesta itu terdiam mendengarkan doa anak raja itu ke udara. Mula-mula layang-layang melayang-layang sekitar tempat itu seolah-olah hinggap, para gadis berharap-harap agar dirinyalah mendapatkan layang-layang itu agar dapat jadi permai­ suri raja muda. Tiba-tiba layang-layang itu terbang tinggi. Semua mata hadirin memandang ke atas. Sebentar kemudian layang­ layang ini menurun tetapi naik lagi. Hal ini berlangsung hingga tiga kali, kemudian naik lagi lalu layang-layang itu pergi. Melihat situasi itu para penonton pun lari mengikutinya didahului oleh 30 orang pengikut raja muda. ·Ke mana layang-layang itu melayang ke sana­ lah Tuanku Barus III mengikutinya. Lama kelamaan, mereka tiba di atas Bakkara. Karena tempat ini merupakan jurang maka tiba­ tiba hilanglah layang-layang itu dari pandangan mata mereka. Rombongan itu tak tahu di mana tempat hinggapnya. Dengan susah payah mereka menuruni jurarig itu, bercampur sedih dan rasa putus asa. Pada suatu tempat dengan rasa kesal mereka berhenti karena haus dan letih. Mereka sating menduga kira-kira di mana tempat jatuhnya layang-layang sutera itu. Kemudian raja muda Barus menunjukkan rasa sedihnya,

"Kalau tidak dapat, bagaimanalah jadinya nasibku nanti?" katanya. Dengan kesal, disuruhnyalah rombongan itu mencarikan ke Bakkara, sedartg dia sendiri tetap di tempat itu dengan maksud berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pencipta untuk mendapatkan petunjuk tentang calon istrinya yang dihinggapi layang-layang itu. Sehabis mendoa, tiba-tiba muncullah seorang gadis yang sedang membawa air dari pancuran. Gadis itu sangat cantik.

III.

"Dik! Apakah saya dapat minta tolong?" tegur Tuanku Barus

"Kenapa rupanya, Bang?," sahut Sibondar Mudar. "Saya sangat haus Dik!," kata putera raja Barus.

"Kalau mungkin, berikanlah saya barang seteguk air," sam­ bungnya.

"Yah, silakan ambil, bang," sahut Sibontar Mudar dengan lemah lembut.

"Terima kasih," kata Tuanku Barus III, sambil mengambil air itu, lalu segera diminumnya.

(26)

dengan tutur bahasa yang lemah lembut dari Sibontar Mudar. "Abang ini dari mana rupanya?," gadis itu batik bertanya. "Ah, tak dapat lagi kuceritakan, Dik!" Kami ini datang dari Barus. Orang tuaku telah memukul gendang tujuh hari tujuh malam untuk memilih jodohku, tetapi tidak dapat. Akhirnya, kuterbangkan layang-layangku ke udara. Barang siapa yang di­ hinggapinya �tau mendapatkannya, dialah calon istriku. Layang­ layang itulah yang kami ikuti dari Barus sampai ke mari. Tetapi benda itu turun di sini dan ... tak dapat kami lihat lagi. Kami tak tahu entah siapa yang telah mengambilnya," tutur putera raja Barus.

"Bagaimana rupanya layang-layang itu?" tanya si gadis. "Dari sutera Dik" jawab si lelaki. Mendengar penjelasan itu, Sibontar Mudar jadi diam dan kebingungan.

"Bagaimana caraku untuk memberitahukannya," kata si gadis dalam hatinya, "jika kuberitahukan padanya, jangan-jangan aku disebut pencuri lagi pula apa nanti jawabku," demikianlah kata hatinya. Lama ia termenung memikirkannya dan air mukanya pun menjadi pucat.

Melihat perobahan pada wajah si gadis, putera raja menjadi he ran.

"Mengapa jadi termenung, Dik!" kata Tuanku Barus III memecahkan keheningan itu. Sibontar Mudar tam bah gugup.

"Bagaimana, Dik, apakah kau tahu siapa yang telah mengam­ bilnya?" desak putera raja. Keadaan memaksa Sibontar Mudar ber­ terus terang.

"Saya tak dapat lagi berkata-kata karena layang-layang itu hinggap pada diri say a waktu mengam bil air tadi di pancuran. Ini­ lah layang-layang itu," kata Sibontar Mudar seraya menunjukkan­ nya.

"Terima kasih, Dik! Kaulah calon istriku. Peganglah itu. Apa boleh buat, janji tak dapat dimungkiri. Kini, bawalah kami ke rumah orang tuamu. Ada 30 orang yang membawa keperluan pesta perkawinan kita," kata putera raja.

Sibontar Mudar semakin bingung menghadapinya. Dengan suara yang a�ak serak dan tertahan dia menjawab,

"Apa yang akan saya katakan kepada orang tuaku?"

(27)

"Pasti mau orang tua itu karena kejadian ini adalah kehendak Tuhan Maha Pencipta. Menurut saya, mereka tidak akan menolak! Beritahukanlah bahwa ada 31 orang dan akan menyerahkan segala keperluan pesta kita karena kita harus segera berangkat ke Barus." Tak sanggup Sibontar Mudar menolak kata-kata itu. Sesampai dirumah diberitahukanlah keadaan itu kepada bundanya, kemu­ dian dari ibunya kepada Sunggu Marpasang. Karena itu seluruh keluarga mempertimbangkannya yang kebenarannya kembali dijelaskan oleh Sibontar Mudar bahwa ada seorang pemuda dari Barus bernama Tuanku Barus datang mengikuti layang-layang itu. Siapa yang mendapat layang-layang itu, dialah jadi istrinya. Kebetulan layang-layang tersebut hinggap pada Sibontar Mudar dan sudah diketahui oleh sang pemuda. Pemuda itu berkata bahwa Sibontar Mudarlah calon istrinya." Kemudian kalau kita telah setuju rombongan mereka yang berjumlah 31 orang akan segera datang menyerahkan keperluan pesta dan mereka akan segera berangkat ke Barus bersama putri kita." kata Sunggu Marpasang kepada yang hadir.

Sesungguhnya keluarga Simamora ini agak kebingungan juga. Sebaliknya karena telah dikatakan sebagai kehendak Tuhan Maha Pencipta, apa hendak dikata karena Tuhanlah yang lebih tahu tentang semuanya.

"Bagaimanapun, suruhlah mereka datang ke rumah," kata­ nya. Sebentar kemudian rombongan itu masuk ke rumah dan duduk di atas tikar yang telah dihamparkan lebih dahulu. Kini kedua belah pihak berhadap-hadapan membicarakan kedudukan kejadiannya. Setelah secara ringkas menerangkan keadaan itu maka Tuanku Barus mengakui kebenaran cerita itu.

(28)

"Baiklah, kalau demikian haln

y

a, tetapi kami akan mufakat dulu," kata Sunggu Marpasang. Ketiga orang putranya dipanggil bersama anggota keluarga terdekat.

"Anak-anakku dan kita semua anggota keluarga. Di sini putra raja Barus telah datang meminang adikmu Sibontar Mudar jadi istrinya karena telah mendapatkan layang-layang sutera yang diterbangkan dari Barus. Tetapi kita sating mengetahui bahwa Sibontar Mudar masih terikat janji dengan Guru Sodungdartgon," katanya.

"Kalau demikian, kedatangan Tuanku Barus ke marl bukan­ nya dibuat-buat, karena itu kehendak Tuhan. Lagi pula, benar sudah ada pembicaraan dengan Guru Sodungdangon, tetapi sudah berselang satu tahun dia tak kunjung datang. Kami rasa, tak mungkin lagi dengan dia. Dan bukannya kita yang mungkir janji." kata semua anak-anaknya. Putus kata, Sibontar Mudar disetujui menjadi istri Tuanku Barus. Kemudian keluarga Simamora kembali berhadapan dengan rombongan dari Barus.

"Sekarang kami sudah muf akat. Kami telah memutuskan s�perti yang kalian beritahukan kejadiannya, yakni kehendak Tuhan. Sebenarnya, sudah ada pinangan Guru Sodungdangon kepada anakku Sibontar Mudar, tetapi sudah setahun lebih dia tak kunjung datang," kata Sunggu Marpasang.

"Kira-kira tak jadi halangan lagi, Pak, karena sudah satu tahun lebih." Kalaupun mereka datang, janjinya telah lewat. Jika dibuatnya alasan lain, kamilah yang akan menghadapinya," kata Tuanku Barus.

"Baiklah kalau demikian. Sekarang, bagaimanakah kita perbuat?," kata Sunggu Marpasang.

"Kalau keluarga Bapak sudah setuju, berapa biaya untuk pesta supaya· kami serahkan?," kata Tuanku Barus. Akhirnya, diserahkanlah semua keperluan pesta dalam jumlah yang besar. Selesai pesta itu berangkatlah rombongan beserta Sibontar Mudar ke Barus. Bukan main indahnya perkawinan itu walaupun sang putri harus berpisah dengan orang tua dan sanak familinya. Berbahagialah pengantin itu, pasangan antara putra raja Barus dengan seorang istri yang cantik jelita.

Tiba-tiba di tengah jalan, rasa bahagia itu berubah waktu rombongan menyeberangi titi di sungai Sibundong. Lewat titi itu datanglah Guru Sodungdangon mencegat.

(29)

Mudar telah saya pinang dan sudah mengikat janji kawin. Dan kini kau bawa Sama kau a tau sama saya. Kalau saya kalah, jadilah dia istrimu, tetapi kalau kau kalah jadilah dia istriku. Pasanglah segala ilmumu, siapa kita yang lebih jago," kata Guru Sodung­ dangon.

Kini keduanya mufo.i bertarung. Guru Sodungdangon manusia hantu tidak juga dapat mengalahkan Tuanku Barus. Pertarungan itu berlangsung lama tetapi tak satu pun yang kalah, lalu Guru Sodungdangon berkata,

"Kau tidak kalah dan juga tidak menang, berarti, gadis ini tidak untukmu dan tidak untukku. Sekarang pilihlah, kepalanya bagianmu atau badannya, terserah, karena dia calon istri dua orang laki-laki. Agar kita sama-sama mendapat, sepotong untuk kau dan sepotong untuk saya."

"Kalau begitu pendapatmu, terserah. Kau sendirilah yang tidak memenuhi janji, sudah satu tahun lewat. Tetapi karena kau seorang guru maka demikianlah sikapmu. Kalau kau mesti bunuh istriku ini, terserah kau sendirilah yang menanggung dosa. Kalau mesti saya pilih, maka kepalanyalah bagianku," kata Tuanku Barus.

Guru Sodungdangon bertindak sebagai algojo memancung Sibontar Mudar, lalu kepalanya diserahkannya kepada Tuanku Barus.

"Bawalah ini, dan badannya inilah untukku," kata Guru Sodungdangon. Sungguh sedih perasaan Tuanku Barus menerima­ nya. Kepala Sibontar Mudar digendongnya dilapisi pengan kain sambil berurai air mata, lalu meneruskan p_�rjalanan. Tetapi ·dengan tak disangka-sangka, kepala itu berbicara.

(30)

Peristiwa itu sungguh mengerikan. Tuanku Barus II sempat mepangis meraung-raung setelah melihat kepala menantunya itu. Untuk meredakannya, putera raja membisikkan satu ha'rapan kepada ayahandanya,

"Tak usah terlampau se<lih, Pak. Semua dapat terjadi kalau kehendak Tuhan. Suruhlah dibuat peti mayat supaya kita letakkan menantumu ini ke dalamnya, setelah badannya datang nanti dibawa sungai Sibundong."

Peti mayat disiapkan, dan benarlah mayat itu telah dilihat orang di laut. Hal itu segera dibertahukan kepada Tuanku Barus. Rombongan segera pergi ke sana untuk mengambilnya tapi tak dapat. Tuanku Barus pergi juga ke sana dan melihatnya seperti ikan yang hidup. Kemudian mayat itu berkata,

(31)

2. SI BERU DAY ANG*)

Kata yang empunya cerita dahulukala adalah sebuah kerajaan di Tanah Karo. Penduduknya belum mengenal padi, oleh karena itu dipergunakan buah kayu sebagai makanan. Maka diutus Dewatalah si Beru Dayang sebagai perantara kepada manusia, maka diciptakannyalah padi sebagai makanan.

Pada suatu hari adalah beberapa anak-anak berjalan-jalan sambil menggendong adik-adiknya, tiba-tiba mereka menemukan satu buah sebesar labu besarnya. Tidak diketahui anak-anak itu buah apa itu, .oleh karena itu mereka masing-masing memanggil ibunya. Sampailah berita itu kepada raja, tetapi raja pun tidak juga mengetahui buah apa itu. Oleh karena itu dikumpulkan seluruh rakyatnya kalau-kalau ada yang mengetahuinya.

Maka terdengarlah suara dari an

8k

asa katanya;

"Hai raja yang besar itulah si -Beru Dayang yang telah ber­ ubah menjadi tumbuh-tumbuhan. Si Beru Dayang itu adalah orang yang paling miskin. Beberapa bulan yang lalu si Beru Dayagn mati di sini karena kelaparan tidak makan; ibunya pun kelaparan sangat pada waktu itu. Oleh karena itu ia tidak sanggup menolong anaknya selain daripada air matanya saja yang jatuh kepada anak­ nya yang belum besar itu. Si Beru Dayang mati di atas pangkuan ibunya. Setelah anaknya itu dikuburkannya pergilah ia. Ia merasa tidak ada lagi gunanya hidup karena anaknya .itu sudah mati. Maka ia pun terjun ke sungai lalu menjadi ikan. Oleh karena itu pelihara­ lah si Beru Dayang, potong-potonglah ia sampai halus kemudian tanamlah sampai ia subur kelak. Siapa yang memeliharanya kepadanya diberikan si Beru Dayang hasilnya.

Dia sangat rindu kepada ibunya oleh karena itu pertemukanlah ia dengan ibunya," demikian kata suara itu.

Maka sejak itu dipelihara oranglah si Beru Dayang. Dipotong­ potonglah buah itu sampai halus kemudian ditanam. Itulah sebab­ nya maka padi dinamai si Beru Dayang. Kalau masih bibit dinamai si Beru Dayang. Ketika berumur enam hari dinamai si Beru Dayang Merengget-engget, ketika berumur sebulan dinamai si Beru Dayang Meleduk si Beru Dayang Bumis. Pada waktu itu tibalah waktu menaburi padi. Yang menaburi padi itu adalah pemuda dan anak

(32)

gadis. Tiga orang gadis dan tiga orang pula pemudanya. Semuanya berpakaian rapi dan bagus. Si pemuda membawa

kitang

n yang berisi air tawar, si gadis membawa

tumba beru-beru

2) yang berisi air tawar

daun simalem-malem,

dan

daun kalinjuang.

3) Setiap menaburi padi dengan air beserta ramuan-ramuan itu tadi si gadis bersern :

"Bangunlah engkau hari Bern Dayang, suburlah engkau, kami datang bersenang-senang (anak gadis dan pemuda), oleh karena itu suburlah engkau!"

Pada waktu padi bunting ia diberi makan, persis seperti manusia memberi makanan anak kepada perempuan yang sedang hamil tua. Dibuatlah makanan enak, yaitu gading, lemang, ikan emas dan lain-lain. Beberapa orang tua-tua pergi ke tengah-tengah padi membawa makanan yang telap disiapkan. Lalu bersernlah orang tua-tua itu memanggil padi.

"Mari Barn Dayang berkumpullah engkau semua; jangan ter­ kejut engkau kami beri makan, makanan yang enak; bangunlah engkau, keluarlah buahmu seperti yang dikehendaki namamu sekarang Bern Dayang La Simbaken."

Setelah buah padi keluar dinamailah si Bern Dayang Kumar­ kar Dunia. Setelah buah padi berisi air dinamailah si Bern Dayang Terhine-hine. Setelah buah padi berisi maka datang pulalah orang tua-tua pemilik ladang membawa tapak sirih lengkap dengan isi­ nya, telur ayam, dan beras ke tengah ladang. Setelah sampai di tengah ladang, lalu menarik tiga rumpun padi dan mengikatnya menjadi satu. Lalu tapak sirih beserta isinya beras dan telur ayam tadi diletakkan di bawah padi yang diikatnya tadi kemudian ia pun makan sirih di situ. Setelah selesai makan sirih lalu ia pun bersern : "Sekarang engkau bernama Bern Dayang Pemegahken karena buahmu telah berisi." Setelah itu ia pun pulang ke rnmah mem­ bawa semua yang diletakkannya di bawah padi tadi yaitu tarak sirih beserta isinya, telur ayam dan beras.

Setelah masa menuai pada hampir tiba maka diadakanlah pesta memberi makan padi yang dinamai "merek page" 4). Di­ undanglah semua f amili, bersama-sama berpesta makan besar.

(33)

Setelah selesai makan di rumah maka orang-orang tua berangkat ke ladang memberi makan padi.

Sampai di ladang dikelilingilah padi sambil berseru,

"Makanlah engkau, sudah kami siapkan makananmu dan sekarang engkau bernama si Beru Dayang Patunggungken." Setelah padi selesai diberi makan pulanglah ke rumah. Sampai di rumah ditetapkanlah hari menuai padi.

Setelah menuai padi tiba maka berkumpullah semua ke ladang untuk menuai padi. Di situ berseru pulalah orang-orang tua, "Sekarang engkau kami tunai namamu sekarang si Beru Dayang Pepulungken." Setelah selesai maka dimulailah memotong padi. Setelah selesai dipotong lalu diirik. Setelah selesai diirik lalu dikumpulkan menjadi satu lalu berseru pulalah orang-orang tua. "Sekarang engkau kami satukan menjadi banyaklah engkau, menggununglah engkau, namamu sekarang si Beru Dayang Petam­ bunen." Setelah selesai lalu diangin, setelah selesai diangin barulah dibawa ke rumah. Yang membawanya ke rumah pemuda dan anak gadis beriring-iringan. Setelah sampai di rumah dinamailah si Beru Dayang Pasinteken.

Setelah padi banyak karena selalu subur, terjadilah "elalu perang, sating bermusuhan oleh karena manusia tidak perlu h1gi payah-payah mencari makanan untuk esok lusanya. Tapi oleh karena begitu lamanya peperangan itu, maka padi itu pun dibakar. Setelah padi itu habis maka aman pulalah kembali. Tiga kali terjadi keributan maka tiga kali pula si Beru Dayang mendatangi manusia untuk memberi benih padi. Pada yang ketiga kalinya si Beru Dayang memberi petuah kepada manusia, katanya,

(34)

kehidupan padi agar tidak tumbang di embus angin. Puang Kalimbubu pun sangat besar tanggung jawabnya menjada ke­ rukunan rumah tangga.

Oleh karena itu bibit labu diminta kepada puang kalimbubu kare­ na labu pun juga mengikat padi agar tidak patah diembus angin, agar padi itu kuat.

(35)

3.

BALIGE RAJA*)

Menurut cerita orang tua-tua kisah Balige Raja Purba adalah kira-kira sebagai berikut.

Pantombohobol mempunyai tiga orang anak, yaitu : Tuan Didolok, Raja Pargodung dan Balige Raja. Waktu lahirnya Balige Raja Pargodung dan Balige Raja. Waktu lahirnya Balige Raja kembar dengan Si boru Tinandangan, sehingga rupa keduanya mirip dan sama cantiknya. ltulah sebabnya maka anak yang dua ini selalu sama-sama mulai dari kecil hingga besar.

Menanjak ke masa muda-mudi, keduanya berniat untuk membentuk rumah tangga. Melihat keadaan itu, maka berkumpul­ lah keluarga marga Simamora dan memutuskan agar kedua orang ini dipisahkan, dan tidak dibenarkan bertemu muka lagi. Sehingga bagaimanapun usaha keduanya untuk bertemu, tak dapat lagi terlaksana. Oleh karena itu pergilah Balige Raja merantau ke tempat lain.

Lama kelamaan, sampailah Balige Raja ke satu hutan yang disebut hutan Sisoding. oDi sana dijumpainya seorang perem­ puan.

"Hai, siapakah engkau ini, manusia? Begitu lama aku di tempat ini, belum pernah seseorang sampai ke mari," katanya.

"Akulah, ini ibu," jawab Balige Raja.

"Aku datang ke hutan ini karena tak tahu lagi apa yang kukerjakan. Sudah begitu lama aku dalam pengembaraan untuk menemu; saudaraku -perempuan Si Boru Tinandangan. Kami telah diusir dari desa, karena kami akan menikah. Sekarang pun, angkat­ lah aku jadi anakmu," katanya. Mendengar kisah itu, berkatalah Siboru Daek Parujar,

"Bagaimana caranya mengangkat engkau jadi anakku, sedang aku sendiri belum berumah tangga."

"Ya, walaupun demikian, jika mungkin, jadikanlah aku temanmu bagai anakmu sendiri," jawab Balige Raja.

"Oh, kalau demikian, baiklah, tetapi engkau harus menuruti perintahku," kata Siboru Daek Parujar.

"lngatlah! Di tempat ini tak ada orang lain. Tetapi sekali sebulan, adik-adikku selalu datang ke marl untuk bersiram di

(36)

pancuran golang-golang 2) sana. Setiap kali mereka datang, selalu singgah di rumah ini. Karena itu jika engkau mau tinggal di rumah "ini kalau mereka datang, bersembunyilah." katanya.

"Ya, ibu, aku akan bersembunyi," jawab Balige Raja.

Benarlah, waktu hari bulan purnallla, datanglah adik-adiknya dari dunia atas.

"Lihatlah, adik-adikku itu sudah datang. Mereka akan datang nanti ke sini. Jadi, bersembunyilah anakku ke dalam hombung 3) itu, sehingga kalau mereka sampai di sini, kau tak terlihat oleh mereka."

"Baik, bu." jawab Balige Raja, lalu masuk ke dalam horn bung itu. Tiada berapa lama antaranya, datanglah adik-adiknya itu. Mereka itu tertawa-tawa, tapi tak dapat dilihat Balige Raja. Dari suara itu tahulah dia bahwa mereka itu cantik rupawan ,semuanya. Setelah penghuni dunia atas itu pergi, segera ibu angkatnya membuka tutup hombung itu, maka keluarlah Balige Raja, dalam keadaan sesak bernapas penuh keringat. Sejak itu Balige Raja jadi pendiam.

"Ah, tak benar lagi ini. Datang gadis ke rumah ini, tak bisa dicakapi atau pun dilihat. Apa jadinya, begini?" pikirnya. Karena itu maka dilobanginyalah hombung itu. Setelah tiba hari bulan purnama berikutnya, dilihatnyalah ketujuh adik-adik ibunya itu sudah datang. Segera pula dia berlari masuk ke dalam hombung. Sebentar lagi, sampailah gadis-gadis itu di rumah, sambil bercakap­ cakap diselingi tawa yang ramai. Balige Raja siap mengintip dari lobang persembunyiannya. Benarlah gadis nan tujuh itu cantik­ cantik semuanya, lebih-Iebih yang bungsu itu. Meleleh air liurnya menyaksikan kecantikan gadis-gadis itu, sembari berangan-angan. Setelah gadis-gadis itu berarijak pergi, segera horn bung itu dibuka­ kan ibunya. Apa yang dilihatnya, tidak diberitahukannya, karena menurut pikirannya ibunya tak tahu perbuatannya. Sesungguhnya, Siboru Deak Parujar adalah seorang peramal, apa yang dipikirkan Balige Raja dapat diketahuinya.

"Bagaimana, bapa, kenapa engkau termenung?" kata ibunya. "Bagaimanalah bu. Kadang-kadang, hatiku jadi kesal. Kita hanya berdua saja di sini. Kalaupun ada gadis datang bertamu, tak dapat disapa ataupun dilihat. Apa artinya lagi hidup ini," katanya. "Benar anakku. Tetapi apa hendak dikata. Ketujuh orang itu

(37)

adalah putri saudaraku Batara Guru dari dunia atas. Bagaimanalah caranya engkau menegor mereka? Tapi kalau hanya melihat saja, bolehlah. Kalau mau lihat buatlah kemah kecil dekat pemandian mereka itu. Dan jika mereka datang lihatlah dari dalamnya. Tapi awas, jangan ketahuan oleh mereka," kata ibunya.

"Terima kasih, bu," sahut Balige Raja. Besok harinya, kemah kecil itu segera didirikannya. Tiada berapa lama kemudian, datang­ lah ketujuh adik ibunya itu.

Ketujuh gadis-gadis itu membuka pakaian masing-masing. Satu demi satu diamatinya, dari yang sulung hingga yang bungsu. Sibontar Humilo, cantik bukan main, tertawa-tawa di sana. Mereka tidak taliu bahwa Balige Raja telah melihat tubuh mereka yang telanjang itu dengan jelas. Matanya puas sekali menikmati tubuh gadis-gadis itu satu demi satu. Tetapi yang bungsu itulah yang paling termakan hatinya.

"Kalau yang bungsu itu, bagaimanapun jalan akan kutempuh, asal jadi istriku," tekadnya diam-diam.

Sehabis mandi, mereka segera mengenakan pakaian, lalu terus pergi kepada Siboru Parujar untuk permisi pulang. Saat itulah Balige Raja meninggalkan kemahnya.

lbunya jadi tersenyum simpul melihat anaknya. Air mukanya berobah karena malu dan angan-angannya yang bukan-bukan itu.

"Bagaimana anakku cantikkah adik-adikku itu?" tanyanya. "Ya, Bu, benarlah cantik-cantik semuanya," jawabnya. "Siapakah yang tercantik menurut hatimu?" kata ibunya. "Yang bungsu itu, Bu," jawab Balige Raja.

"Jadi, menurut pikiranmu, bagaimana?" tanya ibunya kemu­ dian.

·"Kalau bisa Bu, dialah yang menjadi menantumu."

"Eh, bagaimana caramu mendapatkannya? Dia itu adalah puteri kayangan."

"Ya, Bu, menurut pendapatku, kalau ibu mau, hal itu dapat terlaksana. Ibu 'kan tahu segalanya. Apa yang dapat kulakukan?" kata Balige Raja.

"Jadi, hatimu telah bulat untuk mempersunting adikku itu?" tanya ibunya.

"Ya, sudah Bu. Dan inilah, kalau dia tak jadi istriku, lebih baik mati," katanya.

(38)

tanggalkan, kaitlah pelan-pelan dan teruslah . berlari agar kamu jangan dilihat. Tetapi sekali-sekali jangan menengok ke belakang," kata ibunya.

Pada bulan purnama berikutnya, Balige Raja pergi ke kemah­ nya serta membawa alat pengaitnya itu. Tak lama kemudian ketujuh gadis itu telah datang untuk mandi. Sambil bernyanyi­ nyanyi diselingi tawa yang kuat, mereka menanggalkan baju. Itu dia, Sibontar Humillo pun telah membuka baju humahijangnya, lalu diletakkan. Balige Raja pun semakin tergiur menikmati tubuh telanjang itu dengan matanya. Sewaktu asyik mandi, mereka terlupa akan bajunya. Saat itulah Balige Raja,meiigait baju huma­ hijang Sibontar Humillo. Setelah dapat, ia pun segera mengendap­ endap meninggalkan tepat itu. Setelah agak jauh, berlarilah dia. Kiranya, waktu berlari. itu dia terlihat oleh Sibontar Humillo. Segera diperiksanya bajunya, ternyata tak di situ lagi. Tanpa selembar benang ia pun berlari mengejar seraya memanggil-mang­ gil.

"Hei . . . . ! Hei . . ! Heil . . . . ! " katanya, karena suara itu semakin dekat, Balige Raja pun menengok ke belakang dan saat itu pula berubahlah ia jadi tunggul serta baju humahijang itu terjepat pada ketiaknya. Sibontar Humillo jadi tercengang sambil me­ nangis. Kakak-kakaknya pun heran melihat adiknya Sibontar Humillo, lalu bertanya,

"Apa yang terjadi?" Sambil menangis diceritakanlah bahwa baju humahijangnya telah hilang dilarikan seorang lelaki. Waktu dikejar, lelaki itu jadi tunggul. Mendengar penjelasan adiknya itu mereka pun jadi ketakutan lalu pergi berlari mendapatkan Siboru Deak Parujar untuk memb�ritahukannya. Melihat mereka itu datang berlari Siboru Deak Parujar jadi heran pula.

"Apa yang terjadi?," katanya. Kejadian itu mereka ceritakan kepada Siboru Deak Parujar. Segera tahulah bahwa yang meng­ ambil itu tak lain dari anaknya Balige Raja. Kemudian, katanya,

"Apa hendak dikata, adikku. Kalian katakan ada yang meng­ ambilnya tetapi jadi tunggul. Apa yang harus kita lakukan?"

(39)

lihat lelaki yang berlari itu jadi tunggul!". "Benar, bibi," jawabnya.

"Setelah terlihat olehku dia lari, lalu kutepuk tanganku, serta merta orang itu jadi tunggul," kata Sibontar Humillo.

"Wah adikku. Mungkin anak manusia dia itu. Kalau mantisia benar dia, kau ini jadi pembunuh. Kau akan dimarai abang nanti karena pekerjaan membunuh itu. Itu pun kalau belum ketahuan oleh teman-temannya. Kalau ketahuan, kita akan mati dibuatnya," kata bibinya. Mendengar kata-kata itu tangis adiknya semakin menjadi-jadi.

"Nah, sekarang, hati-hatilah engkau. Barangkali lelaki itu cinta padamu, tapi jadi mati dia kau buat. Aku tak tahu lagi me­ ngatakan," kata bibinya. Sibontar Hjmillo semakin kuat tangisnya kebingungan. Melihat adiknya demikian ,itu, Siboru Deak Parujar tadi kasihan.

"Nah,_ adikku, jika nanti kuhidupkan dia kembali, mungkin kita akan dibunuhnya pula Atau mungkin, dengan cara paksa kau dirampas jadi istrinya. Maukah engkau? Menurut perasaanku, dia masih dapat hidup kembali, lebih baiklah kita patuhi apa pun yang dikatakannya. Kalau tak demikian kemungkinan kita dibunuh. Jadi, katakanlah bagaimana pendapatmu!," katanya kepada adik­ nya.

"Ah, bergantung kepadamulah, Bibi," kata adiknya.

"Kalau aku, tak tahu apa yang hendak kukatakan," kata Sibontar Humillo.

Setelah demikian akhirnya percakapan keduanya, Siboru Deak Parujar tambah kasihan melihat adiknya itu, kini dia buka kartu tentang maksudnya yang sebenarnya.

(40)

Tetapi setelah dipikirkan, barulah diberinya jawaban, "Aku mau bibi," katanya.

"Kalau demikian, marilah kita pergi ke tempist itu agar kuuji dengan lidi tunggal," katanya kepada adiknya. Sesampai di tempat lelaki itu jadi tunggul, Siboru Deak Parujar melibaskan lidi tunggalnya hingga tujuh kali. Dan ... Balige Raja kembali hidup dan sadar akan dirinya.

"Benarkah engkau mengambil baju humahijang si Bontar Humillo ini, anakku?," kata Siboru Deak Parujar. Dengan senyum,

"Benar, Bu," jawabnya.

"Apa maksudmu mengambil baju itu?," kata ibunya,

"Agar dia tinggal di dunia tengah ini, Bu, dan mau jadi istri­ ku," jawabnya.

"Oo, kalau begitu, jawablah adikku! Maukah engkau jadi isterinya? ," kata bibinya kepada Sibontar Humillo. Tetapi adiknya diam seribu bahasa.

"Wah, kenapa adikku, diam?." Jawablah, baik-baik!," kata bibinya kepada Sibontar Humillo. Setelah dipikirkan, lalu dijawab,

"Kalau benar dari ha ti ikhlasnya, aku mau," jawab adiknya. "Kalau demikian, marilah kita ke rumah, agar kalian me­ nikah," kata Siboru Deak Parujar.

Di rumah, Siboru Deak Parujar memberi berkat kepada anak dan menantunya.

"Nah, sekarang kalian berdua jadi anak dan menantu mulai hari ini. Siapkanlah, tikar tempat kalian tidur!," katanya.

"Terima kasih, ibu," kata Balige Raja.

Setelah pemberkatan itu tikar tempat tidur pun disiapkanlah. Tetapi saat persiapan tempat tidur itu Sibontar Humillo berkata

kepada Balige Raja.

"Sebelum kita menikah Bang, dengarkanlah dulu. Ingatlah ini Bang. Kalau Abang benar-benar mencintai diriku, aku mau jadi isterimu. Tetapi sekali-kali tak boleh kau sebutkan bahwa aku ini perempuan terbang-terbang. Kalau kau sebutkan demikian, kita akan bercerai."

"Baik, terima kasih puteri pamanku," kata Balige Raja. Sehabis mengikat janji demikian itu, hari pun malamlah. Malam itu Balige Raja dan Sibontar Humillo jadi suami isteri.

(41)

"Siapakah nama anak kita ini-kita tabalkan?" S) katanya. "Jangan dulu kita buatkan namanya. Neneknyalah nanti yang menentukan," jawab isterinya itu.

"Baiklah, kalau begitu," sahut suaminya.

Setelah tiga bulan umur anak itu, mulailah Sibontar Humillo bekerja di ladang, sedang Balige Raja menimang-nimang anaknya itu di rumah. Anak itu sungguh pemarah, karenanya Balige Raja sering marah terhadap anaknya itu.

Suatu hari anak itu lebih galak lagi. Karena tangisnya, maka dibawalah dia ke ladang agar segera disusukan ibunya. Tetapi walaupun anak itu telah menyusu, marahnya tidak juga reda. Bagaimanapun dibujuk rayu anak itu tak mau diam. Balige Raja telah berusaha membujuk anak itu agar mau diam, tetapi tidak berhasil. Karena itu Balige Raja jadi marah. Saking marahnya maka keluarlah kata-kata yang pantang diucapkan.

"Benarlah kau ini anak dari perempuan nan terbang-terbang. Lain sekali yang satu ini," katanya. Sehabis kata-kata itu, anaknya terus diam, seolah-olah tahu dia artinya. Kiranya Sibontar Humillo tergerak karena darahnya tiba-tiba tersirap. Walaupun dia jauh dari ladang, dia tahu bahwa Balige Raja telah melanggar janji, meng­ ucapkan kata-kata pantangan itu. Segera dia kembali ke rumah. Dilihatnyalah anak itu telah tertidur pulas.

"Wah sudah diam dia, ya? Bagaimana caramu membujuk­ nya? ," katanya.

"Sebenarnya, tak ada. Tetapi dia terus terdiam dan tidur," kaa suaminya.

"Baiklah, marilah kita makan dulu. Biarkanlah dia di situ, lagi pula dia diam,'' kata isterinya. Sehabis makan, isterinya berkata,

(42)

serta merta dimasukkan ke dalam sanggulnya. Segera dia terbang ke atas bubungan rumah. Dilemparnyalah Balige Raja tepat mengenai badannya.

"Eh, anak bibiku, bangunlah agar kita bicara. Dulu telah kukatakan padamu bahwa sekali-kali tak boleh kau sebut diriku perempuan nan terbang-terbang. Tetapi sekarang telah kau langgar. Karena _itulah maka si buyung itu jadi diam tak menangis lagi. Nah, sekarang anak kita telah kumasukkan ke dalam sanggulku ini, agar kami berangkat ke dunia atas. Selamat tinggal!," katanya. Me­ nangislah Balige Raja dan mengakui kesalahannya. Tetapi karena janji telah dilanggar maka terbanglah Sibontar Htimillo terus ke dunia atas, meninggalkan suaminya yang menangi11 di bumi Sete­ lah lenyap dari pandangannya, berlaril� dia menjumpai ibunya Siboru Deak Parujar. Apa jawabnya?

"Kalau kau yang melanggar janji, apa yang hendak kukatakan lagi. Segalanya itu, engkaulah yang bertanggung jawab," katanya.

Siang malam Balige Raja terus menangis mengenang isteri dan anaknya.

Harl berganti bulan, bulan berganti tahun, demikianlah Balige Raja merasa putus asa. Dan sekali waktu berkatalah dia kepada ibunya,

"Aku tak sabar lagi Bu tidak jumpa dengan menantumu dan cucumu itu. Lebih baiklah aku mati kalau tak berjumpa," katanya. "Bagaimanalah caranya engkau berjumpa dengan mereka? Baju terbangmu tak ada. Karena itu kau ambillah bajunya itu agar dia tak dapat terbang kembali ke kayangan. Tetapi lantaran kau langgar janjimu, maka baju terbang itu didapatkannya kembali dan dia dapat terbang ke dunia atas. Jadr;' tak benar omonganmu itu, anakku. Apa hendak dikata, sabarlah engkau," kata ibunya untuk melunakkan hati anaknya.

"Ah, bagaimanapun Bu, aku tak sabar lagi. Lebih baiklah mati timbang tak berjumpa lagi dengan menantumu dan cucumu itu," kata Balige Raja.

"Kalau begitu, berangkatlah anakku berguru ke tempat yang jauh. Carilah sebuah benda yang panjangnya sejengkal dan besar­ nya sebesar pangkal lengan. Kalau benda itu dapat, barulah engkau dapat bersua dengan yang kau katakan itu," kata ibunya.

(43)

tolol-nya aku ini. Saya rasa, lidah manusia yang dikatakantolol-nya itll," pikirny�. Panjangnya sejengkal tetapi besarnya sebesar pangkal lengan. "Hau hira sebesar pangka/ lengan; apa pun dapat' dikata­ kan ". Y ah, memang demikian. Karena ucapankulah maka aku susah," pikirnya.

Dengan demikian jalan pikirannya, pulanglah dia ke tempat ibunya.

"Bu, aku sudah kepayahan mencari benda itu ibu katakan itu, tidak juga bersua. Tetapi karena kebodohannyalah itu. Menu­ rut pengertianku maksud ibu itu adalah lidah", katanya kepada ibunya.

"Aduh anakku, jadi lima tahun kau susah karenanya. Jadi lantaran sudah kau dapat jawabannya, pei:gilah engkau ke arah Purba .6) Di sana akan kau jumpai nanti apa yang kau earl itu," kata ibunya.

''Terima kasih, bu," kata Balige Raja. Maka berangkatlah dia ke arah Timur seperti yang ditunjukkan oleh ibunya. Diselusurinya terus hutan itu hingga tujuh tahun lamanya. Suatu hari, berjumpa­ lah dia dengan seekor ular naga berkepala tujuh.

Dari kejauhan· ular itu sudah terlihat olehnya besar sekali. Namun sedikitpun Balige Raja tidak merasa takut. Karena baginya hidup atau mati sama saja.

"He, siapakah engkau manusia yang semakin dekat itu? Apa• kah matamu tidak melihatku? Apakah engkau ingin lekas ku­ makan? ," kata ular besar itu.

"Ya, Nek, aku tak takut lagi mati. Kau makan pun jadilah. Lebih baik mati daripada begi.ni," jawabnya.

"Wah, kenapa engkau berkata demikian?" kata ular.

"Aku dulu telah menikah dengan puteri pamanku Batara Guru dan telah beranak satu. Tapi karena kuucapkan kata-kata terlarang, maka aku ditinggalkannya. Dan anak itu pun dibawa juga ke dunia atas. Aku telah bosan dalam kehidupan ini," kata­ nya.

"Oh benar juga. Aku dapat me1,1olongmu sampai ke dunia atas. Tetapi kalau engkau kutolong nanti, aku pun harus · mati. Lantaran aku sangat kasihan melihatmu, mati pun aku, tak apa­ lah," kata ular itu.

"Untuk itu carilah dulu tujuh ekor belalang dan masukkan ke

(44)

dalam bambu. Jika belalang itu sudah terkumpul, bawalah ke marl agar kujunjung kau ke dunia sana," kata ular itu.

''Terima kasih, Nek," sahut Balige Raja. Lalu pergilah dia mencari belalang, dan dimasukkan ke dalam bambu serta segera dibawa kepada ular itu.

"Sudah dapat Nek, inilah belalng itu," kata Balige Raja. "Oh, peganglah! Dengarkanlah! Naiklah ke atas kepalaku ini! Belalang yang tujuh itu nanti akan kumakan. Jika kujunjung engkau selama tujuh bulan ini, kau akan sampai ke pangkal pohon Jambu Barus 1) dan cepatlah pegang akarnya itu. Dari situlah engkau meneruskan perjalanan ke dunia atas. Sekali sebulan kepalaku ini akan jatuh satu, dan jika kepala itu sudah jatuh, beri­ kanlah seekor belalang itu untuk kumakan," kata ular kepadanya. "Ya, Nek," katanya. Setelah Balige Raja naik ke atas kepala ular besar itu, mulailah ular itu bergerak dan semakin tinggi. Satu bulan berlalu, tanduk ular itu jatuh satu, segera Balige Raja mem­ berikan seekor belalang. Demikianlah berlangsung hingga bulan keenam.

Memasuki bulan ketujuh, tanduk ular itu tinggal satu lagi. Waktu itu tingginya tak terkira lagi. Menjelang sampai ke dunia atas, tiupan angin pun tambah kencang dan Balige Raja ketakutan sekali.

"Bagaimana ini, tak tahan lagi aku, apakah kita belum sampai ke pohon itu?," kata ular kepada Balige Raja. Mendengar kata-kata itu, Balige Raja tambah ketakutan. Karena itu segeralah dia men­ doa kepada Maha Pencipta memohon pertolongan. Sebentar kemu­ dian tercapailah akar pohon itu. Setelah dapat dipega.Qgnya, lemas­ lah ular itu dan jatuh ke dunia tengah. Berayun-ayunlah Balige Raja pada urat pohon itu dengan rasa gamang.

Selama tujuh hari tujuh malam berada di situ sampailah dia ke dunia atas. Dihadapannya terhampar sebuah dataran yang luas sekali dengan ternak ylng banyak jumlahnya. Dia sangat heran melihat dataran yang rata dan ternak yang cantik-cantik itu. Di sana terlihat olehnya sebuah gubuk kecil. Ke sanalah ia pergi dan melihat

Referensi

Dokumen terkait

Pak Banjir ternyata seorang juru nujum karena dia dapat menebak dengan tepat tempat kerbau itu berada dengan bantuan primbonnya,&#34; kata yang lain meyakinkan.. !&#34;

“Aku harus merawat kerbau ini dengan baik apabila Si Boke datang suatu kali kepadaku dia tidak akan kecewa karena aku merawat kerbau ini dengan baik,” pikir sang guru.. Kerbau itu

Sejak hari itu, Angle selalu menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan kebenaran tentang dirinya kepada kedua putranya sebelum dia akhirnya harus pergi meninggalkan mereka.

Karena amarah ketiga dewa itu sudah tidak dapat ditahan lagi, tiba-tiba dari mulut mereka keluar lidah api yang sangat besar.. Lama kelamaan, lidah itu berubah

Padaha l maksud Puteri Kemala Kusuma Oewi adalah memberi kesem patan kepada kedua dayang itu untuk dapat bermain-main dengan kedua anaknya karena nanti malam me~e k a akan

mereka sudah kenyang. Kalaupun mereka nanti sudah kaya karena dapat lotere atau karena rajin mengumpulkan koran dan karena keuletannya. Kalau mereka sudah punya mobil seperti

Andiri Mata Oleo itu seorang gadis yang sejak bayi diangkat anak oleh raksasa perempuan. Gadis itu tidak menyadari bahwa dia selalu hadir dalam mimpi-mimpi seorang pemuda

Akhirnya kedua makhluk itu bersahabat, pergi bersama-sama menurut langkah kaki mereka. Krikam Manis merasa mendapat perlindungan dari seorang jejaka. Demikian pula Sutan