• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA DUKUNG

Dalam dokumen teknik pondasi 1.pdf (Halaman 71-83)

3.1 Macam-macam Tipe Fondasi

Fondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan.keJ.anah atau batuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua klasifikasi fondasi, yaitufondafii dang­

kal dan fondasi dalam. Fondasi dangkal didefinisikan sebagai fondasi yang mendukung be­ bannya secara langsung, seperti: fondasi telapak, fondasi memanjang dan fondasi rakit. Fondasi dalam didefinisikan sebagai fondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya fondasi sumuran dan fondasi tiang. Macam-macam contoh tipe fondasi diberikan dalam Gambar 3.1.

Fondasi telapak adalah fondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.

Fondasi memanjang adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung dinding meman­ jang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat, sehingga hila dipakai fondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.

Fondasi rakit (raft foundation atau mat foundation), adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat di semua arahnya, sehingga bila dipakai fondasi telapak, sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.

Fondasi sumuran (pier foundation) yang merupakan bentuk peralihan antara fondasi dang­ kal dan fondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam. Peck, dkk. (1953) membedakan fondasi sumuran dengan fondasi dangkal dari nilai kedalaman

(Dj)

dibagi lebarnya

(B).

Untuk fondasi sumuran

DJIB

> 4, sedang untuk fondasi dangkal

D /B

:,:; 1 .

.

Fondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman yang nor­ mal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula, bila fondasi bangunan terletak pada tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan pada timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar. Bedanya dengan fondasi sumuran adalah fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang.

3.2 Tipe-tipe Keruntuhan Fondasi

Untuk mempelajari perilaku tanah pada saat permulaan pembebanan sampai mencapai keruntuhan, dilakukan tinjauan terhadap suatu fondasi kaku pada kedalaman dasar fon­ dasi yang tak lebih dari lebar fondasinya. Penambahan beban fondasi dilakukan secara berangsur-angsur (Gambar 3.2).

Fase I. Saat awal penerapan bebannya, tanah di bawah fondasi turun yang diikuti oleh deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah. Sejauh beban yang diterapkan relatif

(b)

(e)

sumuran

Gambar 3.1 Macam-macam tipe fondasi. (a) Fondasi memanjang. {b) Fondasi telapak. (c) Fondasi rakit. (d) Fondasi sumuran. (e) Fondasi tiang.

kola m

'

tiang

kecil, penurunan yang terjadi kira-kira sebanding dengan besarnya beban yang diterapkan. Dalam keadaan ini, tanah dalam kondisi keseimbangan elastis. Massa tanah yang terletak di bawah fondasi mengalami kompresi yang mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah, yang dengan demikian menambah daya dukungnya.

Fase II. Pada penambahan beban selanjutnya, baji tanah terbentuk tepat di dasar fondasi dan deformasi plastis tanah menjadi semakin dominan. Gerakan tanah pada kedudukan plastis dimulai dari tepi fondasi, dan kemudian dengan bertambahnya beban, zona plastis berkembang. Gerakan tanah ke arah lateral menjadi semakin nyata yang diikuti oleh retak­ an lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi fondasinya. Dalam zona plastis, kuat geser ta­ nah sepenuhnya berkembang untuk menahan bebannya.

Fase III. Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi yang semakin bertambah seiring dengan penambahan bebannya. Deformasi tersebut diikuti oleh gerakan tanah ke

arah luar yang diikuti oleh menggembungnya tanah permukaan, dan kemudian, tanah pendukung fondasi mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang berbentuk leng­ kungan dan garis, yang disebut bidang geser radial dan bidang geser linier.

- - - - --c: Ill c: :I

....

:I c: Cl) -a. beban Ill I

\

I ' I ,_,....I '-

....

" I

\

zona plastis

/

' / ' / ... -- -...

' I

,

.

/ /

'!-...._

_ _ ....... , bidang runtuh

Gambar 3.2 Fase-fase keruntuhan fondasi.

Fase i

Fase 11

Fase Ill

Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan fondasi menjadi 3 macam (Gambar 3.3):

(1) Keruntuhan geser umum (general shear failure). (2) Keruntuhan geser lokal (local shear failure).

(3) Keruntuhan penetrasi (penetration failure a tau punching shear failure).

Keruntuhan geser umum. Keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Suatu baji tanah terbentuk tepat pada dasar fondasi (zona A) yang menekan tanah ke bawah hingga menyebabkan aliran tanah secara plastis pada zona B. Gerakan ke arah luar di kedua zona tersebut, ditahan oleh tahanan tanah pasif di bagian C. Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi gerakan tanah yang mengakibat­ kan penggembungan tanah di sekitar fondasi. Bidang longsor yang terbentuk, berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus hingga mencapai permukan tanah. Saat keruntuhannya, terjadi gerakan massa tanah ke arah luar dan ke atas (Gambar 3.3a). Kerun­ tuhan geser umum terjadi dalam waktu yang relatif mendadak, yang diikuti oleh penggu­ lingan fondasinya.

Keruntuhan geser lokal. Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Jadi, bidang runtuh yang kontinu tak berkembang. Fondasi tenggelam akibat bertambah­ nya beban pada kedalaman yang relatif dalam, yang menyebabkan tanah di dekatnya

mampat. Tetapi, mampatnya tanah tidak sampai mengakibatkan kedudukan kritis kerun­ tuhan tanahnya, sehingga zona plastis tak berkembang seperti pada keruntuhan geser umum.

Dalam tipe keruntuhan geser Iokal, terdapat sedikit penggembungan tanah di sekitar fon­ dasi, namun tak terjadi penggulingan fondasi (Gambar 3.3b).

{a) {b) . . · {c) beban

�I?

· . · · CD . Q. ·. ·. ·. ·· · . . · . . . . : . . c: CIJ c: 2 ::l c: CD Q.

Gambar 3.3 Macam keruntuhan fondasi. {a) Keruntuhan geser umum. {b) Keruntuhan geser lokal. {c) Keruntuhan penetrasi.

be ban

beban

Keruntuhan penetrasi. Pada tipe keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak terjadi. Akibat bebannya, fondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi. Penurunan fondasi bertambah hampir secara linier dengan penambahan bebannya. Pemampatan tanah akibat penetrasi fondasi, berkembang hanya pada zona terbatas tepat di dasar dan di sekitar tepi fondasi. Penurunan yang terjadi tak menghasilkan cukup gerakan arah lateral yang menuju

kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga kuat geser ultimit tanah tak dapat ber­ kembang. Fondasi menembus tanah ke bawah dan baji tanah yang terbentuk di bawah dasar fondasi hanya menyebabkan tanah menyisih. Saat keruntuhan, bidang runtuh tak terlihat sama sekali (Gambar 3.3c).

Jika tanah tak mudah mampat dan kuat gesernya tinggi, praktis akan terjadi keruntuh­ an geser umum. Tipe keruntuhan penetrasi dapat diharapkan terjadi terutama pada tanah­ tanah yang mudah mampat, seperti pasir tak padat dan lempung lunak, dan banyak terjadi pula jika kedalaman fondasi

(Dj)

sangat besar dibandingkan dengan lebarnya

(B).

Akan tetapi, model keruntuhan fondasi yang dapat diharapkan terjadi pada tipe fondasi tertentu tergantung dari banyak faktor. Contohnya, tipe tanah tertentu tidak dapat menunjukkan tipe model keruntuhan fondasinya.

Vesic (1963) telah banyak mengerjakan tes model untuk mengetahui pengaruh kepadat­ an tanah pasir serta pengaruh lebar dibanding kedalaman fondasi

(DjiB)

terhadap me­ kanisme keruntuhan fondasi. Dari hasil tes tersebut, diperoleh bahwa tipe keruntuhan fon­ dasi bergantung pada kerapatan relatif

(Dr)

dan nilai

DJfB,

seperti yang ditunjukkan dalam

Gambar 3.4. Tipe keruntuhan geser umum diharapkan terjadi pada fondasi yang relatif dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira dengan <p' > 36°, sedang untuk keru.ntuhan geser lokal kira-kira dengan <p' < 29°.

\.

Kerapatan relatif (0,) 0,5 0 5 keruntuhan penetrasi --- fondasi lingkaran -- fondasi memanja'ng 1 0

Gambar 3.4 Hubungan D11B, D,, dan model keruntuhan tanah pasir (Vesic, 1973)

3.3 Teori Daya Dukung

Analisis daya dukung mempelajari kemampu&n tanah dalam mendukung beban fondasi struktur yang terletak di atasnya.

Daya dukung

menyatakan tahanan geser tanah untuk me­ law an penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya.

Perancangan fondasi harus dipertimbangkan terhadap keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan. Untuk ini, perlu dipenuhi dua kriteria, yaitu: kriteria stabilitas dan krite­ ria penurunan.

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan fondasi adalah: (1) Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi.

Dalam hitungan daya dukung, umumnya digunakan faktor aman 3.

(2) Penurunan fondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khusus­ nya penurunan yang tak seragam

(differential settlement)

harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.

Untuk terjaminnya stabilitas jangka panjang, perhatian harus diberikan pada peletakan dasar fondasi. Fondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk menanggu­ langi risiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan gangguan tanah di seki­ tar fondasi lainnya.

Analisis-analisis daya dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persaman yang dibuat, dikaitkan dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan bersifat

plastis.

Konsep ini pertama kali diperke­ nalkan oleh Prandtl (1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof

(1955), De Beer dan Vesic (1958). Persamaan-persamaan daya dukung tanah yang diusul­ kan, umumnya didasarkan pada persamaan Mohr-Coulomb :

dengan

't

s

tahanan geser tanah.

c kohesi tanah.

q> sudut gesek dalam

tanah. cr tegangan normal. 3.3.1 Analisis Terzaghi

-r=c+crtg

q>

Terzaghi (1943) menganalisis daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, yaitu: (1) Fondasi memanjang tak terhingga.

(2) Tanah di dasar fondasi homogen.

(3. 1)

(3) Berat tanah di atas dasar fondasi dapat digantikan dengan beban terbagi rata sebesar p 0 =

D

y, dengan

DJ

adalah kedalaman dasar fondasi dan y adalah berat volume tanah di atas fondasi.

(4) Tahanan geser tanah di atas dasar fondasi diabaikan. (5) Dasar fondasi kasar.

(6) Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier.

(7) Baji tanah yang terbentuk di dasar fondasi dalam kedudukan elastis dan bergerak ber­ sama-sama dengan dasar fondasinya.

(8) Pertemuan antara sisi baji dan dasar fondasi membentuk sudut sebesar

sudut gesek

dalam

tanah <p.

B = cjl (analisis Terzaghi}

��m

(c) G ... _ ... ____ .,...,., (b) Po = Dn

Tahanan tanah pasif

Akibat be rat tanah (P py)

+

Akibat kohesi (P pc)

/1', I

+

Akibat beban terbagi rata (Ppq)

Gambar 3.5 (a) Pembebanan fondasi dan bentuk bidang geser. (b) Bentuk keruntuhan dalam analisis daya dukung. (c) Distribusi tekanan tanah pasif pada permukaan BD.

Daya dukung ultimit

(ultimit bearing capacity) (qu)

didefinisikan sebagai beban mak­ simum persatuan luas di mana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka

derrgan

qu

= daya dukung ultimit.

P u

= be ban ultimit.

eA = luas fondasi.

(3.2)

Untuk analisis daya dukung tanah, ditinjau suatu fondasi berbentuk memanjang tak ter­ hingga, dengan lebar

B

yang terletak di atas tanah yang homogen dan dibebani dengan be ban terbagi rata

qu

(Gambar 3.5a). Be ban total fondasi per satuan panjang adalah

P u

=

quB·

Karena pengaruh beban

Pu

tersebut, tanah yang berada tepat di bawah fondasi akan membentuk sebuah baji yang menekan tanah ke bawah. Gerakan baji memaksa tanah di se­ kitarnya bergerak, yang menghasilkan zona geser di kanan dan kirinya dengan tiap-tiap zona terdiri dari

2

bagian, yaitu bagian

geser radial

yang berdekatan dengan baji, dan bagian

geser linier

yang merupakan bagian kelanjutan dari bagian geser radialnya.

Dalam mengevaluasi daya dukung tanah, Terzaghi

(1943)

mengembangkan teori kerun­ tuhan plastis Prandtl

(1924).

Mekanisme keruntuhan fondasi memanjang yang terletak pada kedalaman

Df

dan mempunyai dasar yang kasar, dianalisis dengan anggapan bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi keruntuhan geser umum (Gambar 3.5b). Baji tanah

ABD

pada zona I adalah di dalam zona elastis. Bidang-bidang

AD

dan

BD

membuat sudut � ter­ _hadap horizontaL Area pada zona II merupakan zona radial, sedang area zona III merupa­ kan area zona pasif Rankine. Lengkung

DE

dan

DG

dianggap sebagai lengkung spiral logaritmis. Selanjutnya

EF

dan

GH

merupakan garis lurus. Garis-garis

B E, FE, AG

dan

HG

membentuk sudut

(45- <p/2)0

terhadap horizontal.

Pada kondisi keruntuhan geser umum, jika beban per satuan luas

(qu)

diterapkan, maka gaya tekanan pasif

Pp

akan bekerja pada bidang-bidang permukaan baji zona I, yaitu per­ mukaan-permukaan

AD

dan

BD.

Bidang

AD

dan

BD

ini, dapat di

ngkan sebagai

din­

ding penahan tanah

yang mendorong tanah di belakangnya (dalam ha! ini mendorong tanah bagian-bagian

BDEF

dan

ADGH)

sampai tanahnya mengalami kelongsoran. Tekanan ke bawah akibat beban fondasi

P u

ditambah berat baji tanah pada zona I, ditahan oleh tekanan tanah pasif

PP

yang berkembang pada bagian

AD

dan

BD.

Tekanan tanah pasif

PP

ini, mem­ buat sudut 8 dengan garis normal yang ditarik pada bagian

AD

dan

BD,

dengan 8 adalah

sudut gesek dinding (wall friction).

Karena gesekan pada bagian

AD

dan

BD

yang terjadi adalah antara tanah dengan tanah, maka 8 = <p (dengan <p

= sudut gesek dalam

tanah). Untuk per meter panjang fondasi, pada saat tercapainya keseimbangan batas, maka

dengan

Pu = 2PP

cos ( � - <p)

+ 2BDc

sin � -

W

B D = B/ ( 2

cos �)

PP

= tekanan tanah pasif total yang bekerja pada bagian

AD

dan

BD.

W

= berat baji tanah

ABD

per satuan panjang =

%B2y

tg �·

c =

kohesi tanah.

=

sudut antara bidang-bidang

BD

dan

BA.

Terzaghi menganggap �

=

<p, maka cos (� - <p)

= 1 .

Karena bidang-bidang AD dan BD membentuk sudut <p dengan horizontal, arah

PP

vertikal. Dari nilai-nilai yang telah diper­ oleh, Persamaan (3.3) dapat dinyatakan oleh:

(3.4)

Gay a tekanan tanah pasif

PP

adalah jumlah tekanan pasif akibat berat tanah, kohesi ta­ nah, dan beban terbagi rata, yaitu

dengan

P = P +P +P p pc pq PY

P pg

tahanan tanah pasif akibat berat tanah.

Ppc

tahanan tanah pasif dari komponen kohesi

(c).

P pq

= tahanan tanah pasif akibat be ban terbagi rata di atas dasar fondasi.

(3.5)

Gambar 3.5c menjelaskan masing-masing distribusi tekanan tanah pasif pada salah satu bagian AD dan BD, yang dalam hal ini diambil bagian BD. Tekanan tanah pasif yang be­ kerja tegak lurus a tau arah normal

(P pn)

terhadap bidang BD adalah:

P = pn

--sina H

( cK + p K pc

0

pq ) (

+ 1;2 yH2 ____fj_ sina

K ) (3.6)

dengan H

=

lhB tg <p, a =

180 -

<p

=

sudut antara bidang DB dan BF, serta

KPC' Kpq' KPY

bertu­ rut-turut adalah koefisien-koefisien tekanan tanah pasif akibat kohesi, beban terbagi rata, dan berat tanah, yang nilainya tak tergantung dari H dan y. Gesekan yang terjadi antara tanah dengan tanah pada bidang BD mengakibatkan arah tekanan tanah pasif

Pp

miring sebesar 8. Karena 8

=

<p, maka

p

P. = p

__!!!!_

cos 8

ppn

cos <p

Kombinasi dari Persamaan (3.5) sampai ke Persamaan (3.7), dapat diperoleh

p = P 2

B 2

(cK + p K )+

VsyB2

(

tg <p

)K

pc

0

pq

2

PY

cos <p cos <p

(3.7)

\� (3.8)

Substitusi Persamaan (3.8) ke Persamaan (3.4), dapat ditentukan besarnya beban ultimit:

Pu = Be(

cos <p + tg <p

)

+ Bp0

( )

cos <p +1.4yB2 tg <p

(

cos <p

- 1) (3.9)

Tekanan-tekanan tanah pasif akibat kohesi

(Ppc)

dan beban terbagi rata

(Ppq)

diperoleh dengan menganggap tanah tak mempunyai berat atau y

= 0.

Dari Persamaan (3.5), jika

be-rat volume tanah

y =

0, m aka

P

u

= P pc + P pq-

Selanjutnya, dari Persamaan (3.9), untuk

y =

0, dapat diperoleh: a tau

P pc + P pq = Be (

+ tg cos �

= BeN +Bp N c 0 q

! , : �

q + q = 1/B (P + P ) c q pc pq

J+ Bpo( � J

(3.10a) cos � (3.10b) •J

= eNc + PoNq

(3.10c)

dengan

qc

dan

qq

adalah tekanan tanah pasif per satuan luas dari komponen kohesi dan beban terbagi rata

p0.

Nilai-nilai

Ne

dan

Nq

diperoleh Terzaghi dari dianalisis Prandtl (1920) dan Reissner (1924) yang besarnya:

dengan

( i )

N =

ctg� -1

c

2cos 2 ( 45

+

� /2 )

a2

N = q 2

2cos ( 45 +� /2 )

a =

e['Arr-cp/2]tgcp (3. 1 1) (3.12)

Sebaliknya, jika

e =

0 dan

q =

0, dari penyelesaian Persamaan (3.5) dan Persamaan (3.9) dapat diperoleh: ' ·:. ' :·

p =

PY I,4

yB2

tg�

(

cos �

KPY

2 - 1

) = B x lhyBN Y

(3.13a) Bila

Ppg

dinyatakan dalam tahanan tanah pasif per satuan luas dari akibat berat tanah

(qy),

m aka dengan

ppy

q = - = lfzyBN y

B y

N y =

tg �2

(

cos �-1

J

(3.13b) (3.14) Superposisi dari Persamaan (3.10c) dan Persamaan (3.13b), yaitu jika pengaruh berat volume tanah, kohesi, dan beban terbagi rata semua diperhitungkan, maka akan diperoleh:

qu = qc + qq+qy

Dari sini diperoleh persamaan umum daya dukung Terzaghi untuk fondasi memanjang: (3.15a)

Karena

p0

=

Df!,

Persamaan (3.15a) dapat dinyatakan pula dengan:

q u =

eN + o1yN + 0

c q ,5

yBN

y

dengan

qu

=

daya dukung ultimit untuk fondasi memanjang.

c

'=

kohesi.'

o1

= kedalaman fondasi.

y

= berat volume tanah.

p0

=

QjY

= tekanan

overburden

pada dasar fondasi.

·· NY' NC' Nq

= faktor daya dukung Terzaghi.

(3.15b)

N ilai-nilai

N1, Ne, Nq

adalah fungsi dari besarnya

sudut gesek dalam (<:p)

yang diberikan Terzaghi dalam bentuk grafik, dapat dilihat pada Gambar 3.6, sedang nilai-nilai numerik­ nya diberikan dalam Tabel 3.1.

Dalam persamaan daya dukung ultimit di atas, qu adalah beban total maksimum per satuan luas, ketika fondasi akan mengala�i keruntuhan geser, beban total adalah termasuk beban-beban struktur, pelat fondasi, dan tanah urug di atasnya.

40° 30° E Cll "iii "C .><: Q) 20° 1/) Q) Cl '5 1 0° "C :::1 en oo .. , Ne: 60 50 40 30 20

-- = keruntuhan geser umum

--- = keruntuhan geser lokal

1o

I L

o eo "- 0 ..0 'r"� /Ny'. Ny fjl = 44°, N1= 260 4J = 48o, N1 = 780 20 40 60

Gambar 3.6 Hubungan <p dan N1, Ne, Nq (Terzaghi, 1943).

80

·�

Analisis-analisis daya dukung di atas didasarkan pada kondisi keruntuhan geser umum dari suatu bahan bersifat plastis, yang volume dan kuat gesernya tidak berubah oleh adanya keruntuhan. Pada material yang mempunyai sifat volume yang berubah di bawah bebannya atau mengalami regangan yang besar sebelum tercapai keruntuhan geser, gerak­ an ke bawah dari baji tanah mungkin hanya memampatkan tanah, tanpa adanya regangan yang cukup untuk menghasilkan keruntuhan geser umum. Kondisi keruntuhan semacam ini, akan menimbulkan

keruntuhan geser lokal.

Tidak ad.1 analisis rasional untuk pemecahan­ nya. Terzaghi memberikan koreksi empiris pada faktor-faktor daya dukung kondisi

kerun-tuhan geser umum, untuk digunakan pada hitungan daya dukung kondisi kerunkerun-tuhan geser lokal. Caranya, seluruh faktor daya dukung dihitung kembali dengan menggunakan <p' dan

c',

dengan

tg <p'

=

% tg <p

(3.16)

(3. 17)

Persamaan.umum untuk daya dukung ultimit pada fondasi memanjang kondisi kerun­ tuhan geser lokal, dinyatakan dalam: .

(3. 18)

dengan

Ne', Nq',

dan

Ny'

adalah faktor-faktor daya dukung pada keruntuhan geser lokal (lihat Gambar 3.6 dan Tabel 3.1) yang nilai-nilainya ditentukan dari

Ne'· Nq', Ny'

pada keruntuhan geser umum, yaitu dengan mengambil

<p'

=

arc tg [ 2i:J tg <p]

(3.19)

Umumnya, jika hitungan daya dukung didasarkan pada analisis-analisis

keruntuhan

geser lokal dan keruntuhan penetrasi,

nilai

daya dukung diizinkan

(qa) akan lebih ditentukan

oleh pertimbangan besarnya penurunan.

Tabel 3.1 Nilai-nilai Jaktor daya dukung Terzaghi

Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser lokal

<p

Ne N q Ny N'

c

N' q N' y

0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0 5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2 10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5 15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9 20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7 25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2 30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7 34 52,6 36,5 35,0 23,7 1 1,7 9,0 35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1 40 95,7 8 1,3 100,4 34,9 20,5 18,8 45 172,3 173,3 297,5 5 1,2 35,1 37,7 48 258,3 287,9 780, 1 66,8 50,5 60,4 50 347,6 4 15, 1 1 15 3,2 8 1,3 65,6 87, 1

Dalam persamaan-persamaan daya dukung ultimit di atas, terdapat 3 suku persamaan yang cara penerapan dalam hitungannya sebagai berikut:

(1) Suku persamaan

eNc

Nilai kohesi

e

yang digunakan adalah kohesi rata-rata tanah di bawah dasar fondasi.

(2) Suku pers'amaan

DfYNq.

Di sini

DfY= p0,

merupakan tekanan

overburden

atau tekanan ver­ tikal pada dasar fondasi, yaitu tekanan akibat dari berat tanah di sekitar fondasi. Oleh karena itu, berat volume tanah

(y)

yang digunakan untuk menghitung

DfY

adalah berat volume tanah di atas dasar fondasi. Jika di permukaan tanah terdapat beban terbagi rata

q0

(lihat Gambar 3.7), maka per�amaan daya dukung ultimit menjadi:

q = eN + (Ofy + q )N + 0,5 yBNu c 0

q y (3.20a) a tau

q = eN + (p + q ) N + 0,5 yBNu c 0 0

q y (3.20b)

,,,,, ...

Gambar 3.7 Pengaruh beban terbagi rata di permukaan.

(3) Suku persamaan

O,SyBNy

Pada suku persamaan ini diperlukan nilai berat volume tanah rata-rata

(y)

yang terletak di bawah dasar fondasi.

(a) Pengaruh Bentuk Fondasi

Persamaan-persamaan daya dukung yang telah dipelajari di atas hanya berlaku untuk menghitung daya dukung ultimit fondasi memanjang. Untuk bentuk-bentuk fondasi yang lain, Terzaghi memberikan pengaruh faktor bentuk terhadap daya dukung ultimit yang didasarkan pada analisis fondasi memanjang, sebagai berikut:

(i) Fondasi bujur sangkar:

Dalam dokumen teknik pondasi 1.pdf (Halaman 71-83)

Dokumen terkait