• Tidak ada hasil yang ditemukan

teknik pondasi 1.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "teknik pondasi 1.pdf"

Copied!
275
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TEKNIK

FOND ASI

1

HARY CHRISTADY HARDIYATMO

Ciii

--Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1996

(3)

Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatrno, M. Eng., D.E.A

(Pengajar di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) GM 209 96.119

:9 Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26, Lt. 6, Jakarta 10270 Sampul dan Perwajahan dikerjakan oleh Pagut Lubis Diterbitkan pertama kali oleh

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, 1996. Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian a tau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) HARDIYATMO, Hary Christady

Teknik Fondasi I oleh Hary Christady Hardiyatrno, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1996

280 him; 2 jilid; 24 cm No. jilid lengkap ISBN 979-605-11-4

979-605-119-2 (jilid 1)

979-605-120-6 (jilid 2)

1.Fondasi I. Judul.

624.15

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta !si di luar tanggung jaw ab Percetakan PT Gramedia

(4)

istri, anak, dan persembahan buat bangsa dan negaraku, Indonesia

(5)

KATA PENGANTAR

1 SIFAT-SIFAT TEKNIS TANAH DAN BATUAN 1.1 Tanah

1 . 1 . 1 Identifikasi Tanah

1 . 1 .2 Kadar Air, Angka Pori, Porositas, dan Berat Volume Tanah 1.1.3 Analisis Ukuran Butiran

1 . 1 .4 Kuat Geser 1 . 1 .5 Permeabilitas 1 . 1 .6 Tegangan Efektif

1.1.7 Sifat-sifat Teknis Tanah

1.1.8 Klasifikasi Tanah

1 .2 Batuan

1 .2.1 Sifat-sifat Teknis Batuan 1 .2.2 Daya Dukung

2 PENYELIDIKAN TANAH

2.1 Pendahuluan 2.2 Cara Penyelidikan

2.3 Alat-alat Penyelidikan Tanah

2.4 Alat-alat Pengambilan Contoh Tanah

2.5 Penanganan C:mtoh Tanah

2.6 Laporan Hasil Pengeboran

2.7 Penyelidikan Tanah di Lapangan 2.7. 1 Pengujian Penetrasi Standar (SPT)

2.7.2 Pengujian Penetrasi Kerucut Statis

2.7.3 Pengujian Beban Pelat

2.7.4 Pengujian Geser Baling-baling di Lapangan

2.8 Pengujian di Laboratorium

2.9 Denah Titik-titik Penyelidikan

2.10 Kedalaman Lubang Bor

2.1 1 Informasi yang Dibutuhkan untuk Penyelidikan Tanah

2.12 Laporan Penyelidikan Tanah untuk Perancangan Fondasi

3 DAYA DUKUNG

3.1 Macam-macam Tipe Fondasi

ix 1 1 1 2 9 1 1 14 16 18 27 32 32 34 35 35 35 36 40 45 45 46 47 49 50 51 53 55 57 58 59 62 62

(6)

3.2 Tipe-tipe Keruntuhan Fondasi

3.3 Teori Daya Dukung

3.3.1 Analisis Terzaghi

3.2.2 Fondasi pada Tanah Pasir

3.2.3 Analisis Skempton untuk Fondasi pada Tanah Lempung

3.2.4 Persamaan Daya Dukung Vesic

3.2.5 Analisis Meyerhof

3.2.6 Pembebanan Eksentris

3.2.7 Pembebanan Miring

3.2.8 Kombinasi Pembebanan Miring dan Eksentris

3.2.9 Fondasi pada Lereng

3.2.10 Tahanan Fondasi terhadap Gaya Angkat ke Atas

3.2. 1 1 Daya Dukung Fondasi pada Tanah Berlapis

3.2.11.1 Dua Lapisan Lempung dengan Sifat Berbeda

3.2.11.2 Tanah Granuler di atas Tanah Lempung

3.2.11.3 Daya Dukung Fondasi yang Berdekatan

3.2.12 Daya Dukung dari Hasil Pengujian di Lapangan

3.2.13 Faktor Aman

4 PENURUNAN

4.1 Pendahuluan

4.2 Tekanan Sentuh

4.3 Distribusi Tegangan di dalam Tanah 4.3.1 Beban Titik

4.3.2 Beban Terbagi Rata Berbentuk Lajur Memanjang

4.3.3 Beban Terbagi Rata Berbentuk Empat Persegi Panjang 4.3.4 Beban Terbagi Rata Berbentuk Lingkaran

4.3.5 Beban Terbagi Rata Luasan Fleksibel Berbentuk Tak Teratur

4.3.6 Metode Penyebaran 2V : lH

4.4 Hitungan Penurunan

4.4.1 Penurunan-segera

4.4.1.1 Tanah Homogen dengan Tebal Tak Terhingga

4.4.1.2 Lapisan Pendukung Fondasi Dibatasi Lapisan Keras

4.4.1.3 Penurunan-segera dari Hasil Pengujian di Lapangan

· 4.4.2 Peiuininan Konsolidasi Primer

4.4.2.1 Hitungan Penurunan

4.4.2.2 Kecepatan Penurunan Konsolidasi

4.4.3 Penurunan Konsolidasi Sekunder

62 66 67 83 87 93 97 1 03 106 1 1 1 1 14 1 16 1 18 1 18 123 131 131 139 142 142 143 143 144 149 1 50 154 156 158 1 60 161 1 61 1 64 1 70 1 76 178 183 188

4.5 Pengembangan Tanah Akibat Penggalian 195

4.6 Estimasi Penurunan pada Periode Pelaksanaan 195

4.7 · Pertimbangan-pertimbangan dalam Menghitung Penurunan 196

4.7.1 Fondasi pada Tanah Pasir 196

4.7.2 Fondasi pada Tanah Lempung 198

4.8 Penurunan Diizinkan 199

4.9 Perhatian yang Diperlukan untuk Menanggulangi Kerusakan Bangunan

(7)

5.1 Langkah-langkah Umum Perancangan Fondasi

5.2 Pe:pentuan Daya Dukung Diizinkan

5.2.1 Fondasi pada Tanah Pasir

5.2.2 Fondasi pada Tanah Lempung 5.2.3 Fondasi pada Lanau dan Loess 5.2.4 Fondasi pada Tanah Organik

5.2.5 Fondasi pada Tanah c dan <p 5.2.6 Fondasi pada Tanah Timbunan 5.2.7 Fondasi pada Batu

6 FONDASI TELAPAK TERPISAH DAN FONDASI MEMANJANG 6.1 Pendahuluan

6.2 Perancangan

6.2.1 Daya Dukung Diizinkan

6.2.2 Perancangan Struktural

6.2.3 Langkah-langkah Perancangan Fondasi

6.3 Kedalaman Fondasi

6.4 Pemilihan Dimensi Fondasi

6.5 Pengontrolan selama Pelaksanaan

6.6 Hubungan Kolom dan Fondasi

7 FONDASI TELAPAK GABUNGAN DAN FONDASI TELAPAK KANTILEVER

7.1 Pendahuluan

7.2 Perancangan Fondasi Telapak Gabungan

7.2.1 Daya Dukung Diizinkan 7.2.2 Perancangan Struktural

7.3 Fondasi Telapak Kantilever

7.3. 1 Daya Dukung Diizinkan

7.3.2 Perancangan Struktural

7.4 Pemilihan Beban-beban Kolom

8 FONDASI RAKI T 8.1 Pendahuluan

8.2 Daya Dukung Diizinkan

8.2.1 Daya Dukung

8.2.2 Penurunan

8.3 Perancangan

8.4 Pengembangan Tanah Akibat Penggalian Tanah Fondasi

8.5 Penahan Air dan Drainase pada Ruang Bawah Tanah

DAFTAR PUS TAKA INDEKS TENTANG PENULIS 205 205 206 207 209 210 210 210 211 212 212 213 213 213 217 219 220 220 221 229 229 230 230 230 235 236 236 237 247 247 247 247 248 250 254 254 261 263 267

(8)

Dengan rahmat Allah SWT buku Teknik Fondasi 1 ini dapat diselesaikan.

Teknik fondasi merupakan paduan seni dan sains dalampenerapan pertimbangan-per­ timbangan teknis dan prinsip-prinsip mekanika tanah. Yaitu, penerapan dalam hal memilih tipe, merancang, dan membangun bagian terbawah dari bangunan yang meneruskan berat bangunan tersebut ke tanah atau batuan yang mendukungnya. Perkembangan penge­ tahuan mekanika tanah dan teknik fondasi saat ini memungkinkan para insinyur Teknik Sipil merancang fondasi dengan ketelitian yang memadai, yaitu dalam menentukan sifat­ sifat teknis tanah dan tipe fondasi yang sesuai agar bangunan yang dirancang aman, eko­ nomis: dan terjamin stabilitasnya.

Seperti buku-buku Mekanika Tanah 1 dan Mekanika Tanah 2 yang telah diterbitkan sebe­

lumnya, buku Teknik Fondasi 1 ini disusun dengan maksud untuk mengisi perbendaha­ raan buku-buku teknik fondasi dalam Bahasa Indonesia yang masih sulit dijumpai. Buku ini dapat dijadikan buku pegangan bagi para mahasiswa baik, dari S...l maupun S-2 dalam mata kuliah Teknik Fondasi I, dan sekaligus dapat dijadikan referensi yang sangat berguna bagi para perancang dan pengawas pelaksanaan pembangunan gedung-gedung dalam merancang dan membangun fondasi bangunan. Materi yang disajikan merupakan infor­ masi data yang penting, yang sangat dibutuhkan dalam perancangan fondasi pada umum­ nya. Teori-teori dan pembahasan yang diberikan mengacu pada buku-buku yang tercantum dalam daftar acuan. Untuk mempermudah pemahaman teori yang diberikan, contoh-contoh aplikasi diberikan dalam bentuk contoh-contoh soal dan penyelesaian. Buku ini terdiri dari dua jilid. Dalam jilid I, pembahasan ditujukan pada sifat-sifat teknis tanah dan batuan, penyelidikan tanah, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan perancangan fondasi dangkal pada umumnya. Yaitu, mengenai pembahasan teori daya dukung, penurunan, dan pertimbangan-pertimbangan dalam perancangan fondasi. Masa­ lah perancangan fondasi dangkal yang disesuaikan dengan kondisi tanah dan bangunan, dibahas dalam bab-bab perancangan fondasi telapak terpisah dan fondasi memanjang, fon­ dasi telapak gabungan dan fondasi telapak kantilever, serta fondasi rakit.

Tiada gading yang tak retak, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya ditujukan bagi para pembaca yang memberikan kritik dan saran membangun guna kesempurnaan buku ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. J.P. Gourc, guru besar di Universite Joseph Fourier, Grenoble, Prancis, pembimbing penulis selama tugas belajar di Prancis, yang telah memberikan banyak tambahan pengetahuan mengenai mekanika tanah dan teknik fondasi serta teori-teori perkuatan tanah, yang secara tidak langsung telah sangat membantu kelancaran penulis dalam penyajian dan penulisan. Tak lupa terima kasih tak terhingga ditujukan kepada istri, Dra. Isminarti, dan anak-anak, Kamma, Egha, dan

(9)

Mer-xii Kata pengantar langen yang telah memberikan banyak dorongan, semangat, serta penantian yang penuh kesabaran selama penulis tugas belajar di luar negeri.

(10)

1

SIFAT-SIFAT TEKNIS

TANAH DAN BATUAN

1.1 Tanah

Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran hutiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan hahan organik. Butiran-hutiran tersehut dapat dengan mudah dipisah­ kan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini herasal dari hasil pelapukan batuan, haik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat hatuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyehah terjadinya pelapukan hatuan tersehut.

Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk memhedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lehih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya, kemudian dipakai sehagai nama tamhahan di helakang material unsur utamanya. Sehagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau, dengan material utamanya adalah lempung dan sehagainya.

1.1.1

Identifikasi Tanah

Tanah herhutir kasar dapat diidentifikasi herdasarkan ukuran hutiran. Butiran-hutiran yang herdiameter !e!Jih hesar dari 2 mm, diklasifikasikan sehagai kerikil. Jika hutirannya dapat terlihat oleh mata, tetapi ukurannya kurang dari 2 mm, tanah ini dl.sehut pasir. Tanah pasir disehut pasir kasar jika diameter hutirannya herkisar antara 2-0,6 mm, disehut pasir sedang jika diameter butirannya antara 0,(H),2 mm, dan disehut pasir hnlus hila diameter

butirannya antara 0,2-0,0 6 mm.

Lanau anorganik adalah tanah herhutir halus yang terdiri dari fraksi-fraksi tanah mi­ kroskopis yang mengemhangkan plastisitas atau kohesi. Plastisitas menjadi kecil jika ter­ dapat kandungan butiran halus dan bulat quart yang disehut tepung batu. Jenis lanau yang lehih plastis mengandung hanyak hutiran herhentuk serpihan-serpihan yang disehut lanau plastis. Butiran lempung yang lebih halus dari lanau merupakan kumpulan butiran mineral kristalin yang hersifat mikroskopis dan herhentuk serpihan-serpihan atau pelat-pelat. Material ini hersifat plastis, kohesif, dan mempunyai kemampuan dalam menyerap ion­ ion. Sifat-sifat tersehut sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanah.

Cara memhedakan antara tanah lanau dan lempung telah diberikan oleh Peck, dkk.

(1953), yaitu dengan mengamhil tanah hasah yang dicetak dan dikeringkan, kemudian dipecah ke dalam fragmen-fragmen kira-kira herukuran 1/8 inci (3,1 mm) dan ditekan di antara jari telunjuk dan ihu jari. Fragmen lempung hanya dapat pecah jika ditekan dengan usaha yang relatif hesar, sedang fragmen lanau dapat pecah dengan mudah hila ditekan.

(11)

1.1.2 Kadar Air, Angka Pori, Poro sitas, dan Berat Vo lume Tanah

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu: udara, air, dan bahan paqat. Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis, sedang air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi oleh udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering

adalah tanah yang tak mengandung air sama sekali a tau kadar airnya nol.

Hubungan-hubungan antara kadar air, angka pori, porositas, berat volume, dan lain­ lainnya tersebut sangat diperlukan dalam praktek. Gambar 1 .1 memperlihatkan kondisi tanah beserta komponen-komponennya.

be rat volume be rat volume

w. udara

(W) (V)

w.

(a) {b)

Gambar 1.1 Diagram fase tanah.

Angka pori (e), didefinisikan sebagai:

V

V

e

v, ( 1.1)

dan porositas (n), didefinisikan sebagai: V

V

n

V ( 1.2)

Hubungan antara e dan n, adalah:

e n l+e ( 1.3) a tau fl e l-n (1.4)

(12)

dengan

Va = volume udara

V w = volume air

I

Vs = volume butiran padat

Vv = volume rongga pori= Va + V w V = volume total= Vv +Vs Kadar air (w):

Berat volume kering ('{d):

Berat volume basah ('{b):

w

w = � x iOO%

w s

W+W

Berat volume butiran padat ('fs):

Berat jenis (specific gravity) ( G s) :

dengan w Ws = Ww = Wa 'fw W5 + Ww + Wa = W5 + Ww berat butiran padat berat air

berat udara, dianggap sama dengan nol berat volume air

s w V (1:5) ( 1.6) ( 1.7) ( 1.8) ( 1.9)

Derajat kejenuhan (S), adalah perbandingan volume air (V w) dengan volume total rongga pori tanah (Vv), atau

( l.lOa) Hubungan w, G5, clan e adalah:

wG

s = .I

( l.IOb)

(13)

Bila tanah dalam keadaan jenuh (S = 1), berlaku:

e = w G s (l.lOc)

Dari persamaan-persamaan di atas dapat dibentuk hubungan sebagai berikut:

Gy ( 1+w) ·' w

'Yb = ---1 + e (l.l1a)

y b dapat pula dinyatakan dalam hubungannya dengan berat volume kering ( y) dan kadar air (w):

Hubungan antara yb, n, G, dan w:

(

"(b = G,yw(l-n) ( 1 +w)

Berat volume tanah jenuh (S = 1):

Berat volume tanah kering:

"( (G +e) w s 'Ysat = __ l_+_e_

Dari Persamaan (l.llc), bila w = 0 (tanah kering), "(d = G,Yw ( 1-n) (l. 1 1b) (l.llc) (1

.

12) ( l.l3a) (l.l3b)

Bila tanah terendam air, berat volume tanah terendam dinyatakan sebagai y', dengan

Dapat pula dinyatakan dalam:

a tau ( G,-1) y w y' =

----

1 + e y' = (1-n) (G -l)y s w (1.14a) ( 1.14b) ( l.l4c)

Kerapatan relatif (relative density) (D ,) umumnya dipakai untuk menunjukkan tingkat kepadatan tanah berbutir kasar di lapangan yang dinyatakan dalam persamaan:

dengan

emaks -e

D = ----­

r e - e . maks mm

emaks= kemungkinan angka pori maksimum

emin kemungkinan angka pori minimum e angka pori pada keadaan di lapangan.

(14)

Kemungkinan angka pori terbesar atau kondisi terlonggar dari suatu tanah disebut

angka pori maksimum (emaks>· Sedang angka pori minimum (emin) adalah kemungkinan angka pori pada kondisi terpadat yang dapat dicapai oleh tanah.

Pada tanah pasir dan kerikil, kerapatan relatif digunakan untuk menyatakan hubungan antara angka pori nyata dengan batas-batas maksimum dan minimum dari angka porinya.

Persamaan (1.13) dapat dinyatakan dalam persamaan, sebagai berikut:

G,Yw Yd(maks) 1 + e m in ( 1.16a) dan G,Yw Yd(min) l+e maks (1. 16b)

Dari Persamaan (1.15) dan (1.16), dapat ditentukan persamaan:

( l.l7)

dengan Yd(maksJ dan Yd(min) berturut-turut adalah berat volume kering maksimum dan minimum pada tanah yang d1tinjau. Kerapatan relatif dinyatakan dalam persen.

Kepadatan relatif (relative compaction)(Rc) didefinisikan sebagai nilai banding berat vo­ lume kering pada kondisi di lapangan dengan berat volume kering maksimumnya:

yd

R = --­

c Yd(maks) ( 1.18)

Re dinyatakan dalam persen.

Contoh soal1.1:

Suatu contoh tanah mempunyai berat 17,75 gram dan volume 10,55 ml. Setelah contoh tanah ini dikeringkan dalam oven selama 24 jam, beratnya tinggal 15,2 gram. Jika G5 = 2,7

ditanyakan:

(a) Kadar air sebelum dikeringkan w.

(b) Berat volume basah Yb· (c) Berat volume kering Yd·

(d) Derajat kejenuhan S, sebelum dikeringkan.

Penyelesaian: (a) Kadar air (w):

w = w ·'

17,75 -15,2

---x iOO%

(15)

(b) Berat volume basah (Yb): 17,75

10,55 1,68 g/ml

3 1,68 g/cm

(c) Berat volume kering (yd) :

1,68 3

= 1, 44g/cm 1 + 0,167

(d) Derajat kejenuhan (5), sebelum dikeringkan: Volume air awal:

= 0,167 x 15,2 x 111 = 2, 54 cm 3

Volume butiran padat: V s = w s G,Yw 15,2 3 = 5, 63 cm 2,7 X 1 V + V = 2,54 + 5,63 = 8, 17 cm 3 w s

Volume rongga udara:

V = 10,55-8,17 = 2, 38 cm3 a Derajat kejenuhan: V w s = ---V + ---V w a Contoh soal1.2: 2,54 = 0,52 = 52% 2,54 + 2,38

Diketahui lapisan tanah beserta nilai-nilai n, G5, dan w seperti yang ditunjukkan dalam Tabel Cl.l.

(a) Gambarkan diagram tegangan yang menggambarkan distribusi tegangan di dalam tiap-tiap lapisan tanah, bila muka air tanah terletak pada kedalaman 1 1 m dan lapisan tanah lempung di atas muka air tanah dianggap tidak jenuh.

(b) Gambarkan diagram tegangannya bila muka air tanah terletak 2 m di bawah permuka­ an.

(16)

Tabel C1.1

Kedalaman (m) Jenis tanah n Gs

0,0-2,0 Pasir 0,35 2,65

2,0 - 6,0 Lanau 0,38 2,68

6,0 - 13,0 Lempung 0,42 2,69

Penyelesaian:

Berat volume basah: yh = G,Yw ( 1-n) ( 1 + w)

Berat volume terendam: y' = ( 1 -n) ( G1.-1) y w

w(%) 5 18 27 Pasir Lanau : Yh = 2,65 X 1 X (I -0,35) (1 + 0,05) = 1,81 t!m3 : Yh = 2,68 X I X (I -0,38) (1 + 0,18) = 1,96 t!m3 y' = (1 -0,38) (2,68 -I) x 1 = 1,04 t!m3 Lempung : Yh = 2,69 X 1 X (I-0,42) (I + 0,27) = 1,98 t/m3 y' = (I -0,42) (2,69 -I) x 1 = 0,98 t!m3

(a) Muka air tanah pada kedalaman 11 m.

Kedalaman (m) 'Ly z (t/m ) 2

0,0 0,0

2,0 I ,8I X 2 = 3,62

6,0 3,62 + (4x I,96) = 1I,46

11,0 II,46 + (5 X I,98) = 2I,36

13,0 21,36 + (2 X 0,98) = 23,32

(b) Muka air tanah pada kedalaman 2 m.

Kedalaman (m) 'Lyz (t/ m3)

0,0 0,0

2,0 2 X I,8I = 3,62

6,0 3,62 + ( 4 X I ,04) = 7,78

(17)

Nilai-nilai tegangan yang diperoleh pada dua kondisi muka air tanahnya, kemudian digambarkan pada Gambar C1.1.

O,O m 2,0 m 6,0 m 11,0 m 13,0 m Contoh soal 1. 3: lempung (a) GambarC1.1

(a) Muka air tanah pada z = 11 m (b) Muka air tanah pad a z = 2 m

(b)

Lapisan tanah pasir dengan tebal H = 3,50 m, kerapatan relatif Dr = 20%, emin = 0,39, dan

emaks = 0,92. Setelah dipadatkan kerapatan relatifnya menjadi 80%. Berapakah penurunan

tanah setelah dipadatkan. Penyelesaian:

Dari Persamaan (1.15), dapat diperoleh persamaan angka pori kondisi di lapangan:

(1) Kondisi awal (Dr = 20%):

= 0,92 -0,20(0,92-0, 39) = 0,81

(2) Setelah dipadatkan (Dr = 80%):

(18)

It,.h

rongga ... .

. :'. . . .. . .

. : . ·. :.

h

butiran ·. GambarC1.2 rongga . . ... . butiran .. . . . .

Bila volume butiran V5 dianggap 1 , e = Vv/V5 = Vv atau dengan kata lain volume rongga

pori sama dengan angka porinya. Dari Gambar C1.2:

D.h e,-e2 0,81 - 0,50

= 0 17

h 1 + e 1 1 + 0,81 '

Penurunan di lapangan ( !1H ) , dinyatakan oleh persamaan: !1H 11h

H h

Jadi, penurunan setelah pemadatan: !1H :::: 0,1 7 X 3,50 = 0,6 m 1.1.3 Analisis Ukuran Butiran

Di alam, tanah berisi berbagai macam ukuran butiran, dari yang terbesar sampai yang terkecil. Dalam Gambar 1.2, disajikan pembagian nama jenis tanah didasarkan pada ukur­ an butirannya menurut USDA, ASTM, MIT, dan International Nomenclature. Pembagian nama jenis tanah, umumnya dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

(a) Batuan, adalah butiran yang berdiameter lebih besar dari 3 inci.

(b) Kerikil adalah butiran yang tinggal dalam saringan berdiameter 2 mm (nomor 10).

(c) Pasir adalah butiran yang tinggal dalam saringan berdiameter lubang 0,075 mm (nomor 200).

(d) Lanau dan lempung adalah butiran yang lolos saringan berdiameter lubang 0,075 mm (nomor 200).

Variasi ukuran butiran tanah dan proporsi distribusinya dapat merupakan indikator yang sangat berguna untuk mengetahui perilaku tanah dalam mendukung beban fondasi. Sebagai contoh, jika tanah terdiri dari berbagai macam ukuran.butiran, !Uaka tanah tersebut akan lebih padat d_an stabil daripada tanah yang terdiri dari butiran-butiran yang seragam. Karena tanah yang berisjberbagai tnacam'ukuran butiran mempunyai sifat-sifat yang baik, maka tanah ini disebut bergradasi-baik(well-graded).�Sebaliknya, tanah yang tE�rdiri cfari sedi­ kit variasi ukuran butiran, kurang dapat mendukung beban dengan baik. Tanah ini

(19)

di-sebut tanah bergradasi-buruk (poorly-graded), yang umumnya sangat sulit dipadatkan, ter­ utama saat kering. Pasir laut umumnya bergradasi buruk dan tak dapat dipadatkan de­ ngan baik, sehingga tak dapat mendukung beban yang besar. Tanah derigan ukuran butiran yang seragam juga bergradasi buruk.

Bureau of Soils USDA ASTM MIT nomen­ clature Inter­ national nomen­ clature 2,0 mm 1 ,0 0,5 0,25 0,1 0,05 kerikil 2 0 mm

-�1

l

sanga1 ��-s_a�- _ halus halus pasir 0,075 pasir halus 0 6 0 2 0 06

kasar

I

sedang

I

ha! us kasar pasir

2,0 mm 1,0 0,5 0,2 0 1 0 05

Mnga1

1 I I

kasar kasar sedang halus

pasir kasar

I

Mo ha! us 0,002 mm lanau lempung 0,005 0,001

lanau lempung lempung koloidal 0 006 0 002 0 0006 0 0002 mm

I

sedang

I

ha ius kasar

I

sedang

I

ha Ius

lanau lempung

0 02 0,006 0 002 0,0006 0,0002 mm

kasar

I

halus kasar

I

halus

I

Mnga1 halus

lanau lempung

Gambar 1 .2 Klasifikasi butiran menu rut sistem USDA, ASTM, M IT, International Nomenclature. Di laboratorium, untuk mengetahui proporsi distribusi butiran, dilakukan analisis sa­ ringan dan pengujian sedimentasi atau pengujian hidrometer. Contoh hasil pengujian ter­ sebut disajikan dalam Gambar 1.3. Dalam analisis butiran, 010 yang disebut ukuran efektif (effective size), didefinisikan sebagai berat butiran total yang mempunyai diameter butiran lebih kecil dari ukuran butiran tertentu. 010 = 0,5 mm, artinya 10% dari berat butiran total

berdiameter kurang dari 0,5 mm. Dengan cara yang sama, 03o dan 06o didefinisikan se­ perti cara tersebut.

Kemiringan dan bentuk umum dari kurva distribusi butiran dapat dinyatakan oleh koe­ fisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc), yang diberikan menurut persamaan:

c u ( 1.19)

(D60) (DIO)

c c ( 1.20)

Untuk pasir, tanah bergradasi baik jika 1 < Cc < 3 dengan Cu > 4. Kerikil bergradasi baik, jika 1 <Cc< 3 dengan Cu > 6. Bila persyaratan Cc telah terpenuhi, dan nilai Cu > 15, maka tanah termasuk bergradasi sangat baik.

(20)

e... "' 0 :2 c: !!! :g .0 Q) "' .!!! c: Q) I!! Q) c.. 100 ' Ill I I I I 90 '"" \. ..,.,... Gradasi buruk 80 70 \/ 06o.= 0,14 mm \ \ 03o = 0,09 mm ... \ 010 = 0,053 mm 60 ... \

\

50 40

\

'). \ Gradasi baik .-1' ..., 060 = 2 mm ... ..._ 30 030 = 0,07 20 010 = 0,001 mm i ,_ - --10 f-.

' I

0

I I I

r-. I I 10 0.1 0.01 0.001 Ukuran butiran (mm)

Gambar 1.3 Distribusi ukuran butir tanah

Distribusi ukuran butiran tanah berbutir kasar ditentukan dari analisis saringan. Ukur­ an saringan terkecil, umumnya, dipakai saringan nom or 200 standar Amerika, a tau ukuran diameter lubang 0,075 mm. Karena ukuran ini sangat dekat dengan batas ukuran butiran lanau dan pasir, maka saringan nomor 200 sering dipakai untuk memisahkan antara mate­ rial berbutir kasar dan yang berbutir halus ketika hanya dipakai analisis saringan saja. Bu­ tiran-butiran yang lolos saringan nomo� 200 diuji dengan cara sedimentasi atau hidrometer.

1.1.4 Kuat Geser

Kuat geser tanah dan batuan dapat dinyatakan dalam persamaan Coulomb:

s = c + ( cr- u) tg<j>

dengan

s tahanan geser atau kuat geser tanah c kohesi

cr tegangan total . u tekanan air pori .

<Jl sudut gesek dalam tanah

( 1.21)

Komponen kohesi tidak bergantung pada tegangan normal. Sebaliknya, komponen tahanan gesek bergantung pada besarnya tegangan normal.

Karena tanah berbutir kasar tak mempunyai komponen kohesi (c = 0), maka kuat gesernya hanya bergantung pada gesekan antarbutir tanahnya. Tanah-tanah semacam ini

(21)

sering disebut tanah granuler, tanah tak kohesif a tau tanah non-kohesif. Sebaliknya, tanah yang banyak mengandung butiran halus, seperti: lempung, lanau, dan koloid, sering disebut ta­ nah berbutir ha/us a tau tanah kohesif.

(a) Tanah Granuler

Tanah ini mempunyai tahanan geser yang berupa gesekan. Tahanan gesernya merupakan fungsi dari tegangan normal. Jika tegangan normal besar, tahanan geser juga membesar. Pada Gambar 1 .4, diperlihatkan bahwa kuat geser tanah granuler bertambah secara lang­ sung dengan kenaikan tegangan normal. Tegangan normal adalah tegangan yang bekerja tegak lurus pada bidang gesernya. Jika tanah granuler kering dan tegangan normalnya nol, tahanan gesernya juga nol. Bila tanahnya basah, kemungkinan tanah ini dapat mempunyai kohesi yang lemah. Namun kohesi tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai bagian dari kuat geser tanah hila dipakai dalam perancangan fondasi.

s

S= crtglj>

cr Gambar 1.4 Kuat geser tanah granuler.

(b) Tanah Kohesif

Jika beban diterapkan pada tanah kohesif yang jenuh, maka pertama kali beban tersebut akan didukung oleh tekanan air dalam rongga pori tanahnya. Pada kondisi ini, butiran­ butiran lempung tidak dapat mendekat satu sama lain untuk mengembangkan tahanan geser selama air pori di dalam rongga pori tidak keluar meninggalkan rongga tersebut. Karena rongga pori tanah lempung sangat kecil, keluarnya air pori meninggalkan rongga pori memerlukan waktu yang lama. Jika sesudah waktu yang lama setelah air dalam rongga pori berkurang, butiran-butiran lempung dapat mendekat satu sama lain sehingga tahanan gesek tanahnya berkembang. Masalah ini tak dijumpai pada tanah granuler yang rongga porinya relatif besar, karena sewaktu beban diterapkan, air langsung keluar dari rongga pori dan butiran dapat mendekat satu sama lain yang mengakibatkan tahanan geseknya langsung berkembang.

Dalam tanah kohesif, untuk memperoleh nilai kuat gesernya, penting untuk mengetahui besar tekanan air pori dalam tiap tahap pengujian. Jika pengujian kuat geser, misalnya

(22)

pe-ngujian triaksial, dilakukan pada tekanan keliling (cr3) yang berbeda dengan tanpa mem­ berikan waktu untuk keluarnya air pori meninggalkan tanahnya (kondisi tanpa-drainase, undrained), maka pada setiap pengujian, untuk contoh tanah yang 'identik a tau sama, akan diperoleh tegangan-tegangan utama efektif ( cr1' dan cr {) yang sama, Demikian pula, nilai beda tegangan saat runtuh (!J.cr1 = cr1 -cr3) juga akan sama (cr1 adalah tegangan utama mayor dan cr3 adalah tegangan utama minor). Pada kondisi ini hanya akan diperoleh nilai

kohesi tanpa-drainase (cu), dengan <p = 0 (Gambar 1.5).

s

�]

Gambar 1.5 Kuat geser tanah kohesif.

Namun, jika pada saat pembebanan, air pori diberi waktu untuk meninggalkan tanah­ nya (kondisi dengan-drainase, drained), terdapat kemungkinan butiran-butiran mendekat satu sama lain dan kuat geser lempungnya bertambah. Hal ini diperlihatkan dalam Cam­ bar 1.5 dengan garis membentuk sudut <p' terhadap absis, yang berarti bahwa kuat geser lempung bertambah jika tegangan normal bertambah, asalkan tegangannya berupa tekanan intergranuler atau tegangan efektif. Untuk memperoleh hasil tersebut, contoh tanah diberi waktu untuk terjadinya penghamburan tekanan air pori pada penerapan tegangan normalnya. Dengan demikian tekanan yang didukung contoh tanah berupa tegangan efek­ tif. Pad a kondisi ini akan diperoleh nilai kohesi efektif (c ') dan sudut gesek dalam efektif ( <p') .

Sedang kuat geser tanahnya dinyatakan oleh persamaan s = c' + cr' tg <p'.

(c) Pengujian Kuat Geser

Terdapat beberapa cara pengujian di mana kuat geser tanah dapat diukur, antara lain: pengujian geser-langsung (direct shear test), pengujian triaksial, pengujian tekan-bebas (un­ confined compression test), dan pengujian geser baling-baling (vane shear test). Gambar ske­ matis dari alat-alat pengujian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.6. Penjelasan dari masing-masing pengujian dalam memperoleh parameter kuat geser tanahnya dapat di­ pelajari dalam buku Mekanika Tanah I (Hary Christady Hardiyatmo, 1992).

(23)

(a)

kotak geser

pelat beban gaya normal

contoh tanah

(c)

batu tembus air

beban vertikal (b) lubang ventilasi

udara

':ili:.'i'i1'1t-tt-membran karet

'-F,o,�-tt-cH-contoh benda uji tanah

ke peralatan tegangan sel ke pengukuran tekanan pori (d)

T

_l

(_)

torsi batang baja

f--d----1

Gambar 1.6 Metode pengujian kuat geser tanah. (a) Pengujian geser langsung (b) Pengujian triaksial (c) Pengujian tekan-bebas (d) Pengujian geser baling-baling

1.1.5 Permeabilitas

Kondisi aliran air di dalam tanah diperlihatkan dalam Gambar 1 .7. Menurut Darcy (1856), kecepatan aliran air di dalam tanah dinyatakan oleh persamaan:

dengan

v kecepatan rembesan k koefisien permeabilitas

/:;.hi L = gradien hidrolik

/::;.h selisih tinggi energi total

L

panjang lintasan aliran

(24)

Teknik Fondasi 1

Gambar 1. 7 Rembesan di dalam tanah.

15

Nilai k yang mempunyai satuan yang sama dengan kecepatan v, terutama bergantung pada macam bahan lolos air yang dilalui, berat volume dan kekentalan airnya. Umumnya, nilai k bertambah j ika ukuran rongga tanah bertambah. Jadi, nilai k bertambah jika besar butiran tanah bertambah. Selain itu, bentuk ruang pori juga mempengaruhi nilai permea­ bilitasnya. Hazen memberikan hubungan nilai k sebagai berikut:

( 1.23)

dengan 010 dalam satuan cm. Telah diamati bahwa nilai k tanah granuler mendekati sama dengan kuadrat nilai angka porinya (e), atau:

( 1.24)

Kecepatan air merembes dalam tanah sebenarnya adalah v5 = v/n, dengan n adalah po­ rositas tanah.

Permeabilitas tanah bergantung pada ukuran butiran tanah. Karena butiran tanah lem­ pung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air juga kecil. Dalam praktek, lempung dianggap sebagai lapisan yang tak lolos air atau kedap air, karena pada kenyataannya per­ meabilitasnya lebih kecil daripada beton. Tanah granuler merupakan tanah dengan perme­ abilitas yang relatif besar hingga sering digunakan sebagai bahan filter. Namun, akibat permeabilitas yang besar, tanah ini menyulitkan pekerjaan galian tanah fondasi yang dipengaruhi air tanah, karena tebing galian menjadi mudah longsor. Lagi pula, aliran yang terlalu cepat dapat merusak struktur tanah dengan menimbulkan rongga-rongga yang dapat mengakibatkan penurunan fondasi. Pengujian permeabilitas dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium.

(25)

16 Sifat-sifat teknis tanah dan batuan 1.1.6 Tegangan Efektif

Tegangan-tegangan yang bekerja di dalam tanah a tau batuan jenuh yang terendam air da­ pat dibagi menjadi dua macam:

(1) Tegangan-tegangan yang dikirimkan dari butiran yang satu ke butiran yang lain yang disebut tekanan intergranuler a tau tegangan efektif.

(2) Tegangan-tegangan yang bekerja di dalam air, yang mengisi rongga pori, disebut tekanan pori atau tegangan netral.

Perubahan-perubahan volume dan tahanan gesek tanah atau batuan hanya dapat terjadi bila terjadi perubahan tegangan efektif.

Pada Gambar 1.8 disajikan suatu bejana yang berisi tanah dan air yang dihubungkan dengan tabung air yang bisa diatur letak permukaan airnya.

Pada kedudukan (a), tinggi permukaan air di dalam tabung dibuat lebih tinggi sebesar f:..h dari muka air dalam bejana yang berisi tanah (Gambar 1.8a). Tekanan air pori pada titik A dinyatakan oleh persamaan:

( 1.25)

Tegangan efektif adalah selisih antara tegangan total dan tekanan air pori (u). Pada titik A atau pada dasar contoh tanah, tegangan efektif:

a'= hlyw+zysat -(f:..h +hl+z) yw

( 1.26)

dengan Yw adalah berat volume air dan Ysatadalah berat volume tanah jenuh. Karena tam­ bahan tekanan air ke bawah akibat kecepatan aliran air sangat kecil, maka tekanan akibat kecepatan air merembes di dalam pori-pori tanah diabaikan.

Pada titik B yang terletak pada kedalaman z8, persamaan tegangan efektif dinyatakan oleh:

( 1.27a)

a tau

( 1.27b)

dengan i = f:..h/ z, adalah gradien hidrolik.

Dari Persamaan (1.27), dapat dilihat bahwa terdapat suatu nilai di mana a' = 0, yaitu saat tanah dalam kedudukan mengapung atau kehilangan beratnya. Pada kedudukan ini, y' = iyw = D. Nilai iyw = D, adalah gaya rembesan per satuan volume tanah. Pada

kedudukan cr' = 0 , nilai gradien hidrolik kritis (ic) dinyatakan dalam persamaan:

y' i = c Yw G -1 s I +·e

Untuk tanah pasir, nilai ic berkisar antara 0,8 sampai 1,3.

(26)

(a) (b) (c)

-Zi�----�(�h�1

h1Yw+ Z"fut ..

Area diarsir = tegangan efektif

yw

\

filter

Gambar 1.8 Tegangan efektif.

;,,

(27)

F--Pada kedudukan (b), tinggi air pada tabung dibuat sama dengan pada bejana yang berisi tanah (Gambar l.Bb). Karena itu, pada keadaan ini tak ada aliran air yang lewat rongga porinya. Tegangan total di titik A, dapat dinyatakan oleh persamaan:·

Tegangan efektif pad a titik A, adalah

cr' = cr- u = h1y w + zy sa t- (h1 + z) Y w = z (Ysat- Y )

w = zy'

Pada titik B, tegangan efektif dinyatakan oleh: cr' = z8y'

( 1.29)

( 1.30a)

( 1.30b)

Dapat dilihat bahwa tekanan intergranuler a tau tegangan efektif tak tergantung dari kedala­ man air h1. Kondisi tegangan tersebut disajikan dalam bentuk diagram tegangan di sebelah kiri.

Pada kedudukan (c), tinggi air dalam tabung diubah menjadi lebih rendah sebesar t:..h di bawah air dalam bejana yang berisi tanah (Gambar l.Bc). Pada keadaan ini, terdapat aliran air yang arahnya ke bawah yang menambah tegangan efektif tanahnya. Tegangan efektif pada titik A, dinyatakan oleh persamaan:

Jika f:..h = (h1 + z),

Untuk titik B,

1.1.7 Sifat-sifat Teknis Tanah

= hly w + zy sa t

(1.3la)

(1.3lb)

( 1.32)

Di bawah ini diberikan penjelasan secara umum dari sifat-sifat teknis berbagai jenis tanah.

(a) Tanah Granuler

Tanah-tanah granuler, seperti pasir, kerikil, batuan, dan campurannya, umumnya mempu­ nyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat teknis tanah tersebut, antara lain: (1) Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan jalan, karena mem­

punyai daya dukung yang tinggi dan penurunannya kecil asalkan tanahnya relatif padat. Penurunan terjadi segera sesudah penerapan beban. Jika dipengaruhi getaran pada frekuensi tinggi, penurunan yang besar dapat terjadi pada tanah yang tak padat.

(28)

(2) Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan tanah, struk­ tur bawah tanah, dan lain-lain, karena menghasilkan tekananJateral yang kecil. Mudah dipadatkan dan merupakan material drainase yang baik.

(3) Tanah yang baik untuk timbunan, karena mempunyai kuat geser yang tinggi.

(4) Bila tak dicampur dengan material kohesif, tak dapat digunakan sebagai material untuk tanggul, bendungan, kolam, dan lain-lain, karena permeabilitasnya besar. Galian pada tanah granuler yang terendam air memerlukan penanganan air yang baik. Kerapatan relatif. Kuat geser dan kompresibilitas tanah granuler tergantung dari kepadat­ an butiran yang biasanya dinyatakan dalam kerapatan relatif (Dr). Jika tanah granuler di­ pakai sebagai bahan timbunan, kepadatannya dinyatakan dalam persentase kepadatan atau kepadatan relatif (Re) · Tanah yang mewakili kondisi lapangan, diuji di laboratorium un­ tuk ditentukan berat volume maksimumnya dengan alat pengujian pemadatan tertentu. Dalam praktek, kerapatan relatif dapat ditentukan dari pengujian penetrasi, seperti alat pengujian penetrasi standar (SPT).

Bentuk dan ukuran butiran. Hal lain yang penting mengenai tanah granuler adalah bentuk dan ukuran butirannya. Semakin besar dan kasar permukaan butiran, semakin besar kuat gesernya. Di bawah pengaruh gaya geser, butiran yang kecil mudah sekali menggelinding, sedang pada butiran yang besar pengaruh geseran akan memasak satu sama lain. De-1nikian pula mengenai gradasinya, jika gradasi semakin baik, semakin besar kuat gesernya.

Daya dukung. Kerikil adalah material granuler yang dalam endapan aluvial biasanya ber­ campur dengan pasir. Kerikil dan pasir dalam kepadatan sedang atau besar mempunyai daya dukung yang tinggi. Kerikil yang terlalu padat akan menyulitkan pemancangan fon­ dasi tiang. Jika penetrasi ke dalam lapisan kerikil disyaratkan, maka diperlukan tiang dari baja. Kerikil berpasir yang lembab dan terletak di atas muka air tanah mempunyai sedikit kohesi, karena itu tebing galian fondasi dapat dibuat tegak, asalkan dicegah dari erosi aki­ bat aliran air. Pekerjaan pemompaan akan menelan biaya besar bila dasar galian pada lapisan kerikil terletak di bawah muka air tanah. Namun, air tanah pada kerikil berpasir dapat diturunkan dengan hanya menggunakan pompa kapasitas sedang.

Tanah pasir yang juga merupakan material granuler, mempunyai daya dukung dan kompresibilitas yang sama seperti kerikil. Namun, jika tidak padat, nilai daya dukung di­ izinkan menjadi rendah oleh persyaratan besarnya penurunan.

(b) Tanah Kohesif

Tanah kohesif, seperti: lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau berkerikil sebagian besar butiran tanahnya terdiri dari butiran halus. Kuat geser tanah jenis ini di­ tentukan terutama dari kohesinya. Tanah-tanah kohesif, umumnya, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

(1) Kuat geser rendah.

(2) Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat. (3) Menyusut bila kering dan mengembang bila basah. (4) Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah.

(5) Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu.

(6) Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak (creep) pada beban yang konstan.

(29)

(7) Merupakan material kedap air.

(8) Material yang jelek untuk tanah urug karena menghasilkan teka!).an lateral yang tinggi. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, sifat-sifat tanah kohesif yang perlu ditentukan ada­ lah kadar air, berat volume dan angka pori, kuat geser, plastisitas, konsistensi, sensitivitas, kompresibilitas, dan sifat kembang susut.

Kuat geser. Untuk analisis stabilitas fondasi pada tinjauan jangka pendek, kuat geser tanah lempung diperoleh dari pengujian triaksial, pengujian tekan-bebas di laboratorium dan pengujian geser baling-baling di laboratorium atau di lapangan. Untuk pekerjaan fondasi pada tanah lempung jenuh yang tak mengandung retakan atau butiran kasar, umumnya, lebih sering dipakai pengujian tekan-bebas, kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang besar, yang memerlukan penyelidikan yang teliti. Pada kondisi ini pengujian kuat geser yang lain juga dilakukan.

Pada pengujian tekan-bebas, kuat geser tanah lempung dianalisis pada kondisi q> = 0 , di mana nilai kuat geser tanah dinyatakan dalam persamaan:

( 1.33)

dengan qu adalah tekanan aksial maksimum pada pengujian atau sering disebut kuat geser tekan-bebas (unconfined compression strength).

Jika kuat geser tanah lempung pada kondisi tanpa-drainase ditentukan dari pengujian tri­ aksial, maka pengujian dilakukan dengan penerapan tegangan keliling atau tekanan sam­ ping (cr3) tertentu, dan kemudian digeser pada katup drainase tertutup. Selanjutnya, kuat geser tanpa-drainase ditentukan dengan menggunakan persamaan:

( 1.34)

dengan er 1 = tegangan utama mayor dan cr3 = tegangan utama minor = tekanan keliling contoh tanah saat diuji. Contoh hasil pengujian triaksial disajikan dalam Gambar 1.9.

s

pengujian tekan-bebas

lingkaran Mohr pada

pengujian triaksial tanpa drainase

'"" c"

1

/ I I

cr3 = 0 cr3 cr1 cr1

(30)

Plastisitas dan konsistensi. Salah satu karakteristik tanah berbutir halus yang kohesif

adalah plastisitas. Yaitu kemampuan butiran untuk tetap melek.at satu sama lain. Batas­ batas keplastisan tanah bergantung pada sejarah terjadinya dan komposisi mineral yang dikandungnya.

Dalam pekerjaan fondasi, tiga nilai kadar air yang memberikan indikasi sangat berguna untuk memperkirakan perilaku tanah berbutir halus adalah kadar air (w) di tempat peker­

jaan fondasi, dan 2 batas konsistensi, yaitu batas cair (LL) dan batas plastis (PL). Hal ini mem­

berikan sesuatu yartg penting dalam kaitannya dengan stabilitas tanah.

Untuk mendefinisikan plastisitas tanah kohesif, diperlukan kedudukan fisik tanah terse­ but pada kadar air tertentu yang disebut konsistensi. Konsistensi tanah kohesif pada kondisi

alamnya dinyatakan dalam istilah lunak, sedang, kaku, dan keras. Konsistensi tanah lempung tak-terganggu dari lapangan dapat dikaitkan dengan nilai kuat geser tekan-bebas (qu)· Tabel 1.1 menyajikan hubungan antara konsistensi, identifikasi dan nilai qu yang diperoleh dari pengujian tekan-bebas tersebut.

Atterberg (1911) memberikan cara dengan membagi kedudukan fisik tanah lempung pada kadar air tertentu, dengan kadar air pada kedudukan padat, semipadat, plastis, dan cair (Gambar 1.10). Masing-masing kedudukan kadar airnya dipisahkan oleh batas susut, batas plastis, dan batas cair.

Tabel 1.1 Hubungan antara konsistensi, identifikasi, dan kuat geser tekan-bebas (qu) (Peck dkk., 1953) Konsistensi tanah lempung Sangat lunak Lunak : · Sedans .� :.i!�� ;}�� ;i'l Kaku (l F Sangat kaku ·.: ;,·Ke.nq ·. '·

;:

.

:

. . r P . . '• Identifikasi di lapangan

Dengan mudah ditemhus heherapa inci dengan kepalan tangan

Dengart mudah ditemhus heherapa inci dengan ihu jari

Qapat ditemhus. heherapa inci pac;ia :, ke�\latan sedang dengan ihu jari

Mele

k

�k hila ditekan dengan ihu jari, tapi dengan kekuatan hesar

Melekuk hila ditekan dengan kuku ihu jari

Dengart kesulitan,melel�ukbila ditekan dengan kuku ibu jari

2 qu (kg/ cm ) < 0,25 0,25-0,5 0,5-1,0 \ 1,0-2,0 2,0-4,0 >4

Batas cair (LL) adalah nilai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan plastis. Pada keadaan ini, butiran-butiran tersehar dan didukung oleh air. Jika kadar air berkurang, misalnya akibat dikeringkan, perubahan volume yang terjadi adalah akibat berkurangnya air. Jadi, hilangnya kandungan air sama dengan pengurangan volume. Pada Gambar 1.10,

(31)

hal ini digambarkan sebagai garis lurus miring terhadap horizontal. Jika kadar air berku­ rang terus, butiran-butiran menjadi mendekat satu sama lain sampai mencapai kedudukan pada batas plastis (PL), yaitu kadar air tanah pada kedudukan antara plastis dan semipadat. Pada pengurangan kadar air selanjutnya, terdapat suatu batas di mana pada pengurangan kadar air, butiran-butiran tak dapat lagi mendekat satu sama lain dan volume tanah tak berubah, dan kemudian, tanah menjadi retak-retak. Pada kedudukan ini, tanah lempung berubah warnanya. Kadar air pada kedudukan ini disebut batas susut (SL), yaitu kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya tak mengakibatkan perubahan volume tanah.

Gambar 1.10 Batas-batas Atterberg dan hubungan volume terhadap kadar air.

Penentuan batas-batas plastisitas antara lain berguna untuk membedakan kemungkinan dua tanah yang mempunyai gradasi yang sama namun mempunyai sifat yang berbeda. Jika nilai PL dan LL bertambah, diperkirakan butiran tanah semakin halus. Selain itu, telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara· PI atau LI dengan kuat geser tanpa-drainase (undrained strength).

Selisih antara LL dan PL disebut indeks plastisitas (PI) a tau

PI= LL-PL (1.35)

Indeks plastisitas menyatakan interval kadar air di mana tanah tetap dalam kondisi plastis, dan juga menyatakan jumlah relatif partikel lempung dalam tanah. Jika PI tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung. Jika PI rendah, hal ini terdapat pada keba­ nyakan tanah lanau, sedikit pengurangan kadar air mengakibatkan tanah menjadi kering. Sebaliknya, bila kadar air sedikit bertambah, tanah menjadi cair.

Hubungan kadar air di lapangan terhadap LL dan PL juga memperlihatkan jumlah pe­ ngurangan kadar air yang berakibat tanah kehilangan sifat plastis, sehingga tanah menjadi basah sama sekali atau cair, ataupun tanah menjadi kering atau tidak plastis lagi. Umum­ nya, tanah berbutir halus di lapangan dengan kadar air yang mendekati nilai LL-nya akan

(32)

lebih lunak daripada tanah dengan kadar air yang mendekati PL-nya. Pada umumnya, ka­ dar air tanah lempung, pada kondisi alamnya, terletak dalam interval plastis.

Lanau kasar mempunyai batas-batas konsistensi rendah, sedang tanah pasir tak mem­ punyai PI atau mempunyai tapi kecil, sehingga dalam praktek dianggap sama dengan nol. Tanah dengan platisitas tinggi selalu menandakan karakteristik tanah yang tidak baik, karena sering menimbulkan hal-hal tak diinginkan, seperti: penurunan fondasi yang ber­ lebihan, gerakan dinding penahanan tanah, keruntuhan lereng, dan lain-lainnya.

Interpretasi batas-batas plastis dan batas cair secara mudah dapat dilakukan dengan bantuan diagram Casagrande (Gambar 1.11). Dalam Gambar 1.11, ordinat menyatakan

nilai indeks plastisitas (PI) dan absis menyatakan besar batas cair (LL) untuk tanah-tanah yang anorganik (tak organik). Pada perancangan fondasi, tanah-tanah organik sebaiknya dihindari dan disingkirkan. Tanah organik ini, umumnya dapat diidentifikasi dengan war­ na yang gelap dan dari baunya, terutama bila dipanaskan.

60 50 ,_

V

CH

,..,�".

\.:'

��

' " � Cl

V

· �J>\>'· ���

/

. I

40 30 20

V

V

,JH

-/sf:·

M/ ,..., ' ' {'SC' L ,. ... , ', ... ' I I 1 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 0 0 0 Batas cair (LL%) Gambar 1. 11 Diagram plas tisitas Casagrande yang disederhanakan, untuk tanah-tanah

kohesif anorganik (dari Cassie, 1968 dan Peck dkk., 1953)

Diagram Casagrande sangat membantu dalam memisah-misahkan klasifikasi tanah kohesif secara lebih tepat. Untuk tanah anorganik, semua jenis tanah yang bila dip lot pad a gambar tersebut terletak di atas garis A, maka termasuk lempung. Dan bila terletak di bawah garis tersebut, maka merupakan lanau. Tanah-tanah anorganik dikategorikan ber­ kompresibilitas rendah, sedang, atau tinggi bergantung pada nilai batas cairnya (LL). Pada

Gambar 1.11, arti notasi-notasi yang diberikan adalah sebagai berikut:

CH lempung plastisitas tinggi Cl lempung plastisitas sedang CL lempung plastisitas rendah

(33)

MH MI ML se SF

lanau plastisitas tinggi lanau plastisitas sedang lanau plastisitas rendah pasir berlempung pasir halus

dengan se dan SF, biasanya, berada pada daerah yang diarsir dengan kandungan material yang kurang dari 50% berat totalnya berdiameter lebih kecil dari 0,1 mm.

Indeks cair (LI) didefinisikan sebagai: !

t

dengan wN adalah kadar air pada kondisi alamnya. Bila tanah mempunyai wN yang kurang daripada PL, LI akan bernilai negatif. Jika kadar air bertambah dari kedudukan kadar air pada kedudukan PL menuju ke kadar air pada kedudukan LL, nilai LI bertambah dari 0 sampai 1 . Demikian pula, jika kadar air tanahnya lebih besar daripada LL, maka LI lebih besar 1.

Sensitivitas. Tanah-tanah kohesif sering kehilangan sebagian dari kuat gesernya bila su­ sunan tanahnya terganggu. Kehilangan kuat geser akibat gangguan susunan tanah pada kadar air yang tetap ini dinyatakan dalam istilah sensitivitas. Sensitivitas didefinisikan sebagai nilai banding kuat geser tanpa-drainase dalam kondisi terganggu terhadap kuat geser tanpa-drainase yang sudah berubah dari susunan tanah aslinya, pada kadar air yang sama. Sensitivitas tanah kohesif dapat dikelompokkan seperti yang disajikan dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Sensitivitas tanah lempung

Sensitivitas Mac am

1 Lempung tak sensitif

1 -2 Lempung sensitif n?ndah

2-4 Lempung sensitif sedang

4-8 Lempung sensitif

>8 Lempung ekstra sensitif

> 16 Quick clay

Kompresibilitas. Bila tanah berbutir halus yang jenuh air dibebani, tanah akan terkompresi, dan karena permeabilitas tanah ini kecil, pengurangan volume tanah memerlukan waktu lama, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh air pori untuk meninggalkan lapisan tertekan hingga tekanan air porinya dalam keseimbangan dengan tekanan akibat kedudukan air tanahnya. Pengurangan volume tanah akibat pembebanan ini akan mengakibatkan

(34)

penu-nman tanah. Proses kebalikannya juga dapat terjadi, yaitu bila bebannya dikurangi atau dilepaskan, lempung akan mengembang dan permukaan tanah akan naik. Dalam beberapa hal, kasus-kasus tersebut dapat mempengaruhi stabilitas fondasi.

Sifat kompresibilitas atau sifat mudah mampat tanah kohesif tergantung dari sejarah geologi tanahnya, apakah tanah tersebut terkonsolidasi normal (normally consolidated) atau terkonsolidasi berlebilum (overconsolidated). Pada beban yang sama, tanah terkonsolidasi normal

akan mengalami penurunan lebih besar daripada tanah yang terkonsolidasi berlebihan.

Unt� mengetahui kompresibilitas tanah kohesif maka perlu dilakukan pengujian kon­ solidasi. Gambar skematis alat lersebut disajikan dalam Gambar 1.12. Penjelasan mengenai pengujian konsolidasi dapat dilihat pada buku Mekanika Tanah 2 (Hary Christady Har­ diyatmo, 1994)

contoh tanah

batu !embus a1r

Gambar 1.12 A/at p9flgujian konsoliciBsl.

Kembang-susut. Beberapa tanah lempung �kan mengembang bila kadar air bertambah dan menyusut bila kering. Dalam hal tertentu, bangunan dapat mengalami penurunan akibat penyusutan d<,in pengembangan tanah yang berJebihan. Fondasi pada tanah yang mudah mengembang sering �embutuhkan perancangan yang khusus.

Sifat mudah mengembang dan menyusut tanah lempung dapat dikarakteristikkan dari batas plastis (PL) dan iodeks plastisitas (PI) yang tinggi.

Daya dukung. Perilaku tanah lempung dalam mendukung beban fondasi sangat bergan­ tung pada sejarah geologi, kadar air, dan kandungan mineralnya. Tanah lempung dinyata­ kan sebagai lunak, sedang, atau kaku, tergantung dari kadar airnya seperti yang dinyatakan dalam konsistensi. Pada waktu kering, tanah ini dapat sangat ker.as dan me­ nyusut yang diSertai retakan. Waktu basah, kuat geser akan turun dah·lemp"ung menjadi

(35)

Jenis lempung yang kaku sampai keras, hanya mengalami penurunan konsolidasi yang kecil di bawah tekanan yang relatif besar. Jika dalam lapisan tanah ipi terdapat lensa-lensa pasir dan kerikil, perancangan fondasi harus memperhitungkan variasi daya dukung dan penurunan pada lokasi tertentu.

(c) Tanah-tanah Lanau dan Loess

Lanau adalah material yang butiran-butirannya lolos saringan nom or 200. Peck, dkk. (1953) membagi tanah ini menjadi 2 kategori, yaitu lanau yang dikarakteristikkan sebagai tepung batu yang tak berkohesi dan tak plastis, dan lanau yang bersifat plastis. Sifat-sifat teknis lanau tepung batu lebih cenderung mendekati sifat pasir halus.

Disebabkan oleh butirannya yang halus, lanau mempunyai sifat-sifat yang tak diingini, seperti:

(1) Kuat geser rendah, segera sesudah penerapan beban. (2) Kapilaritas tinggi.

(3) Permeabilitas rendah.

(4) Kerapatan relatif rendah dan sulit dipadatkan.

Lanau aluvial, umumnya, banyak mengandung air dan berkonsistensi lunak. Tanah ini merepotkan bila digali, karena akan selalu longsor. Sebagai pendukung fondasi, lanau merupakan tanah pendukung yang lemah dengan kapilaritas tinggi. Tanah ini biasanya tidak plastis dan kuat gesernya rendah bila kering. Fondasi yang terletak pada tanah ini harus dirancang dengan sangat hati-hati.

Loess adalah material lanau yang diendapkan oleh angin dengan diameter butiran kira­ kira 0,06 mm. Partikel-partikelnya, biasanya mempunyai rekatan karena adanya kalsium karbonat. Akibat dari pengaruh proses pembentukannya, sifat tanah ini sangat berbeda de­ ngan lanau. Karakteristik loess umumnya merupakan endapan yang tak padat dengan berat volume kira-kira 1,04 t/m3. Bila mengandung material pengikat (lempung atau kapur), pada kondisi kering, tanah ini mempunyai daya dukung sedang sampai tinggi. Akibat pen­ jenuhan, loess kehilangan sifat rekatnya, dan dapat mengalami penurunan yang tinggi. Loess bisa digali pada tebing yang mendekati vertikal.

(d) Tanah Organik

Sembarang tanah yang mengandung bahan organik, yang mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah, disebut tanah organik. Bahan-bahan organik dapat terdiri dari sisa tumbuh-tumbuh­ an atau binatang. Jumlah bahan organik dinyatakan dalam istilah kadar organik, yaitu nilai banding antara berat bahan organik terhadap contoh tanah yang kering oven. Berat bahan organik dapat ditentukan dengan memanaskan contoh tanah untuk membakar bahan organiknya (McFarland, 1959).

Tanah dalam kondisi alamnya dapat mengandung bahan organik. Biasanya, pada per­ sentase bahan organik yang relatif rendah (kira-kira 2%), tanah mempunyai karakteristik yang tak menguntungkan. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi mempu­ nyai kuat geser rendah, mudah mampat, bersifat asam, dan sifat-sifat lain yang dapat merusak material bangunan. Oleh karena itu, tanah organik sebaiknya tak digunakan untuk mendukung fondasi. Gambut (peat) merupakan material organik yang jelek untuk mendukung fondasi, karena sangat mudah mampat. Fondasi harus diletakkan sampai mencapai tanah yang baik, yang terletak di bawah tanah tersebut.

(36)

1.1.8 Klasifikasi Tanah

Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh klasifikasi umum yang dapat mem­ bantu dalam memprediksi perilaku tanah ketika mengalami pembebanan. Metode-metode yang telah dibuat didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam peran­ cangan fondasi dan riset-riset. Dari sini, fondasi yang ditinjau menurut klasifikasi tertentu dapat diprediksi perilakunya. Yaitu, didasarkan pada pengalaman di lokasi lain, narnun memiliki tipe tanah yang sama.

Dalam perancangan fondasi, klasifikasi tanah berguna sebagai petunjuk awal dalarn memprediksi kelakuan tanah. Dari beberapa sistem klasifikasi tanah yang telah diusulkan, dalam buku ini hanya diberikan sistem klasifikasi Unified. Dalam sistem klasifikasi ter­ sebut, secara garis besar tanah dibagi dalam 2 kelompok: kelompok tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus yang didasarkan material yang lolos saringan nomor

200 (0,075

mm). Huruf pertama pada pemberian nama kelompoknya, adalah merupakan singkatan dari jenis-jenis tanah berikut:

G kerikil (gravel) S pasir (sand)

M lanau (silt, huruf M singkatan dari MO, bahasa Skandinavia) C Jempung (clay)

0 organik Pt gambut (peat)

Huruf-huruf kedua dari klasifikasi dinyatakan dalam istilah-istilah:

W gradasi baik (well graded) P gradasi buruk (poor graded)

L plastisitas rendah (low plasticity) H plastisitas tinggi (high plasticity)

Sistem klasifikasi Unified, dapat dilihat pada Tabel 1.3. Contoh soal 1.4:

Contoh-contoh tanah kohesif yang diambil dari beberapa lokasi pekerjaan, diperlihatkan dalam Tabel C1.2. Pada tabel tersebut, kadar air rata-rata di lapangan yang ditunjukkan dalam kolom

2

diambil dari beberapa contoh tanah. Nilai angka pori pada kondisi kadar air di lapangan diberikan dalam kolom 3, bersama-sama dengan angka pori yang diarnbil pada saat contoh pada kedudukan batas cair dan batas plastis. Perhatikan, pada tanah 2, nilai

PL

bervariasi menurut kedalaman contohnya, yaitu semakin dalarn, nilainya semakin mengecil. Nilai G5 dapat dianggap sama dengan

2,65.

Bagaimana komentar yang dapat diberikan?

Penyelesaian:

Pada saat tanah jenuh (S = 1) berlaku:

e= wG5 atau w = e/G5

Bila kadar air di lapangan (wN), kurang dari nilai w = e/G5, maka tanah dalam kondisi tak jenuh. Sebaliknya, jika nilai WN lebih besar daripada nilai tersebut, berarti tanah di lapang­ an dalam kondisi jenuh.

(37)

E E "' ,_ 0 8 0 . 0 N 0 c: c: ... Cl> "' ·c ... "'

�2

��- � += c:

��

.CO .<: � � � g Divisi Utama � E .: e ·v; U") ,. ,.._ ... -.!:: � ·:; <q" "' · .e O :.s e � c: "' "' .., eo - c: eo ·;: # ::I � :;

� �

.. .. "" -"' 0 :si :;; "' _: _

� �

... � ., .,_ ... o ::!. ., "i: ... ... . -a o ,: <= .co c: .!! 3 ·5; -� If : .. Kerikil bersih-(sedikit atau tak ada butiran halus) Kerikil banyak kandungan bu· tiran halus Pasir bersih (sedikit atau tak ada butiran halus)

Pasir banyak kandungan

bit-tiran _halus

Tabel 1.3 Klasifikasi tanah sistem Unified

Simbol Kelompok GW I GP

I

GM I GC I _ SW I SP I SM I se L _ J_ .:.._ Nama Jenis

Kerikil gradasi baik dan campuran pasir·kerikil. sedikit atau tidak me­ ngandung butiran halus.

Kerikil gradasi buruk dan campuran pasir-kerikil, sedikit atau tidak me­ ngandung butiran halus. Kerikil berlanau, campuran kerikil­ pasir·lanau

Kerikil berlempung, campuran kerikil· pasir-lempung

Pasir gradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

Pasir gradasi buruk, pasir berkerikil, sedikit atau tidak mengandung butiran halus.

Pasir bertanau, camputan pasir· lanau

Pasir bertanau, camputan pasir· lempung · cn o ·u;

:§��

o "'

� ��

-�

�=

-o ·c «� ... -o cn� c: ., � �g :.c: - N • � ;Jl. . "' N O .: - c: � -� :i

��-�

"' "' "' ... .... ., CD 0.,: � ;g cns _ 5i 3i#-� u. (IJ N 0 e .r -a

=-�---1

� _: • .,_ E

... �U')

·;;

! ·· u -­

.., g cn !:!. .8 N":i § __ g cn �

B i,g e

. ;e a·

a·i�i

Krlteria Klasitikasl • Dso > 4 Cu = D,o (Dao)2

Cc = o10 x Dso antara 1 dan 3 Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Anerberg di

bawah garis A atau PI < 4

Batas-batas -Atterberg di atas garis A atau PI > 7

Dso Cu = - > 6Dw ·

Bila batas Aner· berg berada dida�­ rah arsir dari dia­ gram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

C c = � . (030)2

-D1o >c; 060 antai'a 1 dan 3

TKiak m�menuhi kedua kriteria untuk SW

Batas-batas Atterberg di

bawah garis A atau PI < <4

Bila b&tas Aner-• berg betada didae· rah arsii dari dia· gram · ptastlsitas,

1

8ati5-batas Anerberg ell ·

t

maka dipakai dob8

:

atas ga"' A atau PI > 7 . sinlbol

. - -�- - . . , (/) '5; � <n '5;

<;;· £' ;:; , ;:-� ;:; i5 ;: , ;:;

(38)

E' E ., l:; e g r , N 0 c: c: "' CO c: ·.::: "' "' "' "' .E S2 ca o ..:: -; � ::I Q> :e -"' "' :"' J! .c "'

� ot

t- :1!

-

-

- -. �

-

-

--T

-

• ' -. ML

LJnau dan lempuno ba� cair 50% atau: kurano I CL --OL

,

. MH Lanau dan lempung

batas cair > 50%

I CH

--OH

Tanah dengan kadar

organik tinggi PT

- - - .- -=---

-f:anau tak orgarlik dan ·pasir �ngat halus, serbuk bat!lan atau 114Sir halus bettanau atau, berlempung · ... ·

l:empung tak oroinik dengan ptaSnsi­ tas rendah sampai sedan9. lempung berkerikil, lempuno berpasir: lem· PIIRO bettanau, tempung kurus (' Lean clays')

Linau organi� dan lempuno bertanau organik dengan plastisitas rendah lanau tak organik atau pasir halus diatomae, lanau etastis. · Lempung tak organik dengan plastisi· tas tinggi, lempung gemuk ('fat

1 clays')

Lempuno organik dengan ptastisitas sedang sampai tinoiJi

Gambut ('peat'), dan tanah lain dengan kandungan organik titlggl

l .. . ·, �r---�---� Doalllm ... : ... ._.._ loldoi ... _ CH

.SGr==-==-.. . .... .. -ii: 40 ... _ ...., _ _ _

·t JQ

_ _ ... _ Cl. - � � (':)�'""

i

2H

tof .

�t .

-�

.

: r:::

:z::z::z MH atau OH 0 10 2Q 3Q 40 50 � 70 110 90 100 Batas Cair Ll (%) GariS A: PI = 0,73 (Ll- 20)

Manual untuk identilikasi secara visual dapat dilihat di

�TM

Designation 0·2488 ;;;.: 'rj §

....

(39)

Tanah 1 :

Nilai

L L = 28% ; PL = 25%,

maka

PI = LL - PL = 3%.

Nilai

PI

sangat renaah, kemungkinan besar tanahnya adalah lanau dengan sedikit kohesif. Kadar air di lapangan wN

= 21%,

lebih kecil dari w

=

e/G5

= 0,63/2,65 = 0,24 = 24%,

maka tanah di lapangan dalam kondisi tak jenuh dengan kadar air di lapangan lebih rendah daripada PL (karena kadar air pada batas plastis PL = 0,66/2,65 = 25%)

Tabel C1.2

'

No Kadar air Angl<a pori (e) yang LL PL PI Komentar

rata-rata diqkur pada kondisi

(wN% ) w . LL PL (%) (%) (%) 1 21 0,63 0,73 0,66 2

8

25 ? ? 2

38

1,05 ' 1,40 ? 52 Berva- ? ? riasi 36-26 3 21 0,56 1,00 ? 38 ? 25 ?

4

? 0,?2 0,49 ?

1

9 ? 30 Nampak sebagai pasir

. . halus

5

35 0

,

95 1,65

0,85

62 ? ? Nampak sebagai

lem-pung plastisitas tinggi

Tanah 2:

Nilai wN

= 38%,

sedikit lebih besar daripada

PL maksimum

= 36%, jadi tanah dalam

keadaan plastis. Dari nilai

LL = 52%

dan

PI

yang berkisar an tar a

(52 - 36)% = 16%

dan

(52

-26)% = 26%, menurut grafik plastisitas (Gambar 1.11), tanah termasuk lanau anorganik

berkompresibilitas tinggi Qika tanahnya anorganik).

Dari variasi

PI

yang bertambah dengan kedalamannya, dapat diperkirakan kuat geser tanah ini bertambah jika kedalaman bertambah. Yaitu, dengan mengingat korelasi antara kuat geser tanpa-drainase dan PI, cu/p0'

= 0,11

+

0,0037(PI), yang disarankan oleh Skempton

(1957) (dengan

p0'

= tekanan

overburden efektif).

Tanah 3:

LL = 38

dan

PI = 25,

maka nilai

PL = (38 - 25)% = 13%.

Dari nilai-nilai

LL

dan

PI,

menurut Gambar 1.11 maka diperkirakan tanah termasuk lempung anorganik berplastisitas sedang. Nilai kadar air di lapangan wN

= 21%, jadi tanah masih dalam daerah plastis. Dari angka

pori e

= 0,56,

maka tanah dalam kondisi jenuh, karena w = 0,56/2,65 = 21% = wN.

Tanah 4:

Dari

LL = 19%

dan

PI = 30%,

sedangkan dari kenampakan mata tanah adalah pasir halus, hasil-hasil pengujian laboratorium tersebut harus ditinjau kembali, karena tanah pasir tidak akan mempunyai

PI = 30%.

(40)

Teknik Fondasi 1

""

1-

;

1

31 Tanah di lapangan mungkin dalam kondisi sangat basah, karena WN = e/G5 =

0,52/2,65

=

19,6%

>

LL = 19%.

Jadi, tanah di lapangan pada kedudukan kadar air yang melebihi batas

cairnya.

Tanah 5:

Dari angka pori pada kedudukan batas plastis e =

0,85

= wG5, diperoleh nilai kadar air pada

batas plastis

PL = 0,85/2,65

=

32%.

Kadar air di lapangan WN =

35%,

lebih besar dari nilai

batas plastisnya, m aka tanah dalam kondisi plastis.

PI = LL - PL = (62 - 32)% = 30%. Kalau nilai-nilai PI

dan LL diplot pada grafik plastisitas, maka akan jatuh di dekat batas antara lanau kompresibilitas tinggi dan lempung plastisitas tinggi. Untuk perancangan fondasi, maka perlu dilakukan pengujian konsolidasi.

Contoh soal 1.5:

Hasil-hasil analisis ukuran butiran dari

5

tipe tanah yang disertai dengan klasifikasi tanah­ nya, diberikan dalam Gambar C1 .3. Bagaimana interpretasi yang dapat diberikan dari ma­

sing-masing kurvanya? kerikil 100 90 80

70 ..

60 c:: ·= 50 s .t:J lP 40 .. s c:: 30 lP

i

20 1 0 0 10 Penyelesaian: (a) Tanah SC: kasar � '\ 1\. '\. 1\. " '\ .se I GP '-! ---t pasir lanau Cl) c::

I

sedang halus kasar sedang

1

halus .!! a E

1-o.. T 1--. r--... ,...;;;: " . ""' 1"- CH " \. -� - ! ... \.

� I T"---

�F .

I i'.. L -' ' ...,_ .... i'-. -� ' " I I ... I I I I

I t-'-1-. 0.1 0.01 0.001 ukuran butiran (mm) GambarC1.3

Kurva ini memperlihatkan tanah dengan kira-kira 25 persen berupa kerikil. Kurvanya ba­ nyak berada pada daerah pasir dengan sedikit kandungan lanau (kira-kira 6%) dan

(41)

kan-dungan lempung 15%. Campuran pasir dan lempung yang demikian dapat saling

mengikat dan dapat dipadatkan dengan baik.

(b) Tanah CH:

Terdiri dari material lempung sebanyak 60%. Pada umumnya, jika butiran tanah semakin halus, kurvanya akan semakin ke kanan. Walaupun 40% lebih kasar dari butiran lempung,

tanah nampak bersifat sebagai tanah lempung. Pada kenyataannya, tanah dengan 30%

lebih berupa butiran lempung, diharapkan berperilaku seperti lempung. Karena konsen­ trasi butiran halusnya tinggi, maka tanah ini berplastisitas tinggi.

(c) Tanah

ML:

Kira-kira 70% dari material ini berada pada daerah pasir, terutama pada daerah pasir halus. Material sisanya adalah ukuran lanau. Tanah ini dapat dikatakan sebagai pasir berlanau atau pasir halus berlanau, karena kurva tercuram pada bagian pasir halus.

(d) Tanah SF:

Tanah ini berada pada interval pasir dan lanau. Kira-kira 60% terdiri dari pasir halus, lanau, dan lempung, dengan kira-kira setengah dari 60% ini berupa lempung. Tanah ini berupa pasir yang banyak mengandung butiran halus, jadi dapat dinyatakan sebagai pasir berlem­ pung . .

(e) Tanah

GP:

Kira-kira 75% dari berat material terdiri dari butiran yang lebih besar 6 mm. Kurvanya menurun tajam, menandakan banyaknya butiran berukuran lebih besar dari 6 mm. Se­ baliknya, pada kurva selanjutnya, kemiringan kurva kelihatan landai yang berarti ke­ kurangan butiran-butiran pada ukuran tersebut. Tanah ini termasuk tanah berbutir kasar dan dapat dinyatakan sebagai kerikil berpasir.

1.2 Batuan

Batuan, dalam kondisi alam, terbentuk dari butiran-butiran yang terikat oleh kohesi yang kuat. Tiga kelompok batuan yang terdapat di kulit bumi, adalah: batuan igneous, batuan se­ dimen, dan batuan metamorf. Batuan igneous merupakan batuan primer yang terbentuk dari

pembekuan magma, atau dari rekristalisasi dari batuan lama oleh panas dan tekanan yang sangat tinggi sehingga membuatnya menjadi cair dan kemudian membeku kembali. Batuan sedimen merupakan batuan yang dihasilkan dari pengendapan sisa-sisa tumbuh­ tumbuhan dan binatang, dan dari material-material yang terbentuk oleh pembusukan secara fisik maupun kimia dari batuan-batuan asalnya. Batuan metamorf merupakan batuan

igneous atau batuan sedimen yang telah berubah sifatnya oleh akibat tekanan yang tinggi atau oleh akibat lain yang berlangsung secara kimia maupun fisik.

1.2.1 Sifat-sifat Teknis Batuan

Sifat-sifat teknis batuan, dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

(1) Struktur dan tekstur (texture). Struktur batu dapat berupa batuan masif, padat, dan ber­ pori (banyak mengandung pori). Tekstur batuan digambarkan sebagai berbutir kasar dan berbutir halus.

Gambar

Gambar  1 .2  Klasifikasi butiran menu rut sistem USDA,  ASTM, M IT,  International Nomenclature
Gambar  1. 7  Rembesan di dalam  tanah.
Gambar  1.8  Tegangan efektif.
Gambar 1.9  Contoh hasil pengujian triaksial pada kondisi tanpa-drainase dan pengujian tekan-bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai suction ini akan cenderung menurun dan pada akhirnya menjadi sama dengan nol atau lebih besar dari 0 (tekanan air pori positif) apabila terjadi perubahan kadar air dalam

Prinsip dasar praktikum modul alat ukur debit saluran tertutup ini adalah mengalirkan air melalui pipa dengan hydraulic bench. Aliran air dibuat menjadi 4 variasi debit yang

Pada kondisi tanaman mengalami cekaman air, tekanan turgor akan berkurang, dengan penyemprotan melalui daun, maka tekanan tnsuurgor akan meningkat dan hara yang

Dari hasil pengolahan data hujan satelit TRMM yang telah dikalibrasi dan dilakukan uji korelasi, didapatkan debit rancangan pada Sistem Drainase Kahayan dan Sebangau yang berbeda

Saran pada penelitian ini yaitu: (1) Bagi sekolah yaitu untuk mem- berikan fasilitas berupa sarana dan pra- sarana yang dapat menunjang sukses- nya proses pembelajaran

Penelitian Sudiarta (2005) menyatakan bahwa transportasi yang membuka akses obyek wisata ke perkotaan mem- berikan pengaruh pada jumlah wisatawan, namun tidak mengamati

Dengan tanpa mengubah tekanan nosel, maka pembakaran pada kondisi biomas yang mempunyai kadar air tinggi akan terjadi pada bagian depan ruang bakar (lihat Gambar 15).

Perbandingan kualitas citra subyektif antara kompresi OBDD dengan YUV 4:1:1, kompresi OBDD dengan YUV 4:2:2, dan JPEG2000 mem- berikan hasil bahwa, pada kategori natural dan tekstur