• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defek septum atrium (DSA)

Defek septum atrium (DSA) merupakan bentuk PJB yang juga sering ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh PJB. DSA terjadi akibat sesuatu hal yang mempengaruhi pembentukan sekat atrium jantung yang terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan.32 Gangguan hemodinamik yang terjadi pada DSA disebabkan oleh pirau kiri ke kanan akibat adanya defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya, darah dari atrium kiri yang seharusnya masuk ke ventrikel kiri, akan masuk ke atrium kanan dan akhirnya ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, dapat meningkatkan beban volume di jantung kanan, di samping juga meningkatkan beban volume di jantung kiri.33 Terdapat tiga jenis DSA, yaitu : DSA sekundum (50-70%), DSA primum (30%) dan DSA tipe sinus venosus (10%).34 DSA sekundum merupakan tipe DSA yang paling sering ditemukan dan dapat ditangani dengan transkateter. Tatalaksana pilihan terkini untuk DSA yang secara luas sudah

diterima di hampir seluruh negara adalah penutupan DSA transkateter menggunakan Amplatzer septal occluder (ASO) dengan angka mortalitas kurang dari 1%.35

Defek septum atrium (DSA) umumnya ringan karena tidak mengakibatkan pirau kiri ke kanan yang bermakna yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit vaskular paru (pulmonary vascular disease). DSA yang signifikan dapat mengakibatkan volume overload pada jantung kanan sehingga terjadi gagal jantung kanan. Pada usia dewasa, DSA besar merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal jantung dan aritmia. Selain itu pasien dengan DSA juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami emboli dan trombosis vena dalam. Karena alasan-alasan tersebut DSA umumnya ditutup saat masa kanak-kanak, idealnya sebelum usia sekolah. Selain itu, seiring pertumbuhan, ukuran DSA cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan massa tubuh. Oleh karena itu, DSA pada orang dewasa lebih besar daripada DSA pada anak kecil, tetapi batas defek terkait dengan struktur lain seperti vena pulmonal dan katup mitral yang juga menjadi lebih besar. Meskipun beberapa ahli menyarankan penutupan DSA dilakukan sesegera mungkin dengan alasan bahwa beban jantung kanan akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, lebih disarankan jika memungkinkan untuk menunggu hingga anak sedikitnya berusia 5 tahun atau memiliki berat badan lebih dari 20 kg.36 Pada defek kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan, penutupan secara spontan terjadi pada hampir 100% pasien pada usia 11/2 tahun. Defek ukuran 3 sampai 8 mm menutup pada usia 11/2 tahun pada 80% pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan.

Gambar 10. Defek Septum Atrium (DSA) 24

Langkah diagnostik25

Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2 dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi gagal jantung kanan. Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah: anak mudah lelah, lemas, berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek, pertumbuhannya akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan medis lain atau masalah jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.32

2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan:

Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10

Pada auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal. Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar bising mid-diastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.34

3. Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90º sampai 180º), hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola rsR’ pada V1.

Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda peningkatan vaskular paru.

Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek, dimensi atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis. Dengan Doppler berwarna dapat dilihat aliran/pirau.

Algoritma Tata Laksana Defek Septum Atrium34

Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan operasi/ bedah jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan langsung ataupun tidak langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin pintasan jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.37 Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang baik, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) pasca-operasi mencapai 98% dalam pemantauan 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka angka ketahanan hidupnya akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.38,39,40,41 Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan DSA dengan tindakan intervensi

non-DSA Sekundum

Pirau kecil Pirau Besar

Observasi Kateterisasi Evaluasi pada Umur 5-8 th FR ≥ 2 FR < 2 Konservatif Medikamentosa Gagal Jantung (-) Gagal Berat ≥ 10 kg Bayi Anak/Dewasa HP(-) Reaktif Non- reaktif Gagal Jantung (+) Berhasil Operasi PVD(-) Hiperoksia Konservatif Transcatheter Closure HP(+) PVD(+)

bedah (tanpa operasi), dalam hal ini, alat yang pernah diteliti antara lain Straflex

device, Helex device dan yang terakhir Amplatzer septal occluder. Beberapa alat

tersebut sebelumnya telah menjalani percobaan klinis, di bawah ini akan dibahas satu per satu berdasarkan urutan alfabet seperti di bawah ini.

 Amplatzer septal occluder (ASO).

ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang sendiri (self

expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci yang

teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm. Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna. Diameter pusat lempeng berkisar dari 4-40 mm dengan tebal 1-2 mm. Lempeng atrium kanan dan kiri adalah 12-16 mm dan lebih besar 8-10 mm dari pusat lempeng. Tergantung pada ASO yang akan digunakan, ASO dimasukkan ke dalam delivery sheath yang berukuran 6-12 French dengan menggunakan delivery cable yang terhubung ke pusat lempeng atrium kanan ASO dengan sistem mur mikro. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama periode September 2002 – September 2008 telah dilakukan pemasangan ASO pada 177 pasien DSA, terdiri dari 46 pasien laki-laki dan 131 perempuan, usia antara 2 – 59 tahun. Implantasi ASO berhasil dilakukan pada 154 (87%) pasien. Komplikasi embolisasi terjadi pada 7 (6%) pasien, 3 di antaranya berhasil dikeluarkan dengan kateter pengait sedangkan sisanya diambil saat dilakukan operasi penutupan DSA. Tidak ditemukan kematian pada prosedur ini.42 Di PJT RSCM sejak tahun 2002, telah dilakukan penutupan DSA pada 76kasus. Pasien terdiri dari 53 perempuan dan 23 laki-laki dengan berat badan berkisar antara 8 sampai 75 kg, dengan rata-rata 20 kg. Angka kematian juga dilaporkan nol. Tindakan ini juga sudah dilakukan di RS Dr. Soetomo Surabaya.

Gambar 11. Penutupan DSA dengan pemasangan ASO (Courtessy of dr. Poppy S. Roebiono, SpJP(K))

Gambar 12. Amplatzer septal occluder

Intervensi non-bedah pada DSA menunjukkan hasil yang baik, angka kesakitan peri-prosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah risiko infeksi pasca-tindakan yang minimal dan masa pemulihan-perawatan di rumah sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal serta secara subyektif dirasakan lebih nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan tindakan bedah jantung terbuka.43

Kendala yang masih muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena harga alat ASO yang relatif mahal, dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai di negara kita. Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO di negara berkembang masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan DSA dengan tindakan bedah konvensional.44

Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :45 1. DSA sekundum

2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm

3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume pada ventrikel kanan

4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan 5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan

intervensi bedah

6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri

7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery

Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit

8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.  Atrial septal defect occlusion (ASDOS).46

Satu lagi alat yang sedang menunggu persetujuan FDA untuk menjalani percobaan IDE (Investigational Device Exemption) adalah atrial septal defect occlusion (ASDOS). Alat berbentuk payung ganda ini terbuat dari nitinol dan poliuretan. Agar dapat dimasukkan, diperlukan akses arteri dan vena secara bersama-sama. Alat ini telah digunakan secara klinis, dan hasilnya pada fase awal cukup menjanjikan.

Gambar 13. Atrial septal defect occlusion

 Button Device.46

Pada tahun 1990, Sideris et al melaporkan penggunaan alat baru ”button device” untuk penutupan DSA. Alat ini memiliki tiga komponen: occluder, counteroccluder, dan loading wire. Occluder-nya adalah busa poliurethane berbentuk bujur sangkar yang ditopang oleh dua diagonal, kawat berselubung teflon dengan diameter 0,018 inci. Kawat berbentuk X jika sedang tidak terlipat, dan bila terlipat ketika dalam posisi masuk letaknya akan hampir sejajar. Laporan mengenai keberhasilan alat ini masih terbatas. Selain itu alat ini belum menjalani percobaan klinis dari IDE dan juga belum mendapat persetujuan dari FDA.

Gambar 14. Button device

 Guardian angel/angel wings.46

Untuk mengatasi keterbatasan Clamshell dan Button Device, Das et al mengembangkan alat angel wings, yakni lempeng ganda yang saling terhubung di tengah, terbuat dari bahan seperti dakron dan nitinol yang sangat elastis. Alat yang baru, yakni Guardian angel, bentuknya hampir seluruhnya bulat. Setelah dimasukkan, alat ini akan tetap melekat pada delivery catheter melalui tethers. Hal ini memungkinkan alat untuk mengembang bebas dan dianggap sesuai dengan posisi anatominya. Setelah melalui tahap ini, alat dapat dipasang dengan gerakan yang berlawanan secara perlahan dan dapat diangkat atau diatur posisinya. Jika posisinya telah sesuai, alat dapat dilepaskan. Diharapkan alat ini akan segera menjalani percobaan klinis di Amerika Serikat.

Gambar 15. Guardian Angel

 Helex septal occluder.46

Alat ini terdiri dari dua cakram yang dilapisi oleh membran politetrafluoroetilen (e-PTFE). Cakramnya dipertahankan dalam bentuk bulat oleh kawat nitinol dengan diameter 0,012 inci. Alat ini telah dicoba pada hewan dengan hasil yang begitu baik. Penelitian pada skala internasional dimulai sejak tahun 2000 dan hasilnya sudah dipresentasikan di dalam pertemuan-pertemuan. Angka keberhasilan menutup total sebesar 94% setelah satu bulan. Percobaan klinis telah dimulai di Amerika Serikat pada tahun 2001.

Gambar 16. Helex septal cccluder

 Starflex/Bard clamshell/cardioseal.46

Bard clamshell (USCI, Billerica, Massachusetts) septal occluder device, yang diperkenalkan oleh Lock et al., merupakan modifikasi dari double umbrella device yang dipergunakan pada DAP oleh Rashkind dan juga merupakan pendahulu beberapa alat yang sekarang sedang menjalani percobaan klinis. Alat ini memiliki dua bujur sangkar ganda berbentuk payung poliester yang saling berhadapan dan ditopang oleh empat lengan yang meluas dari tengah ke samping. Alat ini telah digunakan oleh sekitar 800 pasien dan menunjukkan hasil yang baik. Namun, pada penggunaannya terdapat komplikasi berupa patah pada lengan alat yang cukup signifikan sehingga menyebabkan residual shunts, embolisasi lanjut atau pembentukan massa fibrotik kecil di dinding atrium kiri pada 1-2% kasus. Oleh karena itu, alat ini ditarik dari peredaran. Alat baru yang dinamakan Cardioseal di desain ulang untuk menurunkan komplikasi di atas. Kerangka yang menyusunnya terdiri atas MP35N logam campuran yang secara radial menyebar ke 4 lengan penopangnya, dengan 2 engsel pada masing-masing lengan untuk mengurangi kelemahan pada logam. Pada percobaan klinis, insidens patah lengan dan residual

shunts berkurang, tetapi tidak dapat dihilangkan. Modifikasi alat yang lebih baru

yang diberi nama Starflex mulai dikenalkan. Alat ini mampu menutup DSA hingga diameter 25 mm. Saat ini, Starflex sedang menjalani percobaan di beberapa senter.

Gambar 17. Starflex

 Transcatheter patch closure.46

Pada tahun 1999 Sideris et al., menjabarkan berbagai modalitas untuk menutup DSA tanpa memakai kawat ataupun jahitan. Balon yang sudah dimodifikasi digunakan untuk memasukkan bahan patch yang dapat menyerap melewati DSA. Balon kemudian mengembang untuk mempertahankan patch dalam posisi melewati DSA selama beberapa waktu untuk memungkinkan fiksasi patch di pinggir (rim) DSA. Lamanya bergantung pada bahan patch yang dapat terserap.

Patch dikaitkan ke jahitan yang dapat diangkat yang difiksasi di daerah paha.

Tingkat stabilitas patch dapat dilihat melalui pemeriksaan transesophageal

echocardiogram; jika stabil, jahitan dapat dilepas. Jika tidak stabil, patch dapat

dilepaskan kembali dan diganti dengan patch lain dan difiksasi dalam waktu yang lebih lama. Teknik ini belum dicoba pada banyak pasien dan belum dipakai di Amerika Serikat.

Gambar 18. Transcatheter patch closure

Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali drainase vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter. Untungnya, sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer septal

occluder (ASO). DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan

dan memiliki batas yang tegas terhadap katup mitral, dasar aorta dan orifisium vena cava serta sinus koronarius agar mampu menunjang pinggang atrium.36

Prosedur Penutupan DSA Transkateter

Penutupan DSA transkateter pada anak dan orang dewasa dilakukan dengan anestesia umum menggunakan transesophageal echocardiography (TEE) intraprosedural sebagai penuntun di laboratorium kateterisasi. Sebagai alternatif TEE adalah penggunaan intracardiac echocardiography yang memiliki keuntungan tidak memerlukan anestesia umum selain memberikan gambaran lebih superior dan terutama daerah infero-posterior. Namun demikian, karena pemakaian probe intrakardiak bersifat disposable, biayanya menjadi lebih mahal. Pendekatan yang dilakukan selalu melalui vena femoralis dan jarang sekali ditemukan kesulitan dalam melewati DSA dengan berbagai tipe kateter. Prosedur angiografi atrium kiri tidak rutin dilakukan karena berdasarkan pengalaman hanya menambahkan sedikit gambaran detail anatomi yang diberikan oleh TEE intraprosedural.36

 Peran transesophageal echocardiography (TEE)

TEE merupakan pemeriksaan yang penting dan dengan pemeriksaan ini memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada morfologi DSA tanpa mengganggu sterilitas lapangan operasi atau mengganggu fluoroskopi. Tepi septum dapat divisualisasi dengan jelas dan jarak dari tepi defek ke vena pulmonal kanan, vena kava inferior dan superior, sinus koronaria serta katup mitral dapat dengan mudah diukur. Variasi septum atrium seperti fenestrasi dan aneurisma yang mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan

transthoracic echocardiography terutama pada pasien dewasa dapat

diidentifikasi dengan baik oleh TEE. Fenestrasi di septum atrium menyulitkan prosedur jika pengukuran dilakukan secara kurang hati-hati karena dilakukan melalui defek yang lebih kecil. Jadi jika terdapat fenestrasi, masuknya guide wire, balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan melalui defek mayor. Setelah alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan untuk menilai posisi alat, hubungannya dengan daerah sekitar dan stabilitasnya. Sisa pirau (residual

shunts) juga paling baik diperlihatkan melalui TEE. Sisa pirau yang terjadi setelah

penutupan harus diperiksa dengan colour Doppler echocardiograhy dan berikut ini adalah pengklasifikasiannya :

- trivial : diameter kurang dari 1 mm - kecil : diameter 1-2 mm

- sedang : diameter 3-4 mm

Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat dilakukan dibawah anestesia umum dengan penuntun transesophageal

echocardiography. Penilaian menyeluruh mengenai defek, tepi sekitar dan

struktur jantung yang tersisa dilakukan sebelum kateter dimasukkan. Kateterisasi jantung kiri dan kanan secara rutin dilakukan dan kemudian dilakukan penilaian derajat aliran pirau kiri ke kanan. Heparin diberikan secara rutin kepada semua pasien. Angiografi dilakukan pada vena pulmonal kanan atas pada posisi hepatoklavikular untuk menilai letak dan ukuran defek. Pengukuran defek dengan balon untuk memperoleh diameter DSA saat teregang dilakukan dengan menggunakan balon pengukur yang ditiup sampai terlihat pinggang dan tidak terlihat pirau lagi pada TEE. Ukuran ASO yang dipilih adalah hasil pengukuran diameter defek saat teregang ditambah 2 – 4 mm. Diberikan terapi antibiotik profilaksis injeksi intravena amoksilin (50 mg/kgBB) menjelang penutupan serta 8 dan 16 jam setelah penutupan. Di senter lain, semua pasien diberikan asam asetilsalisilat (ASA) 5mg/kg sebelum prosedur dilakukan. Selain rekomendasi untuk terapi profilaksis endokarditis infektif, diberikan ASA selama enam bulan setelah pemasangan alat.47

Hal lain yang juga penting adalah memilih ukuran ASO yang sesuai dengan ukuran defek. Ukuran ASO yang terlalu besar menyebabkan penonjolan yang hebat (mushrooming) pada diskus yang mengalami retensi ke dalam atrium. Ukuran alat yang terlalu kecil dapat menyebabkan pintasan yang menetap atau bahkan embolisasi.48

Komplikasi

Jenis dan tingkat komplikasi berbeda-beda pada masing-masing alat. Komplikasi mayor meliputi semua kejadian yang menyebabkan hal berikut ini: (1) kematian; (2) dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan terapi segera; (3) memerlukan intervensi bedah; dan (4) menimbulkan lesi fungsional atau anatomik yang bersifat permanen dan signifikan akibat tindakan kateterisasi. Sedangkan komplikasi minor didefinisikan sebagai kejadian sementara dan dapat diatasi dengan terapi spesifik. Berikut ini tabel yang memperlihatkan tingkat dan jenis komplikasi pada masing-masing alat yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Tabel 1. Komplikasi yang dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Reference Device Total Patients # of Major Complications Device Embolization Surgery CV PM PE Other Walsh et al. (4) Sideris 33 1 1 0 1 ASO 39 1 1 1 0 Sievert et al. (5) ASDOS 154 11 2 11 0 5 2 infectious endocarditis, 2 thrombus formation Carminati et al. (6) CS 79 3 3 2 0 SF 38 1 1 1 0 Berger et al. (7) ASO 61 1 1 1 0 Chan et al. (8) ASO 100 0 0 1 transient ST elevation, 1 transient AB block, 1 presumed deep vein thrombosis, 1 presumed TIA Waight et al. (9) ASO 77 3 2 0 1 Hijazi et al. (10) ASO 18 1 1 0

AB = atrioventricular block; ASO = Amplatzer septal occluder; CS = CardioSEAL; CV = electrical

cardioversion; PE = pericardial effusion; PM = pacemaker; SF = STARFlex; TIA = transient ischemic attack.

Penelitian yang dilakukan oleh Massimo Chessa et al. pada tahun 1996-2001 menemukan insidens komplikasi sebanyak 8,6 %. Malposisi/embolisasi merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan yakni sebesar 3,5 %. Aritmia merupakan komplikasi tersering kedua (2,6%). Komplikasi lain adalah pembentukan trombus di diskus atrium kiri yang terjadi segera setelah prosedur dilakukan. Untuk menghindari komplikasi ini kebijakan yang dilakukan adalah memberikan anti-agregasi trombosit oral yang diberikan 1 hari sebelum prosedur. Komplikasi lainnya (diseksi vena iliaka kanan, hematoma pada lipat paha, perdarahan retrofaring) berkaitan dengan kesalahan manajemen selama prosedur.49

Analisis perbandingan pembedahan dengan kardiologi intervensi non-bedah  Faktor Prosedur

Perbandingan aspek prosedur pada semua pasien diperlihatkan pada Tabel 2. Anak yang mengalami penutupan dengan transkateter menjalani anestesia yang lebih singkat, lama rawat inap yang lebih singkat, tidak memerlukan perawatan di ICU, pemakaian analgesia yang lebih singkat dan nyeri pasca tindakan yang lebih ringan daripada pasien yang mengalami pembedahan. Enam anak yang berada dalam kelompok operasi memerlukan transfusi darah untuk

bypass kardiopulmonal primer. Produk-produk darah jarang diperlukan oleh

pasien yang menjalani penutupan dengan transkateter.

Tabel. 2 Karakteristik pasien yang menjalani pembedahan dengan transkateter. Device closure Surgical closure p Value Number 43 19

Anaesthetic time (min) 92 (70– 115) 170 (147– 180) <0.01

ICU stay (hours) 0 20 (18– 21)

Hospital stay (hours) 29

(28– 30)

88 (78– 112)

<0.01

Post-procedure pain score 1.2 (0.4– 3.0) 4.9 (3.1– 7.7) <0.001

Analgesia after 48 hours 0/43 13/19 (68%)

<0.001

ICU, intensive care unit.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhong-Dong DU et al., pada tahun 1998-2000 dengan metode non-RCT disimpulkan bahwa angka keberhasilan dengan prosedur transkateter adalah 95,7% dan dengan pembedahan 100%. Komplikasi yang ditimbulkan pada penggunaan transkateter sebesar 7,2% dan pada pembedahan 24%. Pada kedua prosedur angka mortalitas sebesar 0%. Lamanya rawat inap pada pemakaian transkatter 1,0 (SB 0,3) hari, sedangkan pada pembedahan 3,4 (SB 1,2) hari. Secara statistik angkanya tidak jauh berbeda antara penggunaan transkateter dengan pembedahan. Faktor yang

penting bagi penutupan dengan transkateter adalah pada pemilihan pasien. Penutupan DSA melalui transkateter dengan menggunakan ASO merupakan metode yang aman dan efektif dibandingkan dengan pembedahan.10 Selain itu, pada studi yang dilakukan oleh Fischer G, et al pada tahun 1997-1998, dilaporkan bahwa angka keberhasilan penutupan DSA dengan ASO adalah sebesar 83%.48

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ross Hasseling et al., melaporkan keluaran yang sukses berkaitan dengan perbaikan DSA dengan operasi pada anak-anak. Selama pemantauan 21-33 tahun tidak ditemukan episode gagal jantung, stroke, hipertensi pulmonal, dan kematian kardiovaskular. Terdapat sedikit kekhawatiran berkaitan dengan aritmia yang terjadi setelah perbaikan dan

Dokumen terkait