• Tidak ada hasil yang ditemukan

Defek Septum Ventrikel (DSV)

Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu bentuk PJB yang paling sering ditemukan ditandai adanya defek atau lubang pada sekat/dinding yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan.53

DSV merupakan 30% dari PJB yang ditemukan.54 Meskipun defek yang kecil dapat menutup sendiri secara spontan, defek yang lebih besar biasanya menyebabkan gagal jantung kiri dan hipertensi pulmonalis.55,56 Hasil pembedahan DSV tipe muskular apikal biasanya kurang optimal karena kesulitan dalam melihat lokasi dan besar defek, di samping juga memberikan gejala sisa, dan disfungsi ventrikel kiri.57

Porstmann dkk. melaporkan penutupan transkateter yang pertama dilakukan pada DAP tahun 1967, berbagai macam teknik intervensi telah dilakukan untuk menutup defek intra-kardiak seperti DSA,58,59,60 foramen ovale persisten,61

fenestrated fontan62, dan defek lain yang berhasil ditutup. DSV merupakan salah satu defek yang dapat ditutup dengan sebuah alat sejak 10 tahun yang lalu, namun penggunaannya secara luas terbatas dari alat penutup DSV sebelumnya, karena beberapa sebab yang di antaranya adalah penggunaan kateter delivery yang berdiameter besar, ketidakmampuan mereposisi dan tingginya rasio residual shunt. Hal ini disebabkan alat tersebut belum benar-benar dibuat untuk menutup DSV.63,64,65,66

Pada saat ini, dengan adanya penemuan alat baru dan teknik penutupan yang lebih baik, penutupan pada DSV memiliki angka keberhasilan yang semakin membaik.67,68,69

Gambar 19. Alat yang digunakan untuk penutupan transkateter pada DSV. A, Rashkind

Double Umbrella; B, Sideris Bottoned Device; C dan D, Clamshell Device.70

Berdasarkan data yang tersedia, lebih dari 150 pasien dengan DSV dilakukan penutupan transkateter dengan menggunakan Rashkind double umbrella,71,72 The Bard clamshell,67The Button device,68The Amplatzer septal occluder, Amplatzer duct

DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (20%) atau dapat merupakan bagian dari PJB kompleks; seperti tetralogi Fallot dan transposisi arteri besar. DSV merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada kelainan kromosom. Gangguan hemodinamik yang terjadi pada DSV disebabkan akibat pirau kiri ke kanan melalui defek (lubang) pada sekat/dinding ventrikel.76

Secara anatomis DSV diklasifikasikan sesuai dengan letak defeknya, yaitu : 1) DSV perimembran, 2) muskular dan 3) sub-arterial doubly committed.76

Berdasarkan fisiologi, klasifikasi DSV adalah sebagai berikut: 1) DSV defek kecil dengan resistensi vaskular paru normal, 2) DSV defek sedang dengan resistensi vaskular paru bervariasi, 3) DSV defek besar dengan peningkatan resistensi vaskular paru ringan sampai sedang, 4) DSV besar dengan resistensi vaskular paru tinggi. Sebelum kardiologi intervensi non-bedah berkembang, sebagian besar DSV ditata laksana dengan pembedahan, namun risikonya lebih tinggi karena harus menggunakan mesin pintasan jantung-paru. Komplikasi yang dapat terjadi sama dengan pada penutupan DSA, ditambah dengan kemungkinan terjadinya blok atrioventrikular total, kerusakan katup aorta, atau sumbatan pada aliran alur keluar ventrikel kiri.76

Gambar 20. Defek Septum Ventrikel.24

Langkah Diagnostik76 A. Anamnesis

1. DSV kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan, atau tanpa gejala (asimtomatik). Umumnya pasien dirujuk karena ditemukannya bising jantung (murmur) secara kebetulan. Anak tampak sehat. Pada auskultasi S1 dan S2 normal, teraba thrill, bising pansistolik derajat IV/6 dengan punktum maksimum di interkostal 3-4 pada garis parasternal kiri.

2. DSV sedang dapat menimbulkan gejala yang ringan berupa takipnea dan takikardia ringan. Bayi sering mengalami kesulitan minum dan makan, dan sering mengalami ISPA. Pada pemeriksaan fisis ditemukan takipnea, retraksi interkostal atau suprasternal. Pertambahan berat badan sangat lambat. Ditemukan thrill. S1 dan S2 normal, ditemukan bising pansistolik intensitas keras di interkostal 3-4 parasternalis kiri. Bising mid-diastolik sering ditemukan di apeks.

3. DSV besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat gejala dan tanda gagal jantung kiri. Bayi mengalami takikardia, takipnea, hepatomegali. Pasien tampak sesak, tidak biru, gagal tumbuh, banyak keringat dan sering mengalami ISPA berulang. Bising pansistolik akan terdengar bernada rendah dan tidak terlokalisasi.

B. Pemeriksaan Penunjang76 1. Elektrokardiografi (EKG)

Pada DSV kecil, gambaran EKG normal. Pada DSV besar akan ditemukan LVH atau BVH.

2. Foto Rontgen toraks

Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal dengan corakan vaskular paru normal. Pada DSV sedang, terdapat kardiomegali dan peningkatan corakan vaskular paru dan tampak penonjolan segmen pulmonal.

Pada DSV besar, terdapat kardiomegali, peningkatan corakan vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.

3. Ekokardiografi

Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan Doppler berwarna dapat ditentukan besar defek, arah pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi ventrikel.

4. Kateterisasi jantung

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada DSV besar untuk menilai besarnya pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan tingginya resistensi vaskular paru agar dapat ditentukan apakah masih bisa ditutup atau tidak.Saat ini kateterisasi pada DSV lebih ditujukan pada tindakan penutupan transkateter.

1. DSV kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.

2. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptopril 0,5 – 1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan preparat besi.

3. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap infeksi endokarditis.

4. Penutupan DSV dapat dikerjakan dengan intervensi non-bedah menggunakan Amplatzer VSD occluder atau dengan tindakan bedah.

Indikasi dan waktu penutupan DSV76

Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami gagal jantung serta retardasi pertumbuhan, dan kegagalan terapi medikamentosa, dilakukan operasi secepatnya sebelum terjadi penyakit vaskular paru.

Indikasi penutupan DSV baik dengan cara intervensi non-bedah ataupun bedah adalah bila QP/QS lebih dari 2.

Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi pulmonalis harus dilakukan kateterisasi untuk menilai tingginya resistensi vaskular paru dan responsnya terhadap pemberian oksigen 100%. Penutupan DSV cara bedah ataupun non-bedah dilakukan apabila resistensi vaskular paru dibawah 7 Wood Unit. Bila resistensi vaskular paru lebih dari 7 Wood Unit dan setelah diberikan oksigen 100% tetap lebih dari 7 Wood Unit, maka tindakan penutupan DSV tidak dianjurkan lagi.

Algoritma tata laksana Defek Septum Ventrikel76

Alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan untuk menutup DSV (Amplatzer VSD Occluder – AVO) terdiri dari Amplatzer muscular VSD occluder untuk DSV muskular, dan alat yang digunakan untuk menutup DSV perimembran adalah Amplatzer Membranous VSD

Occluder. ASO juga dapat digunakan untuk menutup DSV tipe muskular jika letak

defek jauh dari katup aorta. AVO untuk menutup DSV perimembran, sisi kirinya asimetrik. Pada bagian atasnya, lempeng ini berjarak 0,5 mm dari pinggangnya, dan pada bagian bawah berjarak 5 mm dari pinggang alat. AVO juga dibentuk dari nitinol (55% nikel; 45% titanium) berdiameter 0,004-0,0075 inci yang berbentuk wire mesh yang telah dijalin menjadi 2 buah lempeng pipih. Terdapat lekukan pinggang yang menyatukan kedua lempeng tersebut untuk mengatasi ketebalan septum atrium. Nitinol memiliki kemampuan menjadi super-elastik dan juga shape memory (mampu kembali kebentuk aslinya). Kemampuan tersebut membuatnya dapat dimasukkan kedalam sheath atau kateter dan langsung kembali mengembang sesuai bentuk aslinya saat dilepaskan dari sheath. Nitinol juga telah terbukti biokompatibilitasnya. Ukuran alat ini ditentukan oleh diameter pinggangnya dan tersedia dalam kisaran 4 mm – 16 mm (1 mm dapat membesar hingga 20 mm; 2 mm dapat membesar hingga 40 mm). Kedua lempeng AVO akan mengembang secara radial menjauhi pusat

DSV

Gagal Jantung(+) Gagal jantung (-)

Medikamentosa Berhasil Gagal Kateteri-sasi Menutup spontan

Transcatheter closure atau bedah

Prolap Katup Aorta Mengecil PVD(-) Reaktif HP PVD(+) Konservatif Evaluasi dalam 6 bulan Stenos Infundi bulum Kateterisasi Kath FR < 2 Non- reaktif FR ≥ 2

pinggangnya untuk menjamin posisi menempel yang tepat. Terdapat lapisan dakron dari polyester yang terjahit kuat ke tiap lempeng dan terhubung pula dengan pinggang alat dengan tujuan meningkatkan sifat trombogenisitas alat. Untuk memasukkan AVO ke lokasi DSV, diperlukan delivery system yang agak berbeda dengan delivery system untuk ADO atau ASO. Delivery system pada AVO terdiri dari

delivery sheath, delivery cable, pusher catheter, loading catheter, tutup atau valve

dan plastic versa. Pusher catheter yang hanya ada pada delivery system AVO bertujuan untuk mempertahankan agar AVO tidak berputar selama prosedur, karena sisi apeks yang panjangnya 5 mm harus tetap menghadap ke apeks selama berada dalam ventrikel kiri.77

Teknik Pemasangan Alat78

Pemasangan Ampaltzer membranous VSD Occluder pada DSV tipe perimembran Prosedur ekokardiografi trans-torasik

Prosedur ini penting untuk menentukan ukuran DSV. Ukuran DSV ditentukan pada 2 diameter atau aksis. Diameter ini diukur dengan ekokardiografi 2-dimensi, bukan dari lebar Doppler berwarna. Pada pandangan parasternal sumbu panjang diukur minor axis = a, dan pada pandangan parasternal sumbu pendek diukur major axis = b. Ukuran AVO yang akan digunakan yaitu akar dari a dikali b.

Prosedur pemasangan TEE yaitu :

Gambar 21. Amplatzer yang digunakan untuk penutupan transkateter pada DSV. A, Amplatzer septal occluder; B, Amplatzer PDA occluder; C, Amplatzer muscular VSD

occluder; D, new concentric Amplatzer VSD occluder; E and F, new eccentric Amplatzer

1. Lokasi : mid-esofagus 4 ruang jantung (frontal), dan aksis basal sumbu pendek.

2. Catat semua kelainan yang ditemukan

3. Ukur fungsi jantung dan ukuran ruangan-ruangan jantung

4. Evaluasi bagian jantung seperti otot papilaris dan korda tendinea dari katup mitral

5. Periksa adanya regurgitasi pada katup atrioventrikular 6. Ukur besar defek pada waktu diastolik akhir

Melakukan kateterisasi jantung dengan anestesi umum

1. Pertahankan waktu pembekuan darah aktif > 250 selama kateterisasi 2. Evaluasi hemodinamik termasuk oksimetri dan tekanan darah yang diukur

pada vena dan arteri femoralis

3. Ukur besar defek dan jarak ke katup aorta melalui TEE dan angiografi kiri Pertahankan arteriovenous loop agar tetap stabil

1. Memasukkan kateter Judkin Right (JR) 4F bersama dengan Terumo

guide

wire atau koroner wire ke dalam ventrikel kiri (Gambar 22)

Gambar 22

2. Cari DSV dan dorong Terumo wire masuk ke dalam DSV dan menyeberang ke ventrikel kanan lalu dorong masuk ke arteri pulmonalis atau masuk ke atrium kanan lalu ke vena kava superior. Setelah kateter JR masuk ke dalam ventrikel kanan, Terumo guide wire dapat juga diganti dengan soft J tipped Amplatzer noodlewire 0,035 inchi untuk kemudian di dorong ke atrium kanan untuk akhirnya ke vena kava superior atau ke arteri pulmonal (Gambar 23).

Gambar 23

3. Dorong keluar Amplatzer noodlewire di vena kava superior agar mudah

di-snare (Gambar 24).

Gambar 24

4. Masukkan kateter MP 2 melalui sheath yang ada di vena femoralis bersama dengan Amplatz snare masuk ke vena kava superior, alat snare dibuka dengan mendorongnya keluar dari kateter. Kemudian ujung

noodlewire di snare, lalu ditarik sampai keluar dari vena femoralis.

5. Masukkan dilator ke dalam delivery sheath dan pastikan dengan terkunci dengan baik

6. Masukkan delivery sheath bersama dilator menyusuri noodlewire dari vena femoralis ke atrium kanan sampai bertemu dengan kateter JR. 7. Gerakkan sistem tersebut sebagai satu kesatuan sampai ujung dilator

mencapai aorta asenden (Kissing catheter technique) (Gambar 25)

8. Tarik dilator sampai sedikit di bawah ujung delivery sheath.

9. Pelan-pelan tarik kembali delivery sheath sampai ujungnya setinggi katup aorta.

10. Dorong Amplatzer noodlewire dari kateter JR sehingga terbentuk loop yang masuk ke ventrikel kiri, kemudian delivery sheath didorong sehingga ujungya masuk menyusuri loop tadi, masuk ke ventrikel kiri (Gambar 26)

Gambar 26

11. Tarik Amplatzer noodlewire keluar melalui vena atau arteri femoralis Penempatan alat

1. Pilih alat yang sama ukuranya dengan ukuran DSV

2. Masukkan delivery cable ke dalam pusher catheter, lalu masukkan ke dalam loading catheter yang sudah dipasang katup hemostasis.

3. Pasangkan AVO pada ujung delivery cable.

4. Putar AVO ke kiri agar marker pengunci pada AVO masuk ke dalam marker yang ada pada pusher catheter.

5. Pasang plastic versa, tarik kabel kuat-kuat, lalu plastic versa dikunci. 6. Loading AVO ke dalam loading catheter dengan menarik pusher catheter.

Waktu me-loading AVO, sebaiknya dilakukan di dalam garam larutan NaCl 0,9%.

7. Flush catheter dengan normal salin untuk membuang gumpalan udara di dalam AVO.

8. Masukkan loading catheter ke dalam delivery sheath, dorong pusher

catheter sampai ujung distal AVO membuka di apeks ventrikel kiri.

9. Tarik delivery system secara bersaman sampai lempeng kiri menyentuh septum.

10. Buka bagian proksimal AVO dengan menarik delivery sheath tanpa menarik pusher catheter (Gambar 27)

Gambar 27

11. Periksa ulang posisi lempeng ventrikel kiri. Pita penanda sebaiknya diarahkan ke apeks ventrikel kiri

12. Gunakan ekokardiografi transesofagus untuk mengevaluasi pintasan sisa atau insufisiensi katup

13. Jalankan angiogram ventrikel kiri dan aortogram untuk melihat posisi dan mengevaluasi pintasan

14. Buka pengunci pin versa, kemudian mundurkan posisi pin versa beberapa sentimeter, lalu kunci kembali

15. Dorong pin versa agar AVO terlepas dari pusher catheter.

16. Lepaskan AVO dari delivery cable dengan memutar pin vise berlawanan arah dengan jarum jam

17. Ulangi angiografi ventrikel kiri

18. Buat angiografi di aorta asenden untuk mengevaluasi regurgitasi pada katup aorta

Pemasangan Amplatzer Muscular VSD Occluder (AMVO) untuk DSV tipe muskular78 Pemasangannya menggunakan teknik kateter (pendekatan melalui sisi kanan atau kiri). Pendekatannya tergantung pada lokasi dari DSV tipe muskular. Umumnya defek pada bagian atas septum dapat dilakukan pendekatan melalui vena femoralis, sedangkan defek rendah lebih mudah ditutup dengan cara pendekatan transjugular. Teknik kateter harus dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum dan ekokardiografi transesofagus.

Tahap-tahapnya :

1. Vena femoralis kanan atau vena jugularis dan arteri femoralis kiri ditusuk dengan cara yang biasa menggunakan abbocath no 22, kemudian dilakukan pemasangan sheath. Setelah itu dimasukkan kateter dan dilakukan evaluasi hemodinamik termasuk oksimetri dan tekanan di tiap ruang jantung.

2. Defek diperlihatkan pada ekokardiografi, dan jarak defek ke apeks dan katup aorta diukur. Ukuran defek yang diukur dengan alat ekokardiografi dilaporkan sama baiknya dengan ventrikulogram kiri.

3. Kateter JR 4 F dimasukkan melalui arteri femoralis kiri, melewati katup aorta dan DSV masuk ke ventrikel kanan.

4. Ke dalam kateter tadi dimasukkan Terumo guidewire 220 cm lalu dimanipulasi sehingga guidewire masuk ke arteri pulmonalis. (Gambar 28).

Gambar 28

5. Dari vena femoralis kanan, kateter MP2 bersama dengan alat snare dimasukkan untuk menarik guidewire keluar dari sheath melalui vena femoralis kanan. Teknik ini membentuk arterio-venous continuous access

wire (Gambar 29).

Gambar 29

6. Delivery sheath dengan dilatornya dimasukkan melewati akses vena menyusuri guidewire untuk masuk melewati DSV dan masuk ke dalam ventrikel kiri. Medium kontras disuntikkan untuk memastikan bahwa ujung

sheath dalam posisi yang benar di dekat apeks ventrikel kiri.

7. AMVO dipasang pada delivery cable, kemudian di-loading ke dalam loading

catheter dalam cairan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Loading catheter

distal AMVO membuka di ventrikel kiri. Delivery sheath beserta kabel ditarik sampai lempeng kiri AMVO menyentuh septum. Untuk membuka bagian proksimal AMVO, delivery sheath ditarik tanpa menarik delivery cable, sehingga AMVO membuka di dalam DSV (Gambar 30).

Gambar 30

8. Bila ekokardiografi sudah memperlihatkan alat dalam posisi yang benar, alat dilepaskan dari delivery cable. Jika tidak memuaskan, alat dapat dimasukkan kembali ke dalam sheath-nya dan dapat diganti dengan ukuran yang lebih besar atau kecil.

Gambar 31. Angiogram pada anak umur 9 bulan, dengan berat badan 8,4 kg selama penutupan dengan transkateter pada DSV tipe muskular menggunakan Amplatzerâ

muscular VSD occluder, A, angiogram ventrikel kiri pada ke 4 ruangan jantung

menunjukkan 7,2 mm DSV tipe mid-muskular (panah). B, gambar a7 Fr Cook Sheath dari vena jugularis interna kanan pada DSV dengan sebuah exchange guide wire menunjukkan sebuah arterio-venous loop dari vena jugularis keluar menuju arteri femoralis. C, gambar ini menunjukkan mengantar alat tersebut (panah) keluar dari bagian distal selubung selama menarik alat dari vena jugularis.

LV disc dimasukkan kedalam ventrikel kiri. D, angiogram pada ventrikel kiri selama posisi LV Disc telah diletakkan pada tempatnya. E, gambar alat yang telah dikeluarkan dari kateter (panah). F, angiogram pada ventrikel kiri setelah alat dipasang dan tidak ada

Gambar 32. Angiogram Ventrikel kiri pada ke 4 ruangan jantung pada DSV tipe mid-muskular dengan diameter 6,3 mm pada anak umur 13 tahun, dengan berat badan 40 kg (DSV tipe muskular didapat) setelah pembedahan untuk memperbaiki hypertrophic cardiomyopathy diikuti dengan Operasi Kono setelah 5 tahun. Rasio Qp/Qs = 2,3 : 1 dan tekanan sistolik A.pulmonalis 55 mmHg. B, gambar arterio-venous wire loop yang masuk melalui A.femoralis menuju DSV dan keluar melalui V. Jugularis interna kanan. C, gambar Amplatzer MVSD dengan diameter 10mm yang dikeluarkan dari kateternya (selubung), dimana kateter delivery masih di posisinya. D, angiogram pada ventrikel kiri setelah lempeng ventrikel kiri diletakkan (panah) pada ventrikel kiri. E, gambar penempatan lempeng ventrikel kanan (panah). F, angiogram pada ventrikel kiri untuk melihat alat sudah diletakkan pada posisinya. G, gambar setelah alat dikeluarkan dari kateternya (panah). H, angiogram pada ventrikel kiri 10 menit setelah alat pada posisinya dan

minimal foaming hilang setelah beberapa hari dan tekanan A. Pulmonalis turun menjadi

38 mmHg.

Isu Sekitar Penutupan DSV Tipe Perimembran

Penutupan DSV perimembran merupakan tindakan intervensi non-bedah yang relatif cukup sulit dan menantang (challenging). Hal ini disebabkan posisi DSV yang relatif sulit dijangkau, jalur kateter yang rumit dan adanya struktur penting di sekitar DSV seperti sistem konduksi, katup aorta dan katup trikuspid yang dapat rusak jika dikerjakan secara tidak hati-hati. Hingga kini salah satu kekhawatiran yang ditakutkan pada penutupan DSV perimembran adalah blok atrio-ventrikular (AV) komplit. Sebenarnya kejadian blok AV komplit pada tindakan intervensi non-bedah dan bedah hampir sama yaitu di bawah 2%. Perbedaannya, blok komplit AV pasca-penutupan DSV secara bedah timbul segera sebelum pasien dipulangkan dari rumah sakit sehingga dapat segera dilakukan tindakan pemasangan pacu jantung permanen. Sebaliknya, blok komplit AV pasca-penutupan DSV dengan Amplatzer, terjadi lambat setelah pasien dipulangkan. Tindakannya adalah sama yaitu dengan pemasangan pacu jantung permanen. Dari berbagai data yang berasal dari beberapa negara di Eropa, Australia dan Asia menyatakan bahwa tindakan penutupan DSV dengan AVO cukup aman. Pengalaman melakukan penutupan DSV

pada 14 kasus di RSCM hasilnya cukup baik, dan pada pemantauan sampai dengan 4 tahun pasca-pemasangan tidak ditemukan blok AV komplit.

Isu ke-2 yaitu mengenai rekomendasi FDA. Hingga saat ini, FDA belum mengeluarkan rekomendasi untuk tindakan penutupan DSV perimembran dengan AVO. Namun demikian bukti-bukti dari data yang berasal dari beberapa negara di Eropa, Australia dan Asia sudah cukup menyatakan bahwa penutupan DSV perimembran dengan AMVO cukup aman. Rekomendasi FDA sebenarnya tidak bisa dipakai sebagai tolok ukur untuk memulai suatu prosedur baru, karena sistem yang digunakan FDA berlaku mundur. Penggunaan sistem baru, termasuk AVO yang sebenarnya adalah produksi Amerika sendiri belum boleh digunakan di sana, tapi di negara lain di luar Amerika mereka pakai. Nanti setelah data keamanannya dinilai cukup, baru keluar rekomendasi dari FDA. Hal ini terjadi pada pemakaian ADO pada DAP dan ASO pada DSA hingga akhirnya rekomendasi FDA keluar. Pada pertemuan terakhir bulan Mei 2008 di Jeju, Korea, tindakan penutupan DSV dengan AVO masih tetap boleh dikerjakan sambil memantau kemungkinan adanya efek samping, termasuk blok AV komplit.

BAB IV DISKUSI

Penatalaksanaan penyakit jantung bawaan (PJB) yang dapat ditata laksana dengan tindakan intervensi non-bedah adalah untuk kelainan PJB yang tidak kompleks. Sedangkan untuk kelainan yang kompleks, terapi dengan pembedahan masih merupakan pilihan. Pada kajian ini, ruang lingkup pembahasan dibatasi untuk tiga PJB yang sering ditemukan yaitu, duktus arteriosus persisten (DAP), defek septum atrium (DSA) dan defek septum ventrikel (DSV).

Menurut panduan yang dibuat AGA Medical Coorperation, perusahaan yang memproduksi Amplatzer Occluder, dokter yang boleh memasang Amplatzer ini adalah dokter yang pernah mendapatkan pelatihan khusus (trained doctor). Untuk keamanan pasien (patient safety), intervensionist harus memberitahu dokter bedah jantung untuk mengantisipasi kemungkinan ada masalah atau komplikasi yang mungkin timbul berkaitan dengan tindakan intervensi non-bedah ini.

Diagnosis DAP ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya DAP masih normal ditemukan pada bayi baru lahir dan umumnya akan menutup secara spontan pada hari keempat.13 Oleh karena itu, pada algoritma tata laksana DAP, dapat dilihat bahwa tindakan intervensi non-bedah hanya dilakukan pada bayi yang tidak memiliki gejala gagal jantung dan setelah diberikan terapi medikamentosa menunjukkan perbaikan, kemudian pada umur >12 bulan atau berat badan >6 kg baru dilakukan tindakan intervensi. Tindakan pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa gagal memberikan perbaikan.

Setelah prosedur intervensi non-bedah selesai dilakukan pasien dapat langsung dipulangkan pada hari yang sama atau keesokan harinya yang mana kal ini tidak mungkin dilakukan pada intervensi bedah. Selain prosedur, lama perawatan dan waktu pemulihan yang lebih singkat, risiko dan komplikasi yang lebih kecil, pada prosedur intervensi non-bedah ini juga tidak akan ditemukan luka parut bekas sayatan di dadanya. Sayangnya di Indonesia prosedur non-bedah ini relatif lebih

Dokumen terkait