Menurut Sofian Efendi (dalam Singarimbun, 2008:46) bahwa unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel disebut sebagai definisi operasional. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. berdasarkan definisi diatas, maka operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Pekerjaan layak menurut ILO (dalam Anker, 2001) menjelaskan pengertian umum dari kerja layak adalah kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kondisi kerja yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, setara, aman, dan bermartabat. Dalam konsep mengenai kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO bahwa pekerjaan yang layak melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif dan memberikan pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerja dan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospek yang lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi sosial; memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan mereka untuk mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi semua (Widarti, 2006). Pekerjaan layak dalam penelitian ini memiliki beberapa indikator dengan definisi sebagai berikut:
1. Kesempatan kerja
Kesempatan kerja mengacu kepada bagaimana perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk masuk ke dalam perusahannya.
Kesempatan kerja ini juga menyangkut bagaimana proses perekrutan, pembagian kerja, serta kualifikasi yang dibutuhkan. Elemen-elemen yang tercakup adalah kondisi kerja yang juga meliputi proses rekrutmen, pembagian kerja, kualifikasi yang dibutuhkan, keselamatan kerja, serta pemberian tempat kerja yang memadai (Widarti, 2007).
2. Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah hak asasi manusia, pada tahun 1952, ILO telah menetapkan standar perlindungan sosial minimum (Konvensi ILO No.102/1952) yang mencakup sembilan cabang jaminan sosial. Indonesia sendiri belum meratifikasi konvensi No.102 tersebut. Namun demikian, Indonesia telah mengesahkan undang-undang sistem jaminan sosial Nasional No.40/2004. Khusus untuk jaminan sosial tenaga kerja baru akan berlaku tahun 2015. Sehingga dalam hal ini, pedoman jaminan sosial tenaga kerja masih berpedoman pada undang-undang jaminan sosial tenaga kerja Nomor 3 tahun 2002. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 ini, ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
3. Hak dasar di tempat kerja
Hak di tempat kerja dipastikan bahwa kontribusi yang telah diberikan perusahaan atau pengusaha kepada para pekerja terkait dengan hak yang pantas diberikan sebagai timbal balik atas kewajiban yang telah dilakukan oleh para pekerja seperti mendapatkan kepastian martabat, kesetaraan
perlakuan, kebebasan, representasi dan partisipasi, dan menyuarakan pendapat.
4. Pekerjaan yang harus dihapuskan
Bentuk-bentuk pekerjaan yang harus dihapuskan ini termasuk pekerja paksa dan pekerja anak. Hal ini seperti yang ditetapkan dalam konvensi pekerja paksa tahun 1930 (No.29), konvensi penghapusan pekerja paksa tahun 1957 (N0.105), konvensi usia minimal tahun 1973 (No.138) dan konvensi bentuk-bentuk terburuk dari pekerja anak tahun 1999 (No.182).
Keempat konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.
Penghapusan kerja paksa melarang segala bentuk kerja paksa untuk tujuan tertentu, termasuk kekerasan. Usia penerimaan kerja secara umum adalah 15 tahun, sehingga anak yang bekerja pada usia 15-18 tahun dianggap legal selama pekerjaannya tidak berbahaya.
5. Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan
Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan ini tentunya berhubungan dengan diskriminasi. Diskriminasi di tempat kerja berhubungan dengan perlakuan yang tidak sama bagi individu atas hak mereka di dalam pekerjaan. Konvensi ILO NO.111 Tahun 1958 mengenai diskriminasi (pekerjaan) mengindentifikasi tindak diskriminasi dengan adanya perlakuan pembedaan, pemilihan yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, aspirasi, yang dapat berdampak pada ketidaksetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan (Pasal 1a).
6. Jam Kerja Layak
Jam kerja menjadi bagian penting dari kerja layak. Jam kerja yang berlebihan seringkali menjadi tanda adanya upah per jam yang tidak memadai dan merupakan ancaman terhadap kemampuan fisik dan mental pada jangka panjang. Jam kerja berlebih dalam konteks Indonesia didefinisikan berdasarkan ambang batas 48 jam per minggu seperti dinyatakan pada Konvensi ILO No.1 dan No.30. Tetapi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia No.13 Tahun 2003 Pasal 77 (2) menyatakan bahwa 40 jam (7 jam perhari/6 hari seminggu atau 8 jam perhari/5 hari seminggu) sebagai jam kerja maksimum per minggu.
Sehingga dalam penelitian ini akan digunakan 40 jam sebagai jam kerja maksimum per minggu.
7. Pendapatan/upah yang mencukupi
Pendapatan yang mencukupi adalah hal yang penting dalam memastikan kesejahteraan para pekerja dan merupakan komponen penting dalam pekerjaan layak. Hal ini diukur dalam hal dan jumlah sebenarnya agar dapat memastikan bahwa pekerja atau buruh pendapatan yang memadai dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perusahaan tidak boleh memberikan upah dibawah upah minimum yang telah diatur oleh undang-undang. Walaupun Indonesia belum meratifikasi konvensi upah minimum ILO (konvensi No.131 tahun 1970), tetapi telah mengatur terkait pengupahan pada Undang-Undang No.13 Tahun 2003.
8. Stabilitas dan Jaminan Pekerjaan
Stabilitas dan jaminan pekerjaan ini berkaitan dengan jaminan masa depan buruh pada perusahaan atau pabrik. Hal ini tentunya terkait dengan pengaturan dan perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja.
Peraturan menteri tenaga kerja mengeluarkan peraturan larangan PHK terhadap buruh perempuan yang menikah, hamil, dan melahirkan.
Pengusaha atau perusahaan dilarang melakukan PHK karena ketiga hal diatas dan wajib mempekerjakan kembali perempuan tersebut pada tempat dan jabatan yang sama tanpa mengurangi hak-haknya.
9. Dialog Sosial
Dialog sosial adalah salah satu pilar agenda pekerjaan layak. Dialog sosial dapat mencakup segala bentuk negosiasi, konsultasi, dan pertukaran informasi antara perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja pada isu-isu yang melibatkan kepentingan bersama. Komponen dialog sosial ini mencerminkan kondisi dimana para pekerja dapat menerapkan haknya untuk mengajukan pendapat, membela kepentingan dan terlibat di dalam diskusi untuk menegosiasikan sejumlah hal terkait pekerjaan dengan pemberi kerja dan pemangku kebijakan (Ghai, 2003).
BAB II