• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Responden Tentang Jaminan Sosial

HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.3.2 Pandangan Responden Tentang Jaminan Sosial

Akses terhadap jaminan sosial adalah salah satu hak asasi manusia.

UUD’45 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial.

4.3.2 Pandangan Responden tentang Jaminan Sosial

Tabel 4.8 Jaminan Sosial Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div.

Sumber : Data SPSS, 2018

Di bawah UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Pekerja, pemberi kerja dengan 10 karyawan atau lebih atau dengan pembayaran gaji bulanan lebih dari 1 juta rupiah diwajibkan untuk mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan sosial. Berdasarkan ketentuan tersebut, PT. Socfindo wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa para pekerja perkebunan yang menjadi responden dari penelitian ini 100% menjawab “Ya”. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan telah memenuhi tanggungjawabnya dengan cukup baik kepada para pekerja terkait pemberian jaminan sosial. Adapun jaminan sosial yang diberikan pihak perusahaan kepada pekerja adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari salah seorang responden saat diwawancarai, berikut kutipan wawancaranya :

...“Semua ada kok, jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun (jaminan hari tua), jaminan kematian, semua ada.

Kalau soal itu, masih aman lah pabrik ini, memang hak kita itu ya dikasih semua. Kayak yang kecelakaan di pabrik itu kan, ya ditanggung perusahaan semua sampai baik betul dia.

Santunan dikasih, pengobatan juga ditanggung semua, fasilitas rumahsakit nya ya bagus. Ya memang bertanggung jawab penuh lah perusahaan pasti. Makanya pun aman aman aja kami, orang sakit berobat gampang, ada ini itu semua udah dijamin perusahaan. Makanya yang udah kerja disini, pasti diusahakannya keluarganya juga masuk sini...”

Berdasarkan pernyataan dan data tabel diatas, terlihat bahwa perusahaan telah mampu menjaga komitmen untuk bertanggung jawab atas jaminan sosial kepada para pekerjanya dengan baik.

4.3.3 Pandangan Responden tentang Hak Dasar Di Tempat Kerja

Tabel 4.9 Hak Dasar Di Tempat Kerja Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. konrrak kerja dengan

perusahan?

Apakah kontrak kerja memiliki kepastian dalam kontrak kerja?

Ya 7 (6,1%) 5 anda tunjangan yang

anda peroleh sudah sesuai dengan status

pekerjaan anda?

Apakah anda

Sumber : Data SPSS, 2018

Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa hampir 100% pekerja di perusahaan ini tidak memiliki kontrak kerja. Dari total 114 responden,107 mengaku tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan. 107 responden tersebut terdiri dari 89 laki-laki dan 18 perempuan. Berdasarkan kriteria umur, ada 14 responden dari umur 21-30, 44 responden dari umur 31-40, dan 49 responden dari umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan lama kerja, ada 44 responden dari kelompok lama kerja 1-10 tahun, 40 responden dari kelompok lama kerja11-20 tahun,dan 23 responden dari kelompok lama kerjalebih dari 20 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, ada 20 responden dari jenjang pendidikan SD, dan 87 responden dari jenjang pendidikan sekolah menengah (SMP/SMA), dan tidak ada dari jenjang pendidikan perguruan tinggi,juga dari divisi pabrik.

Berdasarkan hasil temuan lain dilapangan, ternyata 100% pekerja dari divisi pabrik dan kebun tidak memiliki kontrak kerja, termasuk security (satpam).

Pekerja yang memiliki kontrak kerja hanya mereka yang ada di divisi pabrik.

Namun para pekerja mengaku, tidak masalah tidak memiliki kontrak kerja dan hubungan kerja mereka tidak memiliki kepastian hukum karena sistem kerja di perusahaan ini adalah para pekerja boleh bekerja diperusahaan hingga 25 tahun masa kerja atau bekerja hingga sampai usia pensiun (60 tahun), dan ini sudah berlaku sejak lama. Menurut para pekerja, segala tunjangan/bonus yang mereka peroleh dari perusahaan juga sudah cukup sesuai meskipun tanpa adanya perjanjian tertulis/kontrak kerja. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan tidak adanya protes dari para pekerja meskipun mereka bekerja tanpa kontrak yang memiliki kepastian hukum, dan menganggap kontrak kerja hanya sekedar formalitas yang tidak terlalu penting.

Perusahaan juga melibatkan pekerja dalam musyawarah, ini terlihat dari 100% jawaban “Ya” dari para pekerja. Meskipun terlihat bahwa pekerja yang tidak berpartisipasi dalam musyawarah dan pengambilan keputusan frekuensi nya lebih tinggi daripada yang ikut berpartisipasi yaitu sebanyak 58 pekerja sedangkan yang ikut berpartisipasi angkanya sedikit lebih rendah yaitu sebanyak 56 pekerja.

Dari tabel diatas, terlihat bahwa responden dengan umur 21-30 dan 31-40, tingkat partisipasi nya dalam bermusyawarah terkait pekerjaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan responden umur lebih dari 40 tahun dengan frekuensi untuk responden umur 21-30 hanya 5 responden, dan responden umur 31-40 hanya 17 reponden, sedangkan responden dengan umur lebih dari 40 tahun frekuensi nya jauh lebih besar yaitu 34 responden.

Berdasarkan temuan di lapangan, pekerja yang enggan berpartisipasi beranggapan bahwa pekerja dengan umur yang lebih tua daripada mereka pasti lebih memahami topik dan permasalahan yang perlu didiskusikan, jadi mereka merasa tidak perlu ikut berpartisipasi karena sudah merasa terwakilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan responden saat wawancara, berikut kutipannya :

...“Urusan diskusi atau nego-nego gitu, biar yang tua aja lah. Nanti keputusannya gimana, ya kami yang muda-muda ini tinggal ngikut aja. Yang tua kan pasti lebih ngerti kalau ada masalah-masalah gitu. Tapi ya ada juga lah pasti yang muda yang ikut pertemuan gitu, yang mau ikut kan gak dilarang. Yang gak mau pun ya gak dipaksa...”

Hal ini memperlihatkan bahwa kesadaran para pekerja akan pentingnya dialog sosial masih sangat rendah, padahal dalam hal ini perusahaan telah membuka kesempatan tersebut. Hal ini bisa saja terpengaruh dengan tingkat pendidikan, sehingga para pekerja belum memahami pentingnya dialog sosial dalam hubungan industrial.

4.3.4 Pandangan Responden tentang Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan

Tabel 4.10 Pekerjaan Yang Harus Dihapuskan Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. apakah anda pernah

mengalami

Apakah anda pernah mendapat ancaman

Apakah anda pernah mengalami pembebanan hutang dengan bunga tinggi?

Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Apakah gaji anda pernah dtahan atau

tidak dibayar?

identitas ditahan oleh pekerja usia kurang

dari (<) 18 tahun?

Sumber : Data SPSS, 2018

Seperti yang sudah peneliti bahas di bab awal, bahwa defenisi dari pekerjaan layak atau decent work sendiri secara sederhana adalah pekerjaan yang dilakukan atas kemauan atau pilihan sendiri, berupah atau memberikan penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup secara layak, serta terjaminnya keamanan dan keselamatan fisik maupun psikologis. Sedangkan pekerja paksa artinya pekerja tidak melakukan pekerjaan dengan atas kemauan atau pilihan sendiri, dan pekerja anak sangat rentan terancam keselamatan fisik maupun psikologis. Jika dalam sebuah perusahaan terdapat pekerja anak atau pekerja paksa, ini mengindikasikan bahwa pekerjaan dalam perusahaan tersebut adalah pekerjaan yang tidak layak karna bertolakbelakang langsung dengan defenisi pekerjaan layak itu sendiri. Selain itu, adanya intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada pekerja juga mengindikasikan ketidaklayakan pekerjaan di tempat tersebut.

Namun, berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tidak ada pekerjaan yang harus dihapuskan dari PT. Socfindo ini. Item pertanyaan dari indikator ini mengharapkan pernyataan/respon negatif (jawaban “tidak”) dari responden.

Artinya, semakin tinggi persentase jawaban “tidak” mengindikasikan semakin tinggi tingkat kelayakan dari indikator ini. Seluruh item pertanyaan dari aspek ini memperoleh jawaban dari responden sebesar 114 atau 100% sesuai dengan jawaban yang diharapkan . Berdasarkan jenis kelamin, responden yang menjawab dengan jawaban tersebut terdiri dari 94 laki-laki dan 20 perempuan. Berdasarkan kriteria umurresponden, responden yang menjawab jawaban tersebut terdiri dari 14 responden umur 21-30 tahun, 49 responden umur 31-40 tahun,dan 51 responden umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan kriteria lama kerja, terdiri dari

48 responden dengan lama kerja 1-10 tahun, 42 responden dengan lama kerja 11-20 tahun, dan 24 responden dengan lama kerja lebih dari 11-20 tahun.

Kemudian,berdasarkan jabatan kerja, terdiri dari 58 responden dari divisi kebun, 49 responden dari divisi pabrik, dan 7 responden dari divisi kantor. Sedangkan berdasarkan kriteria jenjang pendidikan, terdiri dari 20 responden di kelompok jenjang pendidikan terakhir SD, 91 responden dari kelompok jenjang pendidikan terakhir sekolah menengah (SMP/SMA), dan 3 responden dari kelompok jenjang pendidikan terakhir di Perguruan Tinggi (PT).

Pekerjaan yang harus dihapuskan itu sendiri meliputi pekerja anak dan pekerja paksa, penahanan gaji, pembebanan hutang dengan bunga tinggi, atau penahanan dokumen identitas dan barang berharga. Selain itu berdasarkan jawaban dari seluruh responden, terlihat bahwa perusahaan tidak pernah melakukan kekerasan atau ancaman kepada para pekerja. Menurut informasi tambahan dari beberapa responden, pihak perusahaan PT. Socfindo hanya mengancam pekerja-pekerja yang ketahuan berbuat kecurangan, contohnya seperti pekerja yang mencuri buah. Perusahaan akan memberikan pilihan kepada si pekerja yang curang itu untuk berhenti/mengundurkan diri dari perusahaan atau menyelesaikan permasalahan tersebut kepada pihak yang berwajib. Ini yang disebut mereka sebagai bentuk ancaman. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden :

...“Ya yang diancam gitu ya cuma yang nyuri-nyuri itu aja, nyuri buah itu biasanya. Itu pun yang nyuri nyuri sampai bertandan-tandan dek, yang buah besar. Kalau cuma ngutip berondolan aja belum pernah ada lah itu sampai dilapor-laporin polisi apa dipecat gitu. Kalau ketauan kan, ya diancam mau keluar (mengundurkan diri) apa mau dilaporin polisi. Ya itu aja lah palingan. Kalau yang lain-lain ya gak

ada, baik-baik aja semua dari dulu. Ya asal kita gak jahat, perusahaan pun kan ya baik-baik aja sama kita. Wong dari dulu bapak (ayah responden) kerja disini gak pernah ada aneh-aneh, baik-baik aja. Ya sampai sekarang. Beda lah kita kalau sama pabrik tetangga itu. Hehehe...”

Berdasarkan temuan data dilapangan, menunjukkan bahwa perusahaan juga mampu menjaga komitmen dan standar kelayakan kerja dari aspek ini dengan cukup baik. Hal ini juga mungkin yang menjadi salah satu alasan hubungan antara pihak pekerja dengan perusahaan tidak pernah memanas.

4.3.5 Pandangan Responden tentang Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama Tabel 4.11 Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. didasarkan pada jenis

kelamin? agama yang dianut?

Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 karna jenis kelamin?

Ya 28

(75,4%) Apakah ada

perbedaan perlakuan karna agama yang

dianut?

Ya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tidak 114 (100%)

94 82,5%

20 17,5%

14 12,3%

49 43%

51 44,7%

48 42,1%

42 36,8%

24 21,15

58 50,9%

49 43%

7 6,1%

20 17,5%

91 79,8%

3 2,6%

Sumber : Data SPSS, 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa perusahaan tidak ada membeda-bedakan kesempatan atau perlakuan kepada para pekerja dikarenakan suku atau agama yang dianut, tapi ada perbedaan kesempatan dan perlakuan karena jenis kelamin. Menurut responden, perbedaan penempatan posisi kerja atau perlakuan karena jenis kelamin itu adalah hal wajar karena jenis pekerjaan yang ada sebagian besar lebih aman dan lebih baik jika dikerjakan oleh jenis kelamin tertentu dan malah akan lebih beresiko dalam hal keselamatan kerja dan menghambat produktivitas jika dilakukan penyamarataan untuk seluruh jenis kelamin. Jadi menurut responden, ada perbedaan kesempatan dan perlakuan karena jenis kelamin memang sudah sewajarnya dilakukan mengingat banyak jenis pekerjaan yang tidak aman atau resiko berbahayanya lebih tinggi jika dikerjakan oleh pekerja perempuan.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan responden : ...“Memang harus dibedainlah. Kan banyak kerjaan yang gak boleh juga untuk perempuan. Bahaya. Yang ada malah nambah kerjaan aja nanti dek kalo sama rata gitu dibikin semua. Kan gak mungkin yang perempuan-perempuan itu „ngegrek‟ kan? Gak mungkin yang perempuan-perempuan itu betulin kabel? Ya bahaya, manjat sana sini. Makanya ya harus dibeda-bedain lah memang. Makanya yang di kebun ini paling perempuannya jadi mandor, nyemprot, ya kerja dirumah asisten bantu-bantu. Kan adek udah tau sendiri kan? Gak mungkin perempuan ngangkat buah, dek. Di pabrik pun gitu juga, itu lebih bahaya lagi kerjaannya untuk perempuan. Di kantor lah itu baru beda, perempuan disitu ya gakpapa, gak bahaya kerjaannya, kertas semua...”

Kemudian disusul oleh pernyataan dari salah seorang responden yang lainnya :

...“Makin gak adil kalau sama semua dek, gak dibedain mana kerjaan untuk laki-laki mana untuk perempuan.

kalau pabrik lain ya lain cerita ya, ini kan pabrik perkebunan dek. Kalau pabrik baju tadi, entah pabrik sepatu, disamain semua ya gak papa ya. Yang penting kan gaji sama aja dek, sesuai, gak ada dikurang-kurangin karna kerjaannya ringan. Sama-sama kerja kan sama aja capeknya...”

Adanya perbedaan kesempatan dan perlakuan memang mengindikasikan rendahnya tingkat kelayakan kerja. Namun, di PT. Socfindo ini jika pekerja perempuan diberikan kesempatan kerja yang sama seperti pekerja laki-laki malah akan meningkatkan resiko yang berbahaya untuk pekerja perempuan itu sendiri.

Diluar hal itu, perusahaan tetap memberikan hak yang seimbang antara pekerja laki-laki dan perempuan, tidak ada perbedaan perlakuan atau hak-hak yang diperoleh.

4.3.6 Pandangan Responden tentang Jam Kerja Layak

Tabel 4.12 Jam Kerja Layak Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div. Jam kerja yang

ditetapkan perusahaan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan?

untuk mengambil jam kerja berlebih

Untuk jam kerja berlebih, akan

Jam kerja lembur hanya dilakukan diluar istirahat mingguan atau

libur resmi?

Jam kerja lembur maksimal 14 jam dalam

seminggu?

Sumber : Data SPSS, 2018

Jam kerja merupakan bagian penting dari pekerjaan yang layak. Dengan adanya indikator jam kerja layak, kita dapat mengetahui apakah kehidupan pribadi dan profesional para pekerja seimbang, dan juga apakah periode istirahat harian, mingguan, dan tahunan para pekerja memadai. Terkait jam kerja layak, perusahaan ini memang telah menetapkan jam kerja sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, dan untuk pekerja yang mengambil jam kerja berlebih (lembur) maka akan diberikan tambahan upah lembur. Namun menurut data tabel diatas, jam kerja lembur tidak hanya dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan beberapa pekerja menyatakan jam kerja lembur lebih dari 14jam dalam seminggu.

Hal ini tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan yang mana sudah ditetapkan jika jam kerja lembur hanya boleh dilakukan diluar istirahat mingguan/libur resmi dan maksimal jam kerja lembur adalah 14 jam/minggu.

Dari data diatas, terlihat bahwa ada hampir separuh dari total seluruh responden yang menjawab “tidak” di item pertanyaan jam kerja lembur hanya dilakukan diluar istirahat mingguan atau libur resmi. Jawaban tersebut terdiri dari 54 responden, yang mana sebanyak 46 adalah responden laki-laki, dan 8 responden perempuan. Berdasarkan kriteria umur, jawaban tersebut terdiri dari 7 responden dengan kelompok umur 21-30 tahun, 25 responden dengan kelompok umur 31-40 tahun, dan 22 responden dengan kelompok umur lebih dari 40 tahun.

Berdasarkan kriteria lama kerja, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan lama kerja 1-10 tahun sebanyak 24 responden, responden dengan lama kerja 11-20 tahun sebanyak 19 responden, dan responden dengan lama kerja lebih dari 11-20 tahun sebanyak 11 responden. Berdasarkan kriteria jabatan kerja, jawaban tersebut terdiri dari responden yang bekerja di divisi kebun sebanyak 22 responden,

responden yang bekerja di divisi pabrik sebanyak 29 responden, dan responden yang bekerja di divisi kantor sebanyak 3 responden. Sedangkan jika berdasarkan kriteria jenjang pendidikan, jawaban tersebut terdiri dari responden dengan jenjang pendidikan SD sebanyak 7 responden, responden dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah (SMP/SMA) sebanyak 46 responden, dan responden dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi sebanyak 1 responden.

Berdasarkan data dari tabel diatas, dengan jam kerja lembur yang masih ada dilakukan ketika istirahat mingguan/libur resmi dan jam kerja lembur/minggu lebih dari (>) 14 jam, artinya periode istirahat yang seharusnya menjadi hak pekerja telah terganggu. Hal ini tentunya akan mengganggu keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan profesional pekerja, pekerja menjadi kekurangan waktu untuk beristirahat dan berinteraksi yang cukup dengan keluarga, yang biasanya dengan kegiatan sederhana yang demikian ini mampu memulihkan kondisi fisik dan mental pekerja yang sudah lelah bekerja. Karena itu, dampak dari jam kerja berlebih malah akan mengurangi produkifitas pekerja itu sendiri.

Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan salah seorang responden : ...“Ya kadang dek namanya awak tukang ngelas, ya kalau ada memang yang harus dibetulkan memang itu kerjaan kami ya minggu pun jadi masuk. Kadang di telpon dimintain tolong biar senin siap langsung kan, ya gak mungkin awak tolak kalo itu kepala mekanik yang nyuruh. Memang sih gak sering, tapi ya udah beberapa kali juga lah. Hahahaha.

Dibayar ya dibayar tetap, gak pernah gak biayar, ya tetap dihitung lembur...”

Berdasarkan temuan peneliti dilapangan, terlihat bahwa PT. Socfindo Indonesia Sei Liput memang tidak mengharuskan pekerja untuk bekerja lembur.

Pekerja melakukan kerja lembur hanya jika pekerja itu sendiri telah melakukan kesepakatan untuk mengambil jam kerja lembur. Sebagian besar pekerja bersedia mengambil jam kerja lembur adalah karena adanya tambahan upah untuk itu.

Namun, meskipun upah lembur yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja telah sesuai, jam kerja lembur yang diberikan tetap melebihi dari apa yang telah diatur dalam UU ketenagakerjaan, dan sayangnya para pekerja kurang paham mengenai hal ini, padahal dengan jam kerja lembur yang berlebih artinya perusahaan telah mengganggu hak istirahat pekerja. Dalam hal seperti inilah, komitmen yang kuat dan peran dari pengawas ketenagakerjaan sangat penting.

Mereka dibutuhkan bukan hanya untuk memantau tapi juga untuk membantu menegakkan pelaksanaan agenda pekerjaan layak agar dapat mencapai jam kerja layak dengan cara yang adil.

4.3.7 Pandangan Responden tentang Pendapatan/upah Yang Mencukupi

Tabel 4.12 Pendapatan/upah Yang Mencukupi Pertanyaan Jawaban Freq

(%)

Jenis Kelamin Umur Lama Kerja Jabatan kerja Jenjang Pendidikan

Lk Pr 21-30 31-40 >40 1-10 11-20 > 21 Div.

Apakah upah dibayar teratur?

Apakah upah yang diberikan tidak

dibawah upah minimum yang telah

diatur oleh UU Ketenagakerjaan?

Upah lembur telah sesuai dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan?

itu dilakukan secara transparan?

Menurut anda, apakah nilai upah yang anda

terima telah sesuai dengan pekerjan yang

anda lakukan?

Sumber : Data SPSS, 2018

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepkatan, atau peraturan perundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Upah merupakan tujuan utama bagi pekerja/buruh untuk bekerja. PT. Socfindo Sei Liput melakukan sistem pembayaran upah di tiap bulan dalam bentuk uang secara langsung kepada para pekerja. Saat pembayaran upah, bagi pekerja yang memiliki pinjaman di koperasi akan langsung dipotong dari upah yang akan diterima.

Berdasarkan tabel diatas, PT. Socfindo melakukan pembayaran upah kepada pekerja secara teratur ditiap bulannya. Upah lembur yang diberikan kepada para pekerja juga dianggap telah sesuai dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dan apabila ada pengurangan upah maka itu dilakukan dengan transparan dengan cara memberi rincian biaya potongan upah tersebut. Selain itu, melihat hasil data tabel diatas, 100% pekerja yang menjadi responden merasa bahwa nilai upah yang mereka terima telah sesuai dengan pekerjaan mereka, walaupun ada 6,1% responden (7 orang pekerja) yang mengatakan bahwa upah yang mereka terima masih berada dibawah upah minimum regional (UMR).

Responden yang menjawab bahwa upah yang mereka dapatkan masih dibawah upah minimum terdiri dari 7 responden laki-laki, 1 responden dari kelompok umur 21-30 tahun, 5 responden dari kelompok umur 31-40 tahun, dan 1 responden dari kelompok umur diatas 40 tahun. Dilihat dari kriteria lama kerja, responden yang menjawab demikian berasal dari kelompok lama kerja 1-10 tahun sebanyak 5

responden, dan dari kelompok lama kerja 11-20 tahun sebanyak 2 responden, dan seluruhnya adalah responden dengan jenjang pendidikan terakhir di sekolah menengah (SMP/SMA). Responden yang menjawab demikian merupakan pekerja PT. Socfindo yang berasal dari divisi pabrik, yaitu di bidang elektromekanika.

Mereka mengatakan bahwa upah yang mereka terima masih dibawah UMR yaitu sebesar Rp 2.200.000, sedangkan UMR Provinsi Aceh adalah Rp 2.700.000. Nilai upah ini naik sebesar Rp 200.000 dari nilai UMR tahun 2017 yang sebesar Rp 2.500.000. Tapi mereka menganggap bahwa upah yang mereka terima telah sesuai dengan pekerjaan mereka. Berikut kutipan wawancara dengan salah seorang responden :

...“Gaji saya masih dibawah UMR dek, orang dua juta dua ratus kok. kan dibawah UMR itu kan? UMR Aceh kan gak segitu, malah mau naik ini 2018 ini. Tapi ya orang kerjanya pun nggak ada dek, kalo gak ada yang mau dipasang, gak ada yang diperbaiki, ya gak ada yang dikerjain walaupun tiap hari ya harus ke pabrik. Beda sama orang pabrik yang di pengolahan, itu memang capek dek. Ngedur kerja. Buah

...“Gaji saya masih dibawah UMR dek, orang dua juta dua ratus kok. kan dibawah UMR itu kan? UMR Aceh kan gak segitu, malah mau naik ini 2018 ini. Tapi ya orang kerjanya pun nggak ada dek, kalo gak ada yang mau dipasang, gak ada yang diperbaiki, ya gak ada yang dikerjain walaupun tiap hari ya harus ke pabrik. Beda sama orang pabrik yang di pengolahan, itu memang capek dek. Ngedur kerja. Buah

Dokumen terkait