• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Dukungan Pasangan

2.2.1. Definisi Dukungan Pasangan

Menurut (Sarafino, 2008) dukungan adalah suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang yang berarti, baik secara perorangan maupun kelompok. Dukungan dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal, dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga).

Dukungan adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan, yang nyata atau tingkah laku diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya atau dukungan adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang- orang yang diandalkan, menghargai dan menyayangi kita (Kuntjoro, 2002).

Dukungan pasangan merupakan dukungan yang diberikan pasangan dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Pasangan adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan dan dukungan kepada pasangan sebelum pihak lain turut memberikannya. Dukungan pasangan

merupakan dorongan, motivasi terhadap pasangan, baik secara moral maupun material (Bobak, 2005).

Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga.Dalam setiap hubungan seperti perkawinan, masalah tidak selalu dapat dihindarkan (Rini, 2001), karena pada dasarnya sebuah perkawinan terdiri dari dua orang yang mempunyai sifat, kepribadian, maupun karakter yang berbeda.Perkawinan adalah salah satu aktivitas sentral dari manusia yang bertujuan untuk memperoleh suatu kehidupan yang bahagia.

Pada pernikahan dua orang menjadi satu kesatuan yang saling merindukan, saling menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling melayani, saling memberi dorongan dan dukungan (Gunarsa, 2000). Banyak fungsi-fungsi yang dilakukan pasangan yang berkeluarga antara lain memberikan kasih sayang, rasa aman dan perhatian (Al-Maqassary, 1998). Dukungan dari pasangan dipercaya dapat membantu para penderita untuk menghadapi penyakit yang dideritanya.

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga dimana dukungan tersebut bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, dukungan dari saudara kandung, dukungan dari anak dan dukungan keluarga eksternal, seperti dukungan dari sahabat, tetangga, sekolah, keluarga besar, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan,

dimana dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga dalam kehidupan (Friedman,1998).

Dukungan sosial yang diterima seseorang tidak selalu menguntungkan. Status menikah tidak menjamin seseorang mempunyai sumber dukungan sosial. Ketika seorang menderita penyakit yang sudah lama dan serius, keluarganya mungkin terlalu melindungi, sehingga menghambat keinginan pasien untuk menjadi lebih aktif atau bekerja kembali (Rustiana, 2006). Hal ini dapat mengacaukan program pengobatan dan membuat penderita makin tergantung dan tak mampu berbuat apa-apa.

Beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama pada konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan (Winnubst dkk, dalam Rustiana 2006). Menurut Jacobson (dalam Nurmalasari dan Putri, 2007) dukungan sosial adalah suatu bentuk tingkah laku yang menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberikan perhatian dan keamanan. Menurut Cooper & Watson (Nurmalasari dan Putri, 2007) dukungan sosial adalah bantuan yang diperoleh individu secara terus menerus dari individu lain, kelompok dan masyarakat luas.

Perubahan natural berkaitan dengan perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan dalam kehidupan normal, dan perubahan ini dapat dipahami dan diterima oleh individu. Perubahan-perubahan ini muncul seiring dengan bertambahnya jumlah usia dan jumlah anak, tuntutan peran sebagai ibu dan ayah.

Perubahan yang kedua adalah perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Perubahan ini akan menyebabkan ketidakseimbangan pada perkawinan dan bisa menjadi bayangan kehancuran. Misalnya ketika terjadi kecelakaan, bencana alam, dan serangan penyakit.Salah satu penyakit yang tiba-tiba terjadi adalah stroke.

Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara pasien dan caregiver. Caregiver mungkin membutuhkan bantuan dalam mempelajari perawatan fisik dan teknik penggunaan alat bantu perawatan, menemukan sumber home care, menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah untuk mengakomodasi kesembuhan pasien (Lewis, et al, 2011).

Pasangan dari penderita stroke seringkali berperan sebagai primary

caregiver sedangkan anak dari penderita lebih berperan sebagai

secondarycaregiver (Messecar dalam Cempaka, 2012). Primary caregiver adalah individu yang bertanggung jawab pada sebagian besar tugas pengasuhan secara langsung, termasuk dukungan emosional. Sedangkan, secondarycaregiver atau pengasuh cadangan yang bertugas memberikan dukungan dan membantu tugas pengasuh utama baik secara langsung dan tidak langsung (Ferrell, 2009). Dengan demikian, kecenderungan pasangan yaitu berperan sebagai primary caregiver karena tidak hanya memberikan perawatan secara fisik namun juga harus menjaga dan mendukung kondisi penderita stroke secara emosional.

Beberapa keluarga dapat menyesuaikan diri dengan baik kepada kondisi pasien stroke, tetapi beberapa keluarga lainnya tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik pada perubahan hubungan, dan harmonisasi perkawinan selalu menurun (Newman, 2006).Penyakit strokebisa merepotkan pihak keluarga pasien.Terutama keluarga yang masih membutuhkan tenaga dan pikiran pasien dalam mensejahterakan keluarganya. Pihak keluarga bahkan akan merasa terbebani karena biaya yang besar dan waktu yang tersita dalam perawatan pasien tersebut (Sutrisno, 2007).

Kondisi pasien strokeini membuat pasangan mendapatkan dampak dari kondisi fisik dan kondisi psikologis yang dialami pasangannya, dimana pasien mengalami kesulitan dalam bekerja karena mengalami kelumpuhan, kesulitan dalam komunikasi karena pasien mengalami gangguan bicara, gangguan kognitif dan kesulitan dalam penyesuaian emosi (Sarafino, 2006).

Keterbatasan fisik dan psikologis pasien strokeseperti yang telah dialami pasangan, dapat mengurangi kebersamaan dalam mengisi waktu senggang bersama pasangan. Paul &Stephanie (2008) mengatakan bahwa pasangan sebagai caregiveryang menderita strokeakan merasakan berkurangnya waktu luang untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan dibandingkan ketika pasangan belum terserang stroke. Dengan demikian kebutuhan sosial pasangan kurang terpenuhi.

Istri maupun suami yang bertugas sebagai primary caregiver akan merasakan dampak dari kondisi fisik dan psikologis yang dialami oleh pasangannya pasca serangan stroke. Stephens & Clark (1997) mengatakan bahwa menyesuaikan diri dengan pasangan yang mengalami penyakit kronis dan fatal

memberikan tantangan serius bahkan pada pasangan yang paling bahagia. Beberapa keluarga dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap kondisi pasien stroke, tetapi beberapa keluarga lainnya tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik pada perubahan hubungan dan harmonisasi perkawinan selalu menurun (Newman dalam Rodiatul & Dewi 2010).

Peran sebagai primary caregiver yang dilakukan oleh pasangan dapat menimbulkan dampak yang positif dan juga negatif. Dampak positif yang dirasakan antara lain pasangan merasa lebih dibutuhkan kehadirannya dalam membantu kegiatan pasien sehari- hari, mengurus dan menjaga pola makan pasien, serta mendampingi pasien saat terapi, merasa lebih berguna dengan memberikan makna lebih bagi kehidupan pasangannya, memperkuat hubungannya dengan orang lain, meningkatkan kualitas diri secara spiritual, dan juga memperkuat komitmen yang lebih intens terhadap pasangan melalui kegiatan caregiving yang diberikan kepada pasangan, (Robert, 2006; Teasell, Foley, Salter, Bhogal, Juntai & Speechley, 2011; Cempaka 2012).

Selain dampak positif, peran pasangan sebagai primarycaregiver memberikan dampak negatif, terkait aspek fisik, emosional, sosial dan finansial. Dengan sedikit persiapan dan dukungan secara professional yang terbatas, ketegangan dari pasangan yang menjadi pengasuh dapat mengarah ke distress level yang tinggi. Stres negatif yang tinggi ini akan menghasilkan bentuk stres yang bermacam-macam seperti depresi, kecemasan, kemarahan, terganggunya gaya hidup serta hubungan dengan orang lain, kelelahan dan perasaan terisolasi (Anderson, dkk dalam Robert. J, dkk, 2006).

Seperti yang telah diuraikan mengenai dampak positif dan negatif dalam merawat yang dirasakan oleh pasangan sebagai primarycaregiver, maka proses caregiving dapat menjadi hal yang menekan. Proses caregiving dapat menyebabkan pasangan mengalami depresi, perasaan sedih dan tertekan, kelelahan fisik, dan perubahan pada hubungan sosial. Berbagai tekanan dalam menjalani keseharian sebagai perawat pasien stroke membuat pasangan mengalami stres yang bersumber dari respon fisik dan psikologisnya. Seiring dengan berjalannya waktu, stres dan beban tugas yang dirasakan oleh caregiver berubah menjadi strain, yang merupakan persepsi atau perasaan kesulitan atas tugas dan tanggung jawab yang berhubungan dengan peran sebagai caregiver (Oncology Nursing Society, 2008).

Dampak fisik, psikologis serta sosial yang dialami pasien stroke mempengaruhi ketergantungan penderita pada orang lain khususnya pihak keluarga. Pihak keluarga dituntut agar dapat mengupayakan dukungan semaksimal mungkin sebagai usaha untuk mencapai kesembuhan pada penderita stroke ditengah kondisi pasca serangan yang dialaminya. Dukungan utama bagi penderita penyakit kronis, salah satunya stroke biasanya diperoleh dari keluarga langsung (immediate family) yaitu anak atau pasangannya (Sarafino, 2008). Kualitas komunikasi dan dukungan emosional dari dalam keluarga dan lingkungan sosial langsung memiliki efek besar pada tingkat tekanan fisik dan psikologis yang dialami oleh pasien yang berada pada fase pemulihan dari gangguan seperti penyumbatan miokardium/otot jantung dan stroke (Weinman, 1997).

Dokumen terkait