• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pelabuhan Berwawasan Lingkungan ( Ecoport )

2.3.1 Definisi Ecoport dan Perkembangannya

Pencemaran laut, kebisingan, pencemaran udara dan kecelakaan kerja merupakan wajah umum di berbagai pelabuhan puluhan tahun lalu, dikarenakan pengiriman setiap tahunnya berjuta-juta kargo yang dilakukan melalui perairan/laut dan sekitar separuhnya tergolong bahan-bahan yang berbahaya. Dampak dari keberadaan dan kegiatan pelabuhan terhadap lingkungan kawasan pelabuhan pada umumnya adalah :

1) Pencemaran lingkungan, oleh limbah-limbah padat dan cair, di antaranya limbah beracun dan barang berbahaya (hazards cargous), yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja dan kecelakaan.

2) Perkembangan teknologi di pelabuhan yang semakin besar memerlukan biaya pemeliharaan tinggi. Pada umumnya untuk kepentingan pengelolaan lingkungan hanya sedikit biaya terhadap perbaikan dan efisiensi, sehingga banyak pelabuhan secara umum meminimumkan biaya untuk lingkungan. 3) Pengoperasian dan pengembangan pelabuhan.

Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada saat pelabuhan beroperasi terdiri dari : (1) angkutan barang, manusia, dan hewan, (2) kegiatan bongkar/muat, (3) pemanfaatan dan keberadaan fasilitas pelabuhan (alur dan kolam, dermaga,

dock yard/perbaikan kapal), (4) lalu lintas kapal dan moda darat, dan (5) kegiatan pelabuhan yang menghasilkan limbah/sampah seperti port related facilities (commercial & bussines district), port related industry, kegiatan perdagangan dan kegiatan rekreasi.

Sedang kegiatan pada saat pengembangan/pembangunan pelabuhan diantaranya: (a) pembangunan dan pengembangan infrastruktur (dermaga dan penahanan gelombang), alur pelayaran, danreklamasi perairan. (b) capital dredging,

maintenance dredging, (c) perubahan bentang alam (hidrogafi dantopografi) dan (d) kerusakan habitat fauna dan flora.

Kegiatan pengoperasian dan pengembangan pelabuhan selain membawa banyak manfaat, tetapi juga dapat membawa dampak negatif, seperti terjadinya abrasi, pendangkalan kolam pelabuhan akibat sedimentasi, buangan dari kapal, buangan dari bahan industri, bongkar muat barang dan aktifitas pelabuhan lainnya. Potensi dampak negatif dari pengembangan pelabuhan dapat berupa polusi terhadap air, kontaminasi endapan dasar perairan, hilangnya habitat dasar perairan, kerusakan ekologi marina, erosi pantai, perubahan pola arus, buangan limbah, bocoran dan limpahan BBM, emisi material berbahaya, polusi udara kebisingan, getaran, polusi tampilan dan dampak pada sosial budaya.

Anggota IMO (International Maritime Organization) menghasilkan konsensus yang dikenal sebagai Konvensi MARPOL 73/78. Konvensi tersebut terdiri dari 5 Annex yaitu tentang polusi di laut terhadap minyak, bahan cair beracun, bahan berbahaya, limbah kotoran, dan sampah serta yang terakhir ditambah Annex VI tentang Pencemaran udara dari kapal. Strategi pengelolaan pencemaran dan kerusakan yang berasal dari daratan (land based pollution) dan dari laut (sea based pollution) dikembangkan dengan beberapa pendekatan, di antaranya meliputi pengelolaan limbah (waste management). Pengelolaan Limbah itu terdiri atas limbah padat (solid waste), limbah padat/sampah dari kegiatan kepelabuhanan dan dari kegiatan di darat lainnya, penanganan limbah/sampah dari kegiatan pelayaran/kapal berdasarkan MARPOL Annex V (MARPOL 73/78), limbah industri (industrial waste), limbah minyak, limbah gas, debu, dan kebisingan.

Jenis pencemar pada umumnya berbeda-beda pada setiap kawasan pelabuhan, tergantung dari jenis kegiatan yang berlangsung dan juga lingkungan di sekitar pelabuhan, seperti limbah sampah, limbah cair, industri, minyak dan oli, curah padat, sedimentasi dan sanitasi. Sumber pencemaran yang biasa terdapat di kawasan pelabuhan terbagi menjadi 2 (dua) :

1) Land Based Activities : limbah pemukiman, limbah pertanian dan limbah industri.

2) Sea Based Activities : kegiatan industri perkapalan, pertambangan, minyak lepas pantai dan pelayaran (kapal-kapal).

Pencemaran yang bersumber dari kegiatan perkapalan berasal dari pengoperasian kapal dan kecelakaan kapal.Akibat yang didapat dari pengoperasian

kapal adalah berupa tumpahan pembongkaran muatan, buangan air yang masih bercampur minyak dari sisa air ballast dan sisa air pencucian, serta pencemaran udara dari gas pembuangan yang berada dari dalam kapal. Akibat dari kecelakaan kapalyang menyebabkan kandasnya kapaldapat menimbulkan terjadinya tumpahan minyak buangan dari kapal yang bisa berjangka panjang dan sifatnya permanen.

Meningkatnya gelombang kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di berbagai pelosok dunia sejak dua puluh lima (25) tahun terakhir, tanpa terkecuali juga telah melanda wilayah kawasan pelabuhan. Keinginan untuk mewujudkan pelabuhan yang berwawasan lingkungan itu telah membangkitkan perhatian dan kepedulian berbagai pihak antara lain Administratur Pelabuhan, Pemerintah Daerah dan Pengelola Bisnis Pelabuhan.Pada saat penulisan, beberapa pengelola pelabuhan di dunia sedang gencar-gencarnya mengenalkan pelabuhan berwawasan lingkungan (ecoport), dengan berbagai istilah seperti environmental friendly port, enviromental policy, coastal zone port management, a clean sustainable port, dan mega floating port. Kegiatan program ecoport di Eropa didukung oleh ESPO (Environmental Committee of The European Sea Port Organisation) dan Komisi Eropa.ESPO adalah salah satu perusahaan internasional yang menangani manajemen pelabuhan yang berwawasan lingkungan. Kegiatan terkait ecoport diawali dengan penyelenggaraan riset bersama oleh enam (6) pelabuhan. Harapan yang ingin dikaji dari skim (scheme) ecoport di Eropa ini adalah bahwa masing-masing pelabuhan dapat melakukan pembenahan, penataan dan perbaikan kondisi lingkungan hidup secara otonom dan secara kerjasama. Berdasarkan isu lingkungan yang dihadapi di setiap pelabuhan, setiap pelabuhan selanjutnya secara sistematis melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencegah dan mengendalikan isu-isu lingkungan yang timbul di wilayahnya.

Sejak 1994, tema “ecoport” memang menginovasikan berbagai ilmu dan pengalaman di antara para profesional terkait untuk membuat jejaring antar pelabuhan. Bekerjasama dengan berbagai sektor seperti universitas, ESPO menciptakan pula manajeman pelabuhan yang berwawasan lingkungan dengan suatu program yang disebut eco-program dengan unsur :

1) Piranti ecoports yang mapan yang terkait dengan ketersediaan akses internet dan website sebagai media komunikasi

2) Self Diagnosis Method (SDM) yaitu metodologi untuk mengindentifikasi risiko lingkungan dan penetapan aksi untuk memperkecil risiko tersebut. 3) Port Environmental Review System (PERS) secara khusus dirancang untuk

membantu pelabuhan melalui organisasi fungsional yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan

Di dalam kerangka kerja untuk administrasi pelabuhan yang berwawasan lingkungan, ESPO memberikan rekomendasi pedoman:

1) Pengembangan pelabuhan. Di dalam rencana administrasi pelabuhan, perlu adanya sosialisasi dan penerimaan opini bagi publik terkait Amdal. Pelabuhan juga harus menetapkan area lindung untuk mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan.

2) Pengerukan dan pembuangan bahan kerukan. Tiap pelabuhan harus meminimalkan dampak dari kegiatan pengerukan dan harus memahami kondisi tanah yang digunakan sebagai pelabuhan.

3) Pencemaran tanah. Penyusunan kebijakan tanah yang jelas dan konsisten mampu mencegah risiko terkait lingkungan dan pembiayaan. Selain itu identifikasi pula sejak awal sumber-sumber yang dapat menyebabkan pencemaran tanah di dalam pelabuhan.

4) Pengelolaan kebisingan. Untuk mengurangi dampak kebisingan yang perlu dbuat peta kebisingan dan rencana aksi.

5) Pengelolaan limbah pelabuhan. Menurut Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan cara pencegahan limbah, pemulihan limbah, dan pembuangan limbah.

6) Pengolahan dan kualitas air. Penentuan batas badan air yang ada di kawasan pelabuhan penting untuk perlindungan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan air bagi kegiatan-kegiatan yang ada. Selain itu rencana pengelolaan daerah aliran sungai perlu dibuat sehingga dapat mengontrol kualitas air yang masuk ke laut.

7) Pengolahan dan kualitas udara. Untuk menjaga kualitas udara, perlu diambil langkah yang tepat dalam rangka memenuhi nilai-nilai batas emisi yang berlaku untuk tiap instalasi yang terpasang di dalam pelabuhan. Selain itu

perlu ada dialog dnegan warga lokal untuk memperoleh pemahaman dari mereka atas dampak kebisingan yang dihasilkan oleh pelabuhan.

8) Pemantauan lingkungan pelabuhan dan pelaporannya. Pemantauan dilakukan dengan mengidentifikasi indikator kinerja terkait isu lingkungan di kawasan pelabuhan. Berdasarkan hasil identifikasi lalu disusun laporan tahunan kondisi lingkungan pelabuhan.

9) Kesiapan pelabuhan dan potensi perencanaan. Rencana disusun berdasarkan koordinasi dengan pemerintah kota dan nasional serta potensi pelabuhan. (Environmental Code of Practise-European Sea Port Organisation, 2003) Masalah-masalah polusi dan perubahan iklim di kawasan pelabuhan telah dibahas pada konferensi “The First Harbours and Air Quality” Genoa, Italia tahun 2005 dan pada “The 2nd Harbours and Air Quality” di Rotterdam Belanda, Mei 2008. Pada konferensi lanjutan yaitu pada “The C40 World Ports Climate Conference” di Rotterdam pada Juli 2008 (yang dihadiri penulis) telah dipublikasikan deklarasi bersama untuk mengurangi gas emisi CO2 di dalam

pengoperasian pelabuhan yang ditandatangani oleh Otorita Pengelola Kota dan Pelabuhan-Pelabuhan besar di 40 (empat puluh) negara. Selanjutnya “The

International Association of Port and Harbours (IAPH) telah mendeklarasikan “IAPH Tool Box for Port Clean Air Programs”. Tool Box menyampaikan informasi dan isu-isu tentang kualitas udara dan fokus terhadap kegiatan-kegiatan kemaritiman dan strategi mengurangi gas emisi. Sarana untuk menerapkan pengetahuan tentang proses clean air progres dan strategi-strategi untuk udara bersih melalui pengawetan kembali mesin-mesin tua, teknologi yang efektif mengurangi gas emisi, pemakaian energi alternatif yang lebih bersih untuk kegiatan operasional kemaritiman, seperti untuk truk-truk kontainer, kapal-kapal besar dengan peralatan penanganan kargo atau cargo handling. Tindak lanjut dari Deklarasi tersebut adalah dengan dibentuknya sebuah asosiasi yaitu “Board Harbord Home Comicioners” yang beranggotakan lebih dari 50 perusahaan pelayaran dan telah berpartisipasi dalam mengurangi polusi udara, di mana pada tahun 2007 telah berhasil menurunkan 620 ton polusi udara (Mongelluzzo, 2008). Selain mengenai pengurangan gas emisi CO2, maka tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan limbah di kawasan pelabuhan (reception facilities).

Salah satu usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di kawasan pelabuhan adalah kegiatan rutin operasional kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan yang menghasilkan limbah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan, maka untuk mencegah terjadinya pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup, maka limbah yang dihasilkan dari kegiatan rutin operasionil kapal dan kegiatan penunjang pelabuhan perlu dikelola. Berdasarkan hasil penelitian studi dari Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, masih terdapat adanya pengeloaan limbah B3 yang illegal di pelabuhan. Tujuan pengelolan limbah di pelabuhan ini adalah untuk meminimalisasi terkontaminasinya media lingkungan pesisir, pantai dan perairan oleh limbah B3, memudahkan pengawasan

transboundary movement limbah di pelabuhan, serta pendataan dan legalitas pengeloaan limbah di kawasan pelabuhan di Indonesia (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009).

Dokumen terkait