• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

B. Kajian Teori

3. Syarat-syarat Menghafal al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir bagi umat manusia dan sesudahnya tidak akan ada lagi kitab suci yang akan diturunkan oleh Allah. Karenanya al-Qur’an adalah petunjuk paling lengkap bagi umat manusia dan akan tetap sesuai dengan perkembangan zaman pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang sampai dengan datangnya hari kiamat nanti.19 Memang menghafal al-Qur’an tidak wajib bagi umat muslim, akan tetapi syarat-syarat yang ada dan harus dimiliki oleh calon penghafal al-Qur’an adalah syarat-syarat yang berhubungan dengan naluri insaniah semata. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah:20

a. Niat yang Ikhlas

Niatkan dan istiqomahkan niat untuk menghafal al-Qur’an hanya karena Allah SAW. Tidak mengharapkan sesuatu apapun di dunia, melainkan hanya mendapatkan ridho dari Allah, jangan sekali-kali menghafalkan al-Qur’an dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan dimasyarakat. Biarkan kemuliaan itu datang dengan sendirinya setelah hati, jiwa, dan pikiran kita terisi dengan al-Qur’an.

Apabila kita menghafalkan al-Qur’an dengan ikhlas dan benar maka Allah akan memudahkan kita dalam menghafalkannya.Karena sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.

19Wisnu Arya Wardhana, Al-Qur’an & Energi Nuklir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 46.

20Ummu Habibah, 20 Hari Hafal 1 Juz (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 15.

b. Menjauhi maksiat

Al-Qur’an adalah firman Allah yang maha suci, maka ia tidak akan masuk dan melekat didalam hati yang kotor dan berdosa.

Kemaksiatan akan menghalangi cahaya ilahi yang akan masuk kedalam hati, dan hanya akan mengingatkannya pada nafsu duniawi saja.

Imam Syafi’i adalah seorang yang memiliki kemampuan menghafal al-Qur’an yang luar biasa, kecepatannya dalam menghafal sudah tidak diragukan lag. Namun, suatu ketika beliau mengadu kepada gurunya tentang hafalannya karena beliau mengalami kelambatan dalam menghafal. Imam Syafi’i berkata : “aku mengadu kepada guruku atas buruknya hafalanku, maka diapun memberikan nasehat agar aku meninggalkan kemaksiatan, dia memberi tahu bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya itu tidak akan diberikan kepada orang yang selalu bermaksiat”.21

Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Barang siapa yang dapat membersihkan hati dan dirinya dari maksiat kepada Allah, maka Allah akan memberikan cahaya dan membukakan hatinya untuk senantiasa mengingat Allah dan Firman-Nya, serta Allah akan memberikan kemudahan untuk mempelajari dan menghafal al-Qur’an.

21Ahmad Masrul, Kawin Dengan Al-Qur’an (Malang: Aditya Media Publishing, 2012), 177.

c. Minta izin kepada kedua orang tua

Menghafal al-Qur’an adalah suatu ibadah kepada Allah berupa kerihdoan Allah dan juga kerihdoan kedua orang tua asalkan tidak menyimpang dari hukum-hukum Allah, karena “Ridhollah fii ridhol waalidain wasukhtullah fii sukhtil walidain” hal ini dikarenakan orang tua menunjang kesuksesan dalam menghafal al-Qur’an dan mendoakan yang terbaik.

d. Memanfaatkan waktu efektif dan waktu luang

Menyediakan waktu yang khusus dalam menghafalkan al-Qur’an. Jangan menghafal al-Qur’an manakala hati dan fikiran sedang sibuk dengan suatu perkara. Karena perkara yang menyibukkan hati dan fikiran kita akan merusak konsentrasi untuk menghafal al-Qur’an.

Carilah waktu yang tenang dimana hati dan fikiran dapat menyerap ilmu dengan mudah, hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan waktu-waktu efektif, seperti setelah melakukan sholat maqrib, setelah shaolat tahajjud dan setelah sholat subuh. Setelah sholat subuh adalah waktu yang memiliki potensi besar untuk mendukung penghafalan al-Qur’an, pada waktu itulah hati dan fikiran masih bersih dan segar karena belum terkontaminasi dengan perkara-perkara duniawi.

e. Memilih tempat yang tepat

Pilihlah tempat-tempat yang tenang untuk menghafal al-Qur’an sehingga hati, fikiran, penglihatan, dan pendengaran tidak akan terusik dengan hal-hal lain yang ada di sekitar kita. Masjid dan musholla adalah

tempat yang paling utama untuk menghafal al-Qur’an. Karena masjid adalah rumah Allah yang akan memberikan ketenangan manakala kita sedang bertandus maupun menghafal al-Qur’an.

f. Motivasi diri dan tekad yang benar

Motivasi diri dan tekad yang benar adalah faktor besar yang mempengaruhi kemampuan menghafal al-Qur’an. Motivasi diri dan tekad yang kuat jauh lebih berperan dari pada tekanan dari pihak-pihak luar, seperti adanya tekanan dari orang tua atau gurunya untuk menghafal al-Qur’an. Karena tekanan semacam ini biasanya tidak akan bertahan dalam waktu yang lama, justru tekanan semacam ini hanya akan menjadi sumber kekecewaan dan kejenuhan. Sedangkan motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri akan terus bertahan dan semakin kuat bilamana ia mendapatkan penyemangat yang berkesinambungan.

g. Menggunakan satu mushaf

Menggunakan satu mushaf tentu saja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses penghafalan. Dengan menggunakan satu mushaf setiap kali membaca dan menghafal al-Qur’an akan memudahkan kita dalam menghafal al-Qur’an dari pada menggunakan mushaf yang berbeda-beda. Karena menggunakan mushaf yang berbeda-beda akan memberikan gambaran yang berbeda didalam ingatan kita, serta tidak akan dapat berkonsentrasi. Gunakanlah mushaf pojok atau juga disebut mushaf ayat pojok pertama kali diterbitkan oleh penerbit Bahriyah di istambul, Turki. Karena itu mushaf pojok ini juga

dikenal dengan nama Qur’an Bahriyah. Mushaf ini telah populer dikalangan para penghafal al-Qur’an. Setiap halamannya terdiri dari 15 baris, namun ada pula yang tidak 15 baris. Ciri lainnya dari mushaf pojok ini adalah setiap juz terdiri 20 halaman atau 10 lembar. Kecuali juz 1 terdiri 21 halaman karena ada surat Al-Fatihah, dan juz 30 terdiri 23 halaman karena banyak ayat Basmalahnya. Jadi semuanya 604 halaman.

Mushaf pojok sangat memudahkan kita dalam mengingat ayat-ayat yang akan dihafal. Karena tata letak bacaan itu ada disebelah kiri atau kanan, baris atas, tengah, bawah, bahkan Qur’an halaman berapa bisa mudah di ingat.

h. Bacaan yang baik dan benar

Senantiasa melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap bacaan dan hafalan al-Qur’an yang telah dimiliki. Melakukan evaluasi dan perbaikan ini hendaknya datang kepada seorang guru atau orang yang bacaan al-Qur’annya telah baik dan benar. Hal ini agar kita tidak memilimi hafalan yang salah dan akhirnya akan sangat sulit untuk diperbaiki karena sudah terlalu lama terekam didalam otak.

i. Memahami makna ayat yang dihafal

Faktor lain yang mempengaruhi proses penghafalan al-Qur’an adalah kemampuannya dalam memahami makna ayat yang sedang dihafalnya. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan kitab tafsir atau kitab-kitab terjamahan. Menghafal al-Qur’an tidak hanya

menghafalkan saja tetapi juga harus bisa menuliskan ayat yang dihafalkan dan memahami makna kandungan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

j. Membawa al-Qur’an ukuran saku

Usahakansenantiasa membawa al-Qur’an kemanapun dan dimanapun, (selain ke kamar mandi, tempat kotor dan najis lainnya), mushaf ukuran saku sangat membantu kita untuk menghafalkan al-Qur’an kemanapun kita pergi.22

4. Metode tahfidhul Qur’an

Metodeadalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata mencapai tujuan yangtelah ditetapkan.23

Metode dalam penelitian ini adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam proses menghafal al-Qur’an sesuai dengan kehendak dan kesanggupannya. Terkait dengan mengahafal al-Qur’an ada beberapa metode yang digunakan dalam penghafalan al-Qur’an yang biasa digunakan oleh para muhafidz dan muhafidzah:24

a. Memperbanyak membaca al-Qur’an sebelum menghafal (bin-nazhar) adalah membaca al-Qur’an sesering mungkin sebelum menghafalkannya, mengenal terlebih dahulu ayat-ayat yang hendak dihafalkan dan tidak asing lagi dengan ayat-ayat tersebut, sehingga lebih mudah menghafalkannya.

22Bahrul Amali Herry, Agar Orang Sibuk Bisa Menghafal Al-Qur’an (Yogyakarta: Kelompok Penerbit Pro- U Media, 2012), 166.

23Sukarno, Metodelogi Pembelajaran Agama Islam (Surabaya: Elkaf, 2012),82.

24Wiwi Alawiyah Wahid, Panduan Menghafal Al-Qur’an Super Kilat (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 70.

b. Sema’an atau Tasmi’ adalah memperdengarkan hafalan kepada orang lain baik perseorangan atau kelompok.

c. Talaqqi adalah menyetorkan atau memperdengarkan hafalankepada seorang guru atau kiai, hal ini bertujuan agar bisa diketahui letak kesalahan ayat-ayat yang dihafal.

d. Tahfidz adalah melafalkan sedikit demi sedikit ayat-ayat al-Qur’an yang telah dibaca berulang-ulang pada saat bin nazhar hingga sempurna dan tidak terdapat kesalahan.

e. Takrir adalah mengulang hafalan atau melakukan sima’an terhadap ayat yang telah dihafal agar tetap terjaga dengan baik, kuat, dan lancar.

Mengulang hafalan bisa dilakukan dengan sendiri atau didengarkan oleh guru serta teman.

f. Membuat klasifikasi target hafalan (tajdid), adalah membuat target waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan hafalan sebanyak 30 juz.

Sebab, membuat target hafalan akan terus membangkitkan semangat menghafal, selain itu, apabila hafalan terjadwal atau terprogram, tidak akan ada waktu yang terbuang sia-sia.

Pada prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk dijadikan pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang terkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal al-Qur’an.

Sukses menghafal al-Qur’an sampai khatam 30 juz bukan berarti sampai pada titik akhir dari aktivitas menghafal. Bukan, justru baru memulai babak baru dalam hafalan al-Qur’an, yaitu yang disebut menjaga hafalan agar tidak hilang dari ingatan. Inilah tugas berikutnya yang harus ditanggung oleh para muhafidz dan muhafidzah yang sudah hafal 30 juz.25

Setelah menyelesaikan 30 juz sangat dianjurkan dalam menjaga hafalan agar tidak menguap dari ingatan. Adapun metode dalam menjaga hafalan 30 juz diantaranya adalah:

a. Mengulang hafalan minimal 2 juz setiap hari, hal ini salah satu cara ampuh untuk menjaga dan mengasah hafalan agar tidak mudah hilang dari ingatan. Cara ini umum dilakukan oleh para penghafal al-Qur’an yang sudah khatam 30 juz, mengulang hafalan sebanyak 2 juz per hari itu bukanlah hal yang sulit bagi muhafidz, karena cara ini tidak memakan waktu yang lama, sebab, bagaimanapun membaca al-Qur’an orang yang sudah hafal dengan orang yang belum hafal memiliki tingkat kecepatan yang berbeda. Artinya orang yang sudah hafal dapat membaca al-Qur’an jauh lebih cepat daripada orang yang tidak hafal, karena itu, dengan hanya mengulang hafalan 2 juz per hari tidak akan membuat para muhafidz kehilangan banyak waktu.

b. Mengulang hafalan dengan menjadikannya wirid, dalam melakukan wirid Qur’an, satu yang penting dan harus diperhatikan, yakni tidak melewatkan satu hari tanpa mengulang hafalan, jadi para

25Ummu Habibah, 20 Hari Hafal 1 Juz (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 141.

muhafidzah harus mengulang atau membaca al-Qur’an sebanyak-banyaknya. Agar tetap terjaga hafalannya.

c. Mengadakan dan mengikuti sima’an, sima’an adalah cara khusus yang dilakukan untuk membaca al-Qur’an sampai khatam. Acara sima’an ini sudah sudah menjadi budaya bagi para penghafal al-Qur’an di tanah jawa sejak zaman dalu sampai sekarang, agar hafalantidak hilang.

d. Mengikuti perlombaan tahfidz al-Qur’an, karena dengan adanya perlombaan menjadi ajang uji coba dan sekaligus uji nyali bagi para penghafal al-Qur’an. Perlombaan tahfidz menilai 4 hal dari kemampuan menghafal, yaitu: tajwid, makharijul huruf, intonasi, dan kelancaran, jadi dengan mengikuti perlombaan tahfidz, maka setidaknya berlatih untuk menyempurnakan hafalan.

e. Menjadi imam shalat, dengan menjadi imam shalat merupakan kesempatan dan peluang emas bagi muhafidz-muhafidzah karena sambil lalu mengamalkan apa yang telah dihafalkan.

f. Mengajarkan kepada orang lain, cara ini juga sangat efektif dalam menjaga hafalan. Seperti menjadi guru, dengan menjadi guru tahfidz berkewajiban mendengarkan bacaan al-Qur’an dari murid-murid (para calon hafidz), ketika mendengarkan hafalan mereka itu sama saja mengulang hafalan sendiri. Karena itu, mengajarkan al-Qur’an kepada orang lain menjadi salah satu cara mujarrab dalam menjaga hafalan agar tetap melekat dalam ingatan.

5. Keutamaan menghafal al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Rasulullah, melalui malaikat jibril. Kitab suci ini disampaikan kepada Nabi secara berangsur-angsur. al-Qur’an juga merupakan kemuliaan yang paling tinggi yang memberikan petunjuk kepada seluruh umat manusiaagar berada dijalan yang lurus dan keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, dan tidak ada sedikitpun di dalamnya. Oleh karena itu, sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya, sebagaimana sabda Rasulullah: “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”(H.R.

Bukhari)26

Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firmannya:















 





























Artinya:“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.”(QS.Fathir:32)

26Wiwi Alawiyah Wahid, Panduan Menghafal Al-Qur’an Super Kilat (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 143.

Dari ayat diatas betapa pentingnya menghafal al-Qur’an. Adapun beberapa keutamaan menghafal. Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya At-Tibyan fi Adabi Hamalati al-Qur’an keutamaan tersebut diantaranya adalah:27

a. al-Qur’an adalah pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi umat manusia yang membaca, memahami, dan mengamalkannya. Dalam sebuah hadis dari Abu Umamah Al-Bahli dikisahkan bahwa Rasulullah bersabda:

“bacalah aL-Qur’an maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at kepada pemilknya”.(HR.

Muslim).

b. Para penghafal al-Qur’an telah dijanjikan derajat yang tinggi disisi Allah, pahala yang besar, serta penghormatan di antara sesama manusia.

c. al-Qur’an menjadi hujjah atau pembela bagi pembacanya serta sebagai pelindung dari siksaan api neraka.

d. Para penghafal al-Qur’an di prioritaskan untuk menjadi imam shalat.

e. Para penghafal al-Qur’an menghabiskan sebagian waktunya untuk mempelajari dan mengajarkan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai ibadah. Hal ini menjadikan hidupnya penuh barakah sekaligus memosisikannya sebagai manusia yang sempurna.

f. Para penghafal al-Qur’an adalah keluarga Allah, sebagaimana sabda Rasulullah, yang Artinya: “Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga dari pada manusia, ada yang bertanya: siapa mereka itu ya

27Wiwi Alawiyah Wahid, Panduan Menghafal Al-Qur’an Super Kilat (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 145-150.

Allah? beliau menjawab ahli al-Qur’an itulah keluarga Allah dan orang-orang khususnya.”(HR. Imam Ahmad).

g. Menghafalkan al-Qur’an adalah salah satu kenikmatan paling besar yang telah diberikan oleh Allah.

h. Orang yang hafal al-Qur’an memperoleh keistimewaan yang sangat luar biasa, yaitu lisannya tidak pernah kering dan fikirannya tidak pernah kosong karena mereka sering membaca dan mengulang-ulang al-Qur’an.

6. Problematika menghafal al-Qur’an

Problematika dalam menghafal al-Qur’an yakni suatu permasalahan yang dihadapi oleh para hafizh yaitu santriwati dalam proses menghafal al-Qur’an. Beberapa problematika telah sering dihadapi oleh para hafizh atau santriwati mulai dari masalah atau problem dari diri individu itu sendiri, begitu juga dengan masalah yang muncul dari lingkungan yang tidak lepas dari tempat tinggal.

Kegiatan menghafal al-Qur’an juga merupakan sebuah proses, mengingat seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan lain-lain) harus dihafal dan diingat secara sempurna. Sehingga seluruh proses pengingatan terhadap ayat dan bagian-bagiannya dimulai dari proses awal hingga pengingatan kembali (recalling) harus tepat.28 Keadaan demikian ini tidak terlepas dari adanya faktor pengganggu atau

28Wiwi Alawiyah Wahid, Panduan Menghafal Al-Qur’an Super Kilat (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 15.

problematika. Adapun problematika yang seringkali dialami oleh penghafal al-Qur’an diantaranya adalah:29

a. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi

Problem ini biasanya dipagi hari itu sudah dihafal tapi sewaktu ditinggalkan beraktifitas lain, sore harinya sudah tidak ingat lagi.

Problem semacam ini tidak hanya dialami oleh seorang saja tetapi hampir seluruh penghafal al-Qur’an. Jika ada yang termasuk dari kategori ini maka tidak perlu bosan dan putus asa, sebagaimana firman Allah dalam surat yusuf:





















 





















Artinya:”Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang

Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS. Yusuf: 87).

Demikian yang disebutkan dalam al-Qur’an bahwa sifat lupa adalah disebabkan oleh syetan dan harus di ingat bahwa lupa itu mempunyai sebab-sebab sebagai berikut: a.) kesan yang lemah: b.) karena tidak dipakai: c.) percampuran: d.) depresi atau penekanan tanpa disadari. Cara mengatasi hal ini kita harus selalu mentakrir sebelum menyetorkan kepada seorang guru atau kiai.

29Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Bandung: J.Art, 2005), 246.

b. Banyaknya ayat-ayat yang serupa

Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang serupa tapi tidak sama. Maksudnya, pada awal sama dan mengenai peristiwa yang sama pula, tetapi pada pertengahan atau akhir ayat berbeda, atau sebaliknya, seperti contoh, surat An-Nisa’ ayat 135 hampir sama dengan surat Al-Ma’idah ayat 08.30













































































Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’: 135).



































30Ibid.,347-383.





   













Artinya: “Hai orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Ma’idah: 08).

Kemudian Al-Baqoroh ayat 18 hampir sama dengan Al-Baqoroh ayat 171















Artinya: “ Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Al-Baqoroh: 18).







































Artinya: ”Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja, mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti”. (QS. Al-Baqoroh: 171).

Melalui metode takrir sampai santri bisa melakukannya dengan benar, serta adanya pemberitahuan motivasi dari seorang guru.

c. Gangguan-gangguan kejiwaan

Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh rasa sakit atau rusaknya bagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik. Dalam hal ini keabnormalan dapat dibagi dua yaitu: a) gangguan kejiwaan(neurose): b) sakit jiwa (psychose).Perbedaannya adalah orang yang terkena neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya dan sebaliknya yang terkena psychose tidak. Disamping itu orang yang kena gangguan jiwa (neurose) kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya, sedangkan orang yang terkena sakit jiwa (psychose) kepribadiannya dari segala segi (tanggapan, perasaan /emosi dan dorongan-dorongannya) sangat terganggu, tidak ada integritas dan ia hidupjauh dari alam kenyataan.

d. Keadaan lingkungan (ruang/ tempatbelajar)

Untuk keberhasilan seseorang di dalam menghafal Al-Qur’an perlu diperhatikan keadaan lingkungan sekelilingnya terutama masalah tempat.31

Ruangan untuk menghafal /belajar diusahakan tempat yang sunyi mungkin, beberapa jenis suara terutama suara orang yang berbicara dapat mengganggu konsentrasi peserta didik untuk menghafal. Tempat menghafal yang lebih baik adalah masjid dan

31Zen, Tata Cara/ Problematika Menghafal Al-Qur’an, 234.

tempat-tempat ibadah seperti musholla atau memilih tempat diluar ruangan seperti taman-tamanan, dibawah pepohonan yang rindang dan tempat-tempat yang teduh.

Dokumen terkait