• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.8 Definisi Konsep

Karena penelitian kualitatif bukanlah suatu penelitian yang bersifat mengukur suatu variabel maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan operasional konsep sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir, peneliti memakai teori Van Metter dan Van Horn sebagai pedoman dalam melakukan penelitian.

Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dilihat dari:

a. Sasaran (standar) dan Tujuan Kebijakan

Keberhasilan suatu kebijakan dilihat dari ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan apabila terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan public hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

b. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, meliputi:

1) Manusia: Ketersediaan SDM dalam proses implementasi kebijakan pelayanan KTP-el.

2) Finansial: Ketersediaan sumber daya financial untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan public tersebut.

3) Sarana dan prasarana: Ketersediaan sarana dan prasarana untuk melancarkan proses pembuatan KTP-el.

c. Karaktristik Agen Pelaksana

1) Kompetensi dan ukuran staff suatu badan: Kemampuan implementor dalam melaksanakan pelayanan KTP-el sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana.

2) Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”: Bagaimana jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi.

3) Kaitan formal dan informal: Bagaimana hubungan formal dan informal suatu badan dengan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan.

d. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana

1) Koordinasi implementor dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi baik internal maupun eksternal.

e. Lingkungan social, ekonomi, dan politik

1) Sejauh mana lingkungan eksternal social, ekonomi dan politik turut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan.

f. Disposisi (sikap) dari para pelaksana Meliputi:

1) Respon implementor terhadap kebijakan apakah menerima, netral, atau menolak.

2) Apa yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan kebijakan antara lain pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman terhadap kebijakan.

3) Intensitas implementor terhadap kebijakan: nilai yang dimiliki implementor.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur, atau digambarkan melalui pendekatan kuantiatif (Saryono, 2010:1).

Sugiyono (2005:3) menyimpulkan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball. Teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2014:4), menjelaskan bahwa:

Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian ini akan mengumpulkan informasi terkait dengan implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir, Komplek Perkantoran Parbaba. Desa Siopat Sosor, Pangururan Hal ini didasarkan karena instansi tersebut diberi kewenangan untuk melakukan kebijakan pelayanan publik yaitu pelayanan KTP-el, tetapi pada pelaksanaanya belum berjalan dengan optimal dikarenakan masih banyak yang terjadi seperti penyelesaian dokumen kependudukan, kurang adanya kerjasama dengan instansi terkait guna meningkatkan cakupan kepemilikan dokumen kependudukan.

3.3 Instrumen Penelitian

Pada penelitian yang bersifat kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal dengan adanya populasi dan sampel (Bagong Suyanto, 2005:171).

Informan dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya tentang nilai-nilai, sikap, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.

Adapun informan kunci yang dimaksud adalah:

a. Informan Kunci

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Samosir.

b. Informan Utama

Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, adapun yang menjadi informan utama pada penelitian ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Sub.

Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan, Disdukcapil dan Operator KTP-el Disdukcapil Kabupaten Samosir yang terlibat langsung dalam proses pembuatan KTP-el.

c. Informan Tambahan

Informan Tambahan adalah mereka yang memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan adalah staf pegawai Disdukcapil dan masyarakat Kabupaten Samosir yang menjadi penerima pelayanan KTP-el.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan atau lokasi penelitian. Untuk mendapatkan data primer tersebut, peneliti menggunakan cara:

1) Wawancara mendalam (deep interview)

Memperoleh data/informasi untuk penelitian dengan cara tatap muka. Peneliti mengadakan tanya jawab dengan para informan untuk memperoleh data mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan masalah pembahasan skripsi ini dalam hal melakukan wawancara digunakan pedoman pertanyaan yang disusun berdasarkan kepentingan masalah yang diteliti.

2) Pengamatan (observation)

Penelitian dengan pengamatan langsung objek penelitian dengan melihat dan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan mengenai topic penelitian (Bungin, 2007:116). Peneliti mengamati tentang bagaimana Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.

b. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Data-data yang dikumpulkan merupakan data yang mempunyai kesesuaian dan kaitan dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara:

1) Penelitian kepustakaan

Penelitian Kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan menggunakan dan mempelajari literatur buku-buku kepustakaan yang ada untuk mencari konsepsi-konsepsi dan teori-teori yang berhubungan erat dengan permasalahan. Studi kepustakaan bersumber pada laporan-laporan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

2) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, skripsi, buku, surat kabar, majalah.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan cara mengolah data yang telah diperoleh untuk kemudian dapat memberikan suatu jawaban atau kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data kualitatif menurut Moleong (2006:274) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Data yang diperoleh dari lokasi baik data primer maupun data sekunder, akan disusun dan disajikan serta dianalisis dengan menggunakan deskriptif

kualitatif berupa pemaparan yang kemudian dianalisis dan dinarasikan sesuai dengan mekanisme penulisan skripsi.

Menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2007:243), terdapat beberapa langkah yang harus dilalui dalam melakukan analisis data yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah langkah pertama selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam penelitian dengan teks yang bersifat naratif sehingga memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Samosir

Kabupaten Samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induk Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang Undang No. 36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia.

Sejarah terbentuknya Kabupaten Samosir, diawali dengan sejarah terbentuknya Kabupaten Tingkat Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dengan Undang Undang No. 7 Darurat tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Sumatera Utara yang pada awal terbentuknya terdiri dari 5 (lima) distrik atau kewedanaan yaitu kewedanaan Silindung, Toba Holbung, Humbang, Samosir dan kewedanaan Dairi. Mengingat demikian luasnya wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara, maka pada tahun 1964 dilakukan pemekaran dengan pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang ibukotanya berkedudukan di Sidikalang.

Berdasarkan UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, guna mempercepat laju pertumbuhan pembangunan serta mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, maka pada tahun 1985 Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara dibagi menjadi 5 (lima) wilayah pembangunan yang bersifat administratif yang masing-masing wilayah pembangunan dipimpin

oleh seorang Pembantu Bupati, wilayah pembangunan I berkedudukan di Tarutung, wilayah pembangunan II berkedudukan di Siborong-Borong wilayah pembangunan III berkedudukan di Dolok Sanggul, wilayah pembangunan IV berkedudukan di Balige dan wilayah pembangunan V berkedudukan di Pangururan.

Selanjutnya, dalam pengalaman perjalanan pemerintahan, wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara yang terdiri dari 27 Kecamatan dan 971 Desa masih dirasakan sangat luas, bahkan masih ada wilayah desa yang harus dijangkau dalam waktu tempuh lebih dari satu hari yang berdampak pada lambatnya laju pertumbuhan pembangunan dan kecepatan pelayanan. Untuk memperpendek rentang kendali serta mempercepat pelayanan, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara bersama masyarakat yang berada di bonapasogit (dalam bahasa batak yang artinya kampung halaman) dan putera-puteri Tapanuli Utara yag tinggal di perantauan (daerah yang ditempati seseorang yang berasal dari daerah lain untuk mencari penghidupan), khususnya yang tinggal di Medan dan Jakarta sepakat mengusulkan pemekaran kembali Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara menjadi 2 kabupaten yang direalisasikan dengan Undang Undang No. 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal. Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir diresmikan oleh Menteri alam Negeri atas nama Presiden RI pada tanggal 9 maret 1999 di Medan.

Ditengah perjalanan 4 tahun usia Kabupaten Toba Samosir, masyarakat Samosir yang bermukim di bonapasogit (dalam bahasa batak yang artinya

kampung halaman) bersama putera-puteri Samosir yang tinggal di perantauan kembali melakukan upaya pemekaran untuk membentuk Samosir menjadi kabupaten baru. Proses panjang perjuangan pembentukan Kabupaten Samosir dapat dijelaskan sebaga berikut:

Pada tanggal 27 Mei 2002 penyampaian aspirasi masyarakat Samosir kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Toba Samosir, hingga dilakukan jajak pendapat di 9 kecamatan yang berada di Wilayah Samosir. Setelah mengikuti dan melalui proses panjang yang cukup melelahkan baik di daerah, ke provinsi dan pusat, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan perjuangan segenap komponen masyarakat Samosir, baik yang tinggal di bonapasogit maupun yang berada di perantauan, dengan Hak Usul Inisiatif DPR RI ditetapkanlah Undang Undang No.36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal 18 desember 2003. Kemudian Menteri Dalam Negeri RI atas nama Presiden RI pada tanggal 7 Januari 2004 di Medan meresmikan Pembentukan Kabupaten Samosir sebagai salah satu kabupaten baru di Provinsi Sumatera Utara dengan wilayah administrasi pemerintahan sebanyak 9 kecamatan dan 128 desa serta 6 kelurahan.

Atas dasar itu, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Samosir No.28 tahun 2005 disepakatilah bahwa tanggal 7 Januari ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir dan pada tanggal 15 Januari 2004, Gubernur Sumatera Utara melantik Drs. Wilmar Eliazer Simanjorang, M.Si sebagai pejabat Bupati Samosir.

Melalui keputusan Menteri Dalam Negeri RI No.131.21.27 tanggal 6 Januari 2004

diangkat dan ditetapkan Pejabat Bupati Samosir atas nama Bapak Drs. Wimar Eliazer Simanjorang, M.Si yang dilantik pada tanggal 15 Januari 2004 oleh Gubernur Sumatera Utara.

Selanjutnya, pada tanggal 27 Februari 2004 berbagai elemen masyarakat, para tokoh pemrakarsa, perantau dan tokoh masyarakat dari seluruh kecamatan, Pejabat Bupati Samosir serta jajarannya, Para Camat, seluruh Kepala Daerah/Lurah serta lembaga-lembaga swasta yang ada di Kabupaten Samosir melaksanakan pesta rakyat di lapangan Pangururan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas telah berjalannya roda pemerintahan di Kabupaten Samosir.

Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang isinya antara lain menetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung, maka pada tanggal 27 Juni 2005 untuk pertama kalinya diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir yakni dengan terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir dengan masa jabatan 2005-2010. Kemudian berdasarkan hasil Pemilihan Umum Legislatif tanggal 9 April 2009 terpilih 25 orang anggota DPRD Kabupaten Samosir Periode 2009-2014 dengan unsur pimpinan terdiri dari, Ketua; Tongam Sitinjak, ST, Wakil Ketua; Jonny Sihotang dan Drs. Lundak Sagala.

Selanjutnya, pada tanggal 9 Juni 2010 untuk yang kedua kalinya diselenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir secara langsung yakni dengan terpilihnya Ir.Mangindar Simbolon dan Ir. Mangadap Sinaga sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir untuk masa jabatan 2010-2015. Atas dasar tersebut dan beberapa catatan peristiwa dalam sejarah pembentukan Kabupaten Samosir, maka selajutnya mulai tahun 2011 berdasarkan kesepakatan antara Bupati Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir ditetapkan bahwa peringatan Hari jadi Kabupaten Samosir tetap dilakukan pada tanggal 7 Januari setiap tahun melalui sidang Paripurna Istimewa DPRD. Perayaan Hari Jadi Kabupaten Samosir dilakukan pada bulan Februari setiap tahun dan perayaan ditetapkan pada tanggal 27 Februari setiap tahun yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati Samosir No. 29 tahun 2010 tentang Peringatan dan Perayaan Hari Jadi Kabupaten Samosir.

Kemudian dalam rangka memperpendek rentang kendali birokrasi serta mendekatkan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, maka Pemerintah Kabupaten Samosir pada awal Agustus 2011 telah meresmikan 17 desa baru pada 6 kecamatan di Kabupaten Samosir, yakni 2 desa di Kecamatan Harian, 2 desa di Kecamatan Sitio-Tio, 6 desa di Kecamatan Simanindo, 3 desa di Kecamatan Nainggolan, 1 desa di Kecamatan Sianjur Mula-Mula dan 4 desa di Kecamatan Palipi. Dengan demikian, secara administratif Kabupaten Samosir telah memiliki 128 desa dan 6 kelurahan pada 9 kecamatan.

Seiring perjalanan waktu, bahwa pada tanggal 24 Juli 2012 masyarakat Kabupaten Samosir berduka dengan meninggalnya Bupati Samosir, Ir.Mangadap

Sinaga. Berpedoman pada Undang Undang No. 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2005, DPRD Kabupaten Samosir memilih Drs. Rapidin Simbolon, MM. sebagai Wakil Bupati Samosir. Kemudian, pada tanggal 1 April 2014 dilakukan pelantikan Wakil Bupati yang baru oleh Gubernur Sumatera Utara yakni Drs. Rapidin Simbolon, MM. Berdasarkan hasil Pemilhan Umum Legislatif tanggal 9 April 2014 terpilih 25 orang Anggota DPRD Kabupaten Samosir Periode 2014-2019 dengan unsur pimpinan terdiri dari Ketua: Rismawati Simarmata, Dipl. Hotlier, Wakil Ketua: Drs. Jonner Simbolon dan Nurmerita Sitorus, S.Sos.

Dengan berakhirnya masa jabatan Ir.Mangindar Simbolon, MM dan Drs.Rapidin Simbolon, MM sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir, Menteri Dalam Negeri RI mengangkat Anthony Siahaan, SE, ATD, MT sebagai pejabat (Pj) Bupati Samosir yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.131.12-5261 tanggal 23 September 2015 dan dilantik pada tanggal 16 Oktober 2915 oleh Pelaksana Tugas Gubernur Sumatera Utara atas nama Menteri Dalam Negeri RI, dengan tugas:

1. Menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Samosir.

2. Memfasilitasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Samosir yang defenitif.

3. Menjaga netralitas PNS.

Pelantikan Pejabat Bupati ini dilakukan untuk mengisi kekosongan Jabatan Bupati Samosir sampai dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Samosir hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Samosir yang dilaksanakan pada tanggal 9

Desember 2015. Berdasarkan hasil pemilihan umum Kepala Daerah serentak pada tanggal 9 Desember 2015, pasangan Drs. Rapidin Simbolon, MM dan Ir. Juang Sinaga terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir untuk menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Samosir periode 2016-2021.

4.1.2 Kondisi Geografis Wilayah a. Batas Administrasi Daerah

Secara administrasi Kabupaten Samosir memiliki batas-batas, sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.

b. Luas Wilayah

Secara administratif, Kabupaten Samosir terbagi menjadi 9 kecamatan yang terdiri dari 128 desa dan 6 kelurahan serta 380 dusun/lingkungan. Luas wilayah Kabupaten Samosir 2.069,05 km2 terdiri dari 1.444,25 km2 daratan atau sebesar 69,80% dan wilayah danau 624,80 km2 atau sebesar 30,20%.

Luas wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan tahun 2015.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan tahun 2015 Sumber: Dinas Tataruang dan Permukiman Kabupaten Samosir 2018

c. Letak dan Kondisi Geografis

Kabupaten Samosir terdiri dari Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba dan sebagian wilayah daratan di Pulau Sumatera. Secara geografis terletak di sebelah utara garis khatulistiwa di antara 9824‟00” dan 9901‟48”

Bujur Timur dan antara 221‟38” dan 0249‟485” Lintang Utara.

d. Topografi

Kabupaten Samosir berada di ketinggian 904-2.157 m di atas permukaan laut (dpl) dengan keadaan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar (10%), landai (20%), miring (55%) dan terjal (15%).

4.2 Kependudukan a. Kondisi Demografis

Kabupaten Samosir dengan luas daratan 1.444,25 km2 didiami 123.789 jiwa penduduk dengan kepadatan 85,21 jiwa/km2 pada tahun 2014. Penduduk laki-laki sebanyak 61.080 jiwa (49,63%) dan penduduk perempuan sebanyak 61.985 jiwa (50,37). Sebagai ibukota kabupaten, Kecamatan Pangururan merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak yaitu 30.283 jiwa (24,60%), sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Sitio-tio dengan jumlah penduduk yaitu 7.302 jiwa (5,93%). Dari tahun 2010 hingga 2014 jumlah penduduk Kabupaten Samosir mengalami peningkatan sebesar 3.412 jiwa atau sebesar 2,85% dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,71%.

b. Jumlah Penduduk

Kabupaten Samosir memiliki 9 kecamatan dengan jumlah penduduk berbeda setiap kecamatan nya. Berikut jumlah penduduk yang terdapat di 9 kecamatan di Kabupaten Samosir.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Samosir per Kecamatan

No. Kecamatan Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Total

1. Sianjur Mulamula 4.759 4.659 9.448

2. Harian 3.999 4.115 8.114

3. Sitio-tio 3.657 3.684 7.341

4. Onanrunggu 5.263 5.424 10.687

5. Nainggolan 6.030 6.321 12.261

6. Palipi 8.242 8.406 16.648

7. Ronggur Nihuta 4.262 4.370 8.632

8. Pangururan 15.191 15.277 30.468

9. Simanindo 10.003 10.187 20.190

Kabupaten Samosir 61.406 62.383 123.799

Tahun 2014 61.080 61.985 123.065

Tahun 2013 60.810 61.639 122.449

Tahun 2012 60.373 61.240 121.613

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara, Proyeksi Penduduk Pertengahan Tahun 2018

c. Agama

Kabupaten Samosir memiliki jumlah penduduk 123.789 jiwa dan masyarakatnya menganut agama yang berbeda-beda. Berikut agama yang di anut masyarakat Samosir perkecamatan:

Tabel 4.3 Agama yang dianut masyarakat Kabupaten Samosir per Kecamatan

No Kecamatan Agama

Sumber: Kantor Kementerian Agama Kabupaten Samosir 2018

d. Pendidikan

Persentase Penduduk Kabupaten Samosir Berusia 10 tahun ke atas menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, 2013-2015.

Tabel 4.4 Persentase Pendidikan Masyarakat Kabupaten Samosir No

-SMTA 5,94

-Diploma/Sarja na

1,54

8,65 11,27 9,11 8,48 7,11 8,88 9,55 9,16

7,50 6,32 6,18 6,61 6,88 6,83 6,28 6,61

1,34 0,00 1,17 1,36 0,95 1,25 1,54 0,48

3. Tidak sekolah 69,33 69,67 70,95 68,94 69,15 69,61 69,13 69,41 70,27 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2013-2015

4.3 Visi dan Misi Kabupaten Samosir 4.3.1 Visi

Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahap-tahap kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada. Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 tahun mendatang. Visi juga harus menjawab permasalahan pembangunan daerah dan atau isu strategis yang harus diselesaikan dalam jangka menengah serta sejalan dengan visi dan arah pembangunan jangka panjang daerah. Dengan mempertimbangkan kondisi daerah, permasalahan pembangunan, tantangan yang dihadapi, serta isu-isu strategis, maka visi Kabupaten Samosir tahun 2016-2021 dapat dirumuskan, yaitu:

“Terwujudnya Masyarakat Samosir yang Sejahtera, Mandiri, dan Berdaya Saing Berbasis Pariwisata dan Pertanian”.

4.3.2 Misi

Misi disusun dalam rangka mengimplementasikan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mewujudkan visi. Rumusan visi merupakan penggambaran visi yang ingin dicapai dan menguraikan upaya-upaya yang harus dilakukan.

Rumusan misi disusun untuk memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran serta arah kebijakan yang ingin dicapai dan menentukan langkah yang harus ditempuh untuk mencapai visi. Rumusan misi disusun dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal (kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) yang dihadapi. Misi disusun untuk memperjelas langkah

Rumusan misi disusun untuk memberikan kerangka bagi tujuan dan sasaran serta arah kebijakan yang ingin dicapai dan menentukan langkah yang harus ditempuh untuk mencapai visi. Rumusan misi disusun dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal (kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) yang dihadapi. Misi disusun untuk memperjelas langkah

Dokumen terkait