• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KTP-EL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI PROGRAM STUDI: ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KTP-EL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI PROGRAM STUDI: ILMU ADMINISTRASI PUBLIK"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KTP-EL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

PROGRAM STUDI: ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

Oleh:

ERIK KLEMEN GULTOM 120903143

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN KTP-EL DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SAMOSIR (Studi Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir)

Erik Klemen Gultom

Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Konsentrasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia Email:erikgultom555@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan implementasi kebijakan pelayanan KTP-El di dinas kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Samosir. Pada awalnya adapun kebijakan pembuatan KTP-El ini adalah agar masyarakat lebih muda untuk melakukan segala proses administrasi pemerintahan dimana di dalamnya memuat identitas diri yang berlaku nasional dan berlaku seumur hidup.Namun, dalam penerapannya masih banyak ditemukan berbagai kendala salah satunya di Kabupaten Samosir.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik penentuan informan dilakukan dengan purposive dimana pihak-pihak yang dianggap mengetahui terkait proses pelaksanaan Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el. Teknik analisis data merujuk pada Miles dan Huberman dengan tahapan reduksi data, penyajian data, verifikasi, dan menarik kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi. Peneitian ini diukur menggunakan teori yang dikemukakan oleh Van Metter dan Van Horn (1975:462-478), yaitu Sasaran dan Tujuan Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik Agen Pelaksana, Komunikasi Antar Organisasi Aktivitas Pelaksana, Lingkungan Ekonomi Sosial Politik, dan Disposisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir sudah cukup baik, namun masih terkendala karena masih ditemukannya SDM yang kurang sebagai ADB dan operator KTP-el, kurangnya sosialisasi ke masyarakat yang tinggal dipedalaman, dan masih adanya budaya masyarakat yang belum menganggap bahwa memiliki KTP- el adalah kewajiban sebagai penduduk warga Negara Indonesia.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pelayanan KTP-el, Pelayanan Publik

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memebrikan peneliti kemudahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-EL di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir”. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis mendapat dukungan dari beberapa pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang khusus dan tulus kepada berbagai pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada:

1. Terimakasih dengan hati yang tulus kepada kedua orangtua yang saya cintai dan hormati, Bapak saya M. Gultom dan Ibu saya W. Sihaloho yang senantiasa terus membawa saya di dalam doa dan mendukung saya terkhusus dalam study saya. Tidak henti-hentinya memberikan segala apa yang saya butuhkan baik dukungan moral maupun materil. Begitu juga kepada adik adik saya. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU dan seluruh dosen Ilmu Administrasi

(4)

Publik yang memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan yang bermanfaat dan berguna bagi penulis.

3. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan, M.A,Ph D, selaku Sekretaris program studi dan selaku dosen pembimbing yang senantiasa menuntun penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi juga mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ka Dian dan Bg Hendri selaku staff Program Studi Ilmu Administrasi Publik yang selalu bersedia membantu penulis.

5. Sahabat-sahabat penulis selama kuliah, Wiro Oktavius Ginting, Martin Sinaga, dan kepada junior ku stambuk 2013 yang membantu penyelesaian skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat diluar kampus, Roy Sinurat selaku abang saya yang banyak membantu penulis baik dari segi moral dan materil. Kepada penghuni kos Cempaka XIII.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam menyusun skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih

Medan, 21 Mei 2019 Penulis

Erik Klemen Gultom 120903143

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik ... 12

2.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 17

2.3 Model Implementasi Kebijakan ... 19

2.3.1 Model Implementasi Edward III ... 19

2.3.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle ... 21

2.3.3 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier ... 25

2.3.4 Model Implementasi Donald S.Van Meter dan Carl. E. Van Horn 26 2.4 Konsep e-Government ... 30

2.5 Konsep KTP-el ... 33

2.5.1 Pengertian KTP-el ... 33

2.5.2 Fungsi KTP-el ... 34

2.5.3 Dasar Hukum Pembuatan KTP-el ... 35

(6)

2.5.4 Format KTP-el ... 35

2.5.5 Keunggulan dan Kelemahan KTP-el ... 36

2.5.6 Syarat Pembuatan KTP-el ... 37

2.5.7 Prosedur Pembuatan KTP-el ... 38

2.6 Administrasi Kependudukan ... 41

2.6.1 Pengertian Administrasi Kependudukan ... 41

2.6.2 Tujuan Administrasi Kependudukan... 42

2.6.3 Ruang Lingkup Administrasi Kependudukan ... 43

2.6.4 Perubahan Mendasar dalam UU No.24 tahun 2013/ Adminduk ... 45

2.7 Konsep Pelayanan Publik ... 48

2.7.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 48

2.7.2 Dimensi Pelayanan Publik ... 49

2.7.3 Standar Pelayanan Publik ... 50

2.8 Definisi Konsep ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ... 55

3.2 Lokasi Penelitian ... 56

3.3 Instrumen Penelitian ... 56

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.5 Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 62

4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Samosir ... 62

(7)

4.1.2 Kondisi Geografis Wilayah ... 68

4.2 Kependudukan ... 70

4.3 Visi dan Misi Kabupaten Samosir ... 73

4.3.1 Visi ... 73

4.3.2 Misi ... 74

4.5 Foto Kompleks Perkantoran Disdukcapil Kabupaten Samosir ... 75

4.5.1 Tujuan ... 76

4.5.2 Sasaran ... 76

4.5.3 Landasan Hukum Disdukcapil Kabupaten Samosir ... 77

4.5.4 Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ... 80

4.5.5 Visi dan Misi ... 81

4.5.6 Ruang Lingkup Disdukcapil Kabupaten Samosir ... 83

4.5.7 Struktur Organisasi ... 84

4.5.8 Bagan Organisasi Disdukcapil Kabupaten Samosir ... 85

4.5.9 Sumber Daya Manusia (SDM) Disdukcapil ... 86

4.6 Penyajian Data ... 88

4.6.1 Karakteristik Informan Daya ... 88

4.7 Identitas Informan ... 89

4.7.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin... 89

4.7.2 Identitas Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 89

4.7.3 Identitas Informan Berdasarkan Usia ... 90

4.7.4 Identitas Informan Berdasarkan Mata Pencaharian... 91

4.8 Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Disdukcapil ... 92

(8)

4.9 Ananlisis Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir dengan

Model Implementasi Donald S. Van Meter Dan Carl.E.Van Horn ... 94

4.9.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ...94

4.9.2 Sumber Daya ...101

4.9.3 Karakteristik Agen Pelaksana ...112

4.9.4 Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana ...115

4.9.5 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ...123

4.9.6 Disposisi/ Kecenderungan ...125

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 133

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Luas Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan tahun 2015 ... 62

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Samosir per Kecamatan ... 63

Tabel 4.3 Agama yang Dianut Masyarakat Kabupaten Samosir ... 64

Tabel 4.4 Persentase Pendidikan Masyarakat Kabupaten Samosir ... 65

Tabel 4.5 Daftar Nama Pegawai Disdukcapil Kabupaten Samosir... 78

Tabel 4.6 Informan Penelitian ... 83

Tabel 4.7 Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 84

Tabel 4.8 Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 84

Tabel 4.9 Distribusi Informan Berdasarkan Usia ... 85

Tabel 4.10 Distribusi Informan Berdasarkan Mata Pencaharian ... 86

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jumlah Cetak KTP Kabupaten Samosir Tahun 2015-2019 ...7

Gambar 2.1 Tahap Kebijakan Publik ...14

Gambar 4.1 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir ...62

Gambar 4.2 Bagan Organisasi Disdukcapil Kabupaten Samosir ...81

Gambar 4.3 Alat Perekaman ...98

Gambar 4.4 Server ...98

Gambar 4.5 Faksimile Gambar ...98

Gambar 4.6 Mesin Tik ...98

Gambar 4.7 Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil...99

Gambar 4.8 Tempat Pengambilan Antrian...99

Gambar 4.9 Ruang Antrian ...99

Gambar 4.10 Ruang Validasi Berkas ...99

Gambar 4.11 Ruang Antrian Merekam ...99

Gambar 4.12 Ruang Perekaman ...99

Gambar 4.13 Alur Pengurusan Dokumen Kependudukan ...103

Gambar 4.14 SOP Dokumen Kependudukan...108

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Seperti yang kita ketahui seiring berkembangnya jaman dengan teknologi yang super canggih membuat manusia lebih mudah dalam melakukan pekerjaannya. Kemajuan teknologi juga dimanfaatkan oleh intansi pemerintahan di berbagai negara. Salah satunya yaitu negara Indonesia pada bagian kependudukan dan pencatatan sipil.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menunjukkan munculnya berbagai macam kegiatan yang berdasarkan pada teknologi contohnya dunia pemerintahan (e-government), yang memiliki program (KTP-el) berbasiskan elektronik. Pemerintah menerapkan e-government bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, transparan, bersih, adil, akuntabel, bertanggung jawab responsif, efektif, dan efisien.

Menurut Siagian (1996:8) Administrasi Negara ialah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan negara. Dalam hal ini berarti Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah yang terkait dengan kebijakan KTP-el dari tingkat pusat sampai tingkat RT/RW.

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh pemenrintah. Berbagai metode yang digunakan oleh

(12)

pemerintah agar kemudian orientasi dari pelayanan publik bisa kemudian dilaksanakan dengan prima dan bisa menyentuh secara langsung kepada rakyat.

(Sheila, 2013:1)

Implementasi e-Government dalam pelayanan publik dengan penggunaan teknologi dan informasi yang saat ini sedang dilaksanakan dalam bidang pemerintahan adalah KTP-el. Melihat dari jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, pemerintah memerlukan program kependudukan yang akurat.

KTP-el adalah kartu tanda penduduk elektronik sebagai identitas penduduk resmi negara Indonesia yang berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan). Inisiasi KTP-el dimulai tahun 2009 dan mulai diterapkan secara nasional pada bulan Februari 2011. KTP-el diprakarsai mengingat sudah banyak negara di dunia yang menggunakan sistem serupa, oleh karena itu Indonesia berusaha mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dengan menerapkan KTP-el. Fungsi KTP-el adalah sebagai identitas jati diri, berlaku secara nasional sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening bank, dan sebagainya serta mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP sehingga terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.

Penyelenggaraan administrasi kependudukan sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2006 adalah terwujudnya Tertib Database Kependudukan, Tertib Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Tertib Dokumen Kependudukan, untuk mewujudkan tujuan utama penyelenggaraan administrasi kependudukan tersebut, perlu penerapan Kartu Tanda Penduduk

(13)

(KTP) yang Berbasis NIK Secara Nasional (KTP Elektronik) untuk setiap penduduk wajib KTP. Pemanfaatan e-KTP diharapkan dapat berjalan lancar karena memiliki fungsi dan kegunaan yang sangat membantu pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan dalam hal pemberian dan pemanfaatan pelayanan publik. (Nenden Fitri, 2012:1-2)

KTP-el merupakan KTP nasional yang sudah memenuhi semua ketentuan yang diatur dalam Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, dan Peraturan Presiden No.

35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2009.

Pemerintah perlu melaksanakan program tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga nantinya akan mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari lembaga pemerintah dan swasta karena KTP-el merupakan elektronik KTP yang dibuat dengan sistem komputer, sehingga dalam penggunaannya nanti diharapkan lebih mudah, cepat dan akurat. Pemerintah membuat kebijakan program KTP-el baik bagi masyarakat, bangsa dan negara dimaksudkan agar terciptanya tertib administrasi. Selain itu diharapkan agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mencegah dan menutup peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu yang selama ini banyak disalahgunakan oleh masyarakat dan menyebabkan kerugian bagi negara. Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, khususnya yang berkaitan dengan data penduduk wajib KTP yang identik dengan data penduduk pemilih pemilu (DP4), sehingga

(14)

DPT pemilu yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi. (Fitri, 2012:2-3)

Dalam proses pelayanan KTP Elektronik di Indonesia masih ada kendala yang menjadi masalah dalam proses pelayanan nya. Ada di beberapa daerah di indonesia yang proses pelayanannya tidak sesuai dengan prosedur. Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ahmad Suaedy membeberkan sejumlah masalah hasil kajian mereka atas pelayanan Kartu Tanda Penduduk Elektronik di 34 Provinsi se-Indonesia:

1. Faktor sarana dan Prasarana: misalnya, kondisi alat perekaman yang mayoritas sudah tua. Sebab, alat perekaman yang ada sudah digunakan sejak tahun 2011.

2. Ketersediaan dan kualitas blanko KTP elektronik. Banyak penduduk yang tidak bisa memperoleh KTP elektronik dan hanya di gantikan dengan surat keterangan di kertas biasa yang di keluhkan mudah rusak, sobek, bahkan hilang. Ketersediaan blangko di daerah dari Kementrian Dalam Negeri pun terbatas. Alasannya, kuota daerah untuk mendapatkan blangko bukan berdasarkan pada kebutuhan tapi perhitungan kalkulasi dari Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, dengan melihat alat, antrian, perekaman yang sudah di lakukan.

3. Sarana antrian. Hampir di seluruh kecamatan yang menjadi objek amatan ORI, antrian yang di buka pukul 08.00 WIB. Namun nyatanya, sebelum di buka, sudah banyak masyarakat yang mengantri.

(15)

4. Listik. Pada 42 Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di 3 provinsi, masih banyak daerah yang listriknya suka padam. Akibatnya, sejumlah daerah terhambat menyelenggarakan layanan KTP elektronik karena pemadaman listrik yang terjadi.

5. Jaringan Internet. Masih banyak daerah yang jaringan internetnya belum stabil. Padahal itu penting untuk pengiriman data hasil perekaman, validasi hingga verifikasi data atas dugaan identitas ganda.

6. Ada pungutan liar dan percaloan. Kelemahan dalam pelaksanaan pelayanan KTP elektronik memunculkan banyak celah maladminitrasi.

Celah itu banyak di manfaatkan oknum untuk mengambil keuntungan pribadi.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir merupakan salah satu instansi pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan administrasi kependudukan. Untuk mencapai pelayanan yang prima kepada masyarakat diperlukan daya dukung yang baik,antara lain: sarana prasarana yang memadai, Sumber Daya Manusia yang kompeten, kemudahan dan kejelasan prosedur, biaya yang terjangkau, dan sebagainya. Untuk mengetahui sejauh mana pelayanan yang telah diberikan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir maka perlu dilakukan penelitian mengenai implementasi pelayanan KTP-el yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

Implementasi pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir belum berjalan dengan optimal dikarenakan masih ada

(16)

kendala yang terjadi pada saat proses penerapan KTP-el. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan KTP-el diantaranya, kondisi Geografis Wilayah dan Penduduk Kabupaten Samosir, dengan luas wilayah 2.069,05 km2 terdiri dari 1.444,25 km2 daratan atau sebesar 69,80% dan wilayah danau 624,80 km2 atau sebesar 30,20% dengan jumlah kecamatan 9 kecamatan dan jumlah desa 128 desa dan 6 kelurahan. Dimana kebanyakan jarak desa dengan tempat pelayanan relatif jauh, dan sulit bagi transportasi untuk melintasinya. Ada juga yang menjadi kendala dalam proses pelayanan KTP-el di Kabupaten Samosir yaitu waktu penyelesaian pelayanan dokumen kependudukan, yang semula satu hari kerja menjadi dua sampai tiga hari begitupun untuk jenis pelayanan lainnya, kurang adanya pelayanan jemput bola maupun kerjasama dengan instansi terkait guna meningkatkan cakupan kepemilikan dokumen kependudukan, sehingga persepsi publik terhadap pelayanan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kurang baik. (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir Tahun 2019

Proses penerbitan KTP-EL di Kabupaten Samosir setiap tahun nya mengalami peningkatan. Adapun jumlah penerbitan KTP-el di Kabupaten Samosir dalam jangka waktu Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut.

(17)

Gambar 1.1 Jumlah Cetak KTP Kabupaten Samosir Tahun 2015-2019

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

2015 2016 2017 2018 2019

Cetak KTP Kabupaten Samosir Seluruh Kecamatan

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatn Sipil Kabupaten Samosir 2019 Gambar di atas menunjukkan bahwa tiap tahunnya proses penerbitan KTP- el mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2019 jumlah penerbitan KTP-el masih dalam proses, dikarenakan berdasarkan data tersebut hanya sampai bulan Februari. Melihat pentingnya KTP-el tidak hanya sebagai suatu persyaratan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan yang lainnya, tetapi KTP-el juga sangat penting bagi negara, demi tercapainya tertib hukum di bidang administrasi kependudukan sehingga menjamin kepastian hukum.

Selain di lokasi penelitian dalam penelitian ini, faktanya masih banyak penerapan KTP-el tidak berjalan dengan lancar, berikut terdapat masalah terkait tidak lancarnya penerapan program e-KTP yang terjadi di berbagai daerah diantaranya:

Implementasi Kebijakan KTP-el di Kecamatan Singkil Kota Manado.

Jumlah penduduk di Kota Manado 41.866 jiwa, yang sudah meneriman KTP-el 28.233 jiwa dan 12.649 jiwa yang belum melakukan perekaman. Pelaksanaan

(18)

KTP-el masih terlaksana sekitar 75% dikarenakan oleh beberapa factor diantaranya kelalaian dalam perekaman, masih ada masyarakat yang belum mendapat undangan pembuatan KTP-el, adanya sebagian dari masyarakat Kecamatan Singkil sedang berada diluar kota, dan beberapa masyarakat yang kehilangan NIK. (Lanti, 2012:11)

Implementasi Kebijakan KTP-el di Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung Pinang. Adapun masalah yang didapat terkait implementasi kebijakan KTP-el adalah masih kurangnya sosialisasi tentang penerapan KTP-el kepada masyarakat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjung Pinang, masih kurangnya sarana dan prasarana dalam keberhasilan implementasi kebijakan, dan masih kurangnya staff yang ahli dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. (Abu Bakar, Raja Shah 2012:18-19)

Implementasi Kebijakan Pembuatan KTP-el di Kecamatan Pontianak Utara. Jumlah penduduk kecamatan Pontianak Utara sebanyak 148.044 jiwa.

Pengimplementasian kebijakan KTP-el masih belum berjalan dengan lancar karena masih ada penduduk yang belum melakukan perekaman sekitar 23,15%, masih banyak warga yang telah wajib KTP tetapi belum terdata, kurangnya informasi terkait penerapan kebijakan KTP-el, dan masih terbatasnya alat untuk proses pembuatan KTP-el membuat proses tersebut menjadi terlambat dikarenakan jumlah penduduk yang begitu besar. (Rahmaningsih, Eni 2010:13- 14)

Implementasi Kebijakan Program KTP-el di Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan. Adapun masalah yang terdapat terkait penerapan kebijakan

(19)

KTP-el meliputi masih banyaknya warga yang telah wajib KTP tetapi belum terdata, SDM yang kurang optimal dan siap, kurangnya informasi yang didapat warga terkait pengetahuan tentang KTP-el tersebut, pemerintah Kabupaten Pasuruan kurang melakukan koordinasi dan komunikasi yang baik dengan Kecamatan Purwosari, dan operator yang menangani program KTP-el kurang konsisten dalam menjalankan tugas yang diberikan. (Thoifur Arif, Ahmad, dan Hambali 2011:71-72)

Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan. Terdapat 1.200 jiwa warga Kecamatan Amurang Barat yang belum terdata untuk perekaman KTP-el, kemampuan SDM dalam menangani pembuatan KTP-el masih kurang siap dan optimal, kurangnya pemberian pelayanan yang baik oleh pegawai operator kepada masyarakat, kurangnya fasilitas yang mendukung pembuatan KTP-el, kurangnya sosialisasi sehingga menyebabkan informasi yang didapat warga terkait pelaksanaan KTP-el, dan adanya ketidakdisiplinan yang dilakukan oleh pegawai operator dalam pelaksanaan program KTP-el. (Ireine, Purnawati 2010:6-7)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis sangat tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan implementasi pelayanan KTP-el yang dilakukan pegawai Kabupaten Samosir kepada masyarakat wilayah Kabupaten Samosir. Adapun judul yang diangkat peneliti adalah “Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.”

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa.

(Arikunto, 1998:17)

Berdasarkan uraian di atas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah “Bagaimana implementasi kebijakan pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-el di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberi manfaat:

1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi instansi terkait.

(21)

3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam rangka menyusun penelitian ini dan untuk mempermudah penulis didalam menyelesaikan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot.

Pedoman tersebut disebut kajian pustaka. Menurut Sugiono (2010:7) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian ini mempunyai dasar yang kokoh, dan buka sekedar perbuatan coba-coba.

2.1 Kebijakan Publik

Menurut William N Dunn (2003:10) kebijakan publik dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004:1-7).

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hokum, akan

(23)

dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur, maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang.

Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik;

apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Thomas R. Dye (2005:10) menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Di samping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah juga termasuk kebijakan negara.

Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan” oleh pemerintah.

Kebijakan Publik merupakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang-orang banyak pada tataran strategis atau yang bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik tersebut, maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yaitu mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, pada umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.

(24)

Kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama dari kebijakan publik dalam negara modern yaitu pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang dapat dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang memiliki kewajiban dalam menyediakan pelayan publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi. Pada sisi yang lain menyeimbangkan berbagai kelompok di dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan, serta untuk mencapai amanat konstitusi.

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn (2003:10) adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Tahap Kebijakan Publik

Sumber: Dunn(2003:10)

a) Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Penyusunan agenda (Agenda Setting) adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda

(25)

dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Penyusunan agenda kebijakan seharusnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

b) Formulasi Kebijakan (Policy Formulating)

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan

(26)

perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

c) Adopsi/Legitimasi Kebijakan (Policy Adoption)

Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi-cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Dimana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

d) Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

(27)

Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.

e) Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.

Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh- masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

2.2 Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim

(28)

dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program-program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat.

Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno, 2008:146-147) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa:

„‟Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha- usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.‟‟

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran sendiri kebijakan itu.

(29)

2.3 Model Implementasi Kebijakan

2.3.1 Model Implementasi Edward III

Edward III (dalam Subarsono, 2008:90-92) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

1. Faktor Komunikasi

Proses penyampaian pesan, ide dan gagasan dari satu pihak kepada pihak lain yang dilakukan dalam implementasi kebijakan Kartu Tanda Penduduk (KTP- el). Sehingga dapat diketahui apakah pelaksanaan kebijakan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa ada yang dirugikan. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik.

2. Faktor Sumber Daya

Pelaksana yang bertanggung jawab untuk melaksanakan Implementasi kebijakan elektronik Kartu Tanda Penduduk (KTP-el). Jika para personil yang mengimplementasikan kebijakan kurang bertanggung jawab dan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.

3. Faktor Disposisi (Pelaksana)

Kecenderungan-kecenderungan sikap positif pelaksana untuk melaksanakan kebijakan yang menjadi tujuan dalam implementasi kebijakan electronic Kartu Tanda Penduduk (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Menurut Edward III, jika ingin berhasil secara

(30)

efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

4. Faktor Struktur Birokrasi

Struktur organisasi, pembagian wewenang dalam implementasi kebijakan electronik Kartu Tanda Penduduk (KTP-el) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir. Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang dimana birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Menurut Edward III terdapat 2 karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi kearah yang lebih baik yaitu dengan melakukan Standart Operating Prosedures (SOP) dan fragmentasi.

a) Berdasarkan Permendagri No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan:

Standard Operating Prosedures (SOP) adalah mekanisme, sistem dan prosedur pelaksana kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi

(31)

kewenangan, dan tanggung jawab dalam implementasi kebijakan electronic Kartu Tanda Penduduk di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.

b) Fragmentation (penyebaran tanggung jawab) adalah penyebaran tanggung jawab atas bidang kebijakan antara beberapa unit organisasi oleh pelaksana dalam implementasi kebijakan electronik Kartu Tanda Penduduk di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir.

Struktur Birokrasi menurut Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 203) terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi:

“SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber- sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.

Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.”

2.3.2 Model Implementasi Merilee S.Grindle

Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability. (Nugroho, 2008:445). Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

(32)

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

a) Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok b) Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran

dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy dan Context of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2006:1168).

1. Content of Policy menurut Grindle adalah:

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan- kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

(33)

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan di mana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy menurut Grindle adalah:

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat.

Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi

(34)

kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang dari api.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan di mana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

(35)

2.3.3 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2011:94) mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel:

1. Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2. Variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada pihak luar. Sedangakan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3. Variabel Dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

(36)

2.3.4 Model Implementasi Donald S.Van Meter dan Carl. E. Van Horn Implementasi menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Meter dan Vanhorn, 1975:447).

Berdasarkan pengertian implementasi di atas Van Meter dan Van Horn (1975:462-478) mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation, yaitu:

1. Sasaran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio- kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

(37)

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi di luar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan publik tersebut. Demikian halnya dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau

(38)

luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan, Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan yakni:

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses dalam badan-badan pelaksana

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota legislative dan eksekutif)

d. Vitalitas suatu organisasi

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan”

atau „‟pelaksana keputusan‟‟.

4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan- kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

(39)

5. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan keahlian yang ada dalam badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimiliki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan dimobilisasi untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai

(40)

pengaruh langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.

6. Disposisi/Kecenderungan dari para pelaksana/impelementor

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesai.

2.4 Konsep e-Government

E-Government merupakan kependekan dari Electronic Government. E- Government adalah salah satu bentuk atau model sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kekuatan teknologi digital, di mana semua pekerjaan administrasi, pelayanan terhadap masyarakat, pengawasan dan pengendalian sumber daya milik organisasi yang bersangkutan, keuangan, pajak, retribusi, karyawan dan sebagainya dikendalikan dalam satu sistem. E-Government

(41)

merupakan perkembangan baru dalam rangka peningkatan layanan publik yang berbasis pada pemnfaatan teknologi informasi dan komunikasi sehingga layanan publik menjadi lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien.

Menurut Indrajit (2002:36) E-government merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet) dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan. E-Government adalah penyelenggaraan kepemerintahan berbasiskan elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien, efektif dan interaktif.

Dimana pada intinya E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain (penduduk, pengusaha, maupun instansi lain).

Menurut Indrajit (2005:18) paling tidak ada 6 (enam) komponen penting yang harus diperhatikan dalam Pelaksanaan e-Government , diantaranya :

1. Content Development, menyangkut pengembangan aplikasi (perangkat lunak), pemilihan standar teknis, penggunaan bahasa pemrograman, spesifikasi sistem basis data, kesepakatan user interface, dan lain sebagainya;

2. Competency Building, menyangkut pengadaan SDM pelatihan dan pengembangan kompetensi maupun keahlian seluruh jajaran sumber daya manusia di berbagai lini pemerintahan;

3. Connectivity, menyangkut ketersediaan infrastruktur komunikasi dan teknologi di lokasi e-Government diterapkan;

(42)

4. Cyber Laws, menyangkut keberadaan kerangka dan perangkat hukum yang yang telah diberlakukan terkait dengan seluk beluk aktivitas e- Government;

5. Citizen interfaces, menyangkut pengadaan SDM dan pengembangan berbagai kanal akses (multi access channel) yang dapat dipergunakan oleh seluruh masyarakat atau stakeholder e-Government dimana saja dan kapan saja mereka inginkan.

6. Capital, menyangkut permodalan proyek e-Government terutama yang berkaitan dengan biaya setelah proyek selesai dilakukan seperti untuk keperluan pemeliharaan dan perkembangan, disini tim harus memikirkan jenis-jenis pendapatan yang mungkin untuk diterapkan di pemerintahan.

Budi Rianto dkk (2012:36) menyimpulkan bahwa E-Government merupakan bentuk aplikasi pelaksanaan tugas dan tata laksana pemerintahan menggunakan teknologi telematika atau teknologi informasi dan komunikasi.

Aplikasi E- Government memberikan peluang meningkatkan dan mengoptimalkan hubungan antar instansi pemerintah, hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat. Mekanisme hubungan itu melalui pemanfaatan teknologi informasi yang merupakan kolaborasi atau penggabungan antara komputer dan sistem jaringan komunikasi.

Budi Rianto dkk (2012:39) mengatakan sedikitnya ada empat indikator keberhasilan E-Government, yaitu:

1. Ketersediaan data dan informasi pada pusat data.

(43)

2. Ketersediaan data dan informasi bagi kebutuhan promosi daerah.

3. Ketersediaan aplikasi E-Government pendukung pekerjaan kantor dan pelayanan publik.

4. Ketersediaan aplikasi dialog publik dalam rangka meningkatkan komunikasi antar pemerintah, antara pemerintah dengan sektor swasta dan masyarakat melalui aplikasi e-mail, SMS ataupun teleconference.

2.5 Konsep KTP-el

2.5.1 Pengertian KTP-el

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, definisi dari KTP-el atau kartu tanda penduduk elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamananan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada pada database kependudukan nasional.

Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di KTP-el nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 Undang Undang No. 23 Tahun 2006 tentang (Adminduk) yang ada di dalamnya terdiri dari:

1) Nama

2) Tempat/ Tanggal Lahir

(44)

3) Jenis Kelamin

4) Alamat (RT/RW, Kel/Desa, Kecamatan) 5) Agama

6) Status Pekerjaan 7) Kewarganegaraan 8) Berlaku Hingga 9) Foto

10) Tanda Tangan 11) NIK

2.5.2 Fungsi KTP-el

Adapun fungsi dari penggunaan KTP-el bagi masyarakat menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan adalah:

1) Sebagai identitas jati diri.

2) Berlaku secara nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening bank, dan sebagainya.

3) Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP. Sehingga memberi rasa aman dan kepastian hukum bagi penduduk.

4) Untuk mendukung terwujudnya database kependudukan yang akurat, sehingga data pemilih dalam Pilkada yang selama ini sering tidak akan terjadi lagi, dan semua Warga Negara Indonesia yang berhak memilih terjamin hak pilihnya.

(45)

2.5.3 Dasar Hukum Pembuatan KTP-el

Adapun yang menjadi landasan hukum Pelayanan KTP-el yakni:

1) Undang Undang Dasar pasal ayat 3 tentang hal-hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan Undang Undang

2) Undang Undang No. 24 tahun 2004 tentang Perubahan UU No.23 tahun 2006

3) Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 4) Peraturan Presiden No. 7 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23

tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 102 tahun 2012 5) Peraturan Presiden No. 25 tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil

6) Peraturan Presiden No.26 tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis NIK secara nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 126 tahun 2012

7) Peraturan Presiden No.112 tahun 2013 tentang Perubahan ke IV atas Peraturan Presiden No.26 tahun 2009

8) Undang-Undang No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

2.5.4 Format KTP-el

Struktur KTP-el terdiri dari sembilan layer yang akan meningkatkan pengamanan dari KTP konvensional. Chip ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini memiliki antena didalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah yang akan dikenali oleh

(46)

alat pendeteksi KTP-el sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut berada di tangan orang yang benar atau tidak. Untuk menciptakan KTP-el dengan sembilan layer, tahap pembuatannya cukup banyak, diantaranya:

1) Hole punching, yaitu melubangi kartu sebagai tempat meletakkan chip 2) Pick and pressure, yaitu menempatkan chip di kartu

3) Implanter, yaitu pemasangan antenna (pola melingkar berulang menyerupai spiral)

4) Printing, yaitu pencetakan kartu

5) Spot welding, yaitu pengepresan kartu dengan aliran listrik 6) Laminating, yaitu penutupan kartu dengan plastik pengaman

KTP-el dilindungi dengan keamanan pencetakan seperti relief text, microtext, filter image, invisible ink dan warna yang berpendar di bawah sinar ultra violet serta anti copy design. Penyimpanan data di dalam chip sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123 dan Machine Readable Travel Documents ICAO 9303 serta EU Passport Specification 2006. Bentuk KTP elektronik sesuai dengan ISO 7810 dengan format seukuran kartu kredit yaitu 53,98 mm x 85,60 mm.

2.5.5 Keunggulan dan Kelemahan KTP-el

Adapun keunggulan dari penggunaan KTP-el bagi masyarakat menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan adalah:

1) Identitas jati diri tunggal 2) Tidak dapat dipalsukan

(47)

3) Tidak dapat digandakan

4) Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting) 5) Biaya paling murah, lebih ekonomis daripada biometrik yang lain

6) Bentuk dapat dijaga tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari akan kembali ke bentuk semula walaupun kulit tergores

7) Unik, tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar

Sedangkan kelemahan dari penggunaan KTP-el bagi masyarakat adalah:

Dalam pelaksanaannya, penggunaan KTP-el terbukti masih memiliki kelemahan. Misalnya tidak tampilnya tanda tangan sipemilik di permukaan KTP.

Tidak tampilnya tanda tangan di dalam KTP-el tersebut telah menimbulkan kasus tersendiri bagi sebagian orang. Misalnya ketika melakukan transaksi dengan lembaga perbankan, KTP-el tidak diakui karena tidak adanya tampilan tanda tangan. Ada beberapa kasus pemegang KTP-el tidak bisa bertransaksi dengan pihak bank karena tidak adanya tanda tangan. Tanda tangan yang tercetak dalam chip itu tidak bisa dibaca bank karena tak punya alat (card reader). Akhirnya pihak pemegang KTP-el terpaksa harus meminta rekomendasi dari Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk meyakinkan bank.

2.5.6 Syarat Pembuatan KTP-el

Seiring dengan telah ditetapkannya Permendagri No 8 Tahun 2016 yang merupakan Perubahan Kedua atas Permendagri No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional.

Berikut beberapa syarat yang harus dibawa pada saat akan membuat KTP-el:

(48)

1) Setiap penduduk yang telah mencapai usia 17 tahun sudah atau pernah kawin wajib mengurus pembuatan KTP.

2) Mengisi formulir permohonan penerbitan KTP-el.

3) Melampirkan NIK dan fotocopy kartu keluarga (KK) penduduk yang bersangkutan.

2.5.7 Prosedur Pembuatan KTP-el

Berdasarkan Permendagri No. 8 Tahun 2016 yang merupakan Perubahan Kedua atas Permendagri No. 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penerbitan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional. Berikut tata cara pembuatan e-KTP:

a. Penduduk melapor kepada petugas di tempat pelayanan KTP-el, dengan mengisi formulir permohonan dan membawa persyaratan berupa:

1) NIK;dan

2) Foto Copy Kartu Keluarga.

b. Petugas di tempat pelayanan KTP-el memproses dengan tata cara:

1) Merekam isi formulir permohonan KTP-el ke dalam database kependudukan;

2) Melakukan verifikasi data penduduk secara langsung;

3) Melakukan pengambilan dan perekaman pas photo, tanda tangan, sidik jari penduduk, dan iris mata;

4) Membubuhkan tanda tangan dan stempel tempat pelayanan KTP-el pada Formulir Permohonan;

(49)

5) Formulir permohonan yang dimaksud sebagai bukti telah dilakukan verifikasi, pengambilan dan perekaman pas photo, tanda tangan, sidik jari, dan iris mata penduduk;

6) Melakukan penyimpanan data dan biodata penduduk ke dalam database di tempat pelayanan KTP-el;

7) Data yang disimpan dalam database dikirim melalui jaringan komunikasi data ke server Automated Fingerprint Identification System di pusat data Kementerian Dalam Negeri;

8) Data penduduk disimpan dan dilakukan proses identifikasi ketunggalan jati diri seseorang;

9) Hasil identifikasi sidik jari penduduk dilakukan apabila: a) identitas tunggal, data dikembalikan ke tempat pelayanan KTP-el; dan identitas ganda, dilakukan klarifikasi dengan tempat pelayanan KTP-el.

10) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota melakukan personalisasi data yang sudah diidentifikasi ke dalam blangko KTP-el;

11) Setelah dilakukan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota mendistribusikan KTP-el ke tempat pelayanan KTP- el;

12) Menerima KTP-el dan melakukan veriflkasi melalui pemadanan sidik jari penduduk;

13) Hasil verifikasi sidik jari penduduk:

a. apabila datanya sama, maka KTP-el diberikan kepada penduduk;

(50)

b. apabila datanya tidak sama, maka KTP-el tidak diberikan kepada penduduk.

c. penduduk dapat mengambil KTP-el apabila membawa Formulir Permohonan.

d. Database kependudukan dikonsolidasikan dan disimpan dalam database kependudukan Kementerian Dalam Negeri.

14) Jika terdapat data yang tidak sama sebagaimana dimaksud, Petugas di tempat pelayanan KTP-el mengembalikan KTP-el ke Kementerian Dalam Negeri melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota untuk dimusnahkan.

Dengan prosedur tersebut, KTP-el tidak dapat digandakan atau diperbanyak dan Pemerintah Pusat telah menetapkan 5 (lima) tahapannya, yaitu:

1. Pembacaan biodata; warga datang berdasarkan waktu yang telah ditentukan dengan membawa surat pengantar yang telah diberikan oleh pihak RT/RW setempat.

2. Foto; Warga diharuskan melakukan foto diri terlebih dahulu. Foto yang dilakukan sebaiknya memakai pakaian yang rapi, karena foto KTP-el ini hanya dilakukan satu kali saja dan tidak bisa diganti dalam jangka waktu 5 (lima tahun) kecuali kartu tersebut rusak atau hilang sebelum masa perpanjangan.

3. Perekaman tanda tangan; Warga diwajibkan melakukan tanda tangan untuk kemudian direkam ke dalam komputer dan disimpan untuk identitas warga.

(51)

4. Scan sidik jari; Scan sidik jari ini dilakukan dengan kelima jari warga, jika warga mengalami kecacatan pada jari, maka dapat dilakukan dengan jari yang ada saja.

5. Scan retina mata; Tahap ini dilakukan untuk menjamin keakuratan dari warga tersebut karena scan jari tidak dapat menjamin keakuratan KTP- el, bisa saja ketika dilakukan tahap scan jari, warga tersebut memakai jari orang lain. Untuk itu dilakukan scan retina karena retina mata tidak dapat digantikan oleh orang lain.

2.6 Administrasi Kependudukan

2.6.1 Pengertian Administrasi Kependudukan

Berdasarkan Undang Undang No. 24 pasal 1 tahun 2013 Administrasi Kependudukan adalah, merupakan rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, catatan sipil, pengelolaan informasi aminduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 bahwa Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalampenerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pelayanan informasi penduduk, pendayagunaan hasil untuk pelayanan publik dan sektor lain. Administrasi kependudukan yang berintikan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada hakikatnya merupakan pengakuan negara terhadap hak penduduk dalam dimensi publik dan perdata.

Gambar

Gambar 1.1 Jumlah Cetak KTP Kabupaten Samosir Tahun 2015-2019  0100020003000400050006000700080009000 2015 2016 2017 2018 2019 Cetak KTP KabupatenSamosir SeluruhKecamatan
Gambar 2.1 Tahap Kebijakan Publik
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan tahun  2015  No .  Kecamatan   Jumlah Desa  Jumlah  Kelurahan  Luas Wilayah (km2)  % Wilayah  1
Tabel  4.3  Agama  yang  dianut  masyarakat  Kabupaten  Samosir  per  Kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

kegiatan ekonomi serta segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi di dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan tuntunan akhlaqul karimah secara bertahap dan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi secara molekuler spesies NPA yang berasosiasi dengan penyakit umbi bercabang pada wortel di daerah sentra produksi wortel di Jawa Barat

keandalan pada kualitas pelayanan tersebut ditingkatkan tidak hanya pada keandalan melainkan pada kualitas pelayanan yang lain seperti daya tanggap, jaminan, dan lain sebagainya

Saran bagi orangtua buruh pabrik perlunya menggunakan bahasa yang baik dalam menyampaikan suatu tugas atau perintah kepada anak, perlunya kerjasama antara ayah dan ibu dalam

“...untuk mendukung terwujudnya lingkungan pemukiman yang memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu lingkungan pemukiman yang tidak

6.1 Menyampaikan informasi secara lisan dalam kalimat sederhana sesuai konteks yang mencerminkan kecakapan berbahasa yang santun dan tepat. 6.2 Melakukan dialog sederhana dengan

Data hasil dari kuesioner yang diperoleh dengan wawancara langsung pada customer, kemudian diolah dan dirangkum untuk dijadikan dasar dalam membuat Permintaan