• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.3 Model Implementasi Kebijakan

2.3.4 Model Implementasi Donald S.Van Meter dan Carl. E. Van Horn 26

Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Meter dan Vanhorn, 1975:447).

Berdasarkan pengertian implementasi di atas Van Meter dan Van Horn (1975:462-478) mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation, yaitu:

1. Sasaran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi di luar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan pencairan dana melalui anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan publik tersebut. Demikian halnya dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau

luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan, Van Meter dan Van Horn mengemukakan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan yakni:

a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan

b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan sub unit dan proses dalam badan-badan pelaksana

c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota legislative dan eksekutif)

d. Vitalitas suatu organisasi

e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi

f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan”

atau „‟pelaksana keputusan‟‟.

4. Komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

5. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan kemampuan yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan keahlian yang ada dalam badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimiliki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika masalah-masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan dimobilisasi untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai

pengaruh langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-kecenderungan para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.

6. Disposisi/Kecenderungan dari para pelaksana/impelementor

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke bawah” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesai.

2.4 Konsep e-Government

E-Government merupakan kependekan dari Electronic Government. E- Government adalah salah satu bentuk atau model sistem pemerintahan yang berlandaskan pada kekuatan teknologi digital, di mana semua pekerjaan administrasi, pelayanan terhadap masyarakat, pengawasan dan pengendalian sumber daya milik organisasi yang bersangkutan, keuangan, pajak, retribusi, karyawan dan sebagainya dikendalikan dalam satu sistem. E-Government

merupakan perkembangan baru dalam rangka peningkatan layanan publik yang berbasis pada pemnfaatan teknologi informasi dan komunikasi sehingga layanan publik menjadi lebih transparan, akuntabel, efektif dan efisien.

Menurut Indrajit (2002:36) E-government merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet) dengan tujuan memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan. E-Government adalah penyelenggaraan kepemerintahan berbasiskan elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien, efektif dan interaktif.

Dimana pada intinya E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain (penduduk, pengusaha, maupun instansi lain).

Menurut Indrajit (2005:18) paling tidak ada 6 (enam) komponen penting yang harus diperhatikan dalam Pelaksanaan e-Government , diantaranya :

1. Content Development, menyangkut pengembangan aplikasi (perangkat lunak), pemilihan standar teknis, penggunaan bahasa pemrograman, spesifikasi sistem basis data, kesepakatan user interface, dan lain sebagainya;

2. Competency Building, menyangkut pengadaan SDM pelatihan dan pengembangan kompetensi maupun keahlian seluruh jajaran sumber daya manusia di berbagai lini pemerintahan;

3. Connectivity, menyangkut ketersediaan infrastruktur komunikasi dan teknologi di lokasi e-Government diterapkan;

4. Cyber Laws, menyangkut keberadaan kerangka dan perangkat hukum yang yang telah diberlakukan terkait dengan seluk beluk aktivitas e-Government;

5. Citizen interfaces, menyangkut pengadaan SDM dan pengembangan berbagai kanal akses (multi access channel) yang dapat dipergunakan oleh seluruh masyarakat atau stakeholder e-Government dimana saja dan kapan saja mereka inginkan.

6. Capital, menyangkut permodalan proyek e-Government terutama yang berkaitan dengan biaya setelah proyek selesai dilakukan seperti untuk keperluan pemeliharaan dan perkembangan, disini tim harus memikirkan jenis-jenis pendapatan yang mungkin untuk diterapkan di pemerintahan.

Budi Rianto dkk (2012:36) menyimpulkan bahwa E-Government merupakan bentuk aplikasi pelaksanaan tugas dan tata laksana pemerintahan menggunakan teknologi telematika atau teknologi informasi dan komunikasi.

Aplikasi E- Government memberikan peluang meningkatkan dan mengoptimalkan hubungan antar instansi pemerintah, hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat. Mekanisme hubungan itu melalui pemanfaatan teknologi informasi yang merupakan kolaborasi atau penggabungan antara komputer dan sistem jaringan komunikasi.

Budi Rianto dkk (2012:39) mengatakan sedikitnya ada empat indikator keberhasilan E-Government, yaitu:

1. Ketersediaan data dan informasi pada pusat data.

2. Ketersediaan data dan informasi bagi kebutuhan promosi daerah.

3. Ketersediaan aplikasi E-Government pendukung pekerjaan kantor dan pelayanan publik.

4. Ketersediaan aplikasi dialog publik dalam rangka meningkatkan komunikasi antar pemerintah, antara pemerintah dengan sektor swasta dan masyarakat melalui aplikasi e-mail, SMS ataupun teleconference.

Dokumen terkait