• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minat Kunjung Ulang

2.3. Mutu Pelayanan Kesehatan

2.3.1. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan

Batasan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan standar yang telah ditetapkan. Kualitas pelayanan kesehatan merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan dipakai suatu pedoman yaitu

hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)

Mutu pelayanan merupakan suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan pasien, sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan kerugian, yang semuanya itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan di seluruh bagian-bagian (Donabedian, 2000).

Mutu pelayanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah melakukan penilaian dan hal ini tidaklah mudah mengingat mutu pelayanan bersifat multidimensional, sehingga setiap orang dapat melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda-beda tergantung latar belakang kepemimpinan masing-masing. Rumah sakit memiliki kewajibandan tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan mutupelayanan sesuai standar yang ada untuk kebutuhan pasien yang dirawatnya. Pelayanan kesehatan yang bermutu berarti memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan individu dan masyarakat (Aditama, 2004).

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat diupayakan dari berbagai aspek pelayanan seperti peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, peningkatan kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan kualitas manajemen rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas harus dijaga dengan melakukan pengukuran sejauh mana kualitas pelayanan kesehatan yang telah diberikan secara terus menerus dan berkala, agar diketahui kelemahan dan kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan

dan dibuat tindak lanjut sesuai prioritas permasalahan yang ada di lapangan. (Supranto, 2006).

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) yang dikutip Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu:

1. Kehandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akuerat dan terpercaya. Kinerja yang diinginkan pelanggan seperti ketepatan waktu, tidak membedakan pelayanan pelanggan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya.

2. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan. Penyampaian informasi yang jelas, tidak membiarkan konsumen menunggu tanpa alasan yang jelas menyebabkab persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Kepuasan terhadap dimensi responsifness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis, faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi penilaiaan pelanggan.

3. Jaminan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan,

diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front-line staf yang tidak kompeten atau terlihat kurang mampu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada pegawai gugus depan mengenai produk dan hal-hal yang sering menjadi pertanyaan pelanggan.

4. Empati (Emphathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

5. Bukti Fisik (Tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata bagi pelanggan atas pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. Pentingnya aspek tangible dalam mengukur pelayanan karena pelayanan harus dilihat secara nyata apa yang terjadi di lapangan.

Metode SERVQUAL menggambarkan bahwa pada awalnya pasien (individu) memiliki nilai pengharapan tentang kepatutan atau harapan yang pantas ia harapkan atas pelayanan kesehtan di rumah sakit. Ketika ia mengalami pengalaman dilayani selama periode tertentu, individu mengalami suatu pengalaman realistis. Dalam perhitungan nilai kepuasan dapat diperhitungkan nilai apa yang dialami dengan nilai apa yang diharapkan dikali 100%. Jadi gap (kesenjangan) yang dipertanyakan terkait pada masing-masing lima aspek/ faktor penentu mutu pelayanan jasa di atas dapat diperhitungkan menurut hasil perhitungan rasio dari masing-masing aspek-aspek penentu mutu tersebut (Tjiptono, 2004).

Salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan ialah dengan menggunakan kuesioner. Organisasi/perusahaan harus mendesain kuesioner yang secara akurat dapat memperkirakan persepsi pelanggan tentang mutu atau jasa. Pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk (barang/jasa). Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis antara lain mengetahuai dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis dan melakukan perubahan dan perbaikan terus-menerus untuk memuaskan pelanggan (Supranto, 2006).

Untuk dapat menjaga kualitas pelayanan kesehatan banyak upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan Administrasi Kesehatan yang terarah dan terencana dan ini dapat disebut dengan Program Menjaga Mutu (Quality Assurance Program). Batasan tentang program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan

dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Muninjaya, 2004).

Program pengukuran kualitas pelayanan bermanfaat untuk menyediakan umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran tersebut, seorang/pimpinan dapat mengetahui atau melihat bagaimana pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan di masa mendatang (Gerson, 2004).

Dokumen terkait