• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Bencana Abrasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

3) Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Bencana Abrasi

Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise

Kota Lama

Makassar (Hidayat,Arief.

2012)

Mengetahui pengaruh SLR terhadap perkembangan kawsan pesisir dan mengetahui arahan

pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Lama Makassar berbasis SLR

Kenaikan permukaan air laut,

penggunaan lahan, sarana prasarana lingkungan, kependuduka n

Deskriptif Eksploratif, Analisis Bahaya Kenaikan SLR, Analisis Kerentanan SLR, Analisis Ambang Batas Pengamban gan

Dari data analisis Kenaikan Muka Air Laut pada tahun 2100 mengalami kenaikan hingga 122 cm sehingga sangat berpengaruh terhadap kawasan yang berada di sekitar pesisir Kota Lama.

Kenaikan muka air laut di kawasan kota lama menelan kerugian dari segi lahan mencapai 7,5 triliun hingga tahun 2100, serta menjadikan lokasi yang tidak ternilai harganya seperti pelabuhan dan Fort Rotterdam manjadi tergenang.

Penelitian ini lebih berfokus kepada mitigasi kenaikan muka air laut. Akan tetapi penelitian ini dapat dijadikan refrensi karena didalamnya

membahas terkait mitigasi bencana.

4. Model Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir

Menemukan model mitigasi bencana di

Aspek fisik:

kondisi alami (spasial),

Deskriptif Kualitatif dan

Bencana yang melanda wilayah pesisir ternyata tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya

Penelitian ini lebih berfokus kepada mitigasi bencana

14 dengan

Pemberdayaan Masyarakat (Haryani, 2016)

Wiayah Pesisir dengan

pemberdayaan masyarakat terutama bencana alam (tsunami, abrasi pantai,

gelombang pasang)

binaan (pemukiman).

Aspek

Kebencanaan, Aspek

Ekonomi:

Perekonomian masyarakat pesisir.

Aspek Sosial:

Potensi SDM, budaya, tingkat pendidikan, tinjauan kebijakan.

Deskriptif Kuantitatif Metode Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participator y Rural Appraisal (PRA)

karena semua jenis bencana saling terkait. Jika pada awal penelitian hanya dibatasi pada bencana abrasi saja, ternyata abrasi disebabkan antara lain

oleh gelombang

pasang/gelombang besar.

Gelombang pasang salah satunya disebabkan oleh angin kencang /badai sehingga menimbulkan gelombang besar.Akibat gelombang pasang menimbulkan abrasi pantai, intrusi air laut, sedimentasi dan banjir. Model Mitigasi Pasif dengan Pemberdayaan adalah suatu bentuk tindakan mengurangi dan atau pencegahan sebelum bencana pesisir datang (pra bencana) dengan mitigasi bencana secara non fisik. Model Mitigasi Aktif dengan Pemerdayaan Masyarakat adalah suatu bentuk tindakan mengurangi dan atau pencegahan sebelum bencana pesisir datang (pra bencana) dengan mitigasi bencana secara fisik

dengan

memanfaatkan SDM yang ada

15 5. Analisis Jasa

Ekosistem

Mangrove dalam Mengurangi Erosi Pantai di Sebagian Pesisir Kecamatan Rembang

Kabupaten Rembang

(Anggaraini, Dhika Dwi et al. 2017)

Mengetahui jasa ekosistem mangrove di Kawasan Mangrove Kecamatan Rembang, menghitung besarnya nilai jasa ekosistem mangrove dalam pengurangan erosi pantai.

Jasa

Penyedia/Prod uksi, Jasa Regulasi/Peng aturan, Jasa Budaya

Analisis statistik deskriptid dan komparatif Pendekatan valuasi ekonomi

Ekosistem mangrove di sebagian Kecamatan Rembang memiliki jasa penyedia, jasa regulasi, dan jasa budaya. Jasa penyedia berupa

kegiatan penghasil sumber pakan bagi organisme di dalam ekosistem ataupun bagi masyarakat sekitar,

jasa regulasi berupa pelindung tambak dari erosi pantai, dan jasa budaya yang hanya ditemukan di Desa Pasarbanggi berupa kegiatan pariwisata. Nilai dari jasa ekosistem di masing-masing desa mempunyai

nilai yang berbeda-beda. Nilai jasa ekosistem terbesar terdapat di Desa Tireman dengan nilai sebesar

Rp.6.691.321.600/tahun

Penelitian ini lebih berfokus kepada peran dari ekosistem mangrove sebagai mitigasi bencana erosi

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ruang Pesisir

Secara umum wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan keputusan menteri kelautan dan pariwisata Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan Pesisir terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Wilayah pesisir menurut UU 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; pasal (1) mengatakan bahwa wilayah pesisir adalah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, serta daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menurut UU ini bahwa dari garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan kelaut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai.

Dahuri, dkk. (1996) mendefenisikan wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana batas ke arah darat adalah jarak secara arbiter dari rata-rata pasang tertinggi dan batas ke arah laut adalah yurisdiksi wilayah provinsi di suatu negara. Kawasan

17 pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut.

Secara fisiologi didefenisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempeng hingga pasir yang bersifat lepas dan kadang materinya berupa kerikil. Ruang kawasan pesisir merupakan ruang wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai sisi laut pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya.

Dalam cakupan horizontal, wilayah pesisir di batasi oleh dua garis hipotetik. Pertama, ke arah darat wilayah ini mencakup daerah-daerah dimana proses-proses oseanografis (angin laut, pasang-surut, pengaruh air laut dan sebagainya) yang masih dapat pengaruhnya.

Kedua, ke arah dirasahkan laut meliputi daerah-daerah dimana akibat proses-proses yang terjadi di darat (sedimentasi, arus sungai, pengaruh air tawar dan sebagainya). Wilayah perbatasan ini mempertemukan lahan darat dan masa air yang berasal dari daratan yang relatif tinggi (elevasi landai, curam atau sedang) dengan masa air laut yang relatif rendah, datar, dan jauh lebih besar volumenya. Karakteristik yang

18 demikian oleh Ghofar (2004), mengatakan bahwa secara alamiah wilayah ini sering disebut sebagai wilayah jebakan nutrient (nutrient trap). Akan tetapi, jika wilayah ini terjadi pengrusakan lingkungan secara massif karena pencemaran maka wilayah ini disebut juga sebagai wilayah jebakan cemaran (pollutants trap). Dengan demikian dapat dimengerti bahwa berbagai sumberdaya hayati serta lingkungan di wilayah pesisir relatif lebih rentan terhadap kerusakan, dibandingkan dengan wilayah-wilayah atau ekosistem-ekosistem lainnya. Dari seluruh tipe ekosistem yang ada, biasanya ekosistem pesisir merupakan wilayah yang mendapatkan tekanan lingkungan yang paling berat (Kay dan Alder, 1999) dalam Ghofar (2004).

Untuk dapat mengelola pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (en-vironmental services) kawasan pesisir secara berkelanjutan (on a sustainable basis), perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan karakteristik utama dari kawasan ini.

Definisi wilayah pesisir bisa berbeda-beda, karena belum ditemukan suatu istilah paten untuk mengartikannya. Sesuai dengan UU No.27 tahun 2007, wilayah pesisir telah didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas kabupaten/kota kearah pedalaman.

Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan

19 B. Tinjauan Tentang Pantai

1. Defenisi Pantai

Pantai secara umum diartikan sebagai batas antara wilayah yang bersifat daratan dengan wilayah yang bersifat lautan. Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air pasang surut terendah (Ramadhani,2013).

Daerah pantai sering juga disebut daerah pesisir atau wilayah pesisir. Daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas kelautan (Yuwono, 2005 dalam Ramadhani, 2013). Beberapa definisi pantai dibagi dalam beberapa bagian daerah berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai (Triatmodjo, 1999), diantaranya:

 Coast, merupakan daratan pantai yang masih terpengaruh laut

secara langsung, misalnya pengaruh pasang surut, angin laut dan ekosistem pantai ( hutan bakau,dll).

 Swash zone, merupakan daerah yang dibatasi oleh garis batas

tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

 Surf zone, merupakan daerah yang terbentuk antara bagian dalam dan gelombang pecah sampai batas naik-turunnya gelombang di pantai.

20

 Breaker zone, merupakan daerah dimana terjadi gelombang pecah.

 Off shore, adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas.

 Fore shore, adalah daerah yang terbentang dari garis pantai

pada saat surut terendah sampai batas atau dari uprush pada saat air pasang tertinggi.

 Inshore, adalah daerah antara offshore dan foreshore.

 Backshore, adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan

garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tertinggi.

Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah tepi perairan yang di pengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, di mana posisinya tidak tetap

21 dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan bencana abrasi yang terjadi.

2. Bentuk Pantai

Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap abrasi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai biasa berbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar.

Pantai lumpur mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil biasa mencapai 1:4.

Pantai berlumpur banyak dijumpai didaerah pantai dimana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan bergelombang relatif kecil.

a. Pantai berpasir

Pada umumnya pantai berpasir mempunyai bentuk serupa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Dalam gambar tersebut pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona ini adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal (biasa). Runup adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Runup

22 gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Surfzone terbentang dari titik dimana gelombang pertama kali pecah sampai titik runup disekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan di dasar yang memanjang sepanjang pantai.

Gambar 2.1. Profil Pantai

Sumber: Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan

Pada kondisi gelombang normal pantai membentuk profilnya yang mampu menghancurkan energy gelombang. Jika suatu saat terjadi gelombang yang lebih besar, pantai tidak mampu meredam energi gelombang sehingga terjadi abrasi. Pantai yang terabrasi akan bergerak kearah laut. Setelah sampai di daerah dimana kecepatan air didasar kecil, pasir tersebut akan mengendap.

Nearshore zone

Breaker zone Surf Zone Swash Zone

Inshore Foreshore Backshore

Offshore

Beach Face

Longshore bar

LWL

berms

dune breaker

23 b. Pantai berlumpur

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai di mana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspense dengan jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relative tenang sehingga tidak mampu membawa (dispersi) sedimen tersebut ke perairan dalam di laut lepas.

Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat muka air tinggi (pasang). Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Pada umumnya sedimen yang berada di daerah pantai (perairan pantai, muara sungai atau estuari, teluk) adalah sedimen kohesif dengan diameter butiran sangat kecil, yaitu dalam beberapa mikron.

C. Tinjauan Tentang Abrasi Pantai

Abrasi adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan material hasil kikisan yang terangkut ke tempat lain oleh arus. Undang-undang No.24 Tahun 2007.

1. Proses Abrasi Pantai

Penyebab terjadinya abrsi pantai yang paling berperan disebabkan oleh pergerakan aliran laut. Pergerakan air laut tersebut terdiri dari pergerakan horizontal, vertical, dan gabungan dari keduanya (vertical dan horizontal) yang terbentuk menjadi aliran

24 turbolensi. Secara umum pergerakan aliran air laut ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu gelombang (wafe), arus (current), dan pasang naik atau turun (tide) (Aziz,2006). Terjadinya abrasi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah terabrasi, agen abrasi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air.

Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Abrasi tidak hanya berlangsung di permukaan, namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan.

Abrasi maksimum terjadi bila enersi dari agen abrasi mencapai titik paling lemah materi terabrasi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab abrasi. Abrasi yang terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai.

Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Abrasi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang terabrasi.

25 Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat. Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh kegiatan pelubangan biota.

2. Faktor Penyebab Abrasi Pantai

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang

26 panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.Masih banyak daerah yang mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam”.

Sedangkan menurut Ratih (2012) berpendapat: “abrasi pantai diakibatkan oleh dua faktor utama yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu:

a. Peningkatan permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.

b. Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai.

Sebagaimana diketahui, akar-akar mangrove yang ditanam di pinggiran pantai mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya, hutan

27 bakau ini banyak yang telah dirusak oleh manusia melalui proses penebangan. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.

c. Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di daerah tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus laut yang menghantam pantai.

d. Perusakan karang pantai juga merupakan salah satu penyebabnya karena penggalian karang menyebabkan pertambahan kedalaman perairan dangkal yang semula berfungsi meredam energi gelombang, akibatnya gelombang sampai ke pantai dengan energi yang cukup besar.

e. Pendirian bangunan yang melewati garis pantai sehingga pasir atau tanah di sekitar pantai menjadi tidak kuat.

Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor alam, seperti:

a. Angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan.

28 b. Selain itu, tsunami juga merupakan salah satu faktor. Rusaknya bibir pantai di perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi, kekuatan ombak laut serta pusaran angin.

c. Proses fragmentasi sedimen juga merupakan penyebab abrasi karena butiran pasir atau sedimen kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak”.

Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan di mana manusialah yang paling mempengaruhi terjadinya abrasi ini melalui berbagai aktivitas khususnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan untuk mencari keuntungan pribadi.

3. Dampak Abrasi Pantai

Menurut Muhammad Arsyad (2012) menyatakan: “abrasi tentu sangat berdampak terhadap kehidupan. Pada umumnya abrasi lebih banyak memiliki dampak negatif dibandingkan dampak positif.

Dampak negatif yang dihasilkan dari abrasi juga sangat merugikan lingkungan khususnya manusia. Berikut ini akan dipaparkan bukti-bukti kerugian yang diakibatkan abrasi.

a. Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang besar kadang-kadang

29 kecil,tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal.

b. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai.

c. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.

d. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau.

e. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit.

f. Pemukiman penduduk yang berada di areal pantai akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.

30 g. Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang dan banyak pulau yang akan tenggelam.

h. Dalam beberapa tahun terakhir garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Di beberapa daerah abrasi pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi kelautan di daerah tersebut secara keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.

i. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak.

Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut.

Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi sangat berdampak terhadap kehidupan. Dibandingkan dengan dampak positif, abrasi lebih banyak dampak negatif yang mana dampak negatif ini sangat merugikan manusia, lingkungan, dan aktivitas manusia itu sendiri. Tidak hanya itu, wilayah negara kita,

31 Indonesia juga semakin menyempit. Ironisnya, semua dampak ini sebagian besar disebabkan oleh manusia.

Dampak abrasi di atas cukup menunjukkan bahwa abrasi sangatlah mengancam dan jika dibiarkan, daya destruktifnya dapat semakin merusak dan merugikan banyak pihak. Selain pada pemukim dan pebisnis di wilayah pantai, abrasi yang dibiarkan juga dapat berpengaruh besar terhadap hasil laut serta jenis jenis sumber daya alam yang menjadi bahan konsumsi pokok masyarakat sekaligus mata pencaharian sebagian masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit.

D. Pengertian Mitigasi Bencana Abrasi

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan oleh suatu bencana. seperti mencegah kehilangan jiwa,mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis. Dalam bukunya, Randlolph mengungkapkan bahwasanya mitigasi bencana merupakan usaha jangka panjang dalam mengurangi dampak dari suatu kejadian bencana(Randlolph, 2004). Sedangkan menurut kodoatie, mitigasi adalah tindakan-tindakan untuk mereduksi

32 dampak bencana, baik dampak ke komunitas yaitu jiwa danharta maupun dampak keinfrastruktur atau apabila dikaitkan dengan waktunya, mitigasi merupakan tindakan preventiv (Kodoatie, 2006:

143). Mitigasi berhubungan dengan banyak aspek dari perencanaan dan manajemen lingkungan. Dalam mitigasi bencana terdapat hirarki dari strategi mitigasi dampak lingkungan (Randlolph,2004) yaitu:

1. Menghindari dampak

2. Mengurangi dampak dengan memodifikasi lokasi (berpindah pada kawasan dengan dampak yang lebih sedikit)

3. Mengurangi dampak dengan memodifikasi desain 4. Mengganti kerugian akibat bencana

Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi kapan datangnya, karena itu datangnya tiba-tiba. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah bagaimana kita berusaha untuk dpata mengurangi dampak-dampak yang terjadi akibat datangnya bencana alam serta seberapa jauh kesiapan kita dalam menghadapi bencana alam yang akan terjadi.

Mitigasi merupakan dasar management situasi darurat, meliputi segala tindakan untuk mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dihindarkan.

Dokumen terkait