• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI PADA KAWASAN PESISIR KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI PADA KAWASAN PESISIR KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI PADA KAWASAN PESISIR KECAMATAN GALESONG

KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

Oleh

SYAHRUL 4515042029

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020

(2)

ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI PADA KAWASAN PESISIR KECAMATAN GALESONG

KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)

OLEH

SYAHRUL 4515042029

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2020

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Syahrul, 2020 “ANALISIS MITIGASI BENCANA ABRASI PADA KAWASAN PESISIR KECAMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR”.

Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Salim, M.Si dan Rusneni Ruslan,ST, M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya abrasi di kawasan pesisir kecamatan galesong dan untuk merumuskan arahan mitigasi bencana abrasi pada kawasan pesisir kecamatan galesong.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 diantaranya: (1) Faktor Alam; (2) Faktor Manusia;. Metode analisis yang digunakan yaitu Analisis Deskriptif Kualitatif dan metode Analisis Regresi Linier Berganda.

Berdasarkan hasil analisis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya abrasi di lokasi penelitian Desa Boddia adalah meliputi faktor ketidaktersediaan vegetasi di pesisir pantai, faktor kemiringan lahan yang datar, faktor jenis tanah yang memiliki struktur lumpur atau lempungan, faktor geologi yang mudah terkikis oleh gelombang air laut, faktor tipe pantai yang berpasir dan tidak memiliki terumbu karang, faktor pasang surut air laut yang dapat menghasilkan gelombang, faktor gelombang laut yang cukup besar, serta faktor aktivitas penambangan pasir yang telah merubah kondisi kedalaman laut di lokasi penelitian. Dan bentuk upaya mitigasi yang dapat dilakukan yaitu berupa pembuatan revetment (pelindung tebing pantai), pembuatan pemecah gelombang (talud) dan pelarangan aktivitas penambangan pasir pantai.

Kata Kunci : Analisis Mitigasi Bencana, Abrasi, Kawasan Pesisir.

(7)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi, Wabarakaatuh.

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi dengan judul “Analisis Mitigasi Bencana Abrasi Pada Kawasan Pesisir Kecamata Galesong Kabupaten Takalar”.

Skripsi ini di susun guna memenuhi persyaratan kelulusan Program Studi S1 Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar

Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi selama penyusunan skripsi ini, mulai dari persiapan sampai dengan penyelesaian penulisan namun dapat teratasi berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak, serta tidak lepas dari pertolongan Yang Maha Rahman dan Rahim. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menghanturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Siji Dg Mattiro dan ibunda Hj.

Cinnong atas jasa, pengorbaan, dukungan baik moral maupun materil serta doa yang tiada hentinya sejak penulis masih dalam kandungan sampai berhasil menyelesaikan studi di jenjang Universitas.

(8)

ii 2. Rektor Universitas Bosowa Makassar beserta seluruh jajarannya.

3. Bapak Dekan Fakultas Teknik Bapak Dr. Ridwan ST, M.Si yang telah memberikan arahan kepada kami selama perkuliahan sampai penyelesaian pendidikan ini.

4. Para pembantu Dekan, Staf Dosen yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dan Staf Administrasi Fakultas Teknik yang banyak memberikan bantuan selama menempuh perkuliahan.

5. Bapak Dr. Ir. Rudi Latief, M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota.

6. Bapak Dr. Ir. Agus Salim, M.Si dan Ibu Rusneni Ruslan, ST., M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

7. Ibu Ir. Hj. Rahmawati Rahcman, M.Si selaku Penasehat Akademik yang selama masa perkuliahan hingga selesainya Skripsi ini telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis.

8. Teman-teman Pemerhati Lingkungan, Black Mamba, Asgar, Aan, Nurfadillah, Eldul, Abdullah, Ijal, dan Sang Hafis tanpa terkecuali yang telah memotivasi dan memberi nasehat-nasehat kehidupan kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan, Muumin Muuzi, Ade, Fadli, Aldy Tamrin, Rendy, Andre, Ais Pratiwi, Niken Hardyanti, Najib Hip, Eto, Yogy Dwi Dermawan, Afandy, Iqra Nur Khaliq dan Dzulfadly yang selalu

(9)

iii 10.

(10)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENERIMAAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR……… ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR PETA ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 9

G. Keaslian Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ruang Pesisir ... 16

B. Tinjauan Tentang Pantai ... 19

1. Definisi Pantai ... 19

2. Bentuk Pantai ... 21

C. Tinjauan Tentang Abrasi Pantai ... 23

1. Proses Abrasi Pantai ... 23

2. Faktor Penyebab Abrasi Pantai ... 25

3. Dampak Abrasi Pantai ... 28

iv

(11)

v

D. Pengertian Mitigasi Bencana Abrasi ... 31

E. Mitigasi Bencana Alam di Kawasan Pesisir ... 33

1. Non Stuktur ... 35

2. Terstruktur ... 36

F. Kerangka Fikir ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

1. Lokasi Penelitian ... 41

2. Waktu Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 42

1. Populasi ... 42

2. Sampel ... 42

3. Teknik Penarikan Sampel ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

E. Jenis dan Sumber Data ... 46

1. Jenis Data ... 46

2. Sumber Data... 46

F. Variabel Penelitian ... 47

G. Metode Analisis ... 48

1. Analisis Regresi Linier Berganda ... 48

2. Analisis Deskriptif ... 50

H. Definisi Operasional ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 54

1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Takalar ... 54

a. Letak Geografis dan Administrasi ... 54

b. Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng ... 57

(12)

vi

c. Kondisi Jenis Tanah dan Batuan ... 58

d. Kondisi Kependudukan ... 59

1) Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 59

2) Perkembangan Jumlah Penduduk ... 60

2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Boddia ... 61

a. Letak Geografis dan Administrasi ... 61

b. Kondisi Kependudukan ... 63

1) Distribusi dan Kepadatan Penduduk ... 63

2) Perkembangan Jumlah Penduduk ... 64

c. Penggunaan Lahan ... 64

d. Permasalahan Bencana Abrasi Desa Boddia ... 67

e. Kondisi Area Daratan ... 68

1) Kondisi Vegetasi ... 68

2) Kondisi Kemiringan Lahan ... 69

3) Kondisi Jenis Tanah ... 69

4) Kondisi Geologi ... 70

f. Kondisi Oseonografi ... 70

1) Tipe Pantai dan Material Dasar Perairan ... 70

2) Kecepatan Arus ... 72

3) Gelombang Laut ... 73

4) Pasang Surut Air Laut ... 74

g. Aktivitas Penambangan Pasir ... 76

h. Kedudukan Desa Boddia Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Takalar ... 77

B. Pembahasan ... 79

1. Karakteristik Responden ... 79

a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79

b. Responden Berdasarkan Usia ... 79

c. Responden Berdasarkan Lama Bermukim ... 80

d. Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 81

(13)

vii

2. Analisis dan Hasil Regresi Linier Berganda ... 82

a. Uji Kualitas Data ... 82

1) Uji Validitas ... 82

2) Uji Reliabilitas... 84

b. Uji Asumsi Klasik ... 85

1) Uji Normalitas ... 85

2) Uji Multikolinearitas ... 86

3) Uji Heteroskedasitas ... 87

4) Hasil Uji Hipotesis ... 88

c. Koefisien Determinasi ... 88

d. Uji Simultan ... 89

e. Uji Parsial ... 89

1) Analisis Pengaruh Kondisi Vegetasi Terhadap Bencana Abrasi ... 91

2) Analisis Pengaruh Kemiringan Lahan Terhadap Bencana Abrasi ... 92

3) Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Bencana Abrasi ... 93

4) Analisis Pengaruh Kondisi Geologi Terhadap Bencana Abrasi ... 94

5) Analisis Pengaruh Tipe Pantai dan Material Dasar Perairan Terhadap Bencana Abrasi ... 95

6) Analisis Pengaruh Arus Laut Terhadap Bencana Abrasi ... 96

7) Analisis Pengaruh Pasang Surut Air Laut Terhadap Bencana Abrasi ... 97

8) Analisis Pengaruh Gelombang Laut Terhadap Bencana Abrasi ... 98

9) Analisis Pengaruh Aktivitas Penambangan Pasir Terhadap Bencana Abrasi ... 99

(14)

viii 3. Upaya Mitigasi Bencana Abrasi di Desa Boddia ... 100 a. Pembuatan Revetment (Pelindung Tebing Pantai) ... 102 b. Pembuatan Seawall (Tembok Laut) ... 103 c. Pembuatan Bangunan Pemecah Gelombang (Talud) .... 104 d. Pelarangan Aktivitas Penambangan Pasir Pantai ... 105 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

(15)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ... 12 Tabel 2.1. Upaya Mitigasi Bencana Abarasi Struktural ... 34 Tabel 3.1. Variabel Penelitian ... 47 Tabel 4.1. Luasan Wilayah Administrasi Kabupaten Takalar

Dirinci Berdasarkan Kecamatan ... 55 Tabel 4.2. Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian Dari

Permukaan Laut di Kabupaten Takalar ... 58 Tabel 4.3. Klasifikasi Jenis Tanah di Kabupaten Takalar ... 59 Tabel 4.4. Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Kabupaten Takalar Dirinci Berdasarkan Kecamatan Pada ... 60 Tabel 4.5. Perkembangan Jumlah Penduduk

Kabupaten Takalar Pada Tahun 2014-2018 ... 61 Tabel 4.6. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Desa Boddia

Pada Tahun 2019... 63 Tabel 4.7. Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Boddia

Pada Tahun 2014-2018 ... 64 Tabel 4.8. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Desa Boddia ... 65 Tabel 4.9. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian

Dirinci Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79 Tabel 4.10. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian

Dirinci Berdasarkan Usia ... 80 Tabel 4.11. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian

Dirinci Berdasarkan Lama Bermukim ... 81 Tabel 4.12. Jumlah Responden Pada Lokasi Penelitian

(16)

x

Dirinci Berdasarkan Mata Pencaharian ... 82

Tabel 4.13. Hasil Uji Validitas ... 83

Tabel 4.14 Hasil Uji Reabilitas ... 84

Tabel 4.15 Hasil Uji Koefisien Determinasi R2 ... 88

Tabel 4. 16. Hasil Uji F- Uji Simultan ... 89

Tabel 4. 17. Hasil Uji T – Uji Parsial ... 90

Tabel 4. 18. Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Pada Lokasi Penelitian Berdasarkan Faktor Penyebabnya ... 106

(17)

xi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Profil Pantai... 22

Gambar 4.1. Dampak Bencana Abrasi Pada Lokasi Penelitian di Pesisir Pantai Desa Boddia Kecamatan Galesong ... 68

Gambar 4.2. Kondisi Vegetasi Pesisir Pantai Desa Boddia ... 69

Gambar 4.3. Bentuk dan Tipe Pantai Lokasi Penelitian Desa Boddia . 71 Gambar 4.4. Pasang Surut Air Laut Lokasi Penelitian Desa Boddia .. 75

Gambar 4.5. Kondisi Perairan Sebelum dan Sesudah Adanya Aktivitas Penambangan Pasir ... 77

Gambar 4.6. Ilustrasi Bentuk Penerapan Konsep Revetmen ... 103

Gambar 4.7. Ilustrasi Bentuk Penerapan Konsep Seawal ... 104

Gambar 4.8. Ilustrasi Bentuk Penerapan Konsep Talud ... 105

(18)

xii DAFTAR PETA

Peta 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Takalar ... 56 Peta 4.2. Peta Delinasi Desa Boddia ... 62 Peta 4.3. Peta Penggunaan Lahan Desa Boddia ... 66 Peta 4.4 Kedudukan Desa Boddia Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Takalar ... 78

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-undang No.24 Tahun 2007 Abrasi adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan material hasil kikisan yang terangkut ke tempat lain oleh arus.

Membicarakan masalah Abrasi yang terjadi di suatu segmen pantai berarti membicarakan kemungkinan luas lahan pantai yang akan hilang pada suatu periode waktu tertentu. Dengan kata lain, berbicara masalah abrasi untuk jangka panjang berarti membicarakan lahan pantai yang terancam hilang dan kerusakan pantai dan ekosistemnya.

Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir dan garis pantai sehingga mundur kebelakang, merusak tambak maupun lokasi persawahan yang di pinggir pantai, serta mengancam bangunan yang berbatasan langsung dengan air laut. Abrasi pantai didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi asalnya.

Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi, wilayah ini sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti pusat pemerintahan, permukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian dan pariwisata. Pantai mempunyai

(20)

2 keseimbangan dinamis yaitu cenderung menyesuaikan bentuk profil sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Gelombang normal yang datang akan mudah dihancurkan oleh mekanisme pantai, sedangkan gelombang besar/badai yang mempunyai energi besar walaupun singkat akan menimbulkan abrasi.

Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi menyempit, bila dibiarkan bisa menjadi lebih berbahaya. Hal tersebut dapat mengancam pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut. Dari sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan- kekuatan asal darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, Abrasi terjadi karena kekuatan-kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan- kekuatan asal darat. Faktor utama yang menyebabkan terjadi nya Abrasi adalah aktivitas gelombang di pantai yang terjadi secara terus menerus dan tidak dapat ditahan oleh material pantai. Dengan demikian, tiupan angin menjadi faktor penting yang menentukan terjadi atau tidaknya Abrasi di tempat-tempat atau segmen-segmen pantai tertentu dan pada musim-musim tertentu. Arah angin menentukan segmen- segmen pantai yang akan tererosi, sedang kecepatan angin “fetch”

menentukan kekuatan gelombang yang terbentuk dan memukul ke pantai. Arus dekat pantai menentukan arah pergerakan muatan sedimen di sepanjang pantai. Arus itu memindahkan muatan sedimen dari satu tempat ke tempat lain di sepanjang pantai atau membawa

(21)

3 muatan sedimen dari satu sel pantai ke sel pantai yang lain atau membawa muatan sedimen keluar ke perairan lepas pantai. Dalam skala waktu yang besar, jangka panjang, Abrasi dapat mengakibatkan kerusakan garis pantai yang mengancam ekosistem di pinggiran pantai dan merubah bentuk kota terutama kota-kota pantai.

Sulawesi Selatan dengan Panjang pantainya mencapai 1.937 kilometer merupakan provinsi yang dikelilingi oleh perairan luat lepas, baik itu laut Flores, laut Sulawesi ataupun Selat Makassar yang dikenal akan ombak dan angin yang kencang. Banyak kota-kota pantai di Sulawesi Selatan yang telah mengalami kerusakan akibat abrasi yang mangakibatkan terjadinya akresi pantai dan sedimentasi yang merubah struktur pantai kota-kota yang ada di garis pantai.

Kabupaten takalar merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan yang berada di wilayah pesisir pantai dan berbatasan langsung dengan Laut Flores dan Selat Makassar. Kabupaten Takalar berada antara 5.3 - 5.33 derajat Lintang Selatan dan antara 119.22- 118.39 derajat Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2, dimana 240,88 km2 diantaranya merupakan wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 74 km. Secara geografis di Kabupaten Takalar terdapat 6 (enam) kecamatan yang berada di pesisir pantai dan memiliki masalah yang sama yaitu abrasi dan sedimentasi.

(22)

4 Salah satu kecamatan yang merasakan dampak abrasi di Kabupaten Takalar adalah Kecamatan Galesong. Di Kecamatan Galesong bencana Abrasi merupakan masalah utama yang terjadi disepanjang pantainya, dikarenakan gelombang air laut yang di pengaruhi oleh kecepatan angin dan kedalaman laut itu sendiri, Kecamatan Galesong memiliki gelombang yang besar sehingga dapat mengancam ekosistem budidaya yang ada di garis pantai. Hal ini diperparah dengan adanya sungai yang terus mengalami erosi atau pengikisan sehingga mengancam ekosistem permukiman disekitarnya. Abrasi yang terjadi di Kecamatan Galesong telah merusak ekosistem di pinggir pantai dan mengancam permukiman dan berbagai aktivitas yang ada di pinggir pantai.

Di Kecamatan Galesong Abrasi pantai terjadi dikawasan pesisir tepatnya pada 5 (lima) desa yaitu Boddia, Mappakalompo, Galesong Kota, Galesong Baru, dan Pa’lalakkang. Namun dalam hal ini peneliti hanya melakukan penelitian pada Desa Boddia dikarenakan desa inilah yang terkena dampak paling besar dari bencana abrasi tersebut. Abrasi pantai disebut sebagai salah satu bencana alam akibat ulah manusia, dimana eksploitasi potensi laut dan pesisir pantai yang mengakibatkan tidak adanya hambatan laju gelombang ke daratan. Kabupaten Takalar yang menjadikan Kecamatan Galesong menjadi kawasan pertumbuhan dan menjadi sub pusat perkembangan untuk Kabupaten Takalar.

(23)

5 Sehingga perkembangan di Kecamatan Galesong cukup berkembang terutama untuk kegiatan permukiman industri, dan jasa transportasi darat dan laut. Hal tersebut tidak di tunjang dengan arahan yang tepat untuk daerah pesisirnya dalam pengendalian dampak abrasi pantainya yang berpotensi terjadi berbagai macam bencana seperti abrasi hingga menyebabkan intrusi air laut. Hal tersebut diperparah dengan kondisi masyarakat sekitar pesisir yang enggan berpindah atau di relokasi dari lokasi bermukim mereka yang mengalami ancaman bahaya. Hal tersebut dikarenakan akar kebudayaan masyarakat yang telah mengakar sebagai masyarakat nelayan dikawasan penelitian.

Selain itu, pada kondisi eksisting di sepanjang wilayah pantai di Desa Boddia tidak terdapat adanya tanaman-tanaman pantai seperti mangrove yang berfungsi sebagai penangkap sedimen yang dapat meminimalisir dampak dari abrasi. Hal ini diperparah dengan dengan hadir nya penambang pasir yang melakukan pengerukan pasir sebanyak mungkin dalam intensitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi volume pasir di lautan bahkan dapat menguras sedikit-demi sedikit, sehingga membuat dasar laut semakin dalam. Ini kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan juga kecepatan air laut yang akan langsung menghantam pantai. Hal inilah yang akan memicu terjadinya abrasi pantai. Adapun panjang kerusakan pantai yang di akibatkan oleh bencana abrasi pada lokasi penelitian tersebut yaitu

(24)

6 kurang lebih sepanjang 300 m, yang tersebar di beberapa titik abrasi sepanjang garis pantai tersebut diantaranya ada beberapa meter yang sudah mendekati permukiman warga dan bahkan ada yang sudah menghantam dan mengikis sebagian jalan paving di beberapa titik sepanjang garis pantai dan akan semakin memperluas kerusakan apabila tidak diatasi dengan cepat lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak dari kerusakan yang dialami masyarakat pesisir Desa Boddia penting kiranya bagi penulis untuk meneliti terkait dengan Analisis Mitigasi Bencana Abrasi Pada Kawasan Pesisir Kecamatan Galesong Yang memperhatikan aspek pengelolaan kawasan pesisir pantai Desa Boddia.

Penelitian ini menggunakan spatial approch atau yang biasa dikenal dengan pendekatan keruangan. Dalam pendekatan keruangan ini terdapat tiga hal pokok diantaranya pendekatan topik dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bencana abrasi yang melanda lokasi penelitian adapun panjang kerusakan pantai yang di akibatkan oleh bencana abrasi tersebut yaitu kurang lebih sepanjang 300 m, yang tersebar di beberapa titik abrasi sepanjang garis pantai diantaranya ada beberapa meter yang sudah mendekati permukiman warga dan bahkan ada yang sudah menghantam dan mengikis sebagian jalan paving pada lokasi penelitian. Pendekatan aktivitas manusia, dalam hal ini adalah

(25)

7 penambang pasir yang melakukan pengerukan pasir sebanyak mungkin dalam intensitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi volume pasir di lautan bahkan dapat menguras sedikit-demi sedikit, sehingga membuat dasar laut semakin dalam. Ini kemudian berpengaruh langsung terhadap arah dan juga kecepatan air laut yang akan langsung menghantam pantai. Pendekatan wilayah dalam hal ini adalah kondisi eksisting di sepanjang pantai di Desa Boddia tidak terdapat adanya tanaman-tanaman pantai seperti mangrove yang berfungsi sebagai penangkap sedimen yang dapat meminimalisir dampak dari bencana abrasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adap un rumusan masalah yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya abrasi di kawasan pesisir Desa Boddia Kecamatan Galesong?

2. Bagaimana upaya mitigasi bencana abrasi pada kawasan pesisir Desa Boddia Kecamatan Galesong?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian berdasarkan latar belakang penelitian adalah:

(26)

8 1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan

terjadinya abrasi di kawasan pesisir Kecamatan Galesong.

2. Untuk merumuskan arahan mitigasi bencana abrasi pada kawasan pesisir Kecamatan Galesong.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi beberapa pihak antara lain:

1. Bidang Akademik

Terkait dengan bidang akademik perencanaan wilayah dan kota, penelitian ini bermanfaat untuk semakin memperdalam pemahaman tentang hubungan perencanaan wilayah dan kota terhadap kawasan wilayah pesisir berbasis mitigasi bencana abrasi di Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, dimana peneliti ingin mengetahui faktor apa yang menyebabkan sehingga terjadinya bencana abrasi di wilayah pesisir Kecamatan Galesong kemudian bagaimana mitigasi bencana abrasi pada kawasan pesisir Kecamatan Galesong.

2. Instansi Pemerintah

Bagi instansi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan kebijakan terkait, dengan demikian diharapkan mampu meminimalisir kerugian

(27)

9 materil dan non materil ataupun dapat menanggulangi jika bencana tiba-tiba melanda sebuah wilayah.

3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang faktor-faktor kawasan rawan bencana abrasi.

E. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

1. Wilayah penelitian dilakukan di Desa Boddia, Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar yang merupakan kawasan rentan terhadap bencana abrasi.

2. Kerentanan bencana abrasi di fokuskan untuk menganalisis tingkatan fisik dasar serta upaya penanggulangan di kawasan pesisir Kecamatan Galesong.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini merupakan tahapan- tahapan dalam proses penyusunan laporan dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah mengenal dan memahami substansi dalam penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

(28)

10 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini menguraikan apa yang menjadi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang kumpulan ringkasan atau teori-teori yang dilakukan terhadap berbagai literature yang dapat mendukung penelitian ini. Adapun isi dari tinjauan pustaka ini adalah tinjauan teori ruang pesisir, tipologi pengembangan kawasan pesisir pantai, penelitian terkait, dan kerangka fikir.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengambilan data, variabel penelitian. metode analisis dan definisi operasional.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kabupaten Takalar, gambaran umum Kecamatan Galesong, analisis fisik dasar, analisis variabel penelitian, analisis faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi dan mitigasi bencana abrasi.

(29)

11 BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

(30)

12 G. Keaslian Penelitian

No Penelitian Tujuan Variabel dan Indikator

Metode dan Analisis

Hasil Pembahasan Keterangan 1. Analisis Mitigasi

Bencana

Lingkungan Laut dan Pesisir Kota Jayapura ( Dahlan, 2014)

Mengkaji potensi daerah sensitif rawan bencana baik lingkungan laut maupun kawasan pesisir Kota Jayapura.

Apek Biotik, Abiotik, dan Budaya

Deskriptif Esploratif

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menitik beratkan pada upaya

preventif pada prabencana.

Penyelenggaraan mitigasi bencana diwilayah pesisir dan pulau pulau kecil tidak terlepas dari perhatian terhadap aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, kemanfaatan dan efektivitas, serta lingkup luas wilayah. Secara umum pilihan teknologi yang tersedia untuk penanganan abrasi pantai dapat dikelompokkan antara teknologi struktur keras (hard structure) dan

teknologi struktur lunak (soft structure).

Penelitian ini membahas mitigasi bencana pada lingkungan laut dan pesisir, tidak berfokus hanya kepada becana abrasi.

2. Strategi Pengurangan

Mengkaji beberapa

Strategi Mekanik,

Deskriptif Eksploratif

Pengurangan risiko di Kabupaten Rembang merupakan salah satu

Perbedaan penilitian ini terdapat pada

(31)

13 Risiko Abrasi di

Pesisir Kabupaten Rembang Jawa Tengah (Maulana, Edwin, et al. 2016)

strategi mitigasi abrasi yang diterapkan di Kabupaten Rembang.

Strategi Vegetatif

bentuk mitigasi struktural.

Mitigasi struktural yang digunakan berupa teknik mekanik dan vegetatif. Teknik mekanik yang digunakan berupa penahan abrasi dengan batu kapur, penahan abrasi dengan batu Andesit, talud, buis, karung pasir dan bangunan pantai model kubus. Metode vegetatif yang digunakan berupa penanaman Cemara Udang dan Mangrove.

variabel dan metode penelitian.

3. Analisis

Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Sea Level Rise

Kota Lama

Makassar (Hidayat,Arief.

2012)

Mengetahui pengaruh SLR terhadap perkembangan kawsan pesisir dan mengetahui arahan

pemanfaatan ruang kawasan pesisir Kota Lama Makassar berbasis SLR

Kenaikan permukaan air laut,

penggunaan lahan, sarana prasarana lingkungan, kependuduka n

Deskriptif Eksploratif, Analisis Bahaya Kenaikan SLR, Analisis Kerentanan SLR, Analisis Ambang Batas Pengamban gan

Dari data analisis Kenaikan Muka Air Laut pada tahun 2100 mengalami kenaikan hingga 122 cm sehingga sangat berpengaruh terhadap kawasan yang berada di sekitar pesisir Kota Lama.

Kenaikan muka air laut di kawasan kota lama menelan kerugian dari segi lahan mencapai 7,5 triliun hingga tahun 2100, serta menjadikan lokasi yang tidak ternilai harganya seperti pelabuhan dan Fort Rotterdam manjadi tergenang.

Penelitian ini lebih berfokus kepada mitigasi kenaikan muka air laut. Akan tetapi penelitian ini dapat dijadikan refrensi karena didalamnya

membahas terkait mitigasi bencana.

4. Model Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir

Menemukan model mitigasi bencana di

Aspek fisik:

kondisi alami (spasial),

Deskriptif Kualitatif dan

Bencana yang melanda wilayah pesisir ternyata tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya

Penelitian ini lebih berfokus kepada mitigasi bencana

(32)

14 dengan

Pemberdayaan Masyarakat (Haryani, 2016)

Wiayah Pesisir dengan

pemberdayaan masyarakat terutama bencana alam (tsunami, abrasi pantai,

gelombang pasang)

binaan (pemukiman).

Aspek

Kebencanaan, Aspek

Ekonomi:

Perekonomian masyarakat pesisir.

Aspek Sosial:

Potensi SDM, budaya, tingkat pendidikan, tinjauan kebijakan.

Deskriptif Kuantitatif Metode Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participator y Rural Appraisal (PRA)

karena semua jenis bencana saling terkait. Jika pada awal penelitian hanya dibatasi pada bencana abrasi saja, ternyata abrasi disebabkan antara lain

oleh gelombang

pasang/gelombang besar.

Gelombang pasang salah satunya disebabkan oleh angin kencang /badai sehingga menimbulkan gelombang besar.Akibat gelombang pasang menimbulkan abrasi pantai, intrusi air laut, sedimentasi dan banjir. Model Mitigasi Pasif dengan Pemberdayaan adalah suatu bentuk tindakan mengurangi dan atau pencegahan sebelum bencana pesisir datang (pra bencana) dengan mitigasi bencana secara non fisik. Model Mitigasi Aktif dengan Pemerdayaan Masyarakat adalah suatu bentuk tindakan mengurangi dan atau pencegahan sebelum bencana pesisir datang (pra bencana) dengan mitigasi bencana secara fisik

dengan

memanfaatkan SDM yang ada

(33)

15 5. Analisis Jasa

Ekosistem

Mangrove dalam Mengurangi Erosi Pantai di Sebagian Pesisir Kecamatan Rembang

Kabupaten Rembang

(Anggaraini, Dhika Dwi et al. 2017)

Mengetahui jasa ekosistem mangrove di Kawasan Mangrove Kecamatan Rembang, menghitung besarnya nilai jasa ekosistem mangrove dalam pengurangan erosi pantai.

Jasa

Penyedia/Prod uksi, Jasa Regulasi/Peng aturan, Jasa Budaya

Analisis statistik deskriptid dan komparatif Pendekatan valuasi ekonomi

Ekosistem mangrove di sebagian Kecamatan Rembang memiliki jasa penyedia, jasa regulasi, dan jasa budaya. Jasa penyedia berupa

kegiatan penghasil sumber pakan bagi organisme di dalam ekosistem ataupun bagi masyarakat sekitar,

jasa regulasi berupa pelindung tambak dari erosi pantai, dan jasa budaya yang hanya ditemukan di Desa Pasarbanggi berupa kegiatan pariwisata. Nilai dari jasa ekosistem di masing-masing desa mempunyai

nilai yang berbeda-beda. Nilai jasa ekosistem terbesar terdapat di Desa Tireman dengan nilai sebesar

Rp.6.691.321.600/tahun

Penelitian ini lebih berfokus kepada peran dari ekosistem mangrove sebagai mitigasi bencana erosi

(34)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ruang Pesisir

Secara umum wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan keputusan menteri kelautan dan pariwisata Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan Pesisir terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas administrasi kabupaten/kota.

Wilayah pesisir menurut UU 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; pasal (1) mengatakan bahwa wilayah pesisir adalah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, serta daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menurut UU ini bahwa dari garis pantai sampai batas administrasi, sedangkan kelaut dihitung dari garis pantai sepanjang 12 mil ke arah pantai.

Dahuri, dkk. (1996) mendefenisikan wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana batas ke arah darat adalah jarak secara arbiter dari rata-rata pasang tertinggi dan batas ke arah laut adalah yurisdiksi wilayah provinsi di suatu negara. Kawasan

(35)

17 pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut.

Secara fisiologi didefenisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan lebar yang ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempeng hingga pasir yang bersifat lepas dan kadang materinya berupa kerikil. Ruang kawasan pesisir merupakan ruang wilayah diantara ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan termasuk perairan darat dan sisi darat dari garis terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai sisi laut pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya.

Dalam cakupan horizontal, wilayah pesisir di batasi oleh dua garis hipotetik. Pertama, ke arah darat wilayah ini mencakup daerah-daerah dimana proses-proses oseanografis (angin laut, pasang-surut, pengaruh air laut dan sebagainya) yang masih dapat pengaruhnya.

Kedua, ke arah dirasahkan laut meliputi daerah-daerah dimana akibat proses-proses yang terjadi di darat (sedimentasi, arus sungai, pengaruh air tawar dan sebagainya). Wilayah perbatasan ini mempertemukan lahan darat dan masa air yang berasal dari daratan yang relatif tinggi (elevasi landai, curam atau sedang) dengan masa air laut yang relatif rendah, datar, dan jauh lebih besar volumenya. Karakteristik yang

(36)

18 demikian oleh Ghofar (2004), mengatakan bahwa secara alamiah wilayah ini sering disebut sebagai wilayah jebakan nutrient (nutrient trap). Akan tetapi, jika wilayah ini terjadi pengrusakan lingkungan secara massif karena pencemaran maka wilayah ini disebut juga sebagai wilayah jebakan cemaran (pollutants trap). Dengan demikian dapat dimengerti bahwa berbagai sumberdaya hayati serta lingkungan di wilayah pesisir relatif lebih rentan terhadap kerusakan, dibandingkan dengan wilayah-wilayah atau ekosistem-ekosistem lainnya. Dari seluruh tipe ekosistem yang ada, biasanya ekosistem pesisir merupakan wilayah yang mendapatkan tekanan lingkungan yang paling berat (Kay dan Alder, 1999) dalam Ghofar (2004).

Untuk dapat mengelola pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa- jasa lingkungan (en-vironmental services) kawasan pesisir secara berkelanjutan (on a sustainable basis), perlu pemahaman yang mendalam tentang pengertian dan karakteristik utama dari kawasan ini.

Definisi wilayah pesisir bisa berbeda-beda, karena belum ditemukan suatu istilah paten untuk mengartikannya. Sesuai dengan UU No.27 tahun 2007, wilayah pesisir telah didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan laut yang ditentukan oleh 12 mil batas wilayah ke arah perairan dan batas kabupaten/kota kearah pedalaman.

Menurut Kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan

(37)

19 B. Tinjauan Tentang Pantai

1. Defenisi Pantai

Pantai secara umum diartikan sebagai batas antara wilayah yang bersifat daratan dengan wilayah yang bersifat lautan. Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air pasang surut terendah (Ramadhani,2013).

Daerah pantai sering juga disebut daerah pesisir atau wilayah pesisir. Daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktivitas darat maupun oleh aktivitas kelautan (Yuwono, 2005 dalam Ramadhani, 2013). Beberapa definisi pantai dibagi dalam beberapa bagian daerah berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai (Triatmodjo, 1999), diantaranya:

 Coast, merupakan daratan pantai yang masih terpengaruh laut

secara langsung, misalnya pengaruh pasang surut, angin laut dan ekosistem pantai ( hutan bakau,dll).

 Swash zone, merupakan daerah yang dibatasi oleh garis batas

tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

 Surf zone, merupakan daerah yang terbentuk antara bagian dalam dan gelombang pecah sampai batas naik-turunnya gelombang di pantai.

(38)

20

 Breaker zone, merupakan daerah dimana terjadi gelombang pecah.

 Off shore, adalah daerah dari gelombang (mulai) pecah sampai ke laut lepas.

 Fore shore, adalah daerah yang terbentang dari garis pantai

pada saat surut terendah sampai batas atau dari uprush pada saat air pasang tertinggi.

 Inshore, adalah daerah antara offshore dan foreshore.

 Backshore, adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan

garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tertinggi.

Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah tepi perairan yang di pengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut di mulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, di mana posisinya tidak tetap

(39)

21 dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan bencana abrasi yang terjadi.

2. Bentuk Pantai

Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap abrasi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai biasa berbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar.

Pantai lumpur mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil biasa mencapai 1:4.

Pantai berlumpur banyak dijumpai didaerah pantai dimana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan bergelombang relatif kecil.

a. Pantai berpasir

Pada umumnya pantai berpasir mempunyai bentuk serupa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Dalam gambar tersebut pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona ini adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal (biasa). Runup adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Runup

(40)

22 gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Surfzone terbentang dari titik dimana gelombang pertama kali pecah sampai titik runup disekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan di dasar yang memanjang sepanjang pantai.

Gambar 2.1. Profil Pantai

Sumber: Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan

Pada kondisi gelombang normal pantai membentuk profilnya yang mampu menghancurkan energy gelombang. Jika suatu saat terjadi gelombang yang lebih besar, pantai tidak mampu meredam energi gelombang sehingga terjadi abrasi. Pantai yang terabrasi akan bergerak kearah laut. Setelah sampai di daerah dimana kecepatan air didasar kecil, pasir tersebut akan mengendap.

Nearshore zone

Breaker zone Surf Zone Swash Zone

Inshore Foreshore Backshore

Offshore

Beach Face

Longshore bar

LWL

berms

dune breaker

(41)

23 b. Pantai berlumpur

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai di mana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspense dengan jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relative tenang sehingga tidak mampu membawa (dispersi) sedimen tersebut ke perairan dalam di laut lepas.

Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat muka air tinggi (pasang). Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Pada umumnya sedimen yang berada di daerah pantai (perairan pantai, muara sungai atau estuari, teluk) adalah sedimen kohesif dengan diameter butiran sangat kecil, yaitu dalam beberapa mikron.

C. Tinjauan Tentang Abrasi Pantai

Abrasi adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh gelombang dan material hasil kikisan yang terangkut ke tempat lain oleh arus. Undang-undang No.24 Tahun 2007.

1. Proses Abrasi Pantai

Penyebab terjadinya abrsi pantai yang paling berperan disebabkan oleh pergerakan aliran laut. Pergerakan air laut tersebut terdiri dari pergerakan horizontal, vertical, dan gabungan dari keduanya (vertical dan horizontal) yang terbentuk menjadi aliran

(42)

24 turbolensi. Secara umum pergerakan aliran air laut ini dapat dibedakan menjadi 3 yaitu gelombang (wafe), arus (current), dan pasang naik atau turun (tide) (Aziz,2006). Terjadinya abrasi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah terabrasi, agen abrasi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air.

Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Abrasi tidak hanya berlangsung di permukaan, namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan.

Abrasi maksimum terjadi bila enersi dari agen abrasi mencapai titik paling lemah materi terabrasi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab abrasi. Abrasi yang terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai.

Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Abrasi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang terabrasi.

(43)

25 Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat. Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh kegiatan pelubangan biota.

2. Faktor Penyebab Abrasi Pantai

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang

(44)

26 panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.Masih banyak daerah yang mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam”.

Sedangkan menurut Ratih (2012) berpendapat: “abrasi pantai diakibatkan oleh dua faktor utama yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu:

a. Peningkatan permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.

b. Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai.

Sebagaimana diketahui, akar-akar mangrove yang ditanam di pinggiran pantai mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya, hutan

(45)

27 bakau ini banyak yang telah dirusak oleh manusia melalui proses penebangan. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.

c. Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di daerah tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus laut yang menghantam pantai.

d. Perusakan karang pantai juga merupakan salah satu penyebabnya karena penggalian karang menyebabkan pertambahan kedalaman perairan dangkal yang semula berfungsi meredam energi gelombang, akibatnya gelombang sampai ke pantai dengan energi yang cukup besar.

e. Pendirian bangunan yang melewati garis pantai sehingga pasir atau tanah di sekitar pantai menjadi tidak kuat.

Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor alam, seperti:

a. Angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan.

(46)

28 b. Selain itu, tsunami juga merupakan salah satu faktor. Rusaknya bibir pantai di perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi, kekuatan ombak laut serta pusaran angin.

c. Proses fragmentasi sedimen juga merupakan penyebab abrasi karena butiran pasir atau sedimen kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak”.

Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan di mana manusialah yang paling mempengaruhi terjadinya abrasi ini melalui berbagai aktivitas khususnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan untuk mencari keuntungan pribadi.

3. Dampak Abrasi Pantai

Menurut Muhammad Arsyad (2012) menyatakan: “abrasi tentu sangat berdampak terhadap kehidupan. Pada umumnya abrasi lebih banyak memiliki dampak negatif dibandingkan dampak positif.

Dampak negatif yang dihasilkan dari abrasi juga sangat merugikan lingkungan khususnya manusia. Berikut ini akan dipaparkan bukti- bukti kerugian yang diakibatkan abrasi.

a. Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang besar kadang-kadang

(47)

29 kecil,tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal.

b. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai.

c. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.

d. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau.

e. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit.

f. Pemukiman penduduk yang berada di areal pantai akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.

(48)

30 g. Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang dan banyak pulau yang akan tenggelam.

h. Dalam beberapa tahun terakhir garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Di beberapa daerah abrasi pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi kelautan di daerah tersebut secara keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.

i. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak.

Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut.

Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara- gara abrasi pantai ini.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi sangat berdampak terhadap kehidupan. Dibandingkan dengan dampak positif, abrasi lebih banyak dampak negatif yang mana dampak negatif ini sangat merugikan manusia, lingkungan, dan aktivitas manusia itu sendiri. Tidak hanya itu, wilayah negara kita,

(49)

31 Indonesia juga semakin menyempit. Ironisnya, semua dampak ini sebagian besar disebabkan oleh manusia.

Dampak abrasi di atas cukup menunjukkan bahwa abrasi sangatlah mengancam dan jika dibiarkan, daya destruktifnya dapat semakin merusak dan merugikan banyak pihak. Selain pada pemukim dan pebisnis di wilayah pantai, abrasi yang dibiarkan juga dapat berpengaruh besar terhadap hasil laut serta jenis jenis sumber daya alam yang menjadi bahan konsumsi pokok masyarakat sekaligus mata pencaharian sebagian masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit.

D. Pengertian Mitigasi Bencana Abrasi

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana untuk mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan oleh suatu bencana. seperti mencegah kehilangan jiwa,mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis. Dalam bukunya, Randlolph mengungkapkan bahwasanya mitigasi bencana merupakan usaha jangka panjang dalam mengurangi dampak dari suatu kejadian bencana(Randlolph, 2004). Sedangkan menurut kodoatie, mitigasi adalah tindakan-tindakan untuk mereduksi

(50)

32 dampak bencana, baik dampak ke komunitas yaitu jiwa danharta maupun dampak keinfrastruktur atau apabila dikaitkan dengan waktunya, mitigasi merupakan tindakan preventiv (Kodoatie, 2006:

143). Mitigasi berhubungan dengan banyak aspek dari perencanaan dan manajemen lingkungan. Dalam mitigasi bencana terdapat hirarki dari strategi mitigasi dampak lingkungan (Randlolph,2004) yaitu:

1. Menghindari dampak

2. Mengurangi dampak dengan memodifikasi lokasi (berpindah pada kawasan dengan dampak yang lebih sedikit)

3. Mengurangi dampak dengan memodifikasi desain 4. Mengganti kerugian akibat bencana

Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi kapan datangnya, karena itu datangnya tiba-tiba. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah bagaimana kita berusaha untuk dpata mengurangi dampak- dampak yang terjadi akibat datangnya bencana alam serta seberapa jauh kesiapan kita dalam menghadapi bencana alam yang akan terjadi.

Mitigasi merupakan dasar management situasi darurat, meliputi segala tindakan untuk mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dihindarkan.

(51)

33 E. Mitigasi Bencana Alam di Kawasan Pesisir

Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau non fisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Mitigasi dapat diartikan secara sederhana upaya fisik dan non fisik untuk mengurangi dampak bencana. Dalam hal ini UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dikatakan bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana.

Sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.Sehingga dalam perencanaan penataan ruang dalam hal ini pengelolaan wilayah pesisir sangat menekankan pada aspek mitigasi, agar mampu mengelola sumber daya pesisir.

Penyelenggaraan mitigasi bencana wilayah pesisir sebagaimana dimaksud dalam pasal; (57) UU No. 27 Tahun 2007 dilaksanakan dengan memperhatikan aspek :

1. Sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat 2. Kelestarian lingkungan hidup

3. Kemanfaatan dan efektivitas; serta

(52)

34 4. Lingkup luas wilayah

Upaya mitigasi bencana abrasi memerlukan biaya yang cukup besar, baik dalam proses pembangunan maupun dalam operasional serta pemeliharaannya. Upaya mitigasi bencana abrasi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu upaya struktural dan non struktural.

a. Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Struktural

Upaya struktural adalah upaya teknis yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan proses transport sedimen di sepanjang garis pantai melalui upaya antara mengurangi/menahan energi gelombang yang mencapai garis pantai, memperkuat struktur geologi garis pantai.

Tabel 2.1. Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Struktural

Alami Buatan

Green Belt (hutan pantai atau mangrove)

Penguatan gumuk pasir dengan vegetasi dll.

Breakwater

Tembok laut, Groin dll.

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanana dalam Pedoman Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, 2005

b. Upaya Mitigasi Bencana Abrasi Non Struktural

Upaya non struktural adalah upaya non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan

(53)

35 manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya upaya mitigasi non struktural adalah sebagai berikut:

1) Pembuatan standarisasi dan metoda perlindungan pantai 2) Penyusunan garis sempadan pantai.

Secara teori menurut Steward dan Hutabarat, 1985 perlindungan daerah pesisir pantai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu soft solution (non struktur) atau dengan cara hardsolution (terstruktur) tergantung dari kondisi fisik pantai tersebut.

1. Non struktur (Soft solution)

a. Penanaman tumbuhan pelindung pantai

Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api) dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai berlempung pohon bakau dan pohon api api dapat tumbuh dengan baik tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohon api-api dapat mengurangi energi gelombang yang mencapai pantai sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang.

b. Pengisian pasir (sand nourishment)

Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen ke daerah pantai yang potensial akan tererosi.

Penambahan sedimen dapat dilakukan dengan menggunakan

(54)

36 bahan dari laut maupun dari darat, tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh badai (gelombang yang besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai. Diusahakan kualitas pasir urugan harus lebih baik atau sama dengan kualitas pasir yang akan diurug atau diameter pasir urugan diusahakan lebih besar atau sama dengan diameter pasir asli (Triatmodjo, 1999).

2. Terstruktur (Hard solution) a. Groyne (groin)

Pembuatan bangunan groin sangat mempengaruhi daerah erosi pantai,hal ini terjadi karena dalam pembuatan groin hanya berfungsi sebagai mengatasi longshore transport atau perpindahan sedimen sejajar pantai. Panjang groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup lebar surfzone. Namun keadaan tersebut dapat mengakibatkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti sehingga dapat mengakibatkan erosi di daerah hilir. Sehingga panjang groin dibuat 40% sampai dengan 60% dari lebar surfzone dan jarak antar groin adalah 1-3 panjang groin.

(55)

37 b. Breakwater

Breakwater adalah pemecah gelombang yang ditempatkan secara terpisah-pisah pada jarak tertentu dari garis pantai dengan posisi sejajar pantai. Struktur pemecah gelombang ini dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah lepas pantai.

c. Seawall

Seawall merupakan bangunan yang di gunakan untuk melindungi struktur pantai dari bahaya erosi/abrasi dan gelombang kecil. Seawall dimaksudkan untuk melindungi pantai dan daerah dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi dan limpasan gelombang.

d. Revetment

Revetmen atau perkuatan lereng merupakan bangunan yang ditempatkan pada suatu lereng yang berfungsi melindungi suatu tebing alur pantai atau permukaan lereng dan secara keseluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur pantai atau tubuh tanggul yang dilindungi. Secara khusus, dinding pantai atau revetment juga dapat didefinisikan sebagai bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai dinding pelindung pantai terhadap erosi dan limpahan gelombang (overtopping) ke darat. Daerah yang

(56)

38 dilindungi adalah daratan tepat di belakang bangunan.

Revetment ditempatkan di tebing pantai untuk menyerap energi air yang masuk guna melindungi suatu tebing alur pantai atau permukaan lereng tanggul terhadap erosi dan limpahan gelombang (overtopping) ke darat.

(57)

39 F. KERANGKA FIKIR

(58)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Nazir (1988: 51), mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan suatu kesatuan sistem dalam penelitian yang terdiri dari prosedur dan teknik yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian.

Prosedur memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, sedangkan teknik penelitian memberikan alat-alat ukur apa yang diperlukan dalam melakukan suatu penelitian.

Penelitian ini mencoba membahas tentang bagaimana fenomema bencana abarasi yang terjadi di Keamatan Galesong yang dimana fokus pembahasanya akan mengkaji terkait dengan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya bencana abrasi di Kecamatan Galesong ini. Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan jenis metode pendekatan deskriptif. Secara umum, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk tegangan eksitasi dari keluaran buck-boost converter saat dilakukan pengujian parsial mengalami perubahan dengan saat dimasukkan ke penguat medan

Sesuai dengan hasil pengolahan data yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa pengaruh komitmen sebesar 0.194 atau 19.4 %, pengaruh stres kerja sebesar 0.119 atau 11.9 % dan

Pnji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Mahakuasa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan praktek kerja magang

Setelah empat kebutuhan dasar telah terpenuhi, kebutuhan yang berada pada tingkat paling tinggi dalam hierarki kebutuhan bertingkat adalah kebutuhan akan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup rentan terhadap abrasi pantai dan bencana alam seperti tsunami. Wilayah pesisir sebagai benteng pertahanan utama

Wisata Pantai Galesong didirikan pada tanggal 18 oktober 2010 dan diresmikan oleh Bupati Takalar sendiri yaitu. Pantai Galesong adalah salah satu objek wisata

Permasalahan yang sering terjadi di Desa Boddia Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar yaitu serangan hama penyakit dan gulma, kurang unsur hara dalam tanah

Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Abrasi Pantai: Studi di Kawasan Pesisir Samas, Bantul,