• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN TEORITIS

2.4 Definisi Operasional

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka definisi operasional masing- masing variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Karakteristik santri merupakan latar belakang sosial ekonomi serta atribut yang inheren dalam diri santri yang meliputi:

a) Umur adalah usia hidup santri sejak lahir sampai pelaksanaan pengambilan data, dihitung dalam satuan tahun. Pengkategorian umur menggunakan skala ordinal, dengan kategori:

1. Muda (16 – 19 tahun), skor = 1 2. Sedang (20 - 22 tahun), skor = 2 3. Tua (22 – 26 tahun), skor = 3

b) Pekerjaan orang tua adalah pekerjaan yang pernah atau sedang dialami orang tua santri. Dikategorikan menjadi dua dengan skala ordinal, yaitu: 1. Non-wiraswasta (Bukan pengusaha), skor = 1

2. Wiraswasta (pengusaha), skor = 2

c) Tingkat pendidikan santri adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang terakhir diikuti oleh santri, dikategorikan menjadi:

1. Rendah, tamat SD/MI dan sederajat 2. Sedang, tamat SLTP/MTs dan sederajat 3. Tinggi, tamat SMA/MA dan sederajat.

d) Pengalaman berwirausaha adalah pengalaman santri terkait dalam kegiatan wirausaha sebelum masuk pesantren, dihitung dalam satuan tahun. Dikategorikan menjadi:

1. Rendah (belum pernah atau 0 tahun), skor = 1 2. Sedang (1 – 2 tahun), skor = 2

3. Tinggi ( > 2 tahun), skor = 3

e) Motivasi mengikuti pendidikan adalah tujuan santri sebelum memutuskan untuk mengikuti pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba. Pengkategorian menggunakan skala ordinal dengan kategori;

1. Rendah, jika motivasi berdasarkan paksaan orang tua, skor = 1 2. Sedang, jika ikut-ikutan teman, skor = 2

3. Tinggi, jika motivasi dari diri sendiri, skor = 3

2. Pendidikan wirausaha agribisnis merupakan serangkaian kegiatan belajar mengajar tentang kewirausahaan di bidang agribisnis (pertanian) yang diterapkan di pesantren. Pengukuran pendidikan wirausaha agribisnis diukur dari penilaian santri yang meliputi aspek:

a) Lingkungan belajar di pesantren merupakan penilaian santri tentang situasi dan kondisi di pesantren dan sekitar pesantren. Pertanyaan lingkungan di pesantren meliputi dukungan santri dalam kemudahan memperoleh informasi mengenai kegiatan bisnis melalui media koran, media televisi, dan internet. Dukungan teman-teman di pesantren untuk mengikuti pendidikan, dukungan guru-guru (asatidz) dalam pelaksanaan program pendidikan, dan dukungan masyarakat dalam kelancaran praktek pendidikan. Setiap jawaban yang diperoleh, dijumlahkan kemudian dikategorikan.

Pengkategorian lingkungan belajar di pesantren terdiri dari: 1. Kurang mendukung, dengan nilai 12 – 15

2. Cukup mendukung, nilai 16 – 20 3. Sangat mendukung, nilai 21 – 24

b) Materi pembelajaran adalah penilaian mengenai manfaat dan pemahaman santri terhadap mata ajaran meliputi materi keislaman, keterampilan agribisnis, dan kewirausahaan.

1. Kurang bermanfaat, dengan nilai 12 – 15 2. Cukup bermanfaat, nilai 16 – 20

3. Sangat bermanfaat, nilai 21 – 24

c) Tujuan pendidikan adalah penilaian santri mengenai kesesuian tujuan pada setiap materi pelajaran, meliputi tujuan materi keislaman, tujuan materi keterampilan agribisnis, dan tujuan materi kewirausahaan dengan kebutuhan belajar santri. Pengkategorian tujuan pendidikan terdiri dari:

1. Kurang sesuai, dengan nilai 12 – 15 2. Cukup sesuai, nilai 16 – 20

3. Sangat sesuai, nilai 21 – 24

d) Metode pendidikan adalah penilaian santri tentang ketepatan cara/teknik yang diterapkan pihak pesantren dalam kegiatan belajar mengajar meliputi praktek keterampilan bisnis dan cara ustadz (guru) menyampaikan pelajaran. Pengkategorian metode pendidikan terdiri dari:

1. Kurang tepat, dengan nilai 12 – 15 2. Cukup tepat, nilai 16 – 20

3. Sangat tepat, nilai 21 – 24

e) Fasilitas pembelajaran adalah penilaian santri terhadap ketersediaan fasilitas pesantren meliputi jumlah dan kualitas buku/kitab di pesantren dan alat penunjang belajar. Pengkategorian fasilitas pendidikan terdiri dari:

1. Kurang baik, dengan nilai 12 – 15 2. Cukup baik, nilai 16 – 20

3. Sangat baik, nilai 21 – 24

3. Kompetensi wirausaha santri adalah kemampuan santri dalam berwirausaha yang terkait dengan kompetensi teknis dan kompetensi manajerialnya.

a) Kompetensi teknisnya adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki santri dalam budidaya ternak sapi potong sehingga menghasilkan produk yang berkualitas.

- Pengetahuan budidaya ternak sapi potong meliputi pengetahuan

pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan.

- Keterampilan budidaya ternak sapi potong meliputi keterampilan

pemilihan bibit, perkandangan, pemberian pakan, penanganan kesehatan, dan perkawinan.

b) Kompetensi manajerialnya adalah pengetahuan dan keterampilan santri terkait perencanaan usaha, mengatasi risiko usaha, komunikasi, membangun jaringan, dan evaluasi usaha dalam usaha ternak sapi potong.

- Perencanaan usaha, merupakan pedoman dalam menjalankan suatu

bisnis yang meliputi pada perencanaan produksi, modal, pemasaran, dan keuangan.

- Mengatasi risiko usaha, merupakan cara santri dalam mengantisipasi

risiko usahanya meliputi metode mengatasi risiko produksi, risiko modal, risiko sumberdaya, dan risiko adanya kebijakan pemerintah.

- Komunikasi merupakan interaksi santri dengan orang lain dalam

menjalankan usahanya yang meliputi komunikasi dengan pembeli, penjual, peternak sapi lainnya, dan pemilik modal.

- Membangun jaringan dalam penelitian ini merupakan cara santri

bekerjasama dengan pihak yang terlibat dalam usahanya meliputi kerjasama dengan pemilik modal, toko saprodi, dan peternak lainnya.

- Evaluasi usaha merupakan penilaian akhir santri terhadap usahanya

meliputi evaluasi permodalan, produktivitas ternak, prestasi kerja, dan pengembangan usaha.

Pengukuran kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam pengetahuan menggunakan indikator pengukuran pilihan benar salah dari setiap soal yang diberikan.

1. Jika jawaban salah, skor = 0 2. Jika jawaban benar, skor = 2

Pengukuran kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial dalam keterampilan menggunakan Indikator pengukuran dengan menggunakan skala ordinal.

1. Tidak mudah, skor = 1 2. Cukup mudah, skor = 2 3. Mudah, skor = 3 4. Sangat mudah, skor = 4

Pengkategorian kompetensi wirausaha santri diperoleh dengan menjumlahkan pengetahuan dan keterampilan masing-masing kompetensi kemudian dicari nilai selangnya . Penentuan nilai selang dilakukan dengan cara berikut:

ST ; dengan SD = , dimana

S2 =

SA = nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan skor max SB = nilai skor lebih kecil dari ST dengan skor min

Keterangan: ST = Selang tengah

Skor min = penjumlahan skor kuesioner terendah dari semua item jawaban kuesioner

Skor max = penjumlahan skor kuesioner tertinggi dari semua item jawaban kuesioner

SA = Selang atas

Nilai selang sedang (tengah) yang didapatkan dari rumus selang di atas adalah 72 ≤ x ≤ 93. Pengkategorian kompetensi wirausaha santri baik teknis maupun manajerial terdiri dari:

1. Rendah, jumlah skor jawaban berada pada selang bawah (25 ≤ x ≤ 71) 2. Sedang, jumlah skor jawaban berada pada selang tengah (72 ≤ x ≤ 93) 3. Tinggi, jumlah skor jawaban berada pada selang atas (93 ≤ x ≤ 140)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf yang berlokasi di Dukuh Tlangu RT.03 RW.02, Desa Bulan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pesantren terletak dua km dari Delanggu, sebagai daerah penghasil beras nasional, dan akses menuju pesantren relatif mudah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf merupakan pesantren yang mampu menyelenggarakan pendidikan wirausaha secara intensif di bidang pertanian terutama pada usaha sapi potong kepada santri-santrinya. Penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih enam bulan dengan kegiatan penelitian yang meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, revisi proposal, pengambilan data, penulisan draft skripsi, ujian skripsi, dan perbaikan laporan.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung oleh data-data kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian sensus. Sensus merupakan pengumpulan data dari seluruh populasi yang diinginkan, tidak menggunakan sampel (Soehartono, 2002). Pendekatan kualitatif berupa wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan dan observasi lapang. Wawancara dilakukan kepada informan yang terlibat dalam pendidikan wirausaha agribisnis, digunakan untuk mendukung data-data kuantitatif yang diperoleh.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan menggunakan panduan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada santri. Data primer mengenai deskripsi pendidikan wirausaha agribisnis diperoleh dari wawancara dengan informan menggunakan panduan wawancara dan penilaian proses pendidikan wirausaha agribisnis menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada

santri. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan topik penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf. Penelitian ini menggunakan metode survai sensus, yang mengambil seluruh populasi sehingga responden yang akan diteliti jumlahnya sesuai dengan populasi tersebut. Adapun populasi di pesantren ini berjumlah 24 orang. Sedangkan informan dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) meliputi pengasuh pesantren pada bagian pendidikan (Bp. Rubi) dan guru yang mengajar di bidang peternakan (Bp. Akbar Mahali). Unit analisisnya adalah individu, yaitu santri Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf.

3.3 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Tahap-tahap analisis data didefinisikan Sugiyono (2008) sebagai berikut:

1. Reduksi data merupakan tahap merangkum, memilah hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema, dan pola data yang diperoleh.

2. Penyajian data, yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart, dan lainnya.

3. Penarikan kesimpulan, merupakan hasil temuan baru atas objek penelitian

Analisis data hubungan antar variabel dengan skala ordinal menggunakan uji korelasi Rank Spearman, yaitu analisis hubungan karakteristik santri dan hubungan pendidikan wirausaha agribisnis dengan kompetensi wirausaha santri pada usaha sapi potong. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan program

SPSS 16.0 for windows dan Microsoft Excel. Penarikan kesimpulan pada uji korelasi Rank Spearman adalah hipotesis diterima jika p-value variabel lebih kecil dari sign correlation(α) 0,05 atau 5 persen.

BAB IV

GAMBARAN UMUM PESANTREN

WIRAUSAHA AGROBISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF

4.1 Sejarah Pesantren

Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf atau yang dikenal dengan Perwira Aba termasuk kategori pesantren pola IV menurut Daulay (2007), yaitu pesantren yang mengutamakan pengajaran-pengajaran ilmu-ilmu keterampilan di samping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok.

Penamaan pesantren ini terdiri dari dua nama, yaitu “Wirausaha Agrobisnis dan

Abdurrahman bin Auf”. Penamaan “Wirausaha Agrobisnis”, menjelaskan bahwa pendidikan yang diselenggarakan pesantren tersebut adalah pendidikan nonformal berbentuk keterampilan berwirausaha di bidang agribisnis dan nama

“Abdurrahman bin Auf” diambil dari nama sahabat Nabi Muhammad saw yang terkenal kekayaannya sebagai seorang pengusaha berkepribadian Islam. Tujuan dari penamaan tersebut adalah untuk mendidik santri-santrinya menjadi seorang pengusaha berkepribadian Islam dalam bidang agribisnis.

Pendirian Perwira Aba dilatarbelakangi atas keprihatinan sistem pendidikan di Indonesia yang belum mampu menghadapi problematika masyarakat, terutama bidang ekonomi. Sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia saat ini belum sepenuhnya memandirikan murid-muridnya dan cenderung tidak menyatukan antara profesionalisme, kemandirian, dan kepribadian Islam (jiwa religinya). Selain itu, pendirian Perwira Aba juga melihat kondisi geografis, ekonomi, dan sosial budaya yang ada di masyarakat.

Kondisi geografis, dilihat dari lokasi pesantren yang berada di daerah pedesaan. Perwira Aba terletak di Desa Bulan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Lokasi ini mempunyai potensi besar dalam mengembangkan sistem pendidikan yang berbasis wirausaha agribisnis sebagaimana yang dijabarkan Depag RI (2003), yaitu daerah pedesaan merupakan sasaran pembangunan potensial karena mempunyai sistem perekonomian berbasis pedeseaan yang tetap mengunggulkan hasil-hasil pertanian. Oleh karena itu

dibutuhkan sumberdaya manusia yang kompeten dalam mengelola sistem perekonomian tersebut terutama dalam bidang pertanian (agribisnis).

Kondisi ekonomi dan sosial budaya dalam pendirian Perwira Aba tidak terlepas dari fungsi pesantren dalam pengembangan masyarakat sebagaimana fungsi yang disebutkan Depag RI (2003). Kondisi ekonomi masyarakat sebelum pendirian pesantren masih tergolong rendah, masyarakat hanya mengandalkan pendapatan sehari-hari dari penanaman padi dan menjadi buruh di sawah orang lain. Pendirian Perwira Aba selain mendidik santri-santrinya adalah untuk melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar pondok dan mengubah pandangan masyarakat tentang wirausaha di bidang agribisnis.

Kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi pendirian Perwira Aba adalah keadaan masyarakat sekitar pesantren terutama para pemuda yang lebih banyak melakukan kegiatan kurang baik. Dengan adanya Perwira Aba, jiwa religi di masyarakat meningkat. Pengajaran agama di tengah-tengah masyarakat, menjadi warna tersendiri di daerah sekitar Perwira Aba. Agama sebagai kontrol sosial dalam bermasyarakat sehingga masyarakat yang sebelumnya bertindak tidak sesuai dengan syariat agama mulai sadar akan pentingnya agama dalam kehidupannya.

Pendirian Perwira Aba dilihat dari kondisi-kondisi yang melatarbelakangi pada dasarnya terkait pada tiga fungsi utama yang diemban setiap pondok pesantren oleh Badruzzaman (2009), sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of Excellence), sebagai lembaga yang mencetak sumberdaya manusia yang kompeten (Human Resource), dan sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayan pada masyarakat (Agent of Development). Dalam pelaksanaannya, Perwira Aba sudah menunjukkan peranannya sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang dapat mengembang tiga fungsi utama pesantren.

Perkembangan pendidikan pesantren ini mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan. Perubahan tersebut terletak pada jangka waktu santri-santri dalam menempuh pendidikannya serta kurikulum pendidikan yang menyesuaikan dengan kebutuhan para santri. Pada tahun 2000 – 2004, para santri menempuh pendidikan selama dua tahun. Sedangkan tahun 2005 sampai saat ini, para santri

hanya menempuh pendidikan wirausaha agribisnis selama satu tahun. Jumlah para santri yang diterima setiap tahunnya hampir sama karena daya tampung asrama pesantren yang tersedia hanya untuk 50 santri. Dalam proses pendidikannya, jumlah santri dapat mengalami perbedaan saat penerimaan dan kelulusan santri. Sesuai dengan misinya yaitu melahirkan wirausahawan yang profesional, mandiri, dan berkepribadian Islam. Oleh karena itu, santri-santri yang dapat menyelesaikan masa pendidikan di pesantren ini merupakan santri-santri berkompeten dan terseleksi secara ketat.

Sejarah pesantren ini bermula dari inisiatif putra-putri R. Darmosuhardjo untuk memanfaatkan warisan ayahnya demi kemaslahatan umat. Areal pesantren sebelumnya merupakan rumah keluarga berarsitektur Jawa dengan pendopo di bagian depan rumah yang sempat tidak dihuni pemiliknya kurang lebih 10 tahun. Rumah tersebut adalah tempat tinggal mantan Kepala Desa Bulan, yaitu R. Darmosuhardjo beserta keluarganya pada era 1960-an. Beliau mempunyai putra- putri berjumlah 9 orang. Setelah beliau wafat, rumah tersebut kemudian tidak ditempati putra-putrinya karena putra-putri beliau merantau dan menetap di berbagai daerah. Setelah beberapa tahun areal tersebut tidak dihuni dan dimanfaatkan, putra-putri R. Darmosuhardjo berinisiatif untuk memanfaatkan areal tersebut dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bebas biaya serta mampu mendidik untuk mandiri.

Melihat letak pesantren yang berada di daerah pedesaan dan berpotensi dalam pengembangan pertanian, maka putra-putri R. Darmosuhardjo meminta masukan dari berbagai pihak yang ahli di bidang pendidikan dalam penyusunan konsep pendidikannya. Maka didirikanlah lembaga pendidikan yang mengarahkan pada peningkatan kompetensi peserta didik dalam pengembangan pertanian.

Lembaga pendidikan yang didirikan pada akhirnya menerapkan konsep pendidikan nonformal yaitu pendidikan wirausaha agribisnis dengan memberi

nama “Pesantren Wirausaha Agrobisnis Abdurrahman bin Auf”. Lembaga

pendidikan ini berbadan hukum Yayasan dan didirikan pada tanggal 4 Februari 2000 dengan akta pendirian nomor 02 Notaris Titik Kusumawati, S.H. Sebagai ketua Dewan Penasehat adalah K.H. Umar Budiargo dan Ketua yayasan Ir. H. Sudadijo. Yayasan ini didirikan dibawah badan yayasan Amalul Muzaki.

4.2 Visi dan Misi Pesantren

Perwira Aba sebagai lembaga pendidikan mempunyai visi dan misi dalam mendidik santri-santrinya. Visi pesantren ini adalah menjadi lembaga pendidikan dengan kemampuan mewujudkan jaringan bisnis yang kuat dengan ditopang para pengusaha yang profesional, mandiri dan berkepribadian Islam. Sedang misinya yaitu melahirkan wirausahawan yang profesional, mandiri, dan berkepribadian Islam yang mampu menjalin jaringan bisnis dengan kokoh. Visi dan misi Perwira Aba tidak jauh berbeda dengan visi dan misi pendidikan nasional di Indonesia yang menekankan pada pengembangan kualitas sumberdaya manusia.

Visi pendidikan nasional menurut Hasbullah (2006) adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Visi pendidikan nasional ini, secara eksplisit diterapkan dalam pendidikan wirausaha agribisnis di Perwira Aba dengan mendidik santri-santrinya menjadi manusia yang mandiri dan mempunyai kompetensi wirausaha di bidang agribisnis terutama pada usaha sapi potong. Misi pesantren pun juga tidak jauh berbeda dengan salah satu misi pendidikan nasional menurut Hasbullah (2006), yaitu meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.

Visi dan misi pesantren yang diterapkan mempunyai tujuan agar lulusan Perwira Aba memiliki kemampuan berwirausaha yang dilandasi dengan kepribadian Islam, berjiwa mandiri dan mampu membantu kalangan dhu’afa agar dapatmemperoleh pendidikan layak.

4.3 Budaya Pesantren

Sistem nilai dan norma dalam kehidupan anggota di pesantren ini tidak terlepas dari budaya pesantren. Beberapa budaya pesantren yang diterapkan mencerminkan panca jiwa pesantren (Depag RI, 2003) yang meliputi jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa ukhuwah Islamiyah, jiwa kemandirian, dan jiwa bebas. Adapun budaya pesantren yang diterapkan dan dijalankan sebagai berikut:

1. Berpegang teguh pada nilai-nilai tauhid

Santri di Perwira Aba, dididik untuk selalu berpegang teguh pada nilai- nilai tauhid yang diajarkan pesantren. Santri harus mempunyai kesadaran tentang penciptaan dirinya di muka bumi dan posisi manusia sebagai makhluk yang berakal. Konskuensi dari kesadaran itu, setiap individu yang ada memiliki pemahaman bahwa segala aktivitasnya telah diatur Allah SWT. Dari pemahaman ini diharapkan mampu menghasilkan santri-santri dengan landasan keimanan yang kuat dan mampu berpikir secara jernih sehingga dalam setiap tindakan-tindakan yang dilakukannya tidak akan merugikan orang lain.

2. Ketaatanyang tinggi

Implikasi dari tingkat keimanan yang kuat dan keterikatan dengan syariat Allah SWT adalah ketaatan yang tinggi. Baik ketaatan pada Allah SWT., seruan Rasul-Nya, maupun ketaatan pada pimpinan, dan aturan di Perwira Aba. Ketaatan tersebut dipahami sebagai wujud kepercayaan dan pengabdian seseorang kepada sesuatu yang diluar dirinya sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT. Dalam prakteknya, konsep ketaatan ini akan terwujud dalam kehidupan sehari-hari santri seperti ibadah, tingkah laku, proses belajar mengajar, ujian, berinteraksi dengan sesama, dan lain-lain.

3. Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama orang Islam)

Sifat khas dari kaum muslimin adalah tertanamnya semangat dan nilai- nilai ukhuwah Islamiyah yang tinggi pada mereka. Nilai-nilai ini juga ditanamkan pada santri sebagai wujud proses penyadaran bahwa mereka adalah bagian dari kaum muslimin yang harus mengetahui apa hakikat ukhuwah Islamiyah. Semangat ukhuwah Islamiyah tercermin dalam sikap saling membantu dalam kebenaran dan ketaqwaan dan tidak saling bantu dalam kejahatan dan dosa, serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, mengoreksi sesama santri dan lapang dada pula apabila mendapat kritikan dari sesama.

4. Kerja keras

Santri diharapkan memiliki semangat untuk bekerja keras dan semangat pantang menyerah. Semangat ini perlu ditanamkan sejak dini sebagai upaya dalam mendidik para santri agar mereka siap untuk mengadapi realita

kehidupan di masa depan, tantangan-tantangan, hambatan-hambatan, dan segala macam problema hidup yang akan ditemui. Semangat ini dilandasi dari sirah Rasul dimana Rasul sangat senang dan memuji para sahabat yang telapak tangannya keras sebagai wujud kerja keras mereka. Jadi etos kerja harus menjiwai semangat hidup para santri.

5. Keilmuan

Kewajiban sebagai seorang muslim yang tidak bisa ditinggalkan adalah mencari ilmu, baik ilmu yang berkenaan dengan pribadi, maupun ilmu yang berkenaan dengan masyarakat. Ilmu yang berkenaan dengan pribadi akan berguna jika seorang muslim akan menunaikan kewajiban yang berhubungan antara individunya dengan Sang Pencipta. Sedang ilmu yang lain akan sangat berguna jika individu tersebut akan berinteraksi dengan masyarakat. Dengan kata lain sikap keilmuan ini harus menjiwai setiap santri.

Konsep-konsep dasar keilmuan harus dimiliki setiap santri sebagai pilar rujukan dari masyarakat. Dalam hal keilmuan ini, “Tsaqafah Islam” harus menjadi pemahaman lebih dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Artinya, pemahaman tentang “Tsaqafah Islam” dalam segala aspek akan menjadi modal yang sangat potensial dan cemerlang untuk proses interaksi dan perubahan tatanan masyarakat sesuai syariat Islam. Semangat membaca dan mutabaah harus terpantri dalam jiwa para santri.

6. Perjuangan dan pengorbanan

Semangat yang tidak pernah lepas dari para sahabat Nabi Muhammad adalah semangat perjuangan dan semangat tempur dalam membela Islam. Semangat dalam berjuang ini menjadi semangat para santri dalam kehidupan sehari-hari. Santri harus memilki kesadaran bahwa Islam memerlukan perjuangan, kerja keras dan pengorbanan. Semangat untuk berjuang juga ditanamkan dari sisi bahwa mereka akan terjun dengan kehidupan nyata yang sangat keras, jahiliyah, dan brutal, untuk itu para santri ditanamkan untuk selalu memiliki semangat perjuangan yang tinggi dan pantang menyerah. Karena banyak tantangan yang akan para santri hadapi ketika lulus dari pesantren ini. Jiwa berjuang dan berkorban sangat dibutuhkan ketika mereka berwirausaha, seperti mengatasi risiko usaha.

7. Keikhlasan

Sifat-sifat mulia seperti yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad sudah selayaknya dimiliki oleh seorang santri. Salah satu sifat yang selalu dicontohkan oleh Rasulullah adalah sikap ikhlas. Sikap ikhlas ini merupakan salah satu syarat supaya amal diterima oleh Allah SWT.

8. Kejujuran

Sifat dan karakteristik yang juga harus dimiliki oleh santri adalah sifat jujur. Jujur bukan semata-mata norma yang berlaku di masyarakat, namun sikap jujur yang memang dilandasi oleh perintah syara’. Sifat ini akan menanamkan persepsi dan pandangan pada masyarakat bahwa santri yang

Dokumen terkait