BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Definisi Operasional
3. Tabel 3.1 Jumlah Mahasiswa PSPD UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Berdasarkan Angkatan
19
4. Tabel 3.2 Penilaian Pertanyaan Sikap 26
5. Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian 30 6. Tabel 4.1.1 Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Angkatan,
Jenis Kelamin dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
31
7. Tabel 4.1.2 Sebaran Responden Berdasarkan Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food)
32
8. Tabel 4.1.3 Sebaran Responden Berdasarkan Sumber
Informasi tentang Makanan Cepat Saji (Fast Food)
33
9. Tabel 4.1.4 Persentase Masukan Kalori Fast Food Yang Dimakan Berdasarkan FFQ Terhadap Kebutuhan Kalori Harian
33
10. Tabel 4.1.5 Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan,Tingkat Sikap dan Tingkat Perilaku
34
11. Tabel 4.1.6.1 Gambaran Antara Usia, Angkatan, Jenis Kelamin, dan IMT Dengan Pengetahuan tentang Fast Food
35
12. Tabel 4.1.6.2 Gambaran Antara Sumber Informasi Dengan Pengetahuan tentang Fast Food
35 13. Tabel 4.1.6.3 Gambaran Antara Usia, Angkatan, Jenis Kelamin,
dan IMT Dengan Sikap tentang Fast Food
36 14. Tabel 4.1.6.4 Gambaran Antara Sumber Informasi Dengan
Sikap tentang Fast Food
36
15. Tabel 4.1.6.5 Gambaran Antara Usia, Angkatan, Jenis Kelamin, dan IMT Dengan Perilaku tentang Fast Food
37
16. Tabel 4.1.6.6 Gambaran Antara Sumber Informasi Dengan Perilaku tentang Fast Food
37
17. Tabel 4.1.6.7 Gambaran Antara Pengetahuan Dengan Sikap 38
Responden tentang Fast Food
19. Tabel 4.1.6.9 Gambaran Antara Sikap Dengan Perilaku Responden tentang Fast Food
38
1. Gambar 2.1 Kerangka Konsep 17
xiv
1. Lampiran 1 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan 45
2. Lampiran 2 Kuesioner 46
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan di bidang ekonomi terutama di perkotaan menyebabkan perubahan pada gaya hidup, antara lain perubahan pola makan ke fast food. Fast food adalah makanan cepat saji yang dikonsumsi secara instan. Fast food
memiliki ciri kandungan gizi tidak seimbang. Kebanyakan mengandung kalori tinggi, tetapi sangat rendah serat. Juga, tinggi kandungan lemak (termasuk kolesterol), gula dan garam.Konsumsi fast food ditambah kehidupan yang disertai stress dan berkurangnya aktivitas fisik, mulai menunjukkan dampaknya dengan meningkatnya masalah gizi lebih (obesitas). Dalam jangka panjang, obesitas ini memicu timbulnya berbagai penyakit, seperti diabetes dan jantung koroner (Hermina, 1997).
Obesitas saat ini sudah menjadi masalah global. Kecenderungannya meningkat tidak hanya di negara-negara maju tapi di negara-negara berkembang. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), angka kejadian obesitas di negara maju seperti Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Eropa sangat tinggi. Angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Di wilayah Asia Pasifik, gejala ini juga mulai berkembang, terutama di wilayah perkotaan. Beberapa kasus obesitas ditemukan sejak usia anak-anak. Di Malaysia, Cina dan Jepang, sekitar 5-17% kasus obesitas terjadi pada golongan usia yang relatif muda yaitu 6-14 tahun. Di Indonesia, kecenderungan obesitas pada balita terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada anak laki-laki sebesar 4,6% dan pada anak perempuan sebesar 5,9% (Siswono, 2002).
Selain berkalori tinggi, makanan cepat saji (fast food) ternyata juga memiliki kadar garam yang tinggi. Dalam survei yang dilakukan oleh CASH (Consensus Action on Salt and Health), Inggris, asupan garam pada fast food dua kali lebih tinggi dari batas konsumsi harian garam pada orang dewasa, dan empat kali lebih tinggi pada batas konsumsi untuk anak-anak. Hasil survei ini menunjukkan makanan tersebut tidak sehat karena mengandung garam sangat
tinggi. Konsumsi garam berlebih akan menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke dan risiko serangan jantung (http://64.203.71.11/ver1/Kesehatan/0710/19/142219.htm).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu fast food. Walaupun di Indonesia belum ada data pasti, keadaan tersebut dapat dipakai sebagai rentang usia golongan pelajar dan pekerja muda (Siswono, 2002).
Semakin tingginya tingkat konsumsi fast food dan ancaman bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkannya, membuat peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang fast food tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji (fast food) ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji (fast food) sehingga dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang manfaat makanan yang bergizi dan seimbang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya karakteristik mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang meliputi usia, angkatan, jenis kelamin, dan Indeks Masa Tubuh (IMT).
2. Diketahuinya kebiasaan mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food).
3. Diketahuinya sumber informasi mengenai makanan cepat saji (fast food) pada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Diketahuinya tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji (fast food).
1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Peneliti
1. Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai syarat kelulusan sebagai sarjana kedokteran.
2. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
3. Menambah wawasan, pengalaman dan keterampilan peneliti.
1.4.2 Bagi Subyek
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku tentang makanan cepat saji (fast food).
1.4.3Bagi Masyarakat
1. Memberikan informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku tentang makanan cepat saji(fast food).
1.4.4 Bagi Institusi
1. Meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara mahasiswa dan staf pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
2. Menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai makanan cepat saji(fast food).
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Nutrisi (Gizi)
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supriasa, 2001).
Makanan merupakan substansi yang kompleks. Sebuah makanan yang optimal mengandung, di samping air yang cukup, juga kalori yang adekuat, protein, lemak, mineral dan vitamin. Nutrisi penting tersebut dikelompokkan menjadi beberapa kelompok utama menurut senyawanya. Kelompok pertama disebut sebagai makronutrien, yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk energi dan perawatan tubuh, yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Kelompok kedua adalah mikronutrien, dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk membantu proses metabolisme tubuh agar dapat berlangsung dengan baik yaitu vitamin, mineral, enzim, asam lemak esensial, asam amino dan senyawa penting lainnya (Ganong, 2002).
2.1.2 Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi tubuh. Karbohidrat digunakan dalam bentuk gula bersama oksigen menghasilkan energi dalam ukuran satuan kalori. Dari bentuk senyawanya, karbohidrat dibedakan menjadi karbohidrat sederhana yang langsung digunakan sebagai sumber energi, dan karbohidrat kompleks, yang dipecah menjadi gula melalui proses pencernaan, serta serat yang tidak dicerna dan diserap tubuh (Nix, 2005).
Selain sebagai sumber energi, karbohidrat memberi rasa manis pada makanan, sedangkan fungsi penting karbohidrat (kelompok polisakarida) adalah sebagai pelindung lemak dari oksidasi tak sempurna menjadi senyawa keton yang beracun bagi tubuh. Senyawa racun tersebut dikeluarkan melalui urin dengan
mengikat ion natrium, sehingga pH cairan tubuh akan turun dengan akibat terjadinya ketosis dan asidosis yang berbahaya bagi kesehatan. Karbohidrat (kelompok serat) juga membantu membersihkan sampah hasil pencernaan yang dikeluarkan sebagai feses (Nix, 2005).
Satu gram karbohidrat dihasilkan sebesar 4 kkal. Anjuran dari WHO (1990) untuk mengkonsumsi karbohidrat adalah sekitar 55-75% dari total kebutuhan energi. Dengan lebih banyak asupan karbohidrat, kita dapat menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Sebaliknya, protein itu akan digunakan sebagai unsur pembangun jaringan (Olivia, 2004).
Metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung melalui proses glikolisis, respirasi selular, siklus asam sitrat, dan rantai transpor elektron (Marks, 2000).
Secara keseluruhan proses metabolisme glukosa akan menghasilkan produk samping berupa CO2 dan H2O. Karbon dioksida dihasilkan dari siklus asam sitrat sedangkan H2O dihasilkan dari proses rantai transport elektron. Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor panas ini merupakan inti dari proses metabolisme energi. Melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat dan proses rantai transpor elektron, sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk mengunakan dan menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP. Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobik. Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan 2 buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk menghasilkan energi sebesar 7.3 kilokalor per molnya(Marks, 2000).
2.1.3 Protein
Seperlima dari jaringan tubuh (otot, tulang, kulit dan jaringan yang lain) adalah protein. Protein adalah unit pembangun yang dikenal dengan asam amino. Asam amino adalah rantai sekuense untuk membentuk protein yang spesifik. Setiap asam amino berikatan dengan sebuah peptida (Nix, 2005).
Fungsi protein adalah sebagai bahan pembentuk enzim, hormon, hemoglobin, sel antibodi, jaringan sistem saraf (neurotransmiter), jaringan pembangun dan sel tubuh, memperbaiki dan menjaganya dari kerusakan. Protein juga menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan sebagai penyangga (buffer) pH tubuh (Nix, 2005).
Bila keadaan darurat terjadi (tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak), protein juga digunakan sebagai bahan energi dengan resiko terganggunya perawatan jaringan tubuh. Sebagai sumber energi, setiap gram protein menghasilkan 4 kkal (Olivia, 2004).
Karena masing-masing dari ke dua puluh asam amino memiliki struktur tersendiri, maka jalur metabolismenya pun berbeda-beda. Sebelas di antara 20 asam amino tersebut dapat dibentuk di dalam tubuh (aa non esensial), sedangkan sembilan asam amino harus tersedia dalam makanan (aa esensial). Ketika asam amino mengalami penguraian, karbonnya diubah menjadi: CO2, senyawa yang menghasilkan glukosa di hati, dan badan keton atau prekursornya. Ketika karbon asam amino diubah menjadi glukosa, nitrogen asam amino diubah menjadi urea melalui siklus urea (Marks, 2000).
2.1.4 Lemak
Di dalam makanan, lemak memberikan rasa kenyang lebih lama, rasa lezat, bentuk persediaan makanan yang ada didalam tubuh. Sebagai sumber energi, setiap gram lemak memberikan energi sebesar 9 kkal. Seperti halnya karbohidrat, lemak menghemat protein daripada digunakan sebagai energi. Anjuran dari WHO untuk konsumsi lemak adalah sekitar 15-30% dari kebutuhan energi total dengan dua pertiganya adalah lemak jenuh dan sisanya lemak tak jenuh(Olivia, 2004).
Fungsi lemak yang terpenting adalah sebagai bahan pembentuk jaringan dan senyawa lain dalam proses metabolisme tubuh. Lemak juga dapat berfungsi sebagai pelindung organ penting (jantung, hati dan ginjal) dari goncangan, benturan dan bahaya lainnya, juga memelihara suhu tubuh dengan menjaga kehilangan panas tubuh. Selain itu, lemak juga sebagai alat pengangkut nutisi
larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan pelumas untuk membantu pengeluaran sampah makanan hasil pencernaan(Olivia, 2004).
Asam lemak dibentuk apabila terjadi kelebihan kalori dalam makanan. Sumber karbon utama untuk pembentukan asam lemak adalah karbohidrat makanan. Kelebihan kalori dari protein makanan juga dapat mendorong pembentukan asam lemak (Olivia, 2004).
Lemak dari makanan dipecah dalam proses pencernaan menjadi asam lemak, yang dari sifatnya dibedakan menjadi asam lemakjenuh dan asam lemak tak jenuh (Nix, 2005).
Asam lemak yang disimpan sebagai triasilgliserol, berfungsi sebagai bahan bakar dan merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Triasilgliserol, lemak utama dalam makanan terutama dicerna didalam lumen usus. Produk-produk pencernaan tersebut diubah kembali menjadi triasilgliserol didalam sel epitel usus, yang dikemudian dikemas dalam lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron, dan disekresikan kedalam limfe. Akhirnya, kilomikron masuk kedalam darah dan berfungsi sebagai salah satu lipoprotein dalam darah (Nix, 2005).
2.1.5 Sistem Energi Manusia
Tubuh manusia memerlukan energi yang tetap untuk menunjang aktivitas hidup dan kesehatan (Olivia, 2004).
Pada umumnya kata yang digunakan untuk mengukur energi adalah kalori. Kalori berarti jumlah energi yang dimakan atau dikeluarkan pada aktivitas fisik. Nutrisi pada manusia sering dalam istilah kilokalori (1000 kalori). Satu kilokalori adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan 1 kg air pada 10C. Satuan internasional untuk energi adalah joule (J). Satu kilokalori sama dengan 4.184 kJ (Olivia, 2004).
Untuk menghitung kebutuhan kalori dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Kebutuhan kalori untuk laki-laki = Berat badan ideal x 25 kal Kebutuhan kalori untuk perempuan = Berat badan ideal x 30 kal
Sedangkan berat badan ideal dihitung dengan rums Broca, yaitu : (tinggi badan – 100) – 10%.
Dengan perhitungan seperti cara di atas, maka baik kelebihan maupun kekurangan berat badan dapat diatasi dengan mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan kalorinya untuk berat badan yang ideal (Olivia, 2004).
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan (www. artikel-kesehatan-online.com).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan (www. artikel-kesehatan-online.com).
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: Berat Badan (Kg)
IMT = _________________________________ Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Sebagai acuan dipakai klasifikasi IMT untuk orang dewasa menurut WHO-Regional Office for the Western Pasific 2000 (WHO-WPRO 2000).
Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT untuk orang Asia Dewasa menurut WHO-Regional Office for the Western Pasific 2000 (WHO-WPRO 2000) Kategori IMT BB kurang BB normal BB lebih Obesitas 1 Obesitas 2 < 18,5 18,5 – 22,9 23,0 – 24,9 25,0 – 29,9 > 30,0 2.1.6 Kebiasaan Makan
Kebiasan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, dan social budaya (Suhardjo, 1989). Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh factor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran atau distribusi pangan. Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat memilih dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast food (Worthington, 2000).
2.1.7 Fast food
Fast food adalah makanan cepat saji yang dikonsumsi secara instan. Fast food memiliki ciri kandungan gizi tidak seimbang. Kebanyakan mengandung kalori tinggi, tetapi sangat rendah serat. Juga, tinggi kandungan lemak (termasuk kolesterol), gula dan garam (Hermina, 1997).
Fast food merupakan makanan yang disiapkan dalam waktu singkat (kurang dari 1 menit setelah pemesanan). Menu yang ditawarkan dalam restoran
fast food umumnya terbatas, dan sebagian besar sistem pelayanannya berupa self-service by costumer. Selain itu, fast food didefinisikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat (Yuliati, 1998).
Secara umum, fast food dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fast food yang berasal dari luar negeri yang lebih dikenal dengan sebutan fast food
modern seperti McDonald’s, KFC, Texas fried chicken, pizza hut, A&W, serta fast food tradisional (lokal) seperti rumah makan padang, warung tegal, bakul sunda dan lainnya yang biasa menyediakan makanan seperti pecel lele, ayam bakar, baso, somay dan lainnya (Karnaeni, 2005).
Fast food biasanya mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, riboflavin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat dan serat. Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi dalam berbagai
fast food (Worthington, 2000). Sebagai contoh, komposisi nutrisi pada hamburger McDonald’s mengandung 250 kalori, lemak total 9 g, kolesterol 25 mg, garam 520 mg, karbohidrat 31 g, serat 2 g, gula 6 g, protein 12 g, vitamin A 0 mg, vitamin C 2 mg, kalsium 10 mg, zat besi 15 mg. Kebutuhan kolesterol harian sebesar 9 mg sedangkan kolesterol yang terkandung dalam hamburger 25 mg, kebutuhan garam harian sebesar 22 mg sedangkan garam dalam hamburger 520 mg, kebutuhan serat harian sebesar 6 g sedangkan serat dalam hamburger 2 g. Dari data tersebut dapat dilihat, hamburger memiliki kandungan kolesterol dan garam yang tinggi, sedangkan kandungan seratnya rendah (http://nutrition.mcdonalds.com).
Fast food yang berasal dari pangan hewani ternak sebagai menu utama merupakan pangan sumber lemak dan kolesterol. Fried chicken yang umumnya digoreng dengan kulitnya mengandung kolesterol cukup tinggi (Khomsan, 2004). Sepotong ayam goreng bagian paha bawah (drumstick) KFC mengandung 130 kalori, lemak total 21 g, karbohidrat 1 g dan serat 0 g (http://mobile.kfc.com). Lemak dan kolesterol memang dibutuhkan oleh tubuh kita, namun bila dikonsumsi berlebihan akan mendatangkan gangguan kesehatan seperti terjadinya
penyumbatan pembuluh darah. Konsumsi lemak sebaiknya dibatasi maksimum 25% dari kebutuhan kalori total atau sekitar 500-550 kal dan 300 mg/orang/hari untuk kolesterol (Khomsan, 2004).
Ketidakseimbangan gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari. Kelebihan kalori, lemak dan natrium akan terakumulasi di dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, jantung koroner, aterosklerosis dan DM serta obesitas. Namun konsumsi pangan tersebut tidak akan merugikan jika disertai dengan menu seimbang, frekuensi yang rendah dan disertai dengan aktivitas fisik/ olahraga yang teratur dan disesuaikan dengan usia (Mahdiyah, Zulaikah dan Asih, 2004).
Serat yang rendah dapat menimbulkan masalah pencernaan. Serat dibutuhkan tubuh untuk membantu fungsi pencernaan dengan mengurangi kemungkinanan sulit buang air besar, selain peran lainnya dalam menurunkan kadar kolesterol dan gula darah (Siswono, 2002).
Akibat tingginya kandungan kalori dalam fast food (terutama dalam bentuk karbohidrat, lemak dan protein), menyebabkan bila dikonsumsi secara sering dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan masalah obesitas atau kegemukan. Dalam jangka panjang, obesitas ini memicu timbulnya berbagai penyakit, seperti diabetes dan jantung koroner. Selain itu, kadar garam yang tinggi (kadar natrium yang tinggi) dalam fast food akan memicu terjadinya hipertensi. Berdasarkan rekomendasi pemerintah Inggris, kadar maksimal garam yang boleh dikonsumsi setiap harinya adalah 6 gram untuk dewasa, 5 gram untuk anak berusia 7-10 tahun, serta 3 gram untuk anak berusia 4-6 tahun (Siswono, 2002).
Fast food tidak harus dihindari, tapi dibatasi. Tidak dikonsumsi setiap hari, tetapi sebaiknya cukup sekali atau 2 kali sebulan. Pada prinsipnya, segala sesuatu bila dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan, termasuk fast food, akan aman bagi kesehatan tubuh. Kita perlu lebih selektif dalam memilih makanan, lalu dikombinasikan dengan kebiasaan hidup sehat lainnya. Misalnya, berolahraga
secara teratur akan memberikan hasil lebih optimal pada kesehatan tubuh (Siswono, 2002).
2.1.8 Survey konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan dilakukan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supriasa, 2001).
Metode Food Frequency Questionnaire (FFQ) merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dilihat dalam satu bulan. Kelebihan FFQ yaitu dapat diisi sendiri oleh responden, relatif murah, data usual intake lebih representatif dibandingkan diet record beberapa hari. Keterbatasan FFQ yaitu kemungkinan tidak menggambarkan usual food atau porsi yang dipilih oleh responden, dan tergantung pada kemampuan responden untuk mendeskripsikan dietnya (Supriasa, 2001).
2.1.9 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku 2.1.9.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah pengenalan, kesadaran dan pemahaman. Dapat juga berarti segala sesuatu yang telah diamati dan dimengerti oleh pikiran; ilmu pengetahuan; pengertian (Wawolumaya, 2001). Pengetahuan juga merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga(Notoatmodjo, 2007).
Asal usul pengetahuan menurut Luthan adalah pengalaman, informasi yang ada dan generalisasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: orang akan percaya sesuatu berdasarkan pada apa yang telah mereka alami, informasi yang ada juga akan mempengaruhi (menambah) pengetahuannya (Wawolumaya, 2001).
Pengetahuan memiliki beberapa tingkatan, sebagai berikut(Notoatmodjo, 2007) :
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden(Notoatmodjo, 2007).
2.1.9.2 Sikap
Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian, pendapatan dan keyakinan individu tersebut (Wawolumaya, 2001). Sikap juga merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu