• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Penyuluhan

1. Definisi Penyuluhan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah ilmu pengetahuan dan penerapan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 merupakan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan efisien (Ramli, 2010). Pada hakekatnya, K3 merupakan suatu pengetahuan yang berkaitan dengan dua kegiatan. Kegiatan pertama berkaitan dengan upaya keselamatan terhadap keberadaan tenaga kerja yang sedang bekerja. Kegiatan kedua berkaitan dengan kondisi kesehatan sebagai akibat adanya penyakit akibat kerja (Suardi, 2005).

Santoso (2002) menjelaskan bahwa keselamatan kerja bersifat teknik dan sasarannya adalah lingkungan kerja. Keselamatan kerja berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaaan. Keselamatan kerja juga menyangkut seluruh proses produksi dan distribusi barang maupun jasa. Adapun tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup, menjamin keselamatan setiap orang lain di tempat kerja, dan meningkatkan

produksi. Adapun Kesehatan kerja didefinisikan sebagai ilmu kesehatan dan penerapan yang bertujuan untuk mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara kapasitas kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja memiliki sifat medis dan sasarannya adalah tenaga kerja (Sumakmur, 2009).

Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Mangkunegara (2002) adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap peralatan kerja digunakan secara baik dan selektif. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai/tenaga kerja.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

2. Konsep Pengendalian Bahaya Akibat Kerja

Pengendalian bahaya yang menjadi objek dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mencangkup semua bahaya yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan pekerja. Menurut Ramli (2010), pengendalian bahaya tersebut dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut :

a. Pendekatan Energi

Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan dilakukan melalui 3 titik, yaitu :

1. Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif.

2. Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intesitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi.

3. Pengendalian pada penerima

Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima.Salah satu upaya yaitu dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau

b. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85 % kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

1. Pembinaan dan Pelatihan 2. Promosi K3 dan kampanye K3 3. Pembinaan Perilaku Aman 4. Pengawasan dan Inspeksi K3 5. Audit K3

6. Komunikasi K3

7. Pengembangan prosedur kerja aman c. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :

1. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja.

2. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi.

d. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi.

2. Penyediaan alat keselamatan kerja.

3. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3. 4. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

e. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). 2. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

3. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

B. Alat Pelindung Diri (APD)

1. Definisi APD

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association,

yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

APD dipakai jika telah dilakukan usaha yang maksimum terhadap rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice). Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut tetapi sebagai usaha terakhir dalam upaya melindungi tenaga kerja (Milos Nedved & Soemanto Imamkhasani, 1991)

2. Standar Occupational Safety and Health Association (OSHA) Mengenai APD

Untuk meningkatkan perlindungan diri dari bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja maka OSHA (Occupational Safety and Health Association) membuat peraturan APD sebagai berikut :

a. Memeriksa sekeliling tempat kerja untuk menentukan apakah ada bahaya-bahaya yang dapat terjadi sewaktu kerja.

b. Memilih dan mempersiapkan APD yang benar-benar cocok untuk masing-masing pekerja (sesuai dengan lingkup pekerjaanya).

c. Melatih bagaimana cara menggunakan atau memakai APD secara benar untuk mencegah dari bahaya-bahaya yang dapat mengancam bagian tubuh seperti kepala, muka, mata, telinga, sistem pernafasan, tangan, kaki dan lain-lain.

Masing-masing APD dirancang atau dibuat untuk mencegah bahaya-bahaya yang mengancam di tempat kerja. Untuk meyakinkan bahwa pekerja telah memakai APD yang sesuai dan tepat, maka OSHA merekomendasikan agar mengadakan pemeriksaan atau peninjauan ke tempat kerja terlebih dahulu dan

kemudian mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan adanya bahaya-bahaya yang timbul dan dapat mengancam pekerja pada waktu mereka sedang melakukan pekerjaannya.

3. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Dengan APD

Peraturan Pemerintah atau perundang-undangan yang terkait dengan penggunaan APD antara lain :

a. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Bab V pasal 9 ayat (1) butir c tentang kewajiban pengurus menjelaskan alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

b. UU No.1 Tahun 1970 BAB X : Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawasan atau ahli-ahli tenaga kerja.

c. UU No.1 Tahun 1970 BAB IX pasal 13

d. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.1ns.02/M/BW/BK/1984 tentang pengesahan APD

e. Surat Edaran Dirjen Biawas No.SE/06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.

4. Pemilihan APD

Kebutuhan APD didasarkan pada bahaya dan resiko yang ada di tempat kerja yang menyangkut tipe bahaya dan resiko, efek atau dampak yang ditimbulkan, kecelakaan yang sering terjadi dan lain-lain. Menurut Suma’mur (1986), dalam pemilihan APD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Nyaman dipakai pada kondisi pekerjaan yang sesuai dengan Desain alat tersebut.

b. Tidak mengganggu kerja dalam arti APD tersebut harus sesuai dengan besar tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak pengguna.

c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya yang khusus sebagaimana APD tersebut didesain.

d. Alat-alat pelindung diri harus tahan lama.

e. Alat-alat pelindung diri tersebut mudah dibersihkan dan dirawat oleh pekerja.

f. Harus ada Desain, konstruksi, pengujian dan penggunaan APD sesuai dengan standar.

5. Bahaya-Bahaya yang Membutuhkan Penggunaan APD

Beberapa kemungkinan bahaya yang dapat ditemui di lingkungan pekerjaan seperti berikut ini :

a. Bahaya Kimia

Jika bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya, maka pekerja harus memakai APD untuk mencegah terhirupnya atau terpercik bahan

kimia tersebut ke bagian tubuh pada saat penggunaan bahan kimia tersebut atau secara tidak sengaja dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. b. Partikel-Partikel

Banyak pekerjaan yang dapat menyebabkan timbulnya debu atau kotoran yang dapat membahayakan mata, selain itu jika debu atau kotoran tersebut terhirup maka akan membahayakan paru-paru dan system pernafasan.

c. Panas dan Temperatur Tinggi

Tanpa APD yang benar-benar sesuai dan tepat pemakaiannya maka dalam pelaksanaan proses atau pekerjaan yang menimbulkan panas dapat mencederai atau membakar kulit dan melukai mata.

d. Radiasi Cahaya

Bahaya radiasi seperti dapur api, intensitas cahaya yang tinggi dari api pengelasan, pemotongan yang menggunakan panas tinggi dan pekerjaan yang menimbulkan radisai cahaya yang dapat merusak mata atau menggunakan radio aktif yang bisa menyebabkan cidera bagi pekerja. e. Pemindahan bagian dari suatu peralatan

Mesin-mesin yang mempunyai pelindung (guards) untuk mencegah hubungan langsung antara pekerja dengan alat-alat atau mesin-mesin yang berputar. Kadang-kadang bila pekerja lupa memindahkan ataupun memperbaiki mesin, lupa untuk memasanganya kembali.

f. Kejatuhan suatu barang

Jika barang-barang ditempatkan pada ketinggian secara tidak benar atau membawa alat-alat dan kurang hati-hati pada pada saat naik, maka barang tersebut bisa lepas dan jatuh yang menyebabkan bahaya bagi orang yang ada dibawahnya dan bisa mencederai bagian tubuh atau bagian kepala dan kaki.

g. Barang-barang tajam/runcing

Perkakas atau barang-barang yang tajam/runcing dapat membahayakan tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya bila tidak memakai alat pelindung diri.

h. Keadaan atau kondisi tempat kerja

Bahaya juga dapat diakibatkan oleh keadaan tempat kerja atau cara pekerja berdiri dan bergerak ketika mereka sedang melakukan aktifitas pekerjaannya.

i. Jatuh dari ketinggian

Pekerja harus dilindungi dari bahaya jatuh pada saat bekerja di tempat ketinggian, pekerja diharuskan memakai APD.

6. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Macam-macam alat pelindung diri berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No. SE.06/BW/1997antara lain :

b. Alat pelindung wajah/mata c. Alat pelindung telinga d. Alat pelindung pernafasan e. Alat pelindung tangan f. Alat pelindung kaki g. Pakaian panjang

7. Pemeliharaan Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Budiono, dkk (2003) secara umum pemeliharaan APD dapat dilakukan antara lain dengan:

1. Mencuci dengan air sabun, kemudian dibilas dengan air secukupnya. Terutama untuk helm, kacamat, earplug, dan sarung tangan kain/kulit/karet. 2. Menjemur dipanas matahari untuk menghilangkan bau, terutama pada helm. 3. Mengganti filter atau catridge-nya untuk respirator.

8. Penyimpanan Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Budiono, dkk (2003) untuk menjaga daya guna dari APD, hendaknya disimpan ditempat khusus sehingga terbebas dari debu, kotoran, gas beracun, dan gigitan serangga/binatang. Hendaknya tempat tersebut kering dan mudah dalam pengambilannya.

9. Alat Pelindung Diri (APD) Untuk Pengguna Pestisida

Berdasarkan Pedoman Bimbingan Penggunaan Pestisida (Kementrian Pertanian, 2011) APD yang diperlukan dalam penggunaan pestisida baik saat pencampuran (formulasi) maupun saat penyemprotan yaitu :

1. Pakaian panjang 2. Celemak (Appron). 3. pelindung kepala.

4. Pelindung mata, misalnya kacamata, goggle, face shield.

5. Sarung tangan 6. Sepatu boot.

7. Pelindung pernafasan (masker/ respirator).

C. Pestisida

1. Pengertian Pestisida

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian b. Memberantas rerumputan

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

2. Jenis Pestisida

Ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain (kementrian pertanian, 2011) :

a. Akarisida, berasal dari kata akari (bahasa Yunani) yang artinya tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

b. Algasida, berasal dari kata alga (bahasa Latin) yang artinya ganggang laut, berfungsi untuk membunuh alge.

c. Alvisida, berasal dari kata alvis (bahasa Latin) yang berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.

d. Bakterisida, Berasal dari bahasa Latin bacterium, atau bahasa Yunani

bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.

Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik

(menekan pertumbuhan cendawan).

f. Herbisida, berasal bahasa Latin herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma.

g. Insektisida, berasal dari bahasa Latin insectum, artinya potongan keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.

h. Molluskisida, berasal dari bahasa Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.

i. Nematisida, berasal dari bahasa Latin nematoda, atau bahasa Yunani

nema yang berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. j. Ovisida, berasal dari bahasa Latin ovum berarti telur, berfungsi untuk

merusak telur.

k. Pedukulisida, berasal dari bahasa Latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

l. Piscisida, berasal dari bahasa Yunani piscis yang berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.

m. Rodentisida, berasal dari bahasa Yunani rodene yang berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.

n. Termisida, berasal dari bahasa Yunani termes yang artinya serangga pelubang kayu. Berfungsi untuk membunuh rayap.

Menurut Kementrian Kesehatan RI Dirjen P2M dan PL 2000, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :

a. Organochlorin

Golongan ini pada umumnya merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat dan larut dalam lemak. Contoh golongan organochlorin adalah DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. b. Organophosfat

Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : Merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan; menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor. Contoh golongan ini adalah Diazonin dan Basudin.

c. Carbamat

Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida

organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon. Contoh golongan carbamat yaitu Baygon, Bayrusil, dan lain-lain.

d. Senyawa dinitrofenol

Contoh golongan ini adalah Morocidho 40EC. Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan Adenesone-5-diphosphate (ADP) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah

proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.

e. Pyretroid

Golongan ini merupakan salah satu insektisida tertua di dunia. golongan ini terdiri dari campuran beberapa ester yang disebut pyretrin dan diekstraksi dari bunga Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis

pyretroid yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.

f. Fumigant

Golongan ini merupakan senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang mudah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.

g. Petroleum

Golongan ini merupakan minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan

h. Antibiotik

Contoh golongan antibiotik adalah senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme. Golongan ini mempunyai efek sebagai

bakterisida dan fungisida.

3. Alat Penyemprot Pestisida

Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus (droplet). Menurut sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau menjalankan sprayer tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok (Djojosumarto, 2004) yaitu :

1. Sprayer manual

Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan dengan tangan. Contoh sprayer manual adalah:

a. Trigger pump, yakni pompa tangan (hand pump) yang banyak digunakan untuk pengendalian hama di rumah tangga.

b. Bucket pump atau trombone pump dan garden hose sprayer, untuk mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.

d. Sprayer gendong yang harus dipompa terus-menerus (Level operated knapsack sprayer), banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia. 2. Sprayer tenaga mesin

Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang digerakkan oleh tenaga mesin. Contoh sprayer tenaga mesin adalah :

a. Sprayer punggung bermesin (motorized knapsack sprayer) b. Mesin pengkabut (mist blower)

c. Power sprayer atau gun sprayer, yang digerakkan oleh motor stasioner atau traktor.

d. Sprayer-sprayer yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau truk: boom sprayer, boomless sprayer, air blast sprayer.

e. Sprayer yang dipasang pada pesawat udara untuk penyemprotan udara.

4. Penyemprotan Pestisida

Menurut Wudianto (2005), dalam melakukan penyemprotan perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena pekerja harus sering mengisinya.

b. Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.

c. Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.

d. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul 15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan. Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar ultraviolet.

e. Penyemprotan di saat angin kencang sebaiknya tidak dilakukan karena banyak pestisida yang tidak mengena sasaran. Selain itu, penyemprotan tidak boleh melawan arah angin, karena pestisida bisa mengenai orang yang menyemprot.

f. Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan biaya sia-sia.

g. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.

h. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai. i. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian

5. Penyimpanan Pestisida

Penyimpanan pestisida dengan cara baik dapat dapat menjegah terjadinya pencemaran pada lingkungan serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia ataupun hewan. Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip oleh Meliala (2005) ada beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk diikuti,yaitu:

a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai setelah dibeli, jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anak-anak.

b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan mempunyai tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.

c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat catatan berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya, dan siapa yang menggunakan dan berapa sisa yang ada.

d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan dalam bekas penyimpanan makanan dan minuman.

e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau gudang yang sama.

f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran. Hindari penyimpanan

pestisida yang terlampau berlebihan di dalam gudang. Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk dibuat permusim tanamannya.

g. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci.

6. Dampak Pestisida

Walaupun penggunaan pestisida mempunyai nilai positif, namun pestisida juga dapat memberikan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Pada manusia, pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah keracunan pestisida akibat paparan akut (short-term exposure) mencapai 3.000.000 orang dan sebanyak 220.00 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan jumlah keracunan pestisida akibat paparan jangka panjang (Long-term exposure) mencapai 735 orang dengan dampak yang spesifik (specificeffects) dan sebnayak 37.000 orang dengan dampak yang tidak spesifik (unspecificeffects). Selanjutnya, hasil survey oleh WHO pada periode 1998-1999 menunjukkan bahwa angka kejadian (incidence rates) keracunan pestisida akut pada pekerja pertanian mencapai 18.2 tiap 100.000 pekerja. Angka kasus yang sebenarnya diperkirakan lebih besar mengingat beberapa faktor seperti kurang efektifnya sistem surveilans, minimnya pelatihan, sistem informasi yang kurang optimal, buruknya pemeliharaan atau tidak adanya Alat Pelindung Diri (APD), serta perbedaan populasi petani pada

Menurut Quijano (1999), ada dua tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu :

a. Keracunan Akut

Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala,

Dokumen terkait