• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.3. Definisi Permukiman Liar dan Pertumbuhannya Di Daerah

Distribusi penduduk berhubungan atau terkait dengan pola permukiman dan persebaran penduduk di suatu negara atau daerah-daerah lain seperti kota dan pedesaan. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memiliki kriteria yang dapat menentukan suatu daerah termasuk kota atau bukan yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyaknya penduduk, kepadatan penduduk, dan persentasi angkatan kerja yang bekerja dibidang non pertanian. Proporsi atau persentase penduduk yang bermukim di daerah perkotaan suatu wilayah atau negara merupakan ukuran untuk mengetahui tingkat urbanisasi (Rusli, 1995).

Pesatnya pertumbuhan kota cenderung menimbulkan permasalahan perumahan baru di kawasan sekitarnya seperti munculnya permukiman liar. Mengingat bahwa perumahan merupakan bagian dari kebutuhan dasar (basic need), yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk mempertahankan eksistensinya. Menurut Basundoro (2004) permukiman liar adalah suatu tempat atau wilayah tertentu yang dijadikan tempat hunian oleh sekelompok orang secara ilegal. Permukiman liar adalah suatu wilayah hunian yang telah berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam permukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak cukup (Suyogo, 2009). Permukiman liar berbeda dengan permukiman kumuh. Permukiman kumuh belum tentu permukiman liar karena

ada di beberapa daerah dimana permukiman kumuh yang ada di wilayah tersebut berdiri secara legal.

Menurut Suyogo (2009), terdapat tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami permukiman liar

1. Physical ( Phisik )

Kurangnya pemaksimaksimalan fasilitas dan infrastruktur. Seperti halnya rumah yang didirikan semipermanen atau hanya sekedar gubuk, kurang layak atau tidak memiliki fasilitas kamar kecil, tidak memiliki RT dan RW yang jelas.

2. Social ( Sosial )

Kebanyakan penghuni liar mempunyai pendapatan tergolong lebih rendah, diantaranya bekerja sebagai tenaga kerja upah atau dalam perusahaan sektor informal. Kebanyakan mendapat gaji atau upah minimum atau dapat juga pendapatan tinggi karena bekerja sambilan. Penghuni liar sebagian besar orang pindah. Tetapi banyak juga penghuni liar dari generasi ke generasi secara turun - temurun.

3. Legal ( undang – undang)

Penghuni liar adalah ketiadaan kepemilikan lahan padahal diatasnya mereka sudah membangun rumah. Ini bisa jadi merupakan tanah pemerintah lowong atau daratan publik, parcels tanah pinggiran seperti pinggiran rel kereta api atau tanah kesultanan (sultan ground).

Permukiman liar di perkotaan menjadi masalah tersendiri bagi kota atau wilayah yang bersangkutan. Keberadaan permukiman liar dianggap mengganggu pemandangan kota yang berisi gedung-gedung megah. Keberadaan permukiman liar juga memberikan masalah tersendiri terhadap proses registrasi penduduk di

wilayah tempat permukiman liar tersebut berada. Keberadaan mereka secara ilegal diwilayah tempat tinggal mereka menyulitkan mereka untuk memperoleh KTP yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses regristrasi penduduk diwilayah setempat. Registrasi penduduk adalah proses yang pelaporan dan pencatatan kelahiran, kematian, dan migrasi (Rusli, 2005).

Kepadatan penduduk di desa-desa yang terus mengalami peningkatan dapat menyebabkan banyak penduduk desa-desa yang bersangkutan mencari nafkah ke kota. Hal tersebut lebih dikarenakan semakin besarnya persaingan dalam memperoleh pekerjaan di desa dimana jumlah pekerjaan yang tersedia di desa sangat terbatas. Dengan demikian banyak penduduk desa memutuskan melakukan migrasi ke kota dimana pekerjaan yang tersedia lebih banyak. Akan tetapi dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pendatang yang sebagian besar hanyalah lulusan Sekolah Rakyat (SR) menjadikan mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapannya. Pada akhirnya para pendatang hanya mampu bekerja pada sektor-sektor informal seperti buruh, tukang becak, pemulung. Dengan pekerjaan sektor informal yang digeluti oleh para pendatang tentunya upah yang diperoleh tidak sebanding dengan mereka yang bekerja disektor formal. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sandyatma (2004) dimana penulis melakukan penelitian terhadap tiga keluarga pendatang yang tinggal di permukiman liar sekitar tempat pembuangan sampah di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan disektor formal karena mereka terganjal dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat bersaing dengan pendatang lain yang memiliki

pendidikan lebih baik dari mereka. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi pemulung disekitar tempat mereka tinggal.

Permasalahan lain yang harus dihadapi oleh pendatang adalah tempat untuk mereka tinggal selama di kota. Di kota besar seperti Jakarta semakin hari semakin sulit untuk memperoleh tempat tinggal. Hal tersebut dikarenakan semakin berkurangnya lahan-lahan permukiman penduduk serta semakin banyaknya penduduk kota yang tentunya juga membutuhkan semakin banyak lahan untuk bermukim. Kalaupun masih ada lahan yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal, harga yang ditawarkan untuk mendapatkan lahan tersebut sangatlah mahal dan tidak dapat dijangkau oleh mereka yang bekerja pada sektor informal dengan upah rendah.

Permasalahan harga lahan yang terus meningkat tersebut tidak menyurutkan niat para pendatang untuk tetap tinggal dan mengadu nasib di kota. Tentunya mereka masih tetap membutuhkan tempat tinggal yang dapat mereka gunakan sebagai tempat berlindung dari panas dan hujan. Oleh karena itu dengan kemampuan terbatas yang mereka miliki maka mereka memutuskan untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong yang masih tersisa di kota tidak jarang lahan tersebut adalah lahan milik negara. Mereka mulai menempati lahan-lahan tersebut dan menjadikannya permukiman. Ada yang menyewa rumah semipermanen dan ada pula yang mendirikan rumah-rumah dengan menggunakan peralatan seadanya seperti triplek dan seng bekas yang mereka temukan. Semakin banyak pendatang yang bernasib sama dengan mereka dan memiliki inisiatif untuk melakukan hal

serupa maka dapat kita lihat sekarang ini semakin banyak permukiman liar yang ada di kota-kota besar di Indonesia.

Dokumen terkait