• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.3. Hipotesis

1. Kurangnya pengetahuan masyarakat migran di permukiman liar mengenai fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

2. Tingkat pendidikan diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi. Faktor-faktor Lainnya • Kurangnya Sosialisasi Mengenai Kartu Kesehatan • Kebutuhan Terhadap Kartu Kesehatan Pengetahuan

Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kependudukan

• Pendidikan

• Pendapatan

• Status Kependudukan

Akses Masyarakat Migran di Permukiman Liar Terhadap Fasilitas Kesehatan Gratis atau

Bersubsidi

• Jamkesmas

• Gakin

3. Pendapatan diduga akan menjadi faktor penghambat utama migran di permukiman liar dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

4. Status kependudukan diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

5. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan kepada migran di permukiman liar mengenai kartu kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

6. Belum adanya rasa membutuhkan terhadap kartu kesehatan gratis atau bersubsidi diduga akan mempengaruhi akses masyarakat migran di permukiman liar terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi.

2.4. Definisi Konseptual

1. Permukiman liar adalah suatu wilayah hunian yang telah berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam permukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak cukup.

2. Pengetahuan tentang fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi antara lain mengenai keberadaan, kegunaan dan cara memperoleh fasilitas kesehatan tersebut.

3. Fasilitas kesehatan gratis atau bersubsidi adalah bantuan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang ditujukan untuk masyarakat menengah kebawah dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

2.5. Definisi Operasional

1. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh responden yang berasal dari pekerjaan pokok dan sampingan yang digunakan untuk membiayai konsumsi sehari-hari biasanya dihitung per bulan. Harta yang dimiliki responden di daerah asal tidak diikutsertakan dalam penilaian pendapatan responden. Penilaian terhadap pendapatan digolongkan menjadi tiga. Kategori tersebut ditentukan berdasarkan pendapatan rata-rata responden yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan (emik).

(1) Rendah jika pendapatan per bulan ≤ Rp 1.000.000,00 = skor 1

(2) Sedang jika pendapatan per bulan Rp 1.000.000,00 sampai Rp 2.500.000,00 = skor 2

(3) Tinggi jika pendapatan per bulan ≥ Rp 2.500.000,00 = skor 3

2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden. Pendidikan digolongkan menjadi lima, yaitu:

(1) Tidak Sekolah = skor 1,

(2) Tidak Tamat SD/Sederajat = skor 2, (3) Tamat SD/sederajat = skor 3, (4) Tamat SMP/sederajat = skor 4, (5) Tamat SMA/sederajat = skor 5.

3. Status kependudukan adalah kondisi kependudukan responden di wilayah DKI Jakarta, yang akan dibedakan menjadi:

(1) Penduduk resmi adalah responden yang memiliki KTP DKI Jakarta

(2) Penduduk tidak resmi adalah responden yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta atau tidak memiliki KTP daerah manapun

4. Akses terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi adalah suatu keadaan dimana responden mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah yang dibedakan menjadi: (1) lemah jika responden tidak memiliki ketiga kartu kesehatan gratis atau

bersubsidi = skor 1,

(2) sedang jika responden memiliki 1 atau 2 kartu kesehatan gratis atau bersubsidi = skor 2, dan

(3) kuat jika responden memiliki ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi = skor 3.

5. Kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi adalah kartu yang dapat digunakan untuk membantu meringankan beban biaya masyarakat miskin. Kartu tersebut dikelompokkan menjadi (1) Jamkesmas, (2) Gakin dan (3) SKTM.

6. Tingkat pengetahuan adalah informasi yang dimiliki oleh responden mengenai kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.

(1) Responden dikatakan memiliki pengetahuan yang baik jika responden dapat dengan tepat menjelaskan konsep dan prosedur mendapatkan ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.

(2) Responden dikatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik jika responden tidak dapat dengan tepat menjelaskan konsep dan prosedur mendapatkan ketiga kartu kesehatan gratis atau bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Berdasarkan pendekatan yang digunakan maka data utama yang dihasilkan dari penelitian ini berupa data kuantitatif dengan didukung oleh data kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden, keadaan kesehatan responden dan keluarga, serta bagaimana akses responden terhadap pelayanan kesehatan yang ada disekitar wilayah tempat tinggal mereka.

Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei, yaitu dengan menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis (kuesioner), untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianalisis (Prasetyo dan Jannah, 2006). Data kualitatif digunakan untuk menggali informasi lebih dalam dimana data tersebut akan digunakan untuk menunjang dalam melakukan interpretasi data kuantitatif.

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif. Peneliti ingin memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena kependudukan. Pada penelitian ini peneliti ingin menganalisis sejauhmana pengetahuan responden mengenai bantuan kesehatan yang diberikan pemerintah dalam bentuk kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akses migran di permukiman liar terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi tersebut.

Penelitian ini masih belum dapat menjelaskan alasan pemerintah belum melakukan perbaikan terhadap syarat-syarat yang harus dilengkapi bagi masyarakat yang ingin memiliki kartu pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi. Syarat yang telah ada dianggap memberatkan karena hampir semua masyarakat di perkotaan khususnya tidak memenuhi persyaratan tersebut. Akan tetapi masih banyak masyarakatnya yang memerlukan bantuan tersebut.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) yaitu dua tempat permukiman liar di wilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Selain itu lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan akses penelitian, keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu peneliti (Singarimbun, 1982). Lahan yang digunakan sebagai permukiman oleh para migran tersebut dianggap berada di wilayah RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Walaupun lahan tersebut berada di wilayah RT 016 tetapi penduduk di permukiman tersebut tidak terdaftar sebagai warga RT 016 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Lahan permukiman liar yang pertama merupakan lahan milik pribadi. Akan tetapi pemilik lahan tersebut tidak tinggal di wilayah yang sama.

Permukiman liar yang kedua letaknya tidak jauh dari permukiman liar yang pertama. Lahan yang digunakan pada permukiman liar yang pertama merupakan lahan milik PJKAI dan Dinas Perairan DKI Jakarta, bagian depan sampai tengah rumah mereka adalah tanah milik PJKAI dan setengah

kebelakangnya adalah milik Dinas Perairan. Letak permukiman liar tersebut memang diantara rel kereta api dan kali ciliwung. Selain itu, ketidakjelasan wilayah juga menjadi masalah dalam permukiman tersebut. Awalnya wilayah tersebut masuk ke wilayah RT 013 RW 05 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Kemudian menurut keputusan kelurahan wilayah tersebut masuk wilayah RT 016. Akan tetapi sampai saat ini Ketua RT 016 belum memperoleh surat keputusan secara tertulis dari Kelurahan.

Lokasi tersebut dipilih karena penghuni permukiman tersebut seluruhnya merupakan pendatang (migran) dan letak rumah antara penghuni yang satu dengan lainnya saling berdekatan. Mereka hidup bersama dalam suatu batas wilayah dan membentuk satu perkampungan khusus. Lokasi permukiman liar lain yang ditemukan letak rumahnya saling berpencar (tidak berkumpul di satu tempat). Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2009.

3.3. Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang diteliti karakteristik dan cirinya (Wahyuni dan Muljono, 2007). Unit pengamatan dari responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah rumah tangga dimana salah satu dari pasangan suami dan istri yang terdapat dalam setiap unit pengamatan merupakan responden. Alasan pemilihan unit pengamatan penelitian adalah rumah tangga karena tidak semua bantuan kesehatan dari pemerintah diberikan secara individu. Terdapat juga bantuan yang diberikan melalui keluarga seperti Gakin. Suami atau istri dipilih sebagai responden karena dianggap sebagai individu yang paling mengerti

dan mengetahui keadaan anggota keluarga lainnya. Suami atau istri tersebut merupakan satuan individu. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan data yang lengkap mengenai bantuan kesehatan dari pemerintah baik yang diberikan secara perorangan maupun bersama, dalam hal ini keluarga.

Besarnya sampel suatu penelitian bergantung pada 1) keragaman karakteritik populasi, 2) tingkat presisi yang dikehendaki, 3) rencana analisis, 4) tenaga, biaya, dan waktu. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 30 responden. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik aksidental (accidental sampling), biasa disebut sebagai teknik pengambilan sampel “asal ambil atau asal pilih” (Faisal, 2005). Responden yang dipilih adalah suami atau istri yang sedang melakukan aktivitas, baik yang sedang bekerja ataupun sekedar duduk sambil mengobrol disekitar wilayah permukiman liar tersebut dan tinggal di tempat tersebut. Informan dipilih secara sengaja (purposive) karena dianggap mengetahui keadaan lingkungan dan masyarakatnya. Informan yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak tiga orang yang terdiri dari aparatur desa seperti ketua RT dan petugas kelurahan setempat serta kepala puskesmas di wilayah penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan serta melakukan pengamatan (observasi) lapang. Data sekunder diperoleh dari data profil desa, serta data dari puskesmas di sekitar tempat tinggal responden dan bahan pustaka yang mendukung penelitian ini.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan responden dimana responden dipandu oleh peneliti dalam mengisi kuesioner. Teknik pengambilan data wawancara mendalam merupakan teknik pengambilan data dengan melakukan interaksi dua arah dengan prinsip kesetaraan antara peneliti dengan subyek dalam suasana yang akrab dan informal. Melakukan wawancara mendalam dimaksudkan ada “temu muka” antara peneliti dan responden dalam rangka memahami pandangan responden tentang hidupnya, pengalaman atas situasi sosial yang diungkapkan dengan bahasanya sendiri. Data yang diperoleh melalui kuesioner adalah karakteristik responden, keadaan kesehatan responden dan keluarga, akses mereka terhadap pelayanan kesehatan, serta keadaan lingkungan sekitar mereka.

Pengamatan dilapangan dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan masyarakat setempat, merasakan dan melihat beragam peristiwa yang diharapkan dapat menarik pemaknaan yang sama antara peneliti dan yang diteliti. Fokus pengamatan yang dilakukan adalah cara responden memperoleh kartu pengobatan gratis atau bersubsidi yang dapat digunakan oleh responden dalam memperoleh pengobatan secara gratis atau memperoleh keringanan biaya selama proses pengobatan.

3.5. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan (data processing). Pengolahan data mencakup kegiatan mengedit (editing) data dan mengkode (coding) data (Faisal, 2005). Mengedit data ialah kegiatan memeriksa data yang terkumpul sedangkan mengkodekan data berarti memberikan kode-kode

tertentu kepada masing-masing kategori atau nilai dari setiap variabel yang terkumpul datanya (Faisal, 2005). Setelah pengolahan data, berikutnya tinggal menganalisis dan menginterpretasikan data.

Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menyajikan tabel frekuensi dan tabulasi silang yang diinterpretasikan untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian. Tabulasi silang digunakan untuk menelaah kecenderungan hubungan yang terjadi antar variabel. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam disajikan secara deskriptif dengan mengutip hasil pembicaraan yang telah dilakukan. Data kualitatif yang diperoleh diintegrasikan dengan hasil kuesioner yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.

Data dari hasil kuesioner diolah dengan menggunakan program Statistical Program for Social Sciences ( SPSS version 16.0 ), kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat fakta yang terjadi. Data yang diperoleh bersifat nominal dan ordinal, sehingga untuk menganalisis hubungan yang terjadi antara dat tersebut digunakan Korelasi Rank Spearman dan Chi-Square (X2). Korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antar variabel yang menggunakan skala pengukuran ordinal. Korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji tingkat pendidikan dan pendapatan responden dengan akses responden terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi dari pemerintah.

rs = 1- 6∑d2 Keterangan:

n (n2-1) rs = Korelasi Spearman

n = Banyaknya pasangan data

Uji Chi-Square digunakan untuk menguji antara variabel pengetahuan responden terhadap pelayanan kesehatan gratis atau bersubsidi yang merupakan data nominal. Hasil uji Chi-Square kemudian dilanjutkan dengan melihat keeratan hubungan antara dua variabel dengan rumus koefisien kontingensi (C).

X2= ∑ (fo.fh)2

fh

Keterangan:

X2 = Chi Kwadrad

fo = Data frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi/kuesioner)

fh = Frekuensi yang diperoleh/diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan

dari frekuensi yang diharapkan dalam populasi

C = X2 C = Koefisien kontingensi

N + X2 X2 = Nilai Chi Kwadrad N = Banyaknya sampel

Guilford dalam Rakhmat, 1997 mengartikan koefisien korelasi sebagai berikut:

Kurang dari 0,20 : Hubungan rendah sekali, lemas sekali 0,20-0,40 : Hubungan rendah tetapi pasti

0,40-0,70 : Hubungan yang cukup berarti

0,70-0,90 : Hubungan yang tinggi, kuat

GAMBARAN UMUM KELURAHAN

4.1. Lokasi dan Keadaan Wilayah

Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki luas wilayah sekitar kurang lebih 227,74 Ha yang terdiri dari tanah milik adat seluas 227,34 Ha dan tanah garapan seluas 0,40 Ha. Kelurahan Lenteng Agung terdiri dari 114 RT dan 10 RW. Kelurahan Lenteng Agung secara geografis memiliki batas wilayah antara lain: sebelah Utara berbatasan langsung dengan Jalan TB Simatupang Kelurahan Pasar Minggu, sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kali Ciliwung, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Gardu Kelurahan Srengseng Sawah, dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Joe Kelurahan Kebagusan-Kelurahan Jagakarsa.

Jika dilihat dari letaknya, jarak Kelurahan Lenteng Agung ke Kecamatan adalah tiga kilometer, sedangkan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat Pemerintahan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Jakarta Selatan adalah 10 kilometer dan jarak dari Kelurahan Lenteng Agung ke Pusat Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta adalah 15 kilometer. Alat transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai kantor kecamatan adalah angkutan umum (angkot) atau bis umum yang masih harus disambung dengan ojeg. Alat transportasi yang dapat digunakan untuk ke pusat pemerintahan baik kotamadya ataupun provinsi adalah angkot ataupun bis umum. Selain itu dapat juga menggunakan transportasi Kereta Api

Listrik (KRL) Jabotabek, karena diwilayah tersebut juga terdapat stasiun kereta api, yang masih harus disambung dengan angkot atau bis kota.

Permukiman liar yang ada di wilayah Kelurahan Lenteng Agung berada di antara bantaran rel kereta api dan aliran sungai ciliwung. Seluruh penghuninya merupakan pendatang yang berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden, Karawang merupakan daerah asal yang memiliki jumlah migran terbanyak. Alasan responden memilih permukiman liar untuk dijadikan tempat tinggal adalah faktor ekonomi. Responden merasa tidak mampu jika harus mengontrak rumah. Terlebih lagi harga kontrakan yang tinggi. Hal tersebut amat memberatkan responden. Akan tetapi tentu saja responden masih mengharapkan hidup yang layak.

Pendidikan terakhir yang dimiliki oleh responden beragam. Akan tetapi jumlah responden yang hanya tamat sekolah dasar menunjukkan nilai yang paling besar. Sebagian besar penghuninya bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan yang nantinya akan dijual lagi untuk didaur ulang. Pekerjaan lainnya yang dijalankan oleh responden adalah bekerja sebagai penjual makanan seperti penjual buah keliling, tukang nasi goreng atau membuka usaha warung makanan di sekitar tempat tinggal mereka.

Sebanyak 90 persen responden menyatakan bahwa menyisihkan sebagian penghasilan untuk konsumsi kesehatan sangatlah perlu. Akan tetapi pada kenyataannya hanya tujuh orang responden atau sebesar 23,3 persen saja yang menyisihkan sebagian pendapatannya untuk konsumsi kesehatan. Responden mengetahui pentingnya menyisihkan uang untuk konsumsi kesehatan. Menurut responden jika telah memiliki uang simpanan untuk kesehatan maka jika suatu

saat salah satu anggota keluarga mengalami sakit uang tersebut dapat digunakan untuk berobat ke dokter atau sekedar untuk membeli obat warung dan jamu. Dengan demikian responden tidak perlu repot mencari pinjaman uang untuk berobat.

Sebanyak 83,3 persen responden menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan. Responden mengatakan bahwa untuk membeli keperluan sehari-hari saja masih kurang sehingga responden tidak dapat menyisihkan uangnya untuk konsumsi kesehatan walaupun responden mengetahui pentingnya investasi kesehatan.

4.2. Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berupa sarana keagamaan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana kebersihan, sarana olah raga, sarana keamanan, sekretariat parpol, sarana ekonomi, sarana sosial, sarana budaya, pariwisata, hiburan dan rekreasi, sarana perdaGangan, sarana perhubungan, sarana angkutan, sarana komunikasi, sarana penanggulangan bencana kebakaran dan bencana alam dan sarana pengairan.

Tempat peribadatan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung hanya masjid sebanyak 22 buah, mushollah sebanyak 36 buah dan gereja satu buah. Dalam kegiatan keagamaan, penduduk di Kelurahan Lenteng Agung cukup banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya perkumpulan keagamaan yang terdiri dari 66 perkumpulan majelis taklim dan 229 orang remaja masjid.

Jumlah sarana pendidikan di Kelurahan Lenteng Agung cukup banyak dimana terdapat sekolah yang terdiri dari sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain SD berjumlah empat buah, SLTP berjumlah dua buah, SLTA sebanyak dua buah dan madrasah Aliyah sebanyak satu buah. Sekolah swasta yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain taman bermain/playgroup sebanyak dua buah, Taman Kanak-kanak (TK) berjumlah sembilan buah, SD berjumlah tujuh buah, SLTP berjumlah enam buah, SLTA sebanyak dua buah, universitas sebanyak dua buah dan madrasah ibtidaiyah sebanyak tujuh buah.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berupa dua buah puskesmas, dua buah poliklinik, dua buah balai pengobatan, tiga buah tempat praktek dokter umum, satu buah tempat praktek dokter gigi, tujuh buah tempat praktek bidan, satu apotik, dua buah klinik keluarga berencana, satu unit laboratorium dan 29 posyandu. Responden lebih memilih puskesmas sebagai tempat berobat dengan alasan biaya yang lebih murah jika dibandingkan ke klinik dokter. Puskesmas yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung berada di Gang Haji Ali dan Gang Lontar. Sebagian besar responden lebih sering berobat ke puskesmas yang berada di Gang Lontar. Letaknya yang berdekatan dengan permukiman menjadi pertimbangan lain yang dikemukakan oleh responden.

Gang Lontar berada diseberang permukiman responden tetapi untuk menjangkaunya responden harus berjalan kaki cukup jauh sekitar 500 meter dari mulut Gang. Selain itu, tidak tersedianya ojeg di sekitar puskesmas juga menjadi hambatan untuk mencapai puskesmas tersebut. Puskesmas yang berada di Gang Haji Ali letaknya cukup jauh dari permukiman responden sehingga untuk

menjangkaunya responden harus naik angkot. Jika harus mengeluarkan ongkos responden lebih memilih memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas kelurahan Jatipadang karena puskesmas tersebut memiliki perlengkapan yang lebih lengkap. Puskesmas Jatipadang tidak hanya melayani penyakit umum tetapi juga ada pelayanan penyakit spesialis.

Puskesmas bukan satu-satunya fasilitas kesehatan dengan biaya murah yang biasa dimanfaatkan responden. Letak permukiman liar yang tidak terlalu jauh dengan kantor sekertariat salah satu parpol besar di Indonesia dimanfaatkan pula oleh responden untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh parpol tersebut. Responden hanya mengeluarkan biaya untuk naik angkot ke kantor sekertariat parpol tersebut karena pengobatan dan obat diberikan secara gratis.

Sarana kebersihan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain tiga buah dipo sampah (TPS), dua unit truk sampah, 37 unit gerobak sampah dan satu orang petugas kebersihan. Kelurahan Lenteng Agung memiliki satu lapangan sepak bola dan enam buah lapangan bulu tangkis, enam buah lapangan volly dan 12 buah lapangan basket. Terdapat pula satu lapangan tenis dan 10 buah perlengkapan tenis meja. Selain itu Kelurahan Lenteng Agung juga memiliki sarana keamanan antara lain satu pos polisi, 45 pos hansip dan 91 orang anggota hansip. Di Kelurahan Lenteng Agung juga terdapat sekretariat parpol yang terdiri dari dua buah kantor cabang parpol dan tiga buah kantor ranting parpol.

Sarana ekonomi yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung adalah satu buah bank milik pemerintah dan satu buah bank milik swasta. Sarana ekonomi lainnya antara lain satu buah koperasi serba usaha, satu buah waserda dan empat

buah SPBU. Sarana perdaGangan dan industri yang ada adalah pertokoan sebanyak 74 buah, showroom sebanyak empat buah, toko sebanyak 23 buah, kios sebanyak 12 buah, warung sebanyak 46 buah, restoran sebanyak satu buah dan industri kecil sebanyak satu buah.

Kelurahan Lenteng Agung memiliki sarana perhubungan berupa satu buah stasiun kereta api, jalan protokol kurang lebih sekitar 15 kilometer, jalan lingkungan kurang lebih sekitar 40 kilometer dan Gang/jalan setapak sekitar 30 kilometer. Sarana angkutan yang terdapat di Kelurahan Lenteng Agung antara lain bis kota, truk, metromini, mikrolet, taksi, ojek motor dan kereta api. Fasilitas

Dokumen terkait