• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan pendekatan produksi yaitu jumlah nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit

produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu waktu tertentu, biasanya setahun. Jumlah dari nilai produksi barang dan jasa per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi 9 sektor.

2. Nilai PDRB dapat dihitung berdasarkan :

a. PDRB atas dasar harga berlaku adalah PDRB yang dinilai berdasarkan harga pada tahun berjalan, baik pada saat menilai produksi, biaya antara maupun komponen nilai tambah.

b. PDRB atas dasar harga konstan adalah PDRB yang dinilai berdasarkan harga pada tahun tertentu atau tahun dasar, baik pada saat menilai produksi, biaya antara maupun komponen nilai tambah.

3. Angka Laju Pertumbuhan Ekonomi adalah besarnya persentase kenaikan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun berjalan terhadap PDRB pada tahun sebelumnya.

4. Struktur ekonomi adalah distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku pada suatu tahun.

5. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Produk Domestik regional Bruto (PDRB) per kapita menggambarkan besarnya nilai tambah domestik regional bruto per penduduk pada suatu wilayah, dalam suatu waktu tertentu, pada analisis ini digunakan pendekatan PDRB atas dasar harga konstan.

Nilai PDRB per kapita ini diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB atas dasar harga konstan di suatu wilayah pada jangka waktu satu tahun,

dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang berada dalam wilayah/region tersebut.

6. Keunggulan Kompetitif berarti kemampuan daya saing kegiatan ekonomi yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cermin dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan “benchmark”

7. Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.

8. Spesialisasi mengacu kepada sektor ekonomi di suatu wilayah, dimana suatu wilayah dikatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lainnya, spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peran permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal.

Banjar menunjukkan kecenderungan yang hampir sama, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai leading sektor. Hal ini dapat dilihat dari distribusi PDRB berdasarkan harga berlaku dari tahun 2000-2008.

Tabel 4.1. Distribusi PDRB Kabupaten Ciamis Atas Dasar Harga Berlaku 2000-2008 (dalam persen)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa selama tahun 2000-2008, kegiatan ekonomi di Kabupaten Ciamis didominasi oleh 2 sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2008, sektor pertanian memberikan kontribusi PDRB sebesar 31,67 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar 25,64 persen. Kondisi ini cukup beralasan, karena Kabupaten Ciamis dikenal sebagai salah satu lumbung pangan bagi

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 I P R I M E R 34,94 33,92 33,65 32,83 30,98 33,53 32,33 32,21 31,67 1 Pertanian 34,58 33,55 33,22 32,38 30,55 33,11 31,93 31,83 31,32 2 Pertambangan dan penggalian 0,37 0,37 0,44 0,45 0,43 0,42 0,40 0,37 0,35 II S E K U N D E R 14,39 14,92 14,70 13,51 13,27 12,06 11,59 11,05 10,59 3 Industri pengolahan 7,59 8,20 7,94 7,04 7,15 6,78 6,82 6,64 6,53 4 Listrik, gas dan air bersih 0,67 0,70 0,73 0,69 0,73 0,70 0,69 0,66 0,63

5 Bangunan 6,13 6,02 6,04 5,78 5,39 4,58 4,08 3,75 3,44

III T E R S I E R 50,66 51,16 51,64 53,66 55,75 54,41 56,08 56,74 57,74 6 Perdagangan, hotel dan restoran 24,25 24,70 23,98 23,01 22,80 24,17 24,29 24,52 25,64 7 Pengangkutan dan komunikasi 6,63 6,54 7,19 8,13 8,60 9,05 10,06 10,29 10,13 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 4,85 5,05 5,39 6,18 6,82 6,28 5,88 5,64 5,47 9 Jasa-jasa 14,94 14,87 15,07 16,34 17,52 14,92 15,86 16,30 16,50 100 100 100 100 100 100 100 100 100 PDRB

Tahun LAPANGAN USAHA

cukup berpotensi sehingga sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi sektor ekonomi yang memiliki kontribusi besar dalam penciptaan PDRB.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pemekaran Kota Banjar terpisah dari Kabupaten Ciamis berdasarkan Undang Undang No. 27 tahun 2002 telah memberikan pengaruh bagi perekonomian Kabupaten Ciamis secara umum. Hal ini dapat terlihat dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) rata-rata per tahun pada tahun 2003-2008 menjadi sebesar 2,89 persen yang lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang rata-rata memiliki laju pertumbuhan sebesar 5,56 persen.

Tabel 4.2. Perbandingan Rata-rata LPE/tahun Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat (dalam persen)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Ciamis Jabar Ciamis Jabar

1 Pertanian 2,10 0,60 1,64 2,44

2 Pertambangan dan penggalian 4,36 -6,13 1,98 -2,49

3 Industri pengolahan 4,13 4,38 1,38 6,78

4 Listrik, gas dan air bersih 3,78 7,06 1,13 3,73

5 Bangunan 2,77 3,19 1,61 9,78

6 Perdagangan, hotel dan restoran 2,41 2,75 4,30 5,79

7 Pengangkutan dan komunikasi 11,69 7,24 4,51 6,16

8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 10,94 10,13 2,56 5,81

9 Jasa-jasa 3,97 7,22 4,12 5,86

sesudah pemekaran Kota Banjar, maka rata-rata LPE Kabupaten Ciamis mengalami penurunan pada periode setelah pemekaran Kota Banjar. Di saat kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat membaik pada tahun 2003-2008 yang terlihat dari kenaikan rata-rata LPE, perekonomian Kabupaten Ciamis justru mengalami penurunan. Berdasarkan lapangan usahanya, terlihat perubahan yang cukup besar pada sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Kedua sektor ini sebelum pemekaran Kota Banjar memiliki rata-rata LPE diatas 10 persen, namun setelah pemekaran Kota Banjar hanya dibawah 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banjar memiliki andil yang cukup besar pada kedua sektor tersebut, sehingga ketika memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis, maka PDRB Kabupaten Ciamis kehilangan pertumbuhan ekonomi yang cukup berarti.

Gambar 4.1. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

LPE Ciamis LPE Jabar

Ciamis mengalami penurunan yang sangat tajam. Hal ini disebabkan pemisahan Kota Banjar menjadi Pemerintah Kota yang otonom di bawah pemerintah Provinsi Jawa Barat cukup mengurangi nilai PDRB Kabupaten Ciamis.

4.1. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Model Rasio Pertumbuhan (MRP) digunakan untuk membandingkan pertumbuhan kegiatan ekonomi berdasarkan 9 lapangan usaha. MRP merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan PDRB menurut sektor di Kabupaten Ciamis dengan laju pertumbuhan PDRB menurut sektor sejenis di tingkat Jawa Barat. Jika dari hasil penghitungan diperoleh nilai RPk > 1 maka laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis lebih tinggi dari laju pertumbuhan PDRB menurut kegiatan ekonomi sejenis di Provinsi Jawa Barat. Demikian juga sebaliknya, jika RPk < 1 maka pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis lebih rendah dari laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha sejenis di Provinsi Jawa Barat. Hasil penghitungan MRP disajikan dalam Tabel 4.3.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

Dari penghitungan di atas dapat diketahui bahwa kondisi perekonomian Kabupaten Ciamis sebelum pembentukan Kota Banjar memiliki rasio sebesar 1,03.

Hal ini berarti pada tahun 2000-2002 kondisi perekonomian di Kabupaten Ciamis memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan Jawa Barat. Berdasarkan lapangan usaha, ada tiga sektor yang memiliki MRP lebih tinggi dari Jawa Barat yaitu sektor pertanian, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Pada periode pasca pembentukan Kota Banjar, terlihat bahwa pertumbuhan Kabupaten Ciamis lebih rendah dari Jawa Barat yaitu dengan rasio sebesar 0,77.

Menurut lapangan usaha, terjadi banyak pergeseran, diantaranya adalah sektor

MRP MRP

2000-2002 2003-2008

1 Pertanian 3,52 0,99

2 Pertambangan dan penggalian -0,73 -1,06

3 Industri pengolahan 0,77 0,58

4 Listrik, gas dan air bersih 0,46 0,86

5 Bangunan 0,87 0,23

6 Perdagangan, hotel dan restoran 0,73 1,13

7 Pengangkutan dan komunikasi 1,64 1,16

8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 1,08 0,83

9 Jasa-jasa 0,53 1,20

1,03 0,77

PDRB

LAPANGAN USAHA

dengan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan sektor sejenis di Jawa Barat.

Demikian juga dengan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang sebelum pembentukan Kota Banjar pertumbuhannya lebih cepat, pada periode setelah pembentukan Kota Banjar memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibanding sektor yang sama di Jawa Barat. Sebaliknya, sektor perdagangan,hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa yang pada periode sebelum pembentukan Kota Banjar memiliki pertumbuhan yang lebih lambat, pada periode setelah pembentukan Kota Banjar memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibanding sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Adapun sektor lainnya, tidak mengalami perubahan sebelum dan sesudah pembentukan Kota Banjar.

4.2.Analisis Klassen Typology

Analisis Klassen Typology dapat mengklasifikasikan suatu daerah berdasarkan laju pertumbuhan dan pendapatan per kapitanya. Karena keterbatasan data pendapatan per kapita, maka pendekatan dengan PDRB per kapita dianggap masih cukup relevan untuk menggambarkan pendapatan per kapita. Gambar 4.2.

menunjukkan bahwa PDRB per kapita di Kabupaten Ciamis dari tahun 2000-2008 selalu berada di bawah PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat.

Gambar 4.2. Perbandingan PDRB per Kapita Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat

Dari perbandingan antara rata-rata LPE dan PDRB per kapita di Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat dapat dianalisis berdasarkan Klassen Typology seperti dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Klasifikasi Kabupaten Ciamis sebelum dan sesudah pembentukan Kota Banjar berdasarkan Klassen Typology

Daerah

Sebelum pemekatan Banjar Setelah pemekatan Banjar Pertumbuhan

Kesimpulan Sedang Tumbuh Relatif Tertinggal

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, diolah

-2.000.000 4.000.000 6.000.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 PDRB per kapita Kab. Ciamis PDRB per kapita Jabar

Ciamis memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,70 persen. Nilai ini lebih besar dari laju pertumbuhan rata-rata Jawa Barat yang mencapai nilai 3,46 persen. Adapun tingkat PDRB per kapita atas dasar harga konstan di Kabupaten Ciamis sebesar Rp.

2.854.805 rupiah berada lebih kecil dari PDRB per kapita atas dasar harga konstan di Provinsi Jawa Barat yang mencapai nilai Rp. 5.589.837 juta rupiah. Berdasarkan hasil tersebut maka karakteristik pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ciamis periode 2000-2002 diklasifikasikan sebagai daerah sedang tumbuh (growing region).

Pada periode pasca pemekaran Kota Banjar yaitu tahun 2003-2008, tingkat pertumbuhan rata-rata di Kabupaten Ciamis mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 2,89 persen. Nilai ini masih berada di bawah pertumbuhan Jawa Barat yang mencapai 5,56 persen. Adapun PDRB per kapita di Kabupaten Ciamis sebesar Rp.

3.857.596 rupiah masih lebih rendah daripada PDRB per kapita Jawa Barat yang telah mencapai nilai Rp. 6.285.344 rupiah.

Berdasarkan kondisi ini maka dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Ciamis pasca pemekaran Kota Banjar memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah daripada Provinsi Jawa Barat dan PDRB per kapita yang relatif lebih kecil dibandingkan PDRB per kapita kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu berdasarkan klassen typology maka dalam wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Ciamis masuk dalam klasifikasi daerah yang relatif tertinggal. (Relatively Backward). Hal tersebut karena potensi ekonomi di Kota Banjar cukup besar, sehingga meskipun hanya memisahkan empat kecamatan dari Kabupaten Ciamis, namun perubahannya cukup berarti.

Dokumen terkait