• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERGESERAN PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS PASCA PEMEKARAN KOTA BANJAR OLEH NURLATIFAH H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERGESERAN PEREKONOMIAN KABUPATEN CIAMIS PASCA PEMEKARAN KOTA BANJAR OLEH NURLATIFAH H"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH NURLATIFAH

H14094017

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAGEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

Kota Banjar (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).

Kabupaten Ciamis sebagai salah satu wilayah perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, memiliki letak yang sangat strategis jika ditinjau dari segi ekonomi. Berdasarkan Undang Undang No. 22 tahun 2002 terjadi perubahan struktur pemerintahan dengan pembentukan Kota Banjar yang memisahkan wilayah seluas kurang lebih 13.197,23 Ha dari Kabupaten Ciamis. Kota Banjar dibentuk dari empat kecamatan yang sebelumnya ada di Kabupaten Ciamis.

Keempat kecamatan yang lepas dari Kabupaten Ciamis ini adalah Banjar, Pataruman, Purwaharja dan Langensari.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi dalam perekonomian di Kabupaten Ciamis sebelum dan setelah pemekaran Kota Banjar dengan membandingkannya terhadap perkembangan perekonomian di Provinsi Jawa Barat pada umumnya serta untuk mengetahui sektor perekonomian mana saja yang tetap tumbuh dan menjadi pemusatan dari aktivitas penciptaan nilai tambah di Kabupaten Ciamis meskipun Kota Banjar telah berdiri terpisah dari bagian Kabupaten Ciamis. Dalam skripsi ini analisis dibatasi pada pembahasan perkembangan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis dengan membandingkannya pada perkembangan PDRB secara umum di Provinsi Jawa Barat. Lapangan usaha yang digunakan adalah berdasarkan sembilan lapangan usaha. Selanjutnya untuk mengetahui pergeseran perekonomian pasca pemekaran Kota Banjar, data yang akan diteliti dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum Kota Banjar berdiri yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 dan setelah Kota Banjar berdiri yaitu pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2008.

Metode yang digunakan untuk menganalisis pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Ciamis pasca pemekaran Kota Banjar adalah Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Klassen Typology dan analisis Shift Share (SS) baik klasik maupun dinamik modifikasi Esteban-Marquillas. Berdasarkan MRP, kondisi perekonomian Kabupaten Ciamis sebelum pembentukan Kota Banjar memiliki rasio sebesar 1,03. Hal ini berarti pada tahun 2000-2002 kondisi perekonomian di Kabupaten Ciamis memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan Jawa Barat. Pada periode pasca pemekaran Kota Banjar, terlihat bahwa MRP Kabupaten Ciamis lebih rendah dari Jawa Barat yaitu dengan rasio sebesar 0,77.

Berdasarkan Klassen Typology, terdapat perubahan kategori Kabupaten Ciamis antara sebelum dan setelah pemekaran Kota Banjar. Pada periode sebelum pemekaran Kota Banjar, Kabupaten Ciamis termasuk kategori daerah sedang tumbuh, namun pasca pemekaran Kota Banjar Kabupaten Ciamis termasuk kategori relatif tertinggal. Hal ini disebabkan pada periode sebelum pemekaran Kota Banjar laju pertumbuhan Kabupaten Ciamis lebih tinggi daripada laju

(3)

mengalami pertambahan absolut sebesar 384.699 juta rupiah. Berdasarkan analisis shift share, ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB yaitu Share Regional (SR), Proportionally Shift (PS) dan Different Shift (DS). Dari ketiga faktor tersebut baik SR, PS dan DS semuannya memberikan kontribusi yang positif, dengan nilai yang terbesar diberikan oleh faktor SR. Hal ini berarti perumbuhan PDRB yang ada di Kabupaten Ciamis sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Namun, pada periode pasca pemekaran Kota Banjar hanya komponen share regional yang memiliki kontribusi positif. PS maupun DS nilainya negatif, artinya pertumbuhan di Kabupaten Ciamis sangat bergantung pada kebijakan yang berlaku seragam di Provinsi Jawa Barat. Adapun kondisi perekonomian internal Kabupaten Ciamis masih lebih rendah dibanding Provinsi Jawa Barat.

Melalui analisis shift share modifikasi Esteban-Marquillas diperoleh hasil bahwa sebelum pemekaran Kota Banjar, sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi adalah sektor pertanian, pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada periode pasca pemekaran Kota Banjar, hanya sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang masih memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi ditambah dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa.

Dari analisis yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Ciamis perlu mengembangkan sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi. Pariwisata adalah salah satu bidang yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan di Kabupaten Ciamis. Melalui peningkatan pariwisata, akan mendorong pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pemerintah juga perlu meningkatkan perhatiannya kepada sektor pertanian, karena sektor ini tetap memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB meskipun Kota Banjar telah memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis. Adapun langkah yang dapat ditempuh adalah dengan memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, yaitu dengan meningkatkan kontribusi sektor industri secara bertahap sehingga memungkinkan pengolahan hasil-hasil pertanian agar memiliki nilai tambah yang lebih baik.

(4)

Oleh NURLATIFAH

H14094017

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAGEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, M.Si.

NIP. 19721117 199802 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D.

NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal lulus:

(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Nurlatifah H14094017

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurlatifah, lahir di Grobogan, 22 Oktober 1978. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Hartojo dan Ibu Warsini.

Penulis mengawali pendidikan di SDN 1 Wirosari, dan lulus pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Wirosari hingga lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SMAN 1 Purwodadi, hingga tahun 1996, kemudian penulis melanjutkan ke Akademi Ilmu Statistik, dan lulus pada tahun 1999.

Pada tahun yang sama, penulis ditempatkan untuk bekerja di BPS Kabupaten Bogor. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswa Tugas Belajar Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya, pada tahun 2009 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Penyelenggaraan Khusus Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor kerja sama BPS dan IPB. Sesuai dengan aturan yang ada, penulis harus mengikuti proses matrikulasi dan menyusun skripsi pada akhir kegiatan matrikulasi tersebut sebagai syarat memasuki jenjang strata dua (S-2) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

(8)

Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pergeseran Perekonomian Kabupaten Ciamis Pasca Pemekaran Kota Banjar”. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Tanti Novianti, MSi. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi.

2. Dr. Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji dalam sidang skripsi ini.

3. Suami tersayang, Dudi Barmana, MSi. yang telah memberikan inspirasi, motivasi dan keluangan waktu untuk mencari bahan referensi dan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ananda Yasminna Dhiya Ulhaq, Farah Bahirotun Nuha, dan Ahmad Musyaffa Arkan yang senyum dan candanya menghilangkan kepenatan selama penulisan skripsi.

5. Ibu dan Bapak yang senantiasa berdoa dengan keikhlasan.

6. Drs. Annazri atas dukungan dan perhatian yang telah diberikan.

7. Pak Iin di Ciamis, Mas Rudi di Banjar dan Yuni di BPS Propinsi Jawa Barat yang telah mendukung dengan data-data yang diperlukan dalam skripsi ini.

8. Rekan-rekan seperjuangan, Mbak Leisa, Soekarno, Mas Adji dan seluruh teman-teman seperjuangan di kelas khusus BPS.

9. Mbak Yulis dan Mbak Yanti yang telah memberikan semangat.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2009

Nurlatifah H14094017

(9)

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1. Teori Pembangunan Ekonomi ... 7

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.1.3. Teori Shift Share ... 15

2.1.4. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 18

2.2. Kerangka Pemikiran ... 20

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 23

3.2.2. Analisis Klassen Typology ... 24

3.2.3. Analisis Shift Share ... 25

3.3. Definisi Peubah Operasional ... 31

(10)

4.3.1. Periode Sebelum Pemekaran Kota Banjar ... 42

4.3.1.1. Analisis Share Regional (SR) ... 44

4.3.1.2. Analisis Proportionnaly Shift (PS) ... 45

4.3.1.3. Analisis Different Shift (DS) ... 47

4.3.1.4. Penyatuan PS dan DS ... 51

4.3.2. Periode Pasca Pembentukan Kota Banjar ... 53

4.3.2.1. Analisis Share Regional (SR) ... 54

4.3.2.2. Analisis Proportionnaly Shift (PS) ... 55

4.3.1.3. Analisis Different Shift (DS) ... 56

4.3.1.4. Penyatuan PS dan DS ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 70

(11)

3.1. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Klassen Typology ... 24 3.2. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada efek alokasi ... 31 4.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Ciamis Atas Dasar

Harga Berlaku 2000-2008 ... 34 4.2. Perbandingan Rata-rata LPE/tahun Kabupaten Ciamis dan Provinsi

Jawa Barat (dalam persen) ... 35 4.3. Model Rasio Pertumbuhan Kabupaten Ciamis ... 38 4.4. Klasifikasi Kabupaten Ciamis sebelum dan sesudah

pembentukan Kota Banjar berdasarkan Klassen Typology ... 40 4.5. Analisis Shift Share Klasik untuk Kabupaten Ciamis,

2000 dan 2002 (Juta Rupiah) ... 43 4.6. Analisis Shift Share Modifikasi Esteban-Marquillas untuk

Kabupaten Ciamis, 2000 dan 2002 (Juta Rupiah) ... 49 4.7. Efek Alokasi Sektor Perekonomian Kabupaten Ciamis

2000 dan 2002 ... 50 4.8. Analisis Shift Share Klasik untuk Kabupaten Ciamis,

2003 dan 2008 (Juta Rupiah) ... 53 4.9. Analisis Shift Share Modifikasi Esteban-Marquillas untuk

Kabupaten Ciamis, 2003 dan 2008 (Juta Rupiah) ... 58 4.10. Perbandingan efek alokasi sebelum dan setelah pemekaran

Kota Banjar (Juta Rupiah) ... 59 4.11. Efek Alokasi Sektor Perekonomian Kabupaten Ciamis

2003 dan 2008 ... 60

(12)

2.1. Kerangka Pemikiran……….. 21 3.2. Pengelompokkan sektor berdasarkan nilai PS dan DS…………... 29 4.1. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten

Ciamis dan Provinsi Jawa Barat……….. 36 4.2. Perbandingan PDRB per Kapita Kabupaten Ciamis dan

Provinsi Jawa Barat………...……….. 40 4.3. Kategori sektor di Kabupaten Ciamis sebelum

pemekaran Kota Banjar ……….……….. 51

4.4. Kategori Sektor di Kabupaten Ciamis setelah

pemekaran Kota Banjar ……….……….. 62

(13)

1. PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku 2000-2008 ... 70

2. PDRB Kabupaten Ciamis Atas Dasar Harga Berlaku 2000-2008 ... 71

3. PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000-2008 ... 72

4. PDRB Kabupaten Ciamis Atas Dasar Harga Konstan 2000-2008 ... 73

(14)

Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi, seperti sumber daya manusia, kapital, teknologi, bahan baku dan energi. Ketersediaan faktor-faktor produksi tersebut bergantung pada masing-masing daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas tertentu yang bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Seiring dengan disahkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola segala faktor produksi yang ada di daerahnya sangat menentukan tercapai tidaknya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dalam pembangunan. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 ini membuka adanya ruang publik bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam membentuk daerah otonom.

Kabupaten Ciamis sebagai salah satu wilayah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah memiliki letak yang sangat strategis jika ditinjau dari segi ekonomi. Wilayah dengan luas sekitar 244.479 ha ini merupakan wilayah yang terletak di jalan Lintas jalur Bandung-Yogyakarta-Surabaya. Wilayah sebelah Utara Kabupaten Ciamis berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia. Wilayah selatan Kabupaten Ciamis berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia yang membentang di 6

(15)

Kabupaten Ciamis memiliki wilayah laut seluas 67.340 ha. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis berupa pegunungan dan dataran tinggi, kecuali di perbatasan dengan Jawa Tengah bagian selatan, serta sebagian wilayah pesisir.

Pantai selatan Ciamis bagian timur berupa teluk, diantaranya Teluk Pangandaran, Teluk Parigi, dan Teluk Pananjung.

Keadaan alam Kabupaten Ciamis cukup potensial untuk berkembangnya kegiatan pertanian dan pariwisata. Kedua potensi tersebut berkembang baik di Kabupaten Ciamis. Selain itu sarana tranportasi yang menghubungkan antar kota di Ciamis, maupun antar kabupaten/Kota serta antar Provinsi sangat mendukung untuk semakin berkembangnya potensi tersebut. Khusus untuk periwisata, Kabupaten Ciamis memiliki pantai Pangandaran yang sangat indah sehingga menjadi primadona wisatawan domestik dan mancanegara.

Perkembangan dan kemajuan wilayah Provinsi Jawa Barat pada umumnya dan Kabupaten Ciamis khususnya, memerlukan pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara khusus guna menjamin terpenuhinya tuntutan perkembangan dan kemajuan sesuai dengan aspirasi masyarakat di wilayah tersebut. Kecamatan Banjar sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Ciamis menunjukan perkembangan dan kemajuan dengan ciri dan sifat kehidupan perkotaan. Oleh karena itu wilayah Banjar perlu ditingkatkan menjadi Kota administratif yang memerlukan pembinaan serta pengaturan pemerintahan dan pembangunan secara khusus. Pada tahun 1992 Pemerintah membentuk Banjar Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1991 tentang Pemekaran

(16)

pada tanggal 2 Maret 1992. Beberapa alasan mengapa Banjar menjadi Kota administratif antara lain adalah : keadaan geografis, demografis dan sosiologis kehidupan masyarakat yang perkembangannya sangat pesat sehingga memerlukan peningkatan pelayanan dan pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Banjar sebagai kota administratif semakin lama semakin berkembang pesat, sehingga menimbulkan tuntutan aspirasi masyarakat yang mendesak Banjar sebagai Kota Administratif segera ditingkatkan menjadi Pemerintah Kota. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Atas dasar tuntutan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Ciamis bersama-sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia agar Banjar sebagai Kota Administratif ditingkatkan menjadi Pemerintah Kota.

Setelah melalui berbagai kajian, aspirasi pemekaran Kota Banjar ini akhirnya mendapatkan persetujuan baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif dengan lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2002 tanggal 1 Desember 2002 Tentang Pemekaran Kota Banjar menjadi daerah otonom di Provinsi Jawa Barat.

Kota Banjar mewarisi sekitar 180.744 penduduk dari 13.197,23 Ha wilayah lama Kabupaten Ciamis. Cakupan wilayah Kota Banjar meliputi empat kecamatan, sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Ciamis menjadi sebanyak 36 kecamatan. Keempat kecamatan yang lepas dari Kabupaten Ciamis ini adalah Banjar, Pataruman, Purwaharja dan Langensari. Dengan demikian, setelah pendirian Kota Banjar, jumlah penduduk di Kabupaten Ciamis berkurang

(17)

laki-laki sebesar 48,97 persen dan perempuan sebesar 51,03 persen.

1.2. Perumusan Masalah

Perubahan struktur pemerintahan dengan adanya pemekaran Kota Banjar dari Kabupaten Ciamis ini menimbulkan pertanyaan, apakah pemisahan Kota Banjar mendatangkan perubahan yang cukup berarti bagi perekonomian di Kabupaten Ciamis? Jika pemekaran Kota Banjar ini mendatangkan perubahan, seperti apakah perubahan itu dan bagaimanakah jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat pada umumnya. Dengan adanya pertanyaan tersebut, dilakukan penelitian tentang pergeseran perekonomian Kabupaten Ciamis pasca pemekaran Kota Banjar.

Penelitian pergeseran perekonomian Kabupaten Ciamis karena adanya perubahan struktur pemerintahan ini dilakukan dengan menggunakan kondisi perekonomian Provinsi Jawa Barat sebagai pembanding. Perbandingan ini akan memberikan pengetahuan tentang kondisi perekonomian di Kabupaten Ciamis sebelum dan setelah pemekaran Kota Banjar.

Dalam skripsi ini analisis dibatasi pada pembahasan perkembangan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis dengan membandingkannya pada perkembangan PDRB secara umum di Provinsi Jawa Barat. Lapangan usaha yang digunakan adalah berdasarkan sembilan lapangan usaha. Selanjutnya, untuk mengetahui pergeseran perekonomian pasca pemekaran Kota Banjar, data yang akan diteliti dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum Kota Banjar berdiri yaitu

(18)

tahun 2008 sampai dengan tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk :

1. Menganalisis adanya perubahan yang terjadi dalam perekonomian di Kabupaten Ciamis sebelum dan setelah pemekaran Kota Banjar dengan membandingkannya terhadap perkembangan perekonomian di Provinsi Jawa Barat pada umumnya.

2. Menganalisis sektor perekonomian mana saja yang tetap tumbuh dan menjadi pemusatan dari aktivitas penciptaan nilai tambah di Kabupaten Ciamis meskipun Kota Banjar telah berdiri terpisah dari bagian Kabupaten Ciamis.

3. Menganalisis sektor mana saja yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di Kabupaten Ciamis.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Ciamis berguna untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh pemekaran Kota Banjar terhadap sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Ciamis. Dengan demikian manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pemerintah terkait, dalam hal ini Pemda Kabupaten Ciamis, penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai seberapa besar dampak pemekaran Kota Banjar terhadap sektor perekonomian di Kabupaten Ciamis. Selanjutnya

(19)

penelitian.

2. Sebagai Bahan referensi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk penelitian sejenis

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup perekonomian Kabupaten Ciamis yang dibandingkan dengan perekonomian Provinsi Jawa Barat yang menaunginya. Pergeseran perekonomian di Kabupaten Ciamis sebelum dan sesudah pemekaran Kota Banjar diteliti berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dibandingkan dengan nilai PDRB Provinsi Jawa Barat pada umumnya.

Penelitian ini hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral, yaitu seluruh kegiatan ekonomi didalam penelitian dikelompokkan atas sektor- sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu persatu. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis shift share untuk melihat pergeseran struktural dan daya saing sektor.

(20)

2.1.1. Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan secara tradisional dapat diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan tiap tahunnya (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi pada masa lampau juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya (employment) yang diupayakan secara terencana.

Biasanya dalam proses tersebut peranan sektor pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang secara sengaja senantiasa diupayakan agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan pada umumnya yang sebenarnya tidak kalah pentingnya.

Menurut Profesor Goulet dalam Todaro dan Smith (2006), paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self esteem), dan kebebasan (freedom). Kecukupan di sini bukan hanya menyangkut makanan, tetapi mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik, yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan. Komponen

(21)

yang kedua yaitu jari diri adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri, merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu dan seterusnya. Komponen yang ketiga adalah kebebasan yaitu kemampuan untuk berdiri secara tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek material dalam kehidupan ini.

Dengan demikian pembangunan di semua masyarakat mempunyai tiga tujuan inti yang harus dipenuhi yaitu :

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan diri dari setiap rasa ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Tujuan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita.

(22)

Dengan demikian tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tingkat output pada suatu saat tertentu ditentukan oleh tersedianya atau digunakannya baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, tingkat teknologi, keadaan pasar dan kerangka kehidupan ekonomi (sistem perekonomian) serta sikap dari output itu sendiri (Suparmoko dan Irawan, 1995).

Pembangunan/perkembangan ekonomi akan menunjukkan perubahan- perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Dengan adanya pertambahan output, maka kebebasan untuk memilih kesenangan yang lebih luas juga akan semakin bertambah. Di samping itu, pembangunan ekonomi yang diikuti dengan pertambahan output juga memungkinkan orang untuk memikirkan lebih banyak sifat-sifat perikemanusiaan, karena makin banyaknya sarana yang tersedia.

Dengan demikian seharusnya pembangunan ekonomi dirancang sedemikian rupa sehingga menjamin penggunaan faktor-faktor produksi yang ada dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Karena itu pemilihan kebijaksanaan pembangunan harus ditentukan atas dasar sifat dan tujuan yang berbeda-beda yang hendak dicapai yaitu bertambahnya pendapatan per kapita, hapusnya pengangguran dan tidak tergantung pada pasar luar negeri baik untuk bahan-bahan dasar maupun untuk hasil produksinya.

Tambunan (2001) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan

(23)

tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator untuk mengukur peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan melihat tingkat pendapatan nasional per kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses ekonomi.

Selanjutnya, konsep pembangunan berkembang tidak hanya memperhatikan tingkat pertumbuhan pendapatan nasional saja, namun juga memperhatikan pemerataan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan social. Hal ini dikenal sebagai prinsip ‘efek penetesan ke bawah”

(trickle down effect). Dengan demikian, selain pertumbuhan ekonomi, masalah kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan harus turut diperhatikan.

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi klasik dimotori oleh Adam Smith dengan kemunculan bukunya “ An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations” yang diterbitkan tahun 1776 sehingga masyarakat ekonomi menobatkannya menjadi ahli ekonomi klasik terkemuka (Jhingan, 2004). Menurut Adam Smith, para petani, produsen dan pengusaha merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan bebas dan persaingan yang memperluas pasar dan pada gilirannya memungkinkan pembangunan ekonomi.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, diantara faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maka faktor pertumbuhan penduduk

(24)

menjadi perhatian utama. Sedangkan faktor yang lain yaitu luas tanah dan kekayaan alam diasumsikan adalah tetap jumlahnya. Demikian juga dengan tingkat teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2008).

Selanjutnya dalam teori pertumbuhan mereka dianalisis bagaimana pengaruh pertambahan penduduk kepada tingkat produksi dan pendapatan.

Schumpeter dalam bukunya Theory of Economic Development menggarisbawahi pentingnya pembiayaan inflasioner dan inovasi sebagai faktor utama dalam pembangunan ekonomi (Jhingan, 2004). Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output yang bersumber dari perkembangan ekonomi yang disebabkan oleh inovasi (Boediono,1992). Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2008). Menurut Schumpeter, motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang dinamakan inovasi yakni penerapan pengetahuan teknologi di dunia ekonomi/komersial/kemasyarakatan. Inovasi tersebut meliputi memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksi barang, memperluas pasar, dan penemuan sumber bahan mentah yang baru.

Dalam menganalisis teori pertumbuhan ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Hal ini dapat dicapai jika barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal-produksi (capital output ratio) tetap (Todaro dan Smith, 2006). Inti dari model Harrod-

(25)

Domar adalah suatu relasi antara peningkatan investasi (pembentukan kapital) dan pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2001). Model Harrod Domar ini adalah suatu modifikasi yang didasari pada model-model pertumbuhan masing-masing dari Harrod dan Domar. Model Domar lebih memfokuskan pada laju pertumbuhan investasi, sedangkan model Harrod lebih pada pertumbuhan pendapatan jangka panjang.

Teori pertumbuhan neoklasik selanjutnya dikembangkan oleh Solow, yang merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar. Pada intinya, Solow menambahkan faktor kedua, yaitu tenaga kerja serta memperkenalkan variabel independen ketiga yaitu teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Namun, berbeda dari Harrod Domar, yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns), (Todaro dan Smith, 2006). Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu wilayah secara keseluruhan (Mankiw, 2007)

Menurut Sukirno (2008), pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat meningkat. Sedangkan menurut Boediono (1999) secara singkat, pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang.

(26)

Keuntungan-keuntungan prinsipal dari pertumbuhan ekonomi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi menguntungkan masyarakat, bukan karena kekayaan meningkatkan kebahagiaan, tetapi karena ia menaikkan medan pilihan manusia (range of human choice). Namun sisi negatif pertumbuhan ekonomi adalah pengaruh negatif pertumbuhan atas kondisi kehidupan dan adanya aspek kultural negatif dari modernisasi.

Pada tingkat nasional, beberapa indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kondisi pembangunan ekonomi seperti, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita, perubahan/pergeseran struktur ekonomi dan indikator-indikator lainnya memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Namun demikian, beberapa masalah seperti ketimpangan pembangunan antar daerah, ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah dan ketidakserasian laju pembangunan desa-kota, adalah masalah-masalah yang mengurangi nilai keberhasilan pembangunan.

Secara konseptual, masalah-masalah di atas sebenarnya bersumber dari perbedaan karakteristik ekonomi yang dimiliki masing-masing daerah. Dengan membiarkan pembangunan daerah untuk menuju pada keseimbangan secara alami akan mengandung resiko yang cukup besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Untuk itu, dengan menyusun pola pembangunan terpadu di tingkat daerah, tampaknya akan memberikan manfaat baik ditinjau dari sudut daerah maupun nasional. Perumusan kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah perlu dilaksanakan sebagai mitra kebijaksanaan makro di tingkat nasional. Perubahan struktur ekonomi pada tingkat nasional tentunya akan

(27)

mempunyai dampak terhadap perubahan struktur ekonomi pada tingkat Provinsi dan perubahan struktur ekonomi pada tingkat Provinsi akan memberikan dampak pada perekonomian kabupaten. Dengan demikian struktur perekonomian suatu regional memiliki keterkaitan dengan perekonomian tingkat nasional.

Todaro dan Smith (2006) menguraikan bahwa analisis pola pembangunan terhadap perubahan struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan kedudukan sektor pertanian sebagai penggerak roda pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznet dalam Todaro (2006) perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural ditandai dengan adanya perubahan persentase sumbangan berbagai sektor-sektor dalam pembangunan ekonomi, yang disebabkan intensitas kegiatan manusia dan perubahan teknologi. Perubahan struktur yang fundamental harus meliputi transformasi ekonomi bersamaan dengan transformasi sosial. Pemahaman tentang perubahan struktur perekonomian memerlukan pemahaman konsep-konsep sektor primer, sekunder dan tersier serta perbedaannya. Perubahan struktur yang terjadi dapat meliputi proses perubahan ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian. Selanjutnya hal yang mendasar dalam rangka perubahan struktur ekonomi adalah dimulai dari langkah-langkah yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan dan pemberdayaan sumber daya manusia.

(28)

2.1.3. Teori Shift Share

Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Data yang biasa digunakan untuk analisis shift share adalah pendapatan per kapita, PDRB, atau tenaga kerja dengan tahun pengamatan pada rentang waktu tertentu.

Oleh banyak peneliti regional, analisis shift share dianggap sebagai teknik yang sangat baik untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibanding perekonomian nasional (Tambunan, 2001). Dengan pendekatan analisis ini dapat ditentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannnya dengan daerah yang lebih besar.

Teknik ini bisa digunakan untuk berbagai hal yang terkait dengan masalah- masalah ekonomi regional, misalnya untuk mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan regional, menelusuri jejak-jejak kecondongan dan sebab-sebab perubahan dalam lapangan kerja, dan menentukan besarnya dan arah perubahan- perubahan lapangan/kesempatan kerja serta industri regional. Analisis shift share juga dipergunakan sebagai suatu alat statistik dan analisis deskriptif untuk

(29)

memproyeksikan pertumbuhan ekonomi regional dan sebagai alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan (Tambunan, 2001).

Analisis shift share dikembangkan oleh Daniel B. Creamer pada tahun 1943. Analisis ini digunakan untuk menganalisis perubahan ekonomi baik pertumbuhan maupun perlambatan suatu variabel sektor di suatu daerah.

Penggunaan analisis shift share dalam berbagai penelitian adalah karena memiliki sejumlah kelebihan yaitu :

1. Analisis shift share tergolong sederhana. Namun demikian dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi.

2. Mudah dihitung, sehingga pengolahan data dapat dilakukan dengan waktu yang lebih efisien

3. Data mudah diperoleh, sehingga sangat cocok untuk menganalisis wilayah regional yang biasanya memiliki keterbatasan data.

4. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur dengan cukup akurat.

Dengan kelebihan tersebut, shift share juga memiliki sejumlah kekurangan yaitu :

1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post

2. Metode shift share hanya merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem accounting dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan, hingga tak dapat menjelaskan mengapa suatu hal terjadi.

3. Teknik analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak demikian.

(30)

4. Teknik analisis shift share tidak menghitung variabel struktur demografi pada daerah, tingkat partisipasi kekuatan tenaga kerja atau perubahan- perubahan produktivitas faktor dalam analisis suatu perubahan kesempatan kerja regional.

5. Perbedaan-perbedaan antar waktu dapat diselidiki dengan baik, tetapi kejadian-kejadian yang terjadi dalam suatu waktu tidak tampak.

6. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor dan antar daerah.

Dalam analisis shift share, perubahan ekonomi ditentukan oleh tiga komponen yaitu : komponen pertumbuhan Provinsi, bauran industri dan keunggulan pangsa wilayah. Kedua komponen shift yaitu provincial share dan differential shift memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Provincial share merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai keduanya bernilai positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi (Richardson, 1991)

Sektor-sektor yang memiliki differential shift positif memiliki keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki differential shift positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan

(31)

daerah lainnya. Apabila differential shift negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.

Esteban-Marquillas melakukan modifikasi analisis shift share klasik dengan mendefinisikan kembali keunggulan kompetitif dari teknik shift share klasik sehingga mengandung unsur baru, yaitu homothetic employment di suatu sektor di suatu wilayah. Homothetic employment didefinisikan sebagai employment atau output atau pendapatan atau nilai tambah yang dicapai suatu sektor di suatu wilayah bila struktur kesempatan kerja di wilayah itu sama dengan struktur di atasnya (Provinsi atau nasional).

Arcelus juga melakukan modifikasi shift share pada tahun 1984 dengan mengganti keunggulan kompetitif dengan sebuah komponen yang disebabkan oleh pertumbuhan wilayah dan sebuah bauran industri regional. Arcelus menekankan komponen kedua yang mencerminkan adanya agglomeration economies yang berarti adanya penghematan biaya persatuan karena kesamaan lokasi satuan usaha.

2.1.4. Tinjauan Penelitian sebelumnya

Analisis shift share sering digunakan untuk meneliti pergeseran struktur ekonomi di suatu wilayah dengan membandingkannya dengan wilayah yang menaunginya. Kintono (2003) melakukan penelitian pergeseran struktur ekonomi dan penentuan sektor unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui analisis shift share dan location quotient . Penggunaan analisis shift share dalam penelitian tersebut dilakukan dengan membandingkan dua periode sebelum dan

(32)

sesudah krisis ekonomi 1998 yang kemudian melalui location quotient dapat menemukan sektor unggulan yang tetap dapat bertahan meskipun terjadi krisis ekonomi.

Ropingi (2004) dalam penelitiannya tentang pembangunan ekonomi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menyebutkan bahwa di dalam melakukan pengembangan suatu sektor perekonomian di suatu wilayah hendaknya pertimbangan utamanya didasarkan pada sektor-sektor yang mempunyai daya saing wilayah terbaik yang dikembangkan tanpa mengabaikan sektor pendukungnya. Pengembangan yang dilakukan ini hendaknya dilakukan secara integrated/lintas sektoral dan dilakukan secara konsisten. Penelitian yang dianalisis dengan menggunakan teknik shift share modifikasi Esteban-Marquillas ini dapat menyimpulkan bahwa sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan terspesialisasi di Kabupaten Boyolali.

Ghufron (2008) melakukan analisis pembangunan wilayah berbasis sektor unggulan di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis location quotient menunjukkan ada tiga sektor unggulan Kabupaten Lamongan yang menjadi basis ekonomi daerah, yaitu sektor pertanian, sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Analisis shift share menunjukkan sektor pertanian memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik, begitu juga pada sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

(33)

Savitri (2008) menganalisis identifikasi sektor unggulan dan struktur ekonomi Pulau Sumatera melalui analisis shift share modifikasi Esteban- Marquillas menyimpulkan bahwa subsektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi adalah subsektor minyak dan gas bumi. Terdapat dua sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Pulau Sumatera, yaitu: sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Kedua sektor ini merupakan sektor basis yang menandakan wilayah ini mampu memenuhi sendiri kebutuhannya disektor ini dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar daerah.

Sedangkan subsektor yang memiliki keunggulan subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, subsektor kehutanan, subsektor perikanan, subsektor minyak dan gas bumi, subsektor penggalian dan subsektor pengangkutan serta subsektor pemerintahan umum.

2.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini disusun untuk mempermudah pemahaman latar belakang masalah dan bagaimana proses penyelesaiannya. Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(34)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Struktur

Pemerintahan Kabupaten Ciamis

Sebelum Pemekaran Kota Banjar

2000-2002

Setelah Pemekaran Kota Banjar

2003-2008

Model Rasio Pertumbuhan

Implikasi Kebijakan

Analisis Shift Share

Analisis Shift Share

Dinamik Analisis

Shift Share Klasik Analisis

Klassen Typology

(35)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini bersumber dari publikasi BPS yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 dan atas dasar harga berlaku dari tahun 2000-2008 di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Ciamis.

Data selanjutnya dibagi menjadi dua periode yaitu tahun 2000-2002 yang mewakili kondisi sebelum pembentukan Kota Banjar dan tahun 2003-2008 yang mewakili kondisi setelah pembentukan Kota Banjar.

3.2. Metode Analisis

Untuk menjawab terjadinya pergeseran perekonomian Kabupaten Ciamis pasca pemekaran Kota Banjar, metode yang digunakan meliputi Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan analisis shift share baik klasik maupun dinamik modifikasi Esteban-Marquillas. Penggunaan MRP bertujuan untuk mengidentifikasi sektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB (competitive advantage). Sementara analisis shift share digunakan untuk mengidentifikasi competitive advantage dan mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu daerah.

(36)

3.2.1. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Dalam penelitian ini model rasio pertumbuhan akan dipergunakan untuk membandingkan pertumbuhan kegiatan ekonomi berdasarkan 9 lapangan usaha.

Model rasio pertumbuhan ini merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan PDRB menurut sektor di Kabupaten Ciamis dengan laju pertumbuhan PDRB menurut sektor sejenis di tingkat Provinsi Jawa Barat. Analisis ini memiliki rumus matematis sebagai berikut :

ip ip

ik ik

k Y Y

Y RP Y

=

dimana RPk = Rasio Pertumbuhan Kabupaten Ciamis

Δ Yik = Perubahan PDRB sektor i di Kabupaten Ciamis

Yik = PDRB sektor i pada awal periode penelitian di Kabupaten Ciamis

Δ Yip = Perubahan PDRB sektor i di Provinsi Jawa Barat

Yip = PDRB sektor i pada awal periode penelitian di Provinsi Jawa Barat

Jika dari hasil penghitungan diperoleh nilai RPk > 1 maka dapat dikatakan bahwa laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis lebih tinggi dari laju pertumbuhan PDRB menurut kegiatan ekonomi sejenis di Provinsi Jawa Barat. Demikian juga sebaliknya, jika RPk < 1 maka pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Ciamis lebih rendah dari laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha sejenis di Provinsi Jawa Barat.

(37)

3.2.2. Analisis Klassen Typology

Karakteristik pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dapat dianalisis dengan menggunakan Klassen Typology. Metode atau cara yang dipergunakan adalah dengan menggabungkan secara sistematis laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB/PDB perkapita. Melalui analisis ini dapat diketahui karakteristik pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebelum dan sesudah pendirian Kota Banjar.

Berdasarkan Klassen Typology karakteristik pertumbuhan ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 3.1. Klasifikasi pertumbuhan ekonomi berdasarkan Klassen Typology

PDRB Per Kapita (y) Laju

Pertumbuhan (r)

Yk >Yp Yk < Yp

rk > rp Rapid Grow : daerah maju dan tumbuh cepat

Growing Region : daerah sedang tumbuh

rk < rp

Retarded Region : daerah maju tapi tertekan

Relatively Backward Region : daerah relatif tertinggal

Sumber : Sjafrizal (1997)

Dalam hal ini rk adalah laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis, rp adalah laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat, Yk adalah pendapatan per kapita Kabupaten Ciamis dan Yp adalah pendapatan per kapita Propinsi Jawa Barat.

Berdasarkan Tabel 3.1. ada empat karakteristik pertumbuhan ekonomi di daerah yaitu :

(38)

1. Daerah maju dan tumbuh pesat (Rapid Grow), yaitu apabila laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita lebih tinggi dari laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita wilayah yang menaunginya.

2. Daerah maju tapi tertekan (Retarded Region), yaitu daerah yang relatif maju, namun laju pertumbuhan ekonominya mengalami penurunan.

3. Daerah sedang tumbuh (Growing Region), yaitu daerah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun tingkat pendapatan per kapita yang dapat mencerminkan tahap pembangunan yang telah dicapai masih relatif rendah.

4. Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region), yaitu daerah yang laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapitanya masih di bawah rata-rata daerah lain.

3.2.3. Analisis Shift Share

Untuk melihat seberapa jauh perbedaan struktur ekonomi pada dua tingkatan yang berbeda, dalam analisis ekonomi dikenal suatu metode yang disebut dengan shift share analysis. Metode shift share adalah suatu metode yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan perbedaan antara tingkat pertumbuhan yang terjadi pada suatu wilayah dengan tingkat pertumbuhan pada wilayah yang menaunginya.

Metode analisis ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh share dan shift. Share terdiri dari Share Regional dan Shift terdiri dari Proportionally Shift dan Different

(39)

Shift. Dengan demikian metode analisis shift share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor - i di suatu daerah - j (Dij) adalah :

Dij = Nij + Mij + Cij ... (1) di mana:

Nij = Eij. rn ... (2) Mij = Eij (rin - rn) ... (3) Cij = Eij (rij – rin) ... (4) Dari persamaan (2) sampai (4), rij adalah pertumbuhan sektor/subsektor

i di wilayah j, sedangkan rn dan rin masing-masing laju pertumbuhan agregat nasional/provinsi dan pertumbuhan sektor/subsektor i secara nasional/provinsi, yang masing-masing dapat didefinisikan sebagai berikut:

rij = (Eij,t – Eij)/Eij ... (5) rin = (Ein,t – Ein)/Ein ... (6) rn = (En,t - En)/En ... (7) Keterangan;

Dij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis Nij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis yang

disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi

Mij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan sektor i di Provinsi

(40)

Cij : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di wilayah Kabupaten Ciamis

Eij : PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis tahun awal analisis

Ein : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Jawa Barat tahun awal analisis En : PDRB total di Provinsi Jawa Barat tahun awal analisis

Eij,t : PDRB sektor/subsektor i di wilayah Kabupaten Ciamis tahun akhir analisis

Ein,t : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis

En,t : PDRB total di Provinsi Jawa Barat tahun akhir analisis i : 1,2,… (jumlah sektor dalam PDRB)

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan nilai tambah di suatu sektor di suatu wilayah tertentu dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu : 1. Komponen Pertumbuhan Provinsi (national/provincial growth component

atau share regional).

Hal ini adalah untuk melihat struktur atau posisi relatif suatu daerah dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh di wilayah yang menaunginya. Share regional menggambarkan perubahan output suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan secara umum, perubahan kebijakan ekonomi secara nasional atau Provinsi atau perubahan faktor-faktor yang

(41)

mempengaruhi seluruh sektor di seluruh wilayah secara seragam. Komponen ini terjadi misalnya karena trend inflasi ataupun karena kebijakan perpajakan.

2. Pertumbuhan sektoral (industrial mix component atau proportionally shift) Merupakan suatu alat untuk mengukur tingkat pertumbuhan produksi suatu wilayah lebih cepat atau lebih lambat dari tingkat pertumbuhan produksi nasional karena tingginya konsentrasi industri (sektor) regional.

Proportionnaly Shift (PS) ini biasanya dipengaruhi oleh perubahan permintaan akhir, ketersediaan bahan baku, dan kebijakan sektoral.

3. Pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect component atau different shift)

Different shift merupakan suatu alat untuk mengukur seberapa jauh daya saing suatu sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di wilayah lain. Different Shift (DS) ini terjadi karena peningkatan atau penurunan output di suatu wilayah yang disebabkan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar input dan output, maupun infrastruktur ekonomi.

Persamaan (1) mengatakan bahwa output sektor i di wilayah j pada akhir tahun pengamatan adalah output sektor i di wilayah j pada awal tahun pengamatan ditambah dengan Dij. Dij merupakan tambahan output yang dibangun dari persamaan (2), (3) dan (4) sehingga :

Dij = Eij. rn + Eij. (rin-rn) + Eij (rij – rin) ... (8) Menurut Oppenheim dalam Yusuf (1999) dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional komponen Proportional Shift (PS) dan Differential Shift (DS) lebih penting dibanding komponen Regional Share (SR). Hal ini disebabkan

(42)

karena DS digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan di suatu wilayah terhadap kegiatan tersebut di wilayah yang menaunginya.

Dari perubahan tersebut akan dapat dilihat berapa besar pertambahan atau pengurangan pendapatan dari kegiatan tersebut. Sedangkan PS untuk melihat perubahan pertumbuhan suatu kegiatan di wilayah referensi terhadap kegiatan total (PDRB) di wilayah naungannya. Dari kedua komponen ini jika besaran PS dan DS dinyatakan dalam suatu bidang datar, dengan nilai PS sebagai sumbu horizontal dan nilai DS sebagai sumbu vertikal, akan diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah atau sektor ekonomi tersebut. Keempat kategori tersebut adalah (Freddy, 2001) :

Gambar 3.2. Pengelompokkan sektor berdasarkan nilai PS dan DS

1. Kategori I = PS positif DS positif adalah sektor dengan pertumbuhan yang sangat pesat dengan daya saing yang kuat

2. Kategori II = PS negatif DS positif adalah sektor yang pertumbuhannya lambat namun daya saingnya kuat

Kategori I

PS Kategori II

Kategori III Kategori IV

DS

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Struktur Pemerintahan Kabupaten Ciamis Sebelum Pemekaran Kota Banjar 2000-2002  Setelah Pemekaran Kota Banjar  2003-2008 Model Rasio Pertumbuhan  Implikasi Kebijakan Analisis Shift Share  Analisis  Shift Share Dinamik Analisi
Tabel 3.1. Klasifikasi pertumbuhan ekonomi berdasarkan Klassen Typology
Gambar 3.2. Pengelompokkan sektor berdasarkan nilai PS  dan DS
Tabel 4.1. Distribusi PDRB Kabupaten Ciamis Atas Dasar Harga Berlaku 2000-2008  (dalam persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 22 Tahun 2008 tentang “Pedoman Praktik Pengalaman Lapangan Bagi Mahasiswa Program Kependidikan Universitas

Kedua, setelah menyaksiskan video yang ditampilkan maka siswa mempraktikan teknik yang telah disaksikan selanjutnya setelah proses pembelajaran yang diberikan

Walaupun peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam aspek memberikan penjelasan dasar kelompok DL- MK lebih tinggi dibandingkan kelompok DL-MB, penerimaan H 0 dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dinyatakan diterima, yaitu ada hubungan yang positif antara sense

Dengan turunnya Statuta UNAIR dan dengan Keputusan Rektor Universitas Airlangga Nomor 1539/UN3/2014 tentang Penyesuaian Penyebutan Sekolah Vokasi Sebagai Fakultas Vokasi dan

Pernah suatu ketika Syeikh Abdul Qadir didatangi oleh seorang Raja (Abul Mudhaffar). Maksud dari kedatangan sang Raja adalah memberikan hadiah berupa 10 kantong

Rasio Tanda-Tanda Pertumbuhan ( Sign of Growth ) pada perhitungan rasio pertumbuhan aset dan pertumbuhan simpanan saham berada pada kondisi ideal. Sementara itu pinjaman

Bahwa pada tahun 2000 ketika Terdakwa bertugas di Sampit isteri Terdakwa (Saksi Dina Pamean) pernah meminta cerai kepada Terdakwa dengan cara membuat surat pernyataan