• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klausul 8.5.3 Tindakan Preventif

2.7. Definisi Proses Hirarki Analitik

Proses hirarki analitik (PHA) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L Saaty pada tahun 1970. PHA adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreatifitas dalam rancangannya terhadap suatu model (Saaty,1993).

Struktur hirarki disusun sesuai dengan kebutuhan dan didasarkan pada data perusahaan dan pendapat dari karyawan-karyawan yang menguasai kondisi dan permasalahan. Kuesioner diberikan untuk mengetahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian, gambar atau tabel.

Prinsip dasar yang terdapat dalam PHA adalah :

1. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarkis, yaitu memecah- mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

2. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas adalah menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.

3. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

PHA adalah suatu model yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Dalam pemecahan persoalan, model PHA menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendefinisikan persoalan dan menyusun hirarki, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengekspresikan preferensi dan penilaian (Saaty,1993).

Tahap-tahap berdasarkan kerangka kerja PHA yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan

Fokus dari analisis ini adalah identifikasi permasalahan mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada di perusahaan. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara wawancara dengan responden. Setelah dilakukan fokus analisis, kemudian ditentukan komponen-komponen pendukungnya. Agar terjadi persamaan persepsi antara peneliti dan responden, dalam menentukan komponen-komponen dilakukan pula pendefinisian masing-masing komponen.

2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh

Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, kemudian dilakukan pembuatan struktur hirarki. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan model hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat, yang memiliki seperingkat variabel yaitu unsur manajemen mutu. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat 2 adalah kriteria masalah, tingkat 3 sub kriteria masalah, tingkat 4 merupakan kriteria penyebab, tingkat 5 sub kriteria penyebab dan tingkat 6 adalah jenis penyebab. Contoh struktur hirarki dari identifikasi permasalahan mutu dapat dilihat pada Gambar 4 . 3. Menyusun matriks banding berpasangan

Matriks banding berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur hirarki di atasnya. Matriks ini dimulai dari puncak hirarki untuk fokus identifikasi permasalahan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya.

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil perbandingan yang diperoleh pada langkah 3.

Setelah matriks pembandingan berpasangan antar elemen dibuat, selanjutnya dilakukan pembandingan berpasangan antara setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Pembandingan berpasangan

29

antar elemen-elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan “Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi, dipengaruhi dan dipenuhi atau diuntungkan oleh fokus permasalahan, dibandingkan dengan kolom-j?”. Jika elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah : “Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j, sehubungan dengan fokus?” Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Faktor Tingkat 3 Aktor Tingkat 4 Tujuan Tingkat 5 skenario

Gambar 4.Struktur Hirarki Identifikasi Permasalahan Sumber : Saaty,1993 Identifikasi Masalah (G) F1 F2 F3 F4 A1 A2 A3 A4 O2 O1 O3 O4 S4 S3 S2 S1

Untuk mengisi matriks banding berpasangan, skala banding yang tertera pada Tabel 2. Angka-angka tersebut menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat dan kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.

Tabel 2. Nilai Skala Banding Berpasangan

Sumber : Saaty (1993)

5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama

Angka 1 sampai 9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2. Sedangkan F1 kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi identifikasi masalah dibandingkan F2, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di

NILAI SKALA DEFINISI PENJELASAN

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempengaruhi sama kuat pada sifat itu 3 Elemen satu sedikit lebih

penting dari lainnya

Pengalaman atau pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

5 Elemen yang satu jelas lebih penting dibanding elemen lainnya

Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek 7 Satu elemen sangat jelas

lebih penting dibanding elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek. 9 Satu elemen mutlak

lebih penting dibanding elemen lainnya

Sokongan elemen yang satu atas yang lainnya terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua pertimbangan di atas

Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan Kebalikan nilai-

nilai di atas

Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antar elemen A dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, ¼, …, 1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A

31

bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Misalnya, bila elemen F12 memiliki nilai 8, maka nilai F12 dalah 1/8 6. Melaksanakan langkah 3,4,dan 5, untuk semua tingkat dan gugusan

dalam hirarki tersebut.

Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks pembandingan dalam model PHA dibedakan menjadi : (1) Matriks Pendapat Individu (MPI), dan (2) Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan , yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j (lihat Gambar 5).

G A1 A2 A3 … An A1

A2

A3

An

Gambar 5.Matriks Pendapat Individu Sumber : Saaty, 1993

Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang elemennya ( ), inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10%, dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. MPG dapat dilihat pada Gambar 6. G G1 G2 G3 … Gn G1

G2

G3

Gn

Gambar 6.Matriks Pendapat Gabungan Sumber : Saaty, 1993

Nilai-nilai pada MPI dapat diubah-ubah oleh individu yang bersangkutan hingga diperoleh hasil yang memuaskan. Namun bila ada MPI yang tidak memenuhi persyaratan inkonsistensi maka MPI terebut tidak diikutkan dalam analisis.

Syarat-syarat MPG yang bebas dari konflik antara lain : (1) pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki lebih kurang dari 4 satuan antara nilai dari pendapat individu yang tertinggi dengan nilai yang terendah, dan (2) tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada baris dan kolom yang sama.

Rata-rata geometrik dapat diperoleh dengan menggunakan rumus matematika.

……… 1)

Dimana :

= elemen MPG baris ke-i kolom ke-j

(k) = elemen baris ke-1 kolom ke-j dari MPI ke-k

K = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan = perkalian dari elemen ke=1 sampai ke=m

7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas

Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap yaitu ; (1) pengolahan horisontal, (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI maupun MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI atau MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi.

Pengolahan horisontal data dilakukan setelah MPI atau MPG yang akan diolah telah siap dan lengkap dengan elemennya. Pengolahan horizontal terdiri dari 3 bagian yaitu : (1) penentuan vektor prioritas,

33

(2) uji konsistensi (3) revisi pendapat MPI atau MPG yang memiliki rasio inkonsistensi yang tinggi.

Pengolahan vertikal dilakukan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap saran utama atau fokus. Hasil akhir dari pengolahan vertikal ini merupakan bobot prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan paling bawah terhadap sasaran utama.

8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki

Langkah terakhir adalah mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan, dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama pada setiap indeks inkonistensi acak juga dibobot berdasarkan kriteria yang bersangkutan, dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10 %.

Dokumen terkait