TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
C. Repurchase Intention
1. Definisi Repurchase Intention
Repurchase intention merupakan kemungkinan subjektif seorang individu untuk terus membeli produk dari vendor atau provider yang sama di masa yang akan datang (Chiu et al., 2009). Lee et al.,(2010) menyatakan bahwa perilaku pembelian dan niat pembelian ulang sangat
bermanfaat bagi dunia bisnis. Beberapa studi terdahulu menunjukkan
bahwa repurchase intention memiliki hubungan yang sangat dekat dengan loyalitas konsumen, kepuasan, kepercayaan, komitmen,
perceived value (Jiang dan Rosenbllom, 2005; Hume dan Mort, 2008; serta Boonlertvanich, 2009)
Batey (2008 : 36) menyatakan adanya asosiasi antara merek
dengan repurchase intention. Suatu merek yang dibangun dengan menciptakan struktur mental yang berhubungan dengan perusahaan pada
ingatan konsumen akan membantu konsumen mengorganisasikan
konsumen dalam melakukan keputusan pembelian ulang (repurchase intention) pada suatu produk perusahaan (Batey, 2008 : 36).
Pengetahuan konsumen mengenai citra country of origin juga dapat mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian ulang
(repurchase intention). Ouellet, (2007) dalam Josiassen dan Assaf, (2009) menyebutkan bahwa evaluasi konsumen terhadap country of origin akan mempengaruhi evaluasi konsumen untuk melakukan keputusan pembelian ulang (repurchase intention) terhadap suatu produk tertentu.
D. PENELITIAN TERDAHULU
Pada sub bab ini akan dijelaskan perbandingan antara penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan variabel-variabel yang menjadi objek amatan dan alat analisis yang digunakan
dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar hipotesis dan model penelitian yang
dikembangkan memiliki dasar teori yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam
penelitian ini peneliti mendesain ulang model dari beberapa penelitian terdahulu
dengan penyesuaian untuk setting penelitian di Indonesia. Kajian mengenai beberapa penelitian terdahulu yang menjadi dasar pembentukan konstruk
commit to user
xli Tabel II.2 Penelitian Terdahulu Peneliti (tahun) Variabel Independen Variabel Mediasi Variabel Moderator Variabel Dependen Alat Analisis Yasin e tal., (2007) Country of origin image Brand equity dimensionsBrand equity Regression analysis Yoo et al.,
(2000)
Price, store image, distribution intensity, advertising spending, price deals Brand equity dimensions
Brand equity SEM
Pappu et al., (2005)
Country of origin ‘product
category-country’ association
Brand equity MANOVA
Chowdhury dan Ahmed (2009) Country of design, country of part, country of assembly Perceived product desain, perceived product Sophistication, perceived Manufacturing Excellence Perceived product quality SEM Josiassen dan Assaf (2009)
Country of origin product-origin image, product-origin congruency, product involvement on consumers’ product-related evaluations Behavioral intention SEM Tabel II.2
Penelitian Terdahulu (lanjutan) Peneliti (tahun) Variabel Independen Variabel Mediasi Variabel Moderator Variabel Dependen Alat Analisis Hume dan Mort (2008) Core service quality, peripheral service quality, appraisal emotion Perceived value, customer satisfaction Repurchase intention SEM
Lee et al., (2010) Perceived value, perceived ease of use, perceived usefulness, firm’s reputation, privacy, trust, reliability, functionality Online purchase intention Regression analysis Kuenzel dan Halliday (2008) Prestige, satisfaction, corporate communication Brand identification WOM, repurchase MANOVA Penelitian ini (2011) Country of origin image
Brand equity Repurchase
intention
SEM
E. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah dalam penelitian atau
pernyataan sementara tentang pengaruh hubungan dua variabel atau lebih.
commit to user
xliii
Aaker (2008) mengatakan bahwa brand equity merepakan seperangkat aset (dan kewajiban) yang berkaitan dengan nama merek dan simbol yang menambah (atau mengurangi) dari nilai yang diberikan oleh
produk atau jasa kepada perusahaan dan / atau pelanggan perusahaan. Aset
di sini merupakan penguraian dimensi dari brand equity yang masing-masing memiliki pengaruh dalam pembentukan brand equity. Aaker juga menambahkan bahwa dengan menguatkan dimensi brand equity kita dapat membangkitkan brand equity. Merujuk pada penelitian yang dilakukan Yasin et al., (2007) dimensi brand equity yang membentuk brand equity adalah brand distinctiveness, brand loyalty, dan brand awareness/association.
Brand distinctiveness didefinisikan sebagai seni yang unik dan diinginkan oleh pelanggan (Wong dan Marrilees, 2008). Perusahaan
berusaha untuk membuat beberapa bentuk brand distinctiveness untuk menghindari produk mereka yang dipandang sebagai komoditas
(McQuiston, 2004 dalam Wong dan Marrilees, 2008). Aaker (2008)
menyebutkan bahwa konsumen tidak akan memiliki dasar untuk memilih
merek tertentu jika merek dianggap tidak berbeda dengan yang lain.
Brand loyalty dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan dengan merek lainnya. Brand loyalty dapat didefinisikan melalui dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang sikap dan keperilakuan. Dari sudut pandang sikap, Oliver (dalam Yoo et al., 2000) mendifinisikan brand loyalty sebagai sebuah komitmen yang dipegang
teguh untuk membeli ulang atau berlangganan pada suatu produk atau
layanan jasa yang disukai di masa mendatang, meskipun pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan perubahan
perilaku. Sedangkan dari sudut pandang keperilakuan, brand loyalty didefinisikan sebagai tingkatan dalam sebuah unit pembelian, seperti rumah
tangga, konsentrat pembelian dari waktu ke waktu pada merek tertentu
dalam suatu kategori produk (Schoell dan Guiltinan, 1990 dalam Tong dan
Hawley 2009).
Brand Awareness mengacu pada kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat merek sebagai anggota dari suatu kategori
produk tertentu (Aaker, 2008). Dimensi relevan yang menjelaskan brand knowledge dan mempengaruhi respon konsumen adalah kesadaran terhadap merek (dalam hal ini brand recall dan recognition), dan keuntungan, kekuatan, serta keunikan brand association di benak konsumen (Keller, 1993). Dengan kata lain, brand awareness dan brand association merupakan dua konstruk yang saling berkaitan. Brand association sendiri merupakan segala sesuatu "terkait" dalam memori konsumen terhadap
merek (Aaker, 1991 dalam Tong dan Hawley, 2009).
Secara garis besar, suatu merek dikatakan memiliki brand equity yang kuat ketika merek tersebut memiliki struktur mental yang dapat
menumbuhkan asosiasi mengenai pengetahuan merek tersebut dalam benak konsumen. Pengetahuan tersebut kemudian akan membantu konsumen
commit to user
xlv
suatu produk perusahaan (Batey, 2008 : 36). Berdasarkan penjelasan di atas,
maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H1a : Brand distinctiveness berpengaruh positif terhadap brand equity. H1b : Brand loyalty berpengaruh positif terhadap brand equity.
H1c : Brand awareness/association berpengaruh positif terhadap brand equity.
2. Pengaruh Country of Origine Image Terhadap Brand Equity
Konsumen memiliki asosiasi terhadap entitas seperti produk, tempat,
merek dan negara asal (Pappu et al., 2005). Beberapa penelitian terdahulu juga telah menggagas bahwa informasi mengenai negara asal digunakan
sebagai indikator atas kualitas produk dari suatu negara (Hong dan Wyer,
1989; Bluemelhuber et al., 2007; Lampert dan Jaffe, 2007; Chowdhury dan Ahmed, 2009; Al-Sulaiti dan Baker, 1998; Keller, 1993). Country of origin sendiri didefinisikan sebagai negara tempat perusahaan kantor pusat
perusahaan pemasaran produk atau merek berada (Johansson et al., 1985 dan Ozsomer and Cavusgil 1991 dalam Khalid dan Micheal 1998).
Dalam membentuk brand equity, akan diuji bagaimanakah pengaruh country of origin image terhadap aset pembentuk brand equity, dalam hal ini adalah dimensi brand equity. Merujuk pada penelitian yang dilakukan
Yasin et al., (2007) dimensi brand equity yang membentuk brand equity adalah brand distinctiveness, brand loyalty, dan brand awareness/association, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H2a : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand distinctiveness.
H2b : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand loyalty.
H2c : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand awareness/association.
3. Pengaruh Country of Origin Image Terhadap Repurchase intention Dengan Brand Equity Sebagai Pemediasi
Sebuah premis dasar dari country of origin effect menyebutkan bahwa evaluasi konsumen terhadap country of origin akan mempengaruhi evaluasi-evaluasi selanjutnya mengenai produk tersebut serta
mempengaruhi perilaku untuk membeli (purchase) atau pembelian ulang (repurchase) terhadap produk tersebut (Ouellet, 2007 dalam Josiassen dan Assaf, 2009). Yoo et al., (2000) menyatakan bahwa evaluasi konsumen dalam melakukan pembelian ulang (repurchase intention) dapat dilakukan dengan membandingkan country of origin image antara merek produk yang digunakan saat ini dengan merek lain dalam kategori produk yang sama.
Sebagai contoh, ketika seorang konsumen yang menggunakan produk
elektronik buatan Jepang hendak membeli lagi produk elektronik buatan
Jepang konsumen tersebut kemungkinan akan membandingkan produk yang akan ia beli dengan produk sejenis yang dibuat oleh negara lain.
commit to user
xlvii
Country of origin juga dikenal dalam membawa asosiasi di benak konsumen (Aaker, 2008 dan Keller, 1993). Keduanya berpendapat bahwa country of origin dapat mempengaruhi brand equity dengan menghasilkan asosiasi sekunder terhadap merek. Sebagai contoh, konsumen mungkin
asosiasi negara Jepang dan Cina dengan atribut "keandalan" dan "daya
tahan", untuk tingkatan yang berbeda. Gagasan bahwa informasi mengenai
negara asal digunakan sebagai indikator atas kualitas produk dari suatu
negara sangat didukung oleh beberapa penelitian terdahulu (Hong dan
Wyer, 1989; Bluemelhuber et al., 2007; Lampert dan Jaffe, 2007; Chowdhury dan Ahmed, 2009; Al-Sulaiti dan Baker, 1998; Keller 1993).
Karena country of origin dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam evaluasi dan tindakan yang akan dilakukan konsumen
terhadap suatu merek produk, maka disusun hipotesis sebagai berikut:
H3a : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand equity yang dimediasi oleh brand distinvtiveness.
H3b : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand equity yang dimediasi oleh brand loyalty.
H3c : Citra brand’s country of origin berpengaruh positif terhadap brand equity yang dimediasi oleh brand awareness/association.
F. MODEL PENELITIAN
Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang
hubungan pengaruh citra country of origin terhadap repurchase intention yang dimediasi oleh brand equity. Berikut adalah model dalam penelitian ini,
.
Gambar II.3 Model Penelitian
Variabel Penelitian
Variabel independen : Country of Origin Image Variabel Mediasi : Brand Equity
Variabel Dependen : Repurchase Intention
Dalam kerangka penelitian ini dijelaskan bahwa brand equity sebagai variabel independen yang mempengaruhi variable dependen repurchase intention, country of origin image sebagai variable independen yang Country of origin image Brand distinctiveness Brand loyalty Brand awareness/ association Repurchase intention H1a H1b H1c H2a H2b H2c H3c H3b H3a
commit to user
xlix
mempengaruhi variable dependen brand equity, dan variable independen country of origin image yang mempengaruhi variabel dependen repurchase intention dengan brand equity sebagai pemediasi.