DEFISIENSI MINERAL Beri-ber
C. Interaksi zat Seng
3. Defisiensi Seng
Defisiensi seng tidak hanya disebabkan oleh asupan seng yang rendah, namun juga karena ketersediaan biologik yang rendah, penyakit-penyakit lain seperti penyakit ginjal kronis, penyakit liver kronik, anemia sel sabit, diabetes, keganasan, dan penyakit kronik lain serta penggunaan chelating agent seperti penisillamin pada penyakit Wilson (Prasad, 2003). Defisiensi seng nutritional dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak- anak, ibu hamil dan menyusui, serta orangtua. Sistem organ yang dapat terpengaruh secara klinis oleh kondisis defisiensi seng berat meliputi epidermis, gastrointstinal, sistem saraf pusat, tulang, reproduksi dan imunitas (Hambidge, 2000). Hal tersebut menimbulkan
gambaran klinis seperti retardasi pertumbuhan, hipogonadisme, perubahan kulit, penurunan ketajaman rasa (hipogeusia), mental letargi, serta penurunan imunitas tubuh (Almatsier, 2001).
Dilaporkan bahwa defisiensi seng pada tikus tidak saja menurunkan kadar seng dalam usus halus, hati dan femur, tetapi juga menimbulkan kegagalan absorpsi air dan natrium. Percobaan ini menunjukkan adanya kaitan antara status zink dengan kehlangan cairan dan elektrolit pada diare yang mendukung peranan seng dalam membran sel. Observasi ini kemungkinan relevan untuk manusia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian di Jamaica padsa bayi dengan kelainan gizi. Pada penelitian ini pemberian tambahan seng dalam bentuk diet protein kacang kedelai (soy-protein diet) mencegah terjadinya diare pada masa kesembuhannya. Diare yang terjadi pada bayi yang tidak diberikan tambahan seng mengandung kadar natrium yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa defisiensi yang relatif ringan pada manusia dapat menimbulkan diare dan pemberian tambahan seng mempunyai efek yang bermanfaaat.
Defisiensi seng memicu berbagai mekanisme fungsi sel barier endotel (in vitro) dan dapat diperbaiki dengan suplementasi seng. Data ini mempunyai implikasi yang penting terhadap proses vaskuler baik akut maupun kronik. Defisiensi seng mengganggu fungsi endotel sel diinduksi oleh sitokin. Defisiensi seng menyebabkan apoptosis sel (Tran, 2000). Meknisme pertahanan sel termasuk : DNA repair enzymm, antioksidan dan Poly (ADP-ribosyl) polymerase = pADPRP. Salah satu karakteristik penting apoptosis adalah kematian sel yang diawali dengan frgmentasi DNA.
Defisiensi seng dapat menghambat pembelaahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad, 1998). Seng umumnya ada di dalam otak,, dimana sengg mengikat protein. Kekurangan seng akan berakibaat fatal terutama pada pembentukan struktur tak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998). Prasad dan Halsted mengatakan bahwa defisiensi seng menyebabkan stunting dan hypogonadism pada anak laki-laki petani Irania. Mereka kemudian menegaskan dalam hipotesis mereka pada remaja di Egyyptian dan Iraniann melalui penelitian tentang metabolisme seng dan percobaan terapeutik. Defisiensi seng juga diketahui terjadi pada nak-anak dan orang dewasa di beberapa negara, dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting (Reeport of Meeting Balimore, 1996).
Suatu meta analisis dari 25 penelitian tentang pengaruh suplementasi seng pada pertumbuhan anak yangg dilakukan oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa pemberian suplementasi seng secara statistik bermakna memberikan efek yang lebih baik terhadap pertumbuhan secara linier dan pertambahan berat badan anak. Umur juga merupakan faktor yang penting dalam hubungan antara defisiensi seng dengan perkembangan kognitif anak. Karena selama masa pertumbuhan dan perkembangan cepat, seperrti pada masa remaja jika konsumsi makan tidak cukup dan seimbang, maka anak akan kekurangan zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Anak- anak yang berasal dari pedesaan dan dari keluargga dengan penghasilan rendah ditemukn mempunyai konsentrasi seng dalam plasma yang rendah selama masa pertumbuhan dan masa remaja, dan keadaan gizi anak yang berasal dari keluarga yang berpengahsilan menengah menderita defisisnesi seng selama masa prtumbuha (Black, 1998). Pada anak yang masih menyususi, sisr susu ibu tidak dapat mensuplai seng dalam umlah yang lebih. Dan juga adalah sulit untuk memenuhi kebutuhan seng bayi dan anak selma masa transisi dari air susu ke makanan padat.
Seng mempunyai peran penting dalam perkembangan limfosit T maupun B. Defisiensi seng memicu sekresi hormon glukokortikoid oleh kelenjar adrenal. Sampai di timus, hormon tersebut membentuk ikatan dengan reseptornya pada permukaan limfosit. Ikatan yang terjadi akan membentuk kompleks dengan steroid di sitoplasma, lalu terjadi translokasi kompleks nukleus. Kompleks akan terikat pada DNA di dalam nukleus, yang menyebabkan disintesanya protein-protein yang berpengaruh pada apoptosis. Pemberian seng dapat menghambat proses tersebut, karena pemberian seng dapat menghambat produksi glukokortikoid dan menghambat ikatan antara steroid dan reseptor glukokortikoid.
Kaitan antara seng dan diare telah dilaporkan baik dari hasil penelitian epidemiologis maupun laboratorium. Kemunngkinan mekanisme tyang dapat menjelaskan pengaruh seng terhadap diare dapat dijelaskan sebagai berikut (Bijleved et al., 1997) : Diare akut pada anak-anak di negara berkembang kebayakan diare infeksi. Seng dapat mempunyai efek terhadap beberapa enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan infectioius agens pada diare. Seng utamanya bekerja pada jaringan dengan kecepatan turn over yang tinggi seperti halnya pada saluran cerna dan sistem imunn dimana seng
bahwa sel-sel darah putih terikut dalam sekresi usus halus selama diare yang berkaitan dengan infeksi. Hasil pemeriksaan mikroskop elektron mukosa usus penderita diare yang disebabkan oleh kuman kolera memperlihatkan degranulasi dari mast cell dan eosinofil mukosa, neutrofil meningkat dan terjadi perubahan pada serabut saraf enterik. Inflamasi dan mediator inflamasi dapat terlibat dalam sekresi berkaitan dengan infeksi diare. Seng menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen, nitrogen daan ligan sulfur makromulekul hidroofilik, serta aktivitas antioksidan (Wapnir, 2000).
Seng melindungi membran dari efek infectious agens dan dari peroksidasi lemak. Pada usus tikus, defisiensi seng menurunkan secara bermakna absorpsi natrium dan air dan dapat mempengaruhi aktivitas disakaridase. Penelitian terakhir menganjurkan bahwa seng dapat bekerja pada Tight Junction Level untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus yang berkaitan dengan kurang gizi. Seng juga mencegah dilepaskannya histamin oleh sel mastdan respon kontraksi serta sekretori terhadap histami dan serotonin pada usus.Akhirnya seng endotel yang diprakarsai oleh TNF-α yang juga merangsang kerusakan permeabilitas lapisan epitel usus. Oleh karena itu seg dapat merangsang pertahanan imun, sementara mengurangi efek yang merugikan akibat aktifitas sel imun pada lapisan sel epitel usus.