DEFISIENSI MINERAL Beri-ber
A. Peran dan Fungsi zat Seng (Zink)
1. Peran Seng terhadap Sistem imun
Telah diketahui bahwa seng memainkan peran penting dalam sistem imun. Banyak penelitian yang dilakukan baik pada hewaqn maupun manusia membuktikan bahwa seng mempunyai peran penting dalam sistem imunitas tubuh. Pengaruh seng terhadap sistem imunitas tubuh dapat diamati secara jelas pada penderita Acrodermatitis enteropathica, suatu bentuk kelainan genetik autosomal resesif yang jarang dimana
mengalami gejala defisiensi berat seperti lesi-lesi pada kulit, diare berat dan hilangnya rambut. Penyakit ini sngat berdampak pada sistem imunitas tubuh, antara lain atrofi timus, penurunan jumlah limfosit terutama pada jaingan limfoid perifer dan darah, serta munculnya infeksi virus, jamur dan bakteri yang kesemuanya dapat diperbbaiki dengan pemberian seng.
Seng mempunyai peran penting dalam perkembangan limfosit T maupun B. Studi pada hewan menunjukkan bahwa defisiensi seng berat dapat menyebabkan atrofi timus, organ sentral untuk perkembangan llimfosit T. Atrofi timus terjadi karena adanya peningkatan apoptosis limfosit pada timus. Defisiensi seng memicu sekresi hormon glukokortikoid oleh kelenjar adrenal. Sampai di timus, hormon tersebut membentuk ikatan dengan reseptornya pada permukan limfosiit. Ikatan yang terjadi akan membentuk kompleks dengan steroid di sitoplasma, lalu terjadi translokasi kompleks ke nukleus.Kompeks akan terikat pada DNA di dalam nukleus, yang mnyebabkan disintesanya protein-protein yang berpengaruh pada apoptosis. Pemberian seng dapat menghambat proses tersebut, karena pemberian seng dapat menghambat produksi glukokortikoid dan menghambat ikatan antara steroid dan reseptor glukokortikoid. Tikus yang diberi diet rendah seng ( 1 μg/g) selama 31 hari mengalami involusi timus dan penurunan jumlah limfosit terutama di bagian korteks, tempat dimana timosit imatur berkembang. Ukuran timus meningkat dan korteks kembali terisi sel setelah pemberian diet cukup seng (50 μg/g) selama 1 minggu.
Seng telah diketahui dapat mempengaruhi fungsi limfosit T. Ini dapat terjadi melalui efek timulin, suatu hormon yang disekresi sel epitel timus. Seng merupakan kofaktor timulin. Ikatan seng pada timulin menghasilkan perubahan konformasonal yang menyebabkan timulin menjadi aktif. Timulin menginduksi diferensiasi sel T immature pada timus, mengatur fungsi sel T matur di jaringan perifer, mmenginduksi ekspresi reseptor IL- 2 afinitas tinggi pda sel T matur, serta memacu produksi IL-2 limfosit T. Pada keadaan defisiensi seng, timulin menjadi tidak aktif, sehinggga fungsi diferensiasi, proliferasi dan maturasi limfosit T menurun. Respon limfosit seperti delayed hypersensitivitydan aktivitas sitotoksik juga dapat menurun selama defisiensi seng dan membaik setelah suplementasi.
Seng dapat menstimulasi produk IFN-γ, siokun yang diperlukaan untuk mengaktivasi makrofag, oleh sel NK darah perifer pasien hemodialisis defisiensi seng.
Secara in vitro, seng juga dapat memacu produksi IL-IB,IL-6,IFN-γ, dan TNF-α oleh monosit. TNF-α dapat menginduksi produksi IFN-γ oleh sel NK mencit SCID pada fase awal infeksi bakteri intraseluler.
Menghambat apoptosis
Seng timulin aktif prod IL-2 dan proliferasi limfosit Ekspresi reseptor IL-2
IFN-γ aktivitas makrofag kemampuan fagositosis ROI Killing TNF-α IFN-γ
NO Killing Gambar 20. Pengaruh pemberian seng terhadap respon imunitas seluler
Selain mempunyai dampak positif, beberapa penelitiian membuktikan bahwa suplementasi seng dapat pula menurunkan respons imunitas. Hasil penelitian Walsh, seperti dikutip oleh Shankar (1998), menyebutkan bahwa pemberian seng pada 11 laki-laki dewasa sebanyak 300 mg/hari (20 kali RDA) selama 6 minggu menyebabkan penurunan respons limfosit terhadap PHA dan penurunan kemotaksis dan fagositosis PMN di sirkulasi. Penelitian Cakman et al membuktikan, seperti dikutip oleh Rink (2000), Pemberian seng dengan konsentrasi 7-8 kali level fisiologis dapat memblok IFN-a. Chvapil (dikutip oleh beisel, 1982) menyatakan bahwa peningkatan jumlah sen dapat menurunkan konsumsi oksigen pada neutrofill yang sejalan dengan penurunan aktivitas fagositik dan bakterisidal. Zukoski et al (dikutip oleh beisel,1982) membuktikan adanya penurunan aktifitas enzim NAPDH oksidase,aktivitas fagositosis dan migrasi makrofag peritoneal tikus yang diberi diet tinggi seng (2000ppm) selama 3 hari. Penurunan enzim NAPDH oksidase dapat menurunkan kemampuan bakterisidal makrofag. Konsentrasi seng yang tinggi juga dapat menurunkan kemampuan fagositosis.
Anak yang menderita defisensi seng sangat rentan terhadap berbagai macam kuman pathogen. Seng mempengaruhi berbagai aspek dalam system imun, mulai sistem pertahanan oleh kulit sampai regulasi gen pada limfosit. Seng berperan pada perkembangan dan fungsi normal yang memperantarai imunitas nonspesifik seperti neutrofik dan sel NK. Defisiensi seng juuga mempengaruhi perkembangan imunitas dapatan, mulai dari pertumbuhan dan fungsi tertentu limfosit T seperti aktivasi, produksi
sitokin oleh Th-1 dan Th-2, perkembangan limfosit B serta produksi antibodi, khususnya IgG, makrofag, sel penting dalam banak fungsi imunologis, sangat dipengaruhi oleh defisiensi seng, dimana dapat menyebabkan ketidsk aturan komponene dalam intra sel, produksi sitokin dan fagositosis.
Sel NK merupakan salah satu subset limfosit yang ada dalam darah dan jaringan limfoid terutama limfa. Kekurangan seng akan menghambat fungsi sel NK baikj untuk pengahancuran sel target maupun untuk menghasilkan INF-γ yang akan memicu aktifitas makkrofag (Wahid, 2001). Dari studi in vitro terungkap bhwa kehadiran seng akan meningkatkan respon proliferasi limfosit T terhadap berbagai rangsangan. Pemberian seng ternyata meningkatkana ekpresi dan fungsi molekul permukaan limfosit T (misalnya ICAM- 1) sehingga memperbaiki interasi antar sel dana kemampuannya menangkap langsung superantigen. Terhambatnya proliferasi limfosit pada kekurangan seng disebabkan oleh karena seng sangat dibutuhkan dalam berbagai tahap siklus sel (G1-S, G2-M). seng memperomosi produksi thymidinkinase yang menggerakkan tahap awal ke tahap akhiir G1, seng juga nampaknya berperan (mekanismebelum jelas) pada pergeseran ke tahap S (sintesa DA) dan transisi ke G2 dan M (mitosis). Mitosis nammpaknya cukup berpengaruh oleh kekurangan seng karena adanya hambatan pada polimerisasi. Nampaknya seng mempengaruhi berbagai macam ensim yang berperan dalam replikasi dan transkripsi DNA seperti DNA polymerase, thymidine kinase, DNA dependent RNA polymerase, deoxyribonucletidyl transferase dan aminoacyl transfer RNA syntetase serta regulator trannskripsi yang dikenal sebagai thymidine kinase sangat sensitive pada kekurangan seng. Pada keyataannya, seng dibutuhkan untuk ekpresi berbagai gen yang mengatur mitosis sehingga kekurangan seng akan menghambat proliferasi sel yang berdampak pada berkurangnya jumlah limfosit.
Seng juga beperan pada proses aktivasi limfosit dan transduksi signal yang muncul akibat adanya rangsangan antigen yang tertangkap oleh reseptor limfosit T. Seng terlibat dalam interaksi antara CD4 (sel T-helper) atau CD-8 (sel T-supressor) dengan tyrosinkinase p56lck. Suatu protein esensal pada tahap awal aktivasi limfosit T, karena menstimulasi autofossforilasi tyrosinkinas oleh p56lck dan fosforilasi T cell receptor complex yang melibatkan CD45. Selanjutnya, seng berperan dalam fosforilasi peotein
yang dimediasi oleh protein kinase C, perubahan selanjutnyaakibat fossforilasi protein ini akan mengatur aktivasi dari proliferasi limfosit T (Wahid, 2001).