• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEKLARASI MALINO UNTUK POSO

Dalam dokumen Keamanan Siber Menuju Perang Geometri An (Halaman 159-163)

Resolusi Konflik Melalui Pendekatan Budaya

DEKLARASI MALINO UNTUK POSO

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami yang mewakili masyarakat Muslim dan Kristiani Poso serta kelompok-kelompok yang ada, setelah mengalami dan menyadari bahwa konflik dan perselisihan yang berlangsung selama tiga tahun terakhir ini di Kabupaten Poso dan Kabupaten Morowali, telah membawa penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan bagi rakyat, maka dengan hati yang lapang serta jiwa terbuka, sepakat:

1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.

2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.

3. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.

4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat sipil, serta campur tangan pihak asing.

5. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama.

6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia. Karena itu, setiap warga negara memiliki hak hidup, datang, dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.

7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.

8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.

9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh.

10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati, dan menaati segala aturan yang telah disetujui, baik dalam bentuk undang-undang, maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya. Pernyataan kesepakatan ini kami buat dengan ikhlas dan iktikad baik untuk menjalankan. Realisasi dari pertanyaan ini, akan dilaksanakan dengan agenda serta rencana sebagai berikut:

I. Komisi Keamanan dan Penegakan Hukum (Lampiran I) II. Komisi Sosial Ekonomi (Lampiran II)

Pemantauan pelaksanaan rencana tersebut, dilakukan oleh Tim Pemantau Nasional dan Kelompok Kerja (pokja) yang dibentuk di daerah.

Dibuat di: Malino

Keragaman agama, etnik, dan budaya, tanpa disadari telah menciptakan building block yang mengganggu harmoni kohesi dan interrelasi sosial. Hal ini sebenarnya merupakan akibat dari sistem otoritarian Orde Baru yang tidak merancang kerukunan dan kedamaian antar etnis dan agama dengan basis keragaman melainkan dengan basis keseregaman. Karena itu,

11

begitu Orde Baru jatuh, konflik yang tertahan pun mencuat. Nilai-nilai kearifan lokal semacam itulah yang dilupakan pemerintah ketika melakukan proses perdamaian di Poso. Sehingga keadilan dan kesetaraan di bidang politik, sosial budaya, dan ekonomi antara masyarakat asli dan pendatang tidak bisa terwujud. Padahal nilai kearifan lokal adalah bagian penting kehidupan sehari- hari masyarakat. Sehingga tidak seharusnya pendekatan budaya lokal dipidahkan dari upaya menyelesaikan konflik yang terjadi pada masyarakat yang heterogen seperti di Poso.12

Kesimpulan

Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan konflik Poso berupa Deklarasi Malino pada akhir tahun 2001. Namun, Deklarasi Malino nampaknya belum cukup meredam konflik dan berbagai kericuhan kembali terjadi pasca Deklarasi Malino dengan permasalahan yang sama. Kondisi demikian menunjukkan bahwa konflik Poso merupakan konflik yang telah mendarah daging dan diperlukan profesionalitas serta keterlibatan oleh seluruh elemen masyarakat dalam penyelesaiannya. Peningkatan rasa kepercayaan terhadap antar golongan menjadi topik utama yang harus diperhatikan untuk mewujudkan perdamaian di Poso. Serta mencoba mengadakan perundingan pimimpin dari kelompok bertikai dan usaha memeberikan materi tentang nilai- nilai toleransi perbedaan sangat penting dilakukan untuk memperlancar proses perdamaian di wilayah Poso.

Selama ini pendekatan keamanan selalu dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik horizontal yang terjadi di Tanah Air, termasuk dalam menyelesaikan konflik di Poso yang mulai terjadi pada 1998. Pendekatan budaya dan mediasi sebagai wujud komunikasi para pihak yang berkonflik kerap kali dipinggirkan. Padahal masyarakat Poso memiliki kearifan lokal yang bermakna luhur untuk menciptakan keharmonisan dan perdamaian masyarakatnya. Untuk menciptakan perdamaian yang permanen di Poso, mediasi kedua pihak yang berkonflik yakni masyarakat Poso beragama Islam dengan yang beragama Kristen perlu dilakukan. Sebab mediasi bisa menjembatani kepentingan-kepentingan kedua pihak untuk diwujudkan tanpa mencederai kepentingan manapun. Dengan mediasi maka akan ditemukan jalan bersama bagi kedua pihak yang bertikai sehingga kesenjangan sosial dan ketidakadilan, tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Selain itu perlu promosi dan penerapan nilai-nilai kearifan lokal sebagai pendekatan budaya dalam menyelesaikan konflik di Poso merpakan

12Nurvita indarini, https://akupunmenulis.wordpress.com/2009/07/22/pendekatan-budaya-

pendekatan terbaik dan efektif. Nilai kearifan lokal Poso adalah ―Sintuwu Maroso‖ yang merupakan mufakat bersama untuk melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama. Selain itu juga memaksimalkan nilai kearifan lokal lainnya yakni tradisi padungku yang merupakan bentuk kesyukuran atas nikmat dan rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan. Promosi nilai kearifan lokal ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal kepada anak-anak sejak dini dan melalui organisasi masyarakat setempat. Kehidupan politik, sosial, dan ekonomi yang baik dan kuat, serta nilai-nilai luhur budaya lokal yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sangat diperlukan di Poso. Sebab kondisi itu akan membuat upaya pihak yang sengaja menghembuskan isu etnis dan agama untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan tujuan membuat masyarakat terprovokasi dan bersikap anarkis tidak akan tercapai. Dengan demikian perdamaian di Poso akan bersifat permanen.

Referensi

Dick Baly, Handout kuliah Conflict Theory (Early Warning, Mediation and Negotiation)

Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse, dan Hugh Mial, Contemporary Conflict Resolution, Cambridge: Polity Press, 2005

George J.Aditjondro, KerusuhanPoso dan Morowali, Akar Permasalahan dan Jalan Keluarnya, Makalah ProPatria,Yogjakarta.7 Januari 2004.

Patria, 2013. Kenangan Pahit, Desember 1998 Kerusuhan Poso Meletus, Berita Kawanua. 26 Desember 2013.

Rohaiza Ahmad, dkk, 2011. Pengelolaan Konflik di Indonesia - Sebuah Analisis Konflik di Maluku, Papua, dan Poso.

Hasrullah, 2009. DENDAM KONFLIK POSO, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Arianto Sangaji, Konflik Poso Untungkan Aparat dan Pemodal,

http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2322&lang

Eddy MT Sianturi, Konflik Poso dan Resolusinya,

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=7

Lukman S Thahir, Refleksi Hubungan Keagamaan di Poso Sebelum dan Pasca

Konflik; Menuju Kehidupan Damai,

http://www.interfidei.or.id/pdf/DS270603.pdf

Soetandyo Wignjosoebroto Konlik: Masalah, Fungsi, dan Pengelolaannya,

http://www.balitbangjatim.com/upload/artikel/KONFLIK%20Sutandyo.doc

Sofyan IH, Dimensi Budaya dalam Situasi Konflik,

http://www.kongresbud.budpar.go.id/2003/utusan_sulawesi_tengah.htm

Syamsul Alam Agus, Operasi Pemulihan Keamanan di Poso dan Kekerasan yang Terpelihara, http://www.kontras.org/poso/tulisan/

Pengembangan Sistem Senjata Otonom Mematikan dan

Dalam dokumen Keamanan Siber Menuju Perang Geometri An (Halaman 159-163)